Anda di halaman 1dari 7

PERATUARAN MENTERI KEHUTANAN

Nomor : P. 64/Menhut-II/2006

TENTANG

PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN


NOMOR P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN
HUTAN

MENTERI KEHUTANAN

Menimbang : a. Bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-


II/2006 telah ditetapkan pedoman pinjam pakai kawasan hutan;
b. Bahwa dengan ditetapkannya Peratuaran Menteri Kehutanan Nomor
P.14/Menhut-II/2006 sebagaimana tersebut huruf a, masih terdapat beberapa
permasalahan pengguanaan kawasan hutan untuk kegiatan penyelidikan
umum, eksplorasi pertambangan, dan permasalahan penggunaan kawasan
hutan lainnya yang belum terakomodi;
c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dipandang perlu unutk
merubah Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006 tentang
pedoman pinjam pakai Kawasan Hutan dengan Peraturan Menteri Kehutanan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya


Alam Hayati dan Ekosistemnya;
2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negar Bukan
Pajak;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
8. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan dan Penggunaan
Kawasan Hutan;
9. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan Umum
Kehutanan Negara (Perum Perhutani);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan
Kehutanan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
12. Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 2004 tentang Perizinan atau Perjanjian
Di Bidang Pertambangan Yang Berada di Kawasan Hutan;
13. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu;
14. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik
Indonesia;
15. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 146/Kpts-II/1999 tentang Pedoman
Reklamasi bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan;
16. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32/Kpts-II/2001 tentang Kriteria dan
Standar Pengukuhan Kawasan Hutan;
17. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70/Kpts-II/2001 tentang Penetapan
Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Funsi Kawasan Hutan yang telah
diubah dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.48/Kpts-II/2004;
18. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor P.13 Menhut-II/2005 yang telah
disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.17 Menhut-
II/2005, Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2005,
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.46/Menhut-II/2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PERUBAHAN


PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.14/Menhut-II/2006
TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

Pasal I

1. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 7

Dalam hal kawasan hutan yang dimohon telah dibebani izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
(IUPHHK) pada hutan alam atau izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan
tanaman, maka :
a. Direkyur Jenderal Bina Produksi Kehutanan memberikan pertimbangan teknis dengan
memperhatikan pengurangan produk kayu atau bukan kayu setinggi-tingginya 10% dari rencana
kelestarian pengelolaan hutan dan disertai pembenanan kewajiban kepada pemohon untuk
meningkatkan produktifitas hutan pada areal kerja unit pengelolaan hutan tersebut.

b. Pengurangan produksi kayu atau bukan kayu sebagaimana butir a diatur sebagai berikut:
1) ≤ 30.000 hektar maksimum 10%.
2) 30.000-50.000 hektar maksimum 6%.
3) 50.000-70.000 hektar maksimum 4%
4) > 70.000 hektar maksimum 3%.

2. Ketentuan Pasal 8 ayat (2) diubah nan menembah 2 (dua) ayat baru sehingga berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 8

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan :


a. Rencana penggunaan kawasan hutan dan rencana kerja yang dilampiri dengan peta
lokasi dan luas kawasan hutan yang dimohon serta citra satelit terbaru resolusi
minimal 15 m;
b. Rekomendasi Buapti/Walikota bagi perizinan yang berkaitan dengan penggunaan
kawasan hutan yang diterbitkan oleh Gubernur;
c. Rekomendasi Gubernur bagi perizinan yang berkaitan dengan penggunaan kawasan
hutan yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Pemerintah pusat;
d. AMDL yang telah disyahkan oleh instansi yang berwenang, kecuali untuk kegiatan
yang tidak wajib menyusun AMDL;
e. Pertimbangan teknis dari Perum Perhutani, apabila areal yang dimohon berada di
Pulau Jawa dan Madura;
f. Ijin atau perjanjian di bidang pertambangan;
g. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhu semua kewajiban dan menanggung seluruh
biaya sehubungan dengan permohonan tersebut.

(3) Permohonan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan survey dan penyelidikan
umum/eksplorasi pertambangan diajukan oleh Pimpinan Instansi Pemerintah/Direksi
Perusahaan kepada Menteri, dengan tembusan disampaikan kepada :
a. Sekretaris Jendaral departemen kehutanan;
b. Kepala Badan Palnologi Kehutanan;
c. Direktur Jendaral Bina Produksi Kehutanan;
d. Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam;
e. Direktur Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.

(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilengkapi dengan:


a. Rencana penggunaan kawasan hutan dan rencana kerja yang dilampiri dengan peta
lokasi dan luas kawasan hutan yang dimohon;
b. Rekomendasi Bupati/Walikota bagi perizinan yang berkaitan dengan penggunaan
kawasan hutan yang diterbitkan oleh Gubernur
c. Rekomendasi Gubernur bagi perizinan yang berkaitan dengan penggunaan kawasan
hutan yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dan Pemerintah Pusat;
d. Pertimbangan teknis dari Perum Perhutani, apabila areal yang dimohon berada di
Pulau Jawa dan Madura;
e. Izin atau perjanjian di bidang pertambangan:
f. Pernyataan kesanggupan untuk memenuhi semua kewajiban dan menanggung seluruh
biaya sehubungan dengan permohonan tersebut.

3. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 9

(1) Kepala Badan Planologi Kehutanan Mengkoordinasikan Eselon I terkait lingkup


Departemen Kehutanan unuk memberikan saran/pertimbangan kepada Menteri.
(2) Dalam hal areal yang akan dipinjam pakaikan untuk kegiatan sector lain dibebani oleh
IUPHHK, Direktur Jendaral Bina Produksi Kehutanan memberikan pertimbangan teknis
dengan mempertimbangkan kepastian usaha IUPHHK yang bersangkutan dengan batasan-
batasan sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Permenhut No. P.14/Menhut-II/2006

4. Ketentuan Pasal 11 ayat (4) diubah dan menambah 1 (satu) ayat baru sehingga berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 11

(4) Dalam hal permohonan penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan survey dan
penyelidikan umum/eksplorasi pertambangan disetujui, Kepala Badan Planologi
Kehutanan, Menteri menerbitkan surat persetujuan izin kegiatan di dalam kawasan hutan
yang memuat kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemohon.

(5) Kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (4) dan Pasal 11 ayat (3) Permenhut No.
P.14/Menhut-II/2006 dipenuhi oleh pemohon dalam jangka waktu selambat-lambatnya 2
(dua) tahun.

5. Ketentuan Pasal 12 ayat (5) diubah dan menambah 1 (satu) ayat baru sehingga berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 12

(5) Kewajiban pemohon yang mendapat persetujuan izin kegiatan di dalam kawasan hutan
untuk kegiatan survei dan penyidikan umum/eksplorasi pertambangan, sebagai berikut :
a. Menyusun rencana kegiatan di dalam kawasan hutan.
b. Membuat laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri.
c. Membayar ganti rugi nilai tegakan hutan atau membayar PSDH dan DR atas pohon
yang rusak/ditebang pada hutan alam.
d. Menjaga keamanan kawasan hutan dan bertanggungjawab terhadap dampak negative
lingkungan sekitarnya sebagai akibat kegiatan survey dan penyelidikan
umum/eksplorasi pertambangan.
e. Tidak dibenarkan membuat bangunan yang bersifat permanent.
f. Menghindari timbulkan bahaya kebakaran, kerusakan hutan, erosi, dan tanah longsor
di sekitar lokasi kegiatan.
g. Melakukan reklamasi dan rehabilitasi atas kawasan hutan yang dibuka/digunakan.
h. Memberikan kemudahan bagi aparat kehutanan maupun daerah untuk melakukan
monitoring dan evaluasi di lapangan.
i. Membuat surat pernyataan akan memenuhi semua kewajiban dihadapan notaris.

(6) Pemanfaatan kayu di kawasan hutan yang digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dan Pasal 12 ayat (3) dan (4) Permenhut No. P.14/Menhut-II/2006 diatur sesuai dengan
kehutanan yang berlaku
6. Ketentuan Pasal 13 ayat (3) diubah dan menambah 1 (satu) ayat baru sehingga berbunyi sebagai
berikut :

Pasal 13

(3) Dispensi untuk melaksanakan kegiatan penggunaan kawasan hutan dilapapangan sebelum
dipenuhinya kawajiban-kewajiban dapat diberikan oleh Menteri, untuk keadaan-keadaan
sebagai berikut :
a. Penanganan akibat bencana alam :
b. Penanganan kegiatan darurat untuk kepentingan Hankam ;
c. Proyek yang bersifat strategis yang karena penundaan pelaksanaannya berdampak
pada kerugian Negara ;
d. Perpanjangan perjanjian / izin pinjam pakai kawasan hutan dan persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan yang harus menyesuaikan pemenuhan persyaratan sesuai
dengan peraturan ini.

(4) Dalam hal penangana bencana alam dan kegiatan darurat untuk kepentingan hankam yang
sifatnya sangat mendesak sebagimana Pasal 13 ayat (3) huruf a dan b, maka Menteri dapat
menerbitkan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan tanpa menunggu kelengkapan
persyaratan sebagimana Pasal 8 ayat (2) peraturan ini.

7. Ketentuan Pasal 17 ayat (7) di hapus.

8. Ketentuan Pasal 19 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :

Pasal 19

(1) Izin pinjam pakai diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang dapat diperpanjang
setiap 5 (lima) tahun sesuai dengan masa berlakunya izin/kontrak kegiatan di luar
kehutanan yang bersangkutan.
(2) Izin kegitan survey dan penyelidikan umum/eksplorasi pertambangan dalam kawasan
hutan diberikan selama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang sesuai denag rencana kerja
sektornya.

9. Ketentuan Pasal 24 ayat (3) diubah dan menambah ayat baru sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 24

(3) Apabila terjadi perubahan fungsi kawasan hutan pada kawasan hutan yang dipinjam
pakai, maka perjanjian pinjam pakai kawasan hutan atau izin pinjam pakai kawasan hutan
yang telah ada sebelum ditetapkannya peraturan ini tetap berlaku sesuai dengan fungsi
hutan semula sampai berakhirnya jangka waktu izin.

(4) Jika inventasi penggunaan kawasan hutan bersifat jangka panjang dan perjanjian pinjam
pakai atau izin pinjam pakai kawasan hutan telah berakhir dan akan diperpanjang, maka
Menteri mengubah fungsinya menjadi fungsi semula pada saat perjanjian/izin pertama
diberikan sesuai peraturan yang berlaku.

(5) Lahan kompensasi yang telah diproses dengan ketentuan yang berlaku sebelum
ditetapkannya peraturan ini dinyatakan tetap berlaku diproses sesuai dengan ketentuan
yang berlaku pada saat itu.

(6) Perpanjangan perjanjian pinjam pakai kawasan hutan yang ada sebelum ditetapkannya
peraturan ini tetapi belum memenuhi persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku saat ini,
maka diberikan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan dengan mencantumkan
syarat-syarat sesuai dengan hasil evaluasi dan peraturan yang berlaku.

(7) Bagi persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan yang belum mencantumkan
kewajiban menyediakan dan