Anda di halaman 1dari 25

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN

Nomor : P.43/ Menhut-II/ 2008

TENTANG

PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor


P.12/Menhut-II/2004 telah ditetapkan Penggunaan Kawasan
Hutan Lindung untuk Kegiatan Pertambangan;
b. bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.14/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.64/Menhut-II/2006 telah ditetapkan Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan;
c. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.12/Menhut-II/2004 dan Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.14/Menhut-II/2006 jo Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.64/Menhut-II/2006 sebagaimana tersebut pada huruf a
dan b, perlu penyempurnaan terhadap dinamika penggunaan
kawasan hutan untuk kepentingan di luar kehutanan dengan
tetap mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam;
d. bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 2
Tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Penggunaan Kawasan
Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan Di Luar Kegiatan
Kehutanan yang Berlaku Pada Departemen Kehutanan,
diperlukan penyempurnaan terhadap pengenaan dana
Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagai pengganti lahan
kompensasi;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kehutanan tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi


Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2. Undang
-2-

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan


Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3687);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3699);
4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3888);
5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4169);
6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4439);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yang telah diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);
8. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang
Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 67);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4453);
12. Peraturan Pemerintan Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4696), sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4814);
13. Peraturan ...
-3-

13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Jenis dan
Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal
Dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan
Pembangunan Di Luar Kegiatan Kehutanan yang Berlaku Pada
Departemen Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4813);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
16. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional;
17. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan
Atau Perjanjian di Bidang Pertambangan Yang Berada di
Kawasan Hutan;
18. Keputusan Presiden Nomor 187 / M Tahun 2004 tentang
Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu, yang telah beberapa
kali diubah, terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 31 / P
Tahun 2007;
19. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan,
Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Negara Republik Indonesia;
20. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 146/Kpts-II/1999 tentang
Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan;
21. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2001 tentang
Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan;
22. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 tentang
Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi
Kawasan Hutan, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor SK. 48/Kpts-II/2004;
23. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 13/Menhut-II/2005
tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan, yang
telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor P. 15/Menhut-II/2008;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PINJAM


PAKAI KAWASAN HUTAN.

BAB I...
-4-

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan :


1. Pinjam pakai kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan
kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan
tanpa mengubah status, peruntukan dan fungsi kawasan tersebut.
2. Pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat non komersil adalah kegiatan untuk
kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang bertujuan tidak
mencari keuntungan dan pemakai jasa tidak dikenakan tarif dalam memakai
fasilitas tersebut.
3. Kompensasi adalah kewajiban peminjam pakai kawasan hutan untuk
menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan atau membayar
sejumlah dana yang dijadikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagai
pengganti lahan kompensasi sesuai Peraturan Perundang-undangan.
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan yang selanjutnya
disebut PNBP Penggunaan Kawasan Hutan adalah Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang berasal dari penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pembangunan di luar kegiatan kehutanan yang berlaku pada Departemen
Kehutanan sebagai pengganti lahan kompensasi sesuai Peraturan Perundang-
undangan.
5. Kondisi calon lahan kompensasi yang clear and clean adalah kondisi calon lahan
kompensasi yang telah jelas statusnya, tidak dalam sengketa, tidak dalam
penguasaan pihak yang tidak berhak dan tidak dibebani hak atas tanah tertentu
serta tidak dikelola oleh pihak lain.
6. Reklamasi adalah usaha memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan
vegetasi dalam kawasan hutan yang rusak sebagai akibat penggunaan kawasan
hutan agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya.
7. Luas kawasan hutan di atas 30 % (tiga puluh perseratus) adalah luas kawasan
hutan suatu provinsi yang berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan tentang
penunjukan kawasan hutan suatu provinsi yang luas kawasan hutannya di atas
30 % (tiga puluh perseratus) dari luas daratan provinsi.
8. L1 adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2008 yaitu area terganggu karena penggunaan kawasan hutan untuk sarana
prasarana penunjang yang bersifat permanen selama jangka waktu penggunaan
kawasan hutan, dan bukaan tambang aktif (ha) yang selanjutnya dikenakan 1
(satu) kali tarif PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.
9. L2....
-5-

9. L2 adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun


2008 yaitu area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang bersifat
temporer yang secara teknis dapat segera dilakukan reklamasi (ha) yang
selanjutnya dikenakan 4 (empat) kali tarif PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.
10. L3 adalah sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun
2008 yaitu area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang bersifat
permanen yang secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi (ha) yang
selanjutnya dikenakan 2 (dua) kali tarif PNBP Penggunaan Kawasan Hutan
sampai areal diserahkan kembali.
11. Menteri adalah Menteri yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang
kehutanan.

Pasal 2

Pinjam pakai kawasan hutan dilaksanakan atas dasar izin Menteri.

Pasal 3

Pinjam pakai kawasan hutan bertujuan untuk :


a. Membatasi dan mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk
kepentingan strategis atau kepentingan umum terbatas di luar sektor kehutanan
tanpa mengubah status, fungsi dan peruntukan kawasan hutan.
b. Menghindari terjadinya enclave di dalam kawasan hutan.

BAB II
BENTUK PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Pasal 4

Pinjam pakai kawasan hutan dapat berbentuk :


a. Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan yang bersifat non komersial pada propinsi yang luas kawasan
hutannya di atas 30% dari luas daratan propinsi, dengan kompensasi PNBP
Penggunaan Kawasan Hutan Rp. 0,00 (nol rupiah).
b. Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas daratan provinsi, dengan kompensasi PNBP Penggunaan
Kawasan Hutan.
c. Pinjam...
-6-

c. Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan


kehutanan pada provinsi yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% (tiga
puluh perseratus) dari luas daratan provinsi, dengan kompensasi lahan bukan
kawasan hutan.

Pasal 5

(1) Pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan
kehutanan meliputi :
a. Kepentingan religi;
b. Pertahanan dan keamanan;
c. Pertambangan;
d. Pembangunan ketenagalistrikan dan instalasi teknologi energi terbarukan;
e. Pembangunan jaringan telekomunikasi;
f. Pembangunan jaringan instalasi air;
g. Jalan umum, jalan (rel) kereta api;
h. Saluran air bersih dan atau air limbah;
i. Pengairan;
j. Bak penampungan air;
k. Fasilitas umum;
l. Repeater telekomunikasi;
m. Stasiun pemancar radio;
n. Stasiun relay televisi;
o. Sarana keselamatan lalulintas laut/ udara.

(2) Untuk pembangunan jalan, kanal atau sejenisnya yang tidak dikategorikan
sebagai jalan umum sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf g antara lain untuk
keperluan pengangkutan produksi hasil kebun atau lainnya, dapat diproses
dengan pinjam pakai kawasan hutan

Pasal 6

(1) Kegiatan pembangunan di luar kegiatan kehutanan pada areal kerja Perum
Perhutani yang dapat menunjang pengelolaan hutan, tidak diperlukan pinjam
pakai kawasan hutan, tetapi dapat menjadi bagian pengelolaan hutan Perum
Perhutani.

(2) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlebih dahulu memperoleh
persetujuan Menteri yang ditindaklanjuti dengan kerja sama antara Perum
Perhutani dan pemohon.

BAB
-7-

BAB III
OBYEK PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Pasal 7

(1) Kawasan hutan yang dapat diberikan izin pinjam pakai kawasan hutan yaitu
hanya kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung.

(2) Pada kawasan hutan lindung dilarang melakukan penambangan dengan pola
pertambangan terbuka.

(3) Penambangan terbuka di hutan lindung hanya berlaku bagi 13 (tiga belas) izin
sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004.

(4) Ketentuan dan tata cara pinjam pakai kawasan hutan untuk penambangan
terbuka di hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku
sebagaimana di atur dalam Peraturan ini.

Pasal 8

(1) Kawasan hutan yang telah dibebani izin di bidang kehutanan atau areal kerja
Perum Perhutani, maka pinjam pakai kawasan hutan untuk pembangunan di luar
kehutanan, dapat dipertimbangkan setinggi-tingginya 10 % (sepuluh perseratus)
dari luas areal izinnya atau areal kerjanya.

(2) Batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku bagi pinjam pakai
kawasan hutan untuk pertahanan negara dan sarana keselamatan lalu lintas
laut/udara.

BAB IV
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN

Pasal 9

(1) Permohonan pinjam pakai kawasan hutan dapat diajukan oleh :


a. Koperasi;
b. Yayasan;
c. BUMN/BUMD;
d. BUMS;
e. Instansi Pemerintah.

(2) Permohonan...
-8-

(2) Permohonan pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah/Pimpinan Perusahaan/Pimpinan
Koperasi/Pimpinan Yayasan kepada Menteri, dengan tembusan disampaikan
kepada:
a. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan;
b. Kepala Badan Planologi Kehutanan;
c. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan;
d. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
e. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial ;
f. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan
KK/KP/PKP2B/SIPD/Perizinan/Perjanjian lainnya yang telah diterbitkan oleh
pejabat sesuai kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki
perizinan/perjanjian.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan :
a. Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi skala
1 : 50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas
kawasan hutan yang dimohon dan citra satelit terbaru dengan resolusi detail
15 (lima belas) meter atau resolusi lebih detail dari 15 (lima belas) meter
dalam bentuk digital dan hard copy yang ditandatangani oleh pemohon
dengan mencantumkan sumber citra satelit;
b. Rekomendasi Bupati/Walikota bagi perizinan yang berkaitan dengan pinjam
pakai kawasan hutan yang diterbitkan oleh Gubernur;
c. Rekomendasi Gubernur bagi perizinan yang berkaitan dengan pinjam pakai
kawasan hutan yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Pemerintah;
d. AMDAL yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali untuk
kegiatan yang tidak wajib menyusun AMDAL, sesuai dengan ketentuan yang
berlaku;
e. Pertimbangan teknis dari Direktur Utama Perum Perhutani, apabila areal yang
dimohon merupakan areal kerja Perum Perhutani;
f. Izin atau perjanjian di sektor non kehutanan yang bersangkutan, kecuali
untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki perizinan / perjanjian.
g. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan
menanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan tersebut;
h. Untuk kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh Gubernur atau Bupati
sesuai kewenangannya, diperlukan pertimbangan dari Direktur Jenderal
Mineral Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral.

Pasal 10
-9-

Pasal 10

Permohonan pinjam pakai kawasan hutan untuk pertahanan negara dan sarana
keselamatan lalu lintas laut/udara diajukan oleh Menteri yang diserahi tugas dan
tanggung jawab di bidang yang bersangkutan kepada Menteri dengan dilengkapi
persyaratan berupa rencana kerja penggunaan kawasan hutan.

Pasal 11

(1) Permohonan penggunaan kawasan hutan untuk izin kegiatan survei, izin kegiatan
penyelidikan umum dan izin kegiatan eksplorasi diajukan oleh Pimpinan Instansi
Pemerintah/Pimpinan Perusahaan/Pimpinan Koperasi/Pimpinan Yayasan kepada
Menteri, dengan tembusan disampaikan kepada :
a. Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan;
b. Kepala Badan Planologi Kehutanan;
c. Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan;
d. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
e. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial;
f. Kepala Balai Pemantapan Kawasan Hutan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilengkapi dengan
KK/KP/PKP2B/Perizinan/Perjanjian lainnya yang telah diterbitkan oleh pejabat
sesuai kewenangannya, kecuali untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki
perizinan/perjanjian.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan :
a. Rencana kerja penggunaan kawasan hutan dilampiri dengan peta lokasi Skala
1 : 50.000 atau skala terbesar pada lokasi tersebut dengan informasi luas
kawasan hutan yang dimohon, yang ditandatangani oleh pemohon;
b. Rekomendasi Bupati/Walikota bagi perizinan yang berkaitan dengan pinjam
pakai kawasan hutan yang diterbitkan oleh Gubernur;
c. Rekomendasi Gubernur bagi perizinan yang berkaitan dengan pinjam pakai
kawasan hutan yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Pemerintah;
d. Pertimbangan teknis dari Direktur Utama Perum Perhutani, apabila areal yang
dimohon merupakan areal kerja Perum Perhutani;
e. Izin atau perjanjian di sektor non kehutanan yang bersangkutan, kecuali
untuk kegiatan yang tidak wajib memiliki perizinan / perjanjian.
f. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan
menanggung seluruh biaya sehubungan dengan permohonan tersebut.
g. Untuk kegiatan pertambangan yang diterbitkan oleh Gubernur atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya, diperlukan pertimbangan dari
Direktur Jenderal Mineral Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan
Sumber Daya Mineral.
BAB V....
- 10 -

BAB V
TATA CARA PENYELESAIAN PERMOHONAN

Pasal 12

(1) Kepala Badan Planologi Kehutanan mengkoordinasikan Eselon I terkait lingkup


Departemen Kehutanan untuk memberikan saran/pertimbangan teknis kepada
Menteri untuk mendapat putusan.

(2) Pertimbangan teknis pinjam pakai kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebagai berikut :
a. Pada kawasan hutan lindung pertimbangan teknis diberikan oleh Direktur
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
b. Pada kawasan hutan produksi diberikan oleh Direktur Jenderal Bina Produksi
Kehutanan;
c. Pada areal kerja Perum Perhutani pertimbangan teknis diberikan oleh Direktur
Utama Perum Perhutani;
d. Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud huruf a dan b merupakan
tanggapan atas tembusan permohonan yang telah disampaikan oleh
pemohon.
Pasal 13

Dalam rangka pemberian pertimbangan teknis kepada Menteri sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 12, khusus untuk tambang terbuka di hutan lindung
sebagaimana dimaksud Pasal 7 ayat (3), dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Dilakukan kajian terpadu oleh Tim Pengkajian yang unsurnya terdiri dari unsur
unit kerja Eselon I terkait dan unsur instansi terkait lainnya;
b. Pembentukan Tim Pengkajian sebagaimana dimaksud pada huruf a dibentuk oleh
Menteri;
c. Rekomendasi Hasil pengkajian dilaporkan oleh Ketua Tim kepada Kepala Badan
Planologi Kehutanan dan diteruskan kepada Menteri untuk mendapat putusan;
d. Biaya yang timbul sebagai akibat pembentukan Tim Pengkajian dan kegiatannya
dibebankan kepada pemohon, dengan ketentuan bahwa pembiayaan tersebut
bersifat tidak mengikat.

Pasal 14

(1) Dalam hal permohonan pinjam pakai kawasan hutan ditolak, Menteri menerbitkan
surat penolakan atas permohonan tersebut.

(2) Dalam...
- 11 -

(2) Dalam hal permohonan pinjam pakai kawasan hutan disetujui, Menteri
menerbitkan surat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan yang memuat
kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon, dengan jangka waktu 2 (dua)
tahun dan dapat diperpanjang.

(3) Dalam hal permohonan pinjam pakai kawasan hutan untuk kegiatan survei,
penyelidikan umum dan eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan disetujui
Menteri, Kepala Badan Planologi Kehutanan An. Menteri menerbitkan surat
persetujuan izin kegiatan di dalam kawasan hutan yang memuat kewajiban yang
harus dipenuhi oleh pemohon, dengan jangka waktu 2 (dua) tahun dan dapat
diperpanjang.

BAB VI
KEWAJIBAN PEMOHON

Pasal 15

(1) Dalam hal Menteri menyetujui dengan persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), pemohon wajib :
a. Menanggung biaya tata batas pinjam pakai kawasan hutan;
b. Menanggung biaya inventarisasi tegakan;
c. Melaksanakan reklamasi dan reboisasi pada kawasan hutan yang sudah tidak
dipergunakan tanpa menunggu selesainya jangka waktu pinjam pakai
kawasan hutan;
d. Menyelenggarakan perlindungan hutan;
e. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat maupun daerah
sewaktu melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan;
f. Menanggung seluruh biaya sebagai akibat adanya pinjam pakai kawasan
hutan.
g. Mengingat pemenuhan kewajiban-kewajiban huruf (c), (d), (e) dan (f)
dilaksanakan pada saat telah terbit izin pinjam pakai kawasan hutan, maka
pemohon wajib membuat pernyataan di depan notaris.

(2) Dalam hal pemohon yang mendapat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan
hutan dengan kompensasi lahan bagi pinjam pakai kawasan hutan pada provinsi
yang luas kawasan hutannya kurang dari 30 % (tiga puluh perseratus) dari luas
daratan provinsi tersebut, maka kewajiban lainnya selain dari kewajiban
sebagaimana pada ayat (1) di atas adalah :
a. Menyediakan dan menyerahkan lahan bukan kawasan hutan kepada
Departemen Kehutanan yang clear and clean sebagai kompensasi atas
kawasan hutan yang dipinjam pakai;
b. Menanggung...
- 12 -

b. Menanggung biaya pengukuhan kawasan hutan yang berasal dari lahan


kompensasi;
c. Melaksanakan dan menanggung biaya reboisasi atas lahan kompensasi.

(3) Dalam hal pemohon yang mendapat persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan
hutan pada provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30 % (tiga puluh
perseratus) dari luas daratan provinsi tersebut maka kewajiban lainnya selain
dari kewajiban sebagaimana pada ayat (1) di atas adalah membayar PNBP
Penggunaan Kawasan Hutan sesuai Peraturan Perundang-undangan.

(4) Dalam hal kawasan hutan yang dimohon merupakan hutan alam,
maka kewajiban lainnya selain dari kewajiban sebagaimana pada ayat (1) dan
ayat (2) atau ayat (3) di atas adalah:
a. Membayar Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR)
yang dibayarkan kepada pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku ;
b. Pada areal yang sudah dibebani izin pemanfaatan, peminjam dikenai
kewajiban mengganti Iuran Izin yang telah dibayarkan oleh pemegang izin
pemanfaatan berdasarkan luas areal yang digunakan sesuai ketentuan yang
berlaku.
c. Membayar biaya investasi pengelolaan hutan atau pemanfaatan hutan
kepada pengelola atau pemegang izin pemanfaatan akibat penggunaan
kawasan hutan sesuai dengan luas areal hutan tanaman yang dipinjam pakai
dan jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan.

(5) Dalam hal kawasan hutan yang dimohon merupakan hutan tanaman atau areal
reboisasi, maka kewajiban lainnya selain dari kewajiban sebagaimana pada ayat
(1) dan ayat (2) atau ayat (3) di atas adalah:
a. Membayar ganti rugi nilai tegakan kepada pemegang izin pemanfaatan atau
kepada pemerintah untuk yang tidak dibebani izin sesuai dengan sumber
biaya penanaman ;
b. Membayar PSDH kepada Pemerintah sesuai ketentuan yang berlaku ;
c. Mengganti Iuran Izin yang telah dibayarkan oleh pemegang izin pemanfaatan
berdasarkan luas areal yang digunakan sesuai ketentuan yang berlaku;
d. Membayar biaya investasi pengelolaan hutan atau pemanfaatan hutan
kepada pengelola atau pemegang izin pemanfaatan akibat penggunaan
kawasan hutan sesuai dengan luas areal hutan tanaman yang dipinjam pakai
dan jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan.

Pasal 16....
- 13 -

Pasal 16

Kewajiban pemohon yang mendapatkan persetujuan izin kegiatan di dalam kawasan


hutan untuk kegiatan survei, penyelidikan umum dan eksplorasi untuk kegiatan di
luar sektor kehutanan, sebagai berikut:
a. Membuat laporan pemenuhan kewajiban yang ditetapkan dalam izin kegiatan di
dalam kawasan hutan secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri;
b. Membayar ganti rugi nilai tegakan hutan tanaman dan PSDH atau membayar
PSDH dan DR atas pohon yang rusak/ditebang pada hutan alam sesuai ketentuan
yang berlaku;
c. Membayar biaya investasi pengelolaan hutan atau pemanfaatan hutan kepada
pengelola atau pemegang izin pemanfaatan atau dinas provinsi/kabupaten yang
membidangi kehutanan akibat penggunaan kawasan hutan sesuai dengan luas
areal hutan tanaman yang dipinjam pakai dan jangka waktu pinjam pakai
kawasan hutan;
d. Tidak membuat bangunan yang bersifat permanen;
e. Menyelenggarakan perlindungan hutan;
f. Melakukan reklamasi dan rehabilitasi atas kawasan hutan yang dibuka/digunakan;
g. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan baik pusat maupun daerah untuk
melakukan monitoring dan evaluasi di lapangan;
h. Membuat surat pernyataan akan memenuhi semua kewajiban dihadapan Notaris.

Pasal 17

Pemanfaatan kayu sebagai akibat adanya izin pinjam pakai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4), Pasal 15 ayat (5) dan Pasal 16
diatur sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 18

(1) Persyaratan calon lahan kompensasi penggunaan kawasan hutan adalah sebagai
berikut:
a. Jelas statusnya, tidak dalam sengketa, tidak dalam penguasaan pihak yang
tidak berhak dan tidak dikelola oleh pihak lain;
b. Letaknya berbatasan langsung dengan kawasan hutan;
c. Terletak di dalam Sub DAS yang sama, jika tidak dapat dipenuhi dapat
dialihkan pada DAS yang sama, jika masih tidak dapat dipenuhi dapat
dialihkan pada wilayah DAS lain pada pulau yang sama atau pulau lain pada
provinsi yang sama;
d. Dapat dihutankan kembali dengan cara konvensional;

e. Penghapusan ...
- 14 -

e. Penghapusan/pencoretan alas hak atas lahan kompensasi pada buku tanah di


instansi yang berwenang; dan
f. Rekomendasi Bupati/Walikota atau Gubernur atau Badan Pertanahan
Nasional sesuai dengan kewenangan masing-masing.

(2) Terhadap calon lahan kompensasi yang disediakan oleh pemohon sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan pemeriksaan lapangan untuk dinilai kelayakan teknis
oleh Tim yang dikoordinasikan oleh Dinas Kehutanan Provinsi, dan hasilnya
dituangkan dalam Berita Acara kelayakan teknis calon lahan kompensasi.

(3) Atas dasar Berita Acara Kelayakan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Menteri menerbitkan persetujuan calon lahan kompensasi.

(4) Terhadap lahan kompensasi yang telah disetujui oleh Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) selanjutnya dilakukan serah terima fisik lapangan yang
dituangkan dalam berita acara serah terima fisik lapangan dengan pengaturan
sebagai berikut :
a. Dalam hal kawasan hutan yang dipinjam pakai berada dalam areal kerja
Perum Perhutani, serah terima dilakukan antara pemohon dan Perum
Perhutani sebagai dasar untuk melakukan pengelolaan hutan.
b. Dalam hal kawasan hutan yang dipinjam pakai bukan areal kerja Perum
Perhutani serah terima dilakukan antara pemohon dan dinas provinsi yang
membidangi kehutanan.
c. Dalam hal kawasan hutan yang dipinjam pakai bukan areal kerja Perum
Perhutani namun lahan kompensasi berbatasan dengan areal kerja Perum
Perhutani, maka serah terima dilakukan antara pemohon dan Perum
Perhutani sebagai dasar untuk melakukan pengelolaan hutan.
d. Berita acara serah terima fisik lapangan antara lain memuat hal sebagai
berikut
- Luas dan letak lahan kompensasi yang diserahterimakan berdasarkan
pengukuran kadastral.
- Fisik lahan kompensasi yang diserahkan dalam keadaan jelas statusnya,
tidak dalam sengketa, tidak dalam penguasaan pihak yang tidak berhak
dan tidak dibebani hak atas tanah tertentu serta tidak dikelola oleh pihak
lain.
- Pihak Departemen Kehutanan berhak untuk melakukan kegiatan
pengelolaan atas lahan kompensasi yang diserahkan.
- Melampirkan salinan bukti-bukti yang sah tentang peralihan hak dari
pemilik tanah kepada pengguna kawasan hutan dan bukti pelepasan hak
atas tanah untuk menjadi kawasan hutan.

(5) Berdasarkan...
- 15 -

(5) Berdasarkan berita acara serah terima fisik lapangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), selanjutnya dilakukan serah terima dokumen lahan kompensasi
dari pemohon kepada Kepala Badan Planologi Kehutanan An. Menteri, untuk
selanjutnya dilakukan proses pengukuhan kawasan hutan yang berasal dari lahan
kompensasi.

(6) Kegiatan pinjam pakai kawasan hutan di lapangan dapat dilakukan setelah
terbitnya izin pinjam pakai.

Pasal 19

(1) Menteri dapat memberikan dispensasi untuk melaksanakan kegiatan pinjam pakai
kawasan hutan.

(2) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan syarat :


a. Untuk perpanjangan perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang harus
menyesuaikan pemenuhan persyaratan sesuai dengan Peraturan ini, atau
perpanjangan perjanjian/izin pinjam pakai yang masih opersional di lapangan
tetapi proses perpanjangan izin pinjam pakai belum terbit;
b. Untuk kegiatan yang dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD ;
c. Untuk kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari APBN atau APBD ;
d. Untuk kegiatan BUMS yang berbagi pembiayaan dengan pemerintah ;
e. Untuk proyek atau obyek vital nasional ;
f. Untuk proyek air bersih, migas, ketenagalistrikan dan telekomunikasi.

(3) Dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah dipenuhinya
kewajiban-kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 kecuali lahan
kompensasi, dengan ketentuan membuat pernyataan kesanggupan untuk
memenuhi lahan kompensasi didepan notaris.

(4) Pemberian dispensasi untuk kegiatan penanganan bencana alam dan pertahanan
negara dapat diberikan tanpa menunggu pemenuhan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

(5) Dispensasi diberikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang
sesuai dengan jangka waktu persetujuan prinsip atau waktu penyelesaian
administrasi pertanahan atas lahan kompensasi.

(6) Bagi pemegang izin dispensasi wajib menyusun rencana kerja penyelesaian
pemenuhan kewajiban.

Pasal 20..
- 16 -

Pasal 20

(1) Teknis reboisasi lahan kompensasi, termasuk jenis tanaman ditentukan sesuai
dengan fungsi dan rencana pengelolaan atau rencana pemanfataan kawasan
hutan, atau rancangan reboisasi yang disusun oleh pemohon dengan bimbingan
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) setempat.

(2) Realisasi reboisasi lahan kompensasi diselesaikan paling lambat 2 (dua) tahun
setelah lahan kompensasi diserahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat
(4).

(3) Penilaian keberhasilan tanaman reboisasi lahan kompensasi dilakukan pada waktu
setengah daur jenis tanaman yang ditetapkan dan serah terima tanaman hasil
reboisasi lahan kompensasi dilaksanakan pada akhir daur atau akhir
izin/perjanjian pinjam pakai kawasan hutan.

(4) Serah terima tanaman hasil reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima tanaman reboisasi pada lahan
kompensasi dari pemegang izin pinjam pakai kepada pengelola hutan/pemegang
izin pemanfaatan atau kepada dinas provinsi/kabupaten yang membidangi
kehutanan.

(5) Dalam hal lahan kompensasi menjadi areal kerja Perum Perhutani, maka
reboisasi lahan kompensasi dilaksanakan oleh Perum Perhutani sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Pasal 21

(1) Reklamasi pada areal yang telah direncanakan dilakukan segera setelah
selesainya aktifitas penambangan pada L1 dan L2 atau setelah selesainya
penggunaan kawasan hutan dan sebelum berakhirnya izin pinjam pakai
kawasan hutan.

(2) Revegetasi dalam kegiatan reklamasi dilakukan dengan jarak tanam 4 X 4 meter
atau lebih rapat dengan jenis tanaman hutan.

(3) Penilaian tingkat keberhasilan revegetasi dalam kegiatan reklamasi dilakukan


pada tahun ke-3 sesudah penanaman, dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Persentase keberhasilan minimal 80 % (delapan puluh perseratus) dari
jumlah tanaman yang ditanam;
b. Persentase tanaman sehat minimal 80 % (delapan puluh perseratus);
c. Penilaian cara sensus .

(4) Penilaian....
- 17 -

(4) Penilaian tingkat keberhasilan revegetasi dalam kegiatan reklamasi dimaksud


pada ayat (3) dilakukan oleh:
a. Untuk bidang pertambangan, oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan
(BPKH), dengan mengikutsertakan unsur-unsur Balai Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (BP-DAS), Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi
(BP2HP), Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral/Dinas
Pertambangan Provinsi dan dituangkan dalam Berita Acara.
b. Untuk bidang di luar pertambangan oleh BPKH, dengan mengikutsertakan
BP- DAS dan BP2HP serta dituangkan dalam Berita Acara.

(5) Pada areal kerja Perum Perhutani, maka untuk pelaksanaan revegetasi dalam
kegiatan reklamasi pemegang izin bekerjasama dengan Perum Perhutani sesuai
peraturan perundang-undangan.

BAB VII
IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Pasal 22

(1) Izin pinjam pakai kawasan hutan diterbitkan oleh Menteri setelah dipenuhinya
seluruh kewajiban dalam persetujuan prinsip sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

(2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), izin
pinjam pakai kawasan hutan diterbitkan dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19.

Pasal 23

(1) Izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan
eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip, dan izin
pinjam pakai kawasan hutan, dapat dipindahtangankan kepada pihak lain atau
perubahan nama, setelah mendapat persetujuan tertulis dari pemberi izin.

(2) Pemindahtanganan izin atau perubahan nama sebagaimana dimaksud pada


ayat (1), dilakukan dengan cara mengajukan permohonan kepada Menteri
dengan disertai kelengkapan dokumen.

BAB VIII..
- 18 -

BAB VIII
HAK PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI

Pasal 24

Pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan berhak untuk menempati dan mengelola
serta melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan pinjam pakai
kawasan hutan.

BAB IX
KOMPENSASI LAHAN

Pasal 25

(1) Pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan dilaksanakan dengan
cara :
a. Menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi atau ;
b. Membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.

(2) Pinjam pakai kawasan hutan tanpa menyediakan dan menyerahkan lahan
kompensasi hanya dapat diberikan untuk :
a. Kegiatan non komersil yang dilaksanakan dan dimiliki instansi pemerintah, di
wilayah provinsi yang luas kawasan hutannya di atas 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas daratan provinsi yang bersangkutan; atau
b. Untuk kepentingan pertahanan negara; atau
c. Sarana untuk keselamatan lalu lintas laut/udara.

Pasal 26

(1) Pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi lahan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a diatur dengan ketentuan :
a. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat komersial, pada provinsi
yang luas kawasan hutannya kurang dari 30 % (tiga puluh perseratus) dari
luas daratan provinsi, pemohon wajib menyediakan dan menyerahkan lahan
kompensasi seluas 2 (dua) kali luas kawasan hutan yang dipergunakan
kepada Departemen Kehutanan yang clear and clean dan direboisasi.
b. Untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat non komersial pada provinsi
yang luas kawasan hutannya kurang dari 30% (tiga puluh perseratus) dari
luas daratan provinsi, pemohon wajib menyediakan dan menyerahkan lahan
kompensasi seluas 1 (satu) kali luas kawasan hutan yang dipergunakan
kepada Departemen Kehutanan yang clear and clean dan direboisasi.
(2) Pinjam.....
- 19 -

(2) Pinjam pakai kawasan hutan dengan kompensasi membayar PNBP Penggunaan
Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b diatur
dengan ketentuan :
a. Untuk pinjam pakai kawasan hutan yang bersifat komersial, pada provinsi
yang luas kawasan hutannya di atas 30 % (tiga puluh perseratus) dari luas
daratan provinsi, pemohon wajib membayar PNBP Penggunaan Kawasan
Hutan sebagai pengganti lahan kompensasi.
b. Untuk penggunaan kawasan hutan yang bersifat non komersial, pada provinsi
yang luas kawasan hutannya di atas dari 30% (tiga puluh perseratus) dari
luas daratan provinsi, pemohon membayar PNBP Penggunaan Kawasan Hutan
sebagai pengganti lahan kompensasi dengan tarif sebesar Rp 0,00 (nol
rupiah).

(3) Lahan kompensasi harus dipenuhi oleh pemohon pinjam pakai kawasan hutan
dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diterbitkannya
persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan oleh Menteri.

(4) Pinjam pakai kawasan hutan dengan membayar PNBP Penggunaan Kawasan
Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b dan Pasal 25 ayat (1) huruf
b besarnya dana PNBP tersebut dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

PNBP =(L1 x tarif ) + (L2 x 4 x tarif ) +(L3 x 2 x tarif ) Rp/tahun.

(5) Tata cara pengenaan, pemungutan dan penggunaan dana PNBP Penggunaan
Kawasan Hutan diatur tersendiri.

BAB X
JANGKA WAKTU DAN PERPANJANGAN
IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Pasal 27

(1) Jangka waktu izin pinjam pakai kawasan hutan selama-lamanya 20 (dua puluh)
tahun, dan dapat diperpanjang sesuai dengan perizinan dibidangnya dan dapat
dicabut oleh Menteri jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan.

(2) Izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan
eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan dalam kawasan hutan diberikan
selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan rencana kerja
sektornya dan dapat dicabut oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan An.
Menteri jika terjadi pelanggaran terhadap ketentuan Peraturan Perundang-
undangan.
(3) Perpanjangan...
- 20 -

(3) Perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan dan izin kegiatan survei, izin
kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan eksplorasi untuk kegiatan di luar
kehutanan, diberikan berdasarkan hasil evaluasi.

(4) Jangka waktu pinjam pakai kawasan hutan untuk kepentingan pertahanan
negara dan sarana untuk keselamatan lalu lintas laut/udara serta jalan umum
berlaku selama digunakan untuk kepentingan dimaksud.

Pasal 28

(1) Penerbitan perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan diberikan oleh
Menteri.

(2) Permohonan perpanjangan izin pinjam pakai kawasan hutan ditujukan kepada
Menteri dengan tembusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dan
diajukan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya izin.

(3) Permohonan perpanjangan izin kegiatan untuk survei, izin kegiatan penyelidikan
umum dan izin kegiatan eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan ditujukan
kepada Menteri dengan tembusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat
(1) dan diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya izin.

(4) Permohonan perpanjangan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan


ditujukan kepada Menteri dan diajukan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum
berakhirnya persetujuan.

BAB XI
MONITORING DAN EVALUASI

Pasal 29

(1) Monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap persetujuan prinsip, izin kegiatan
survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan eksplorasi untuk
kegiatan di luar kehutanan dan perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan
hutan.
(2) Kegiatan monitoring dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam
setahun yang dikoordinasikan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi
kehutanan, dengan anggota terdiri dari unsur Balai Pemantapan Kawasan
Hutan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Balai Pemantauan Pemanfaatan
Hutan Produksi, dan Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan.

(3) Kegiatan...
- 21 -

(3) Kegiatan evaluasi dilaksanakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 5 (lima)


tahun yang dikoordinasikan oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi
Kehutanan dengan susunan Tim terdiri dari unsur Balai Pemantapan Kawasan
Hutan, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Balai Pemantauan Pemanfaatan
Hutan Produksi, UPT Departemen Kehutanan yang terkait dan Dinas
Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan, dengan verifikasi dari Badan
Planologi Kehutanan.

(4) Biaya monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat
(3) dibebankan kepada pemegang persetujuan prinsip, izin kegiatan survei, izin
kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan eksplorasi untuk kegiatan di luar
kehutanan, dan perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan.

(5) Pelaksanaan lebih lanjut ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur oleh Kepala Badan Planologi Kehutanan.

Pasal 30

Jika berdasarkan hasil evaluasi atas pemenuhan kewajiban dalam persetujuan


prinsip, izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan
eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, dan perjanjian atau izin pinjam pakai
kawasan hutan, ternyata pemegang izin tidak memenuhi kewajibannya, akan
dikenakan sanksi sesuai Peraturan Perundang-undangan.

BAB XII
HAPUSNYA IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Pasal 31

(1) Persetujuan izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin
kegiatan eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip dan izin
pinjam pakai kawasan hutan hapus apabila:
a. Jangka waktu telah berakhir;
b. Dicabut oleh pemberi izin sebagai sanksi yang dikenakan kepada pemegang
izin;
c. Diserahkan kembali oleh pemegang izin dengan pernyataan tertulis kepada
pemberi izin sebelum jangka waktu persetujuan prinsip atau berakhir.

(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikenakan apabila:
a. Tidak menggunakan kawasan hutan atau menyalahi ketentuan yang
tercantum dalam izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan
izin kegiatan eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip
dan izin pinjam pakai kawasan hutan;
b. Memindahtangankan ...
- 22 -

b. Memindahtangankan kepada pihak lain dan atau mengubah nama izin


kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan eksplorasi
untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip dan izin pinjam pakai
kawasan hutan, tanpa persetujuan Menteri; atau
c. Meninggalkan kawasan hutan yang digunakan sebelum berakhir.

(3) Pengenaan sanksi yang berupa pencabutan dikenakan setelah pemegang izin
kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan eksplorasi
untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip atau perjanjian atau izin
pinjam pakai kawasan hutan diberi peringatan oleh Kepala dinas provinsi yang
membidangi kehutanan sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya surat peringatan tersebut
dan diusulkan pencabutannya oleh Kepala Dinas Provinsi yang membidangi
Kehutanan.

(4) Hapusnya izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin
kegiatan eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip dan
perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak membebaskan kewajiban pemegang izin untuk:
a. Melunasi seluruh kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri.
b. Melaksanakan semua ketentuan yang ditetapkan sampai dengan berakhirnya
izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan
eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip dan
perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.

(5) Pada saat hapusnya perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dan c, maka areal pinjam pakai harus
direklamasi atau sarana dan prasarana yang telah dibangun diputuskan
keberadaannya oleh Menteri.

(6) Izin kegiatan survei, izin kegiatan penyelidikan umum dan izin kegiatan
eksplorasi untuk kegiatan di luar kehutanan, persetujuan prinsip dan perjanjian
atau izin pinjam pakai kawasan hutan dengan pertimbangan tertentu dapat
dibatalkan oleh Menteri.

(7) Dengan berakhirnya penggunaan kawasan hutan dan reklamasi telah memenuhi
penilaian keberhasilan, maka Menteri menerbitkan Surat Keputusan berakhirnya
izin pinjam pakai kawasan hutan, kemudian dilakukan serah terima areal pinjam
pakai kawasan hutan yang diatur sebagai berikut :
a. Pada areal kerja Perum Perhutani serah terima dilakukan antara Perum
Perhutani dan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan;
b. Pada...
- 23 -

b. Pada kawasan hutan telah dibebani izin pemanfaatan hutan, dilakukan


antara pemegang izin pemanfaatan dengan pemegang izin pinjam pakai
kawasan hutan;
c. Pada kawasan hutan yang belum ada pengelola dan tidak dibebani izin
pemanfaatan hutan, dilakukan antara Dinas Provinsi yang membidangi
kehutanan dengan pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan.

BAB XIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 32

(1) Penggunaan kawasan hutan yang telah diikuti dengan perjanjian pinjam pakai
kawasan hutan, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu pinjam
pakai tersebut, sedangkan untuk perpanjangannya dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan dalam Peraturan ini.

(2) Persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan yang telah ada sebelum
ditetapkannya peraturan ini dan belum ditindaklanjuti dengan perjanjian pinjam
pakai, proses selanjutnya disesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan ini.

(3) Pemegang persetujuan prinsip yang telah menyediakan lahan kompensasi dan
telah diproses dengan ketentuan yang berlaku sebelum ditetapkannya
peraturan ini, dinyatakan tetap berlaku dan diproses sesuai dengan ketentuan
yang berlaku pada saat itu kecuali mengenai pengaturan alas hak lahan
kompensasi mengikuti Pasal 18 ayat (1) huruf e dan Pasal 18 ayat (4).

(4) Apabila kawasan hutan yang dipinjam pakai terjadi perubahan fungsi dan
menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dilarang,
maka perjanjian pinjam pakai atau Izin pinjam pakai kawasan hutan tetap
berlaku sampai berakhirnya jangka waktu perjanjian/izin dan Menteri tidak
dapat memperpanjang izin pinjam pakai kawasan hutan tersebut.

(5) Perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang belum mencantumkan kewajiban
menyediakan lahan kompensasi atau kewajiban mereboisasi kawasan hutan di
luar areal pinjam pakai maka diberikan izin pinjam pakai kawasan hutan
dengan kewajiban menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi atau
membayar PNPB Penggunaan Kawasan Hutan untuk Provinsi dengan luas
kawasan hutan di atas 30% (tiga puluh perseratus) dari luas daratan provinsi
sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini.

(6) Ketentuan...
- 24 -

(6) Ketentuan bagi pihak yang telah mempunyai perjanjian atau izin pinjam pakai
kawasan hutan menyangkut lahan kompensasi diatur sebagai berikut :
a. Pemegang perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan dan telah
melakukan kegiatan penggunaan kawasan hutan tetapi belum menyediakan
lahan kompensasi dikenakan PNBP Penggunaan Kawasan Hutan sejak
ditetapkan ketentuan tentang PNBP Penggunaan Kawasan Hutan sesuai
ketentuan yang berlaku;
b. Pemegang perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan dan telah
melakukan kegiatan penggunaan kawasan hutan tetapi belum dibebani
kewajiban lahan kompensasi dikenakan dana PNBP Penggunaan Kawasan
Hutan sejak ditetapkan ketentuan tentang PNBP penggunaan kawasan
hutan sesuai ketentuan yang berlaku;
c. Pemegang perjanjian atau izin pinjam pakai kawasan hutan yang dikenakan
kewajiban lahan kompensasi dan telah menyediakan lahan kompensasi
tidak dibebani dana PNBP Penggunaan Kawasan Hutan;
d. Pemegang perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang telah dikenakan
kewajiban mereboisasi kawasan hutan di luar areal pinjam pakainya dan
berdasarkan hasil evaluasi Dinas Kehutanan Provinsi dinyatakan reboisasi
berhasil minimal 80%, maka tidak dibebani dana PNBP Penggunaan
Kawasan Hutan jika wilayah propinsi yang luas kawasan hutannya di atas
30%. Bagi wilayah propinsi yang luas kawasan hutannya dibawah 30%
dikenakan tambahan kewajiban menyediakan lahan kompensasi.;
e. Pemegang perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang telah dikenakan
kewajiban mereboisasi kawasan hutan di luar areal pinjam pakainya dan
berdasarkan hasil evaluasi Dinas Kehutanan Propinsi dinyatakan hasil
reboisasi gagal, maka dibebani dana PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.

(7) Bagi persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan yang belum
mencantumkan kewajiban menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi
atau pengenaan dana PNBP Penggunaan Kawasan Hutan, maka diterbitkan
persetujuan prinsip baru sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan ini.

(8) Pemegang persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan dengan kewajiban
menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi dan telah memproses
penyediaan lahan kompensasi diproses sesuai dengan ketentuan dalam Pasal
18 ayat (1) huruf e dan f serta Pasal 18 ayat (4), wajib menyelesaikan lahan
kompensasi dalam 1 (satu) tahun.
(9) Bagi 13 (tiga belas) izin pertambangan sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2004, tetap wajib mengajukan permohonan pinjam pakai
kawasan hutan dan izin dispensasi.

(10) Dalam...
- 25 -

(10) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) telah memenuhi
semua persyaratan, maka Menteri menerbitkan persetujuan prinsip pinjam pakai
kawasan hutan dan izin dispensasi pinjam pakai kawasan hutan
(11) Dalam hal izin pinjam pakai kawasan hutan telah berakhir, tetapi kewajiban
reklamasi belum selesai, maka izin pinjam pakai kawasan hutan diperpanjang
hanya untuk melaksanakan reklamasi sampai dengan reklamasi dinyatakan
berhasil.

BAB XIV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 33

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Kehutanan ini, maka Peraturan Menteri


Kehutanan Nomor P.12/Menteri Kehutanan-II/2004, Peraturan Menteri Kehutanan
Nomor P.14/Menteri Kehutanan-II/2006, dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.64/Menteri Kehutanan-II/2006 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 34

Peraturan Menteri Kehutanan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Kehutanan ini diundangkan


dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juli 2008

MENTERI KEHUTANAN,

ttd

H. M.S. KABAN

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Juli 2008
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

ANDI MATTALATTA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 24

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Biro Hukum dan Organisasi,

ttd

SUPARNO, SH
NIP. 080068472

Anda mungkin juga menyukai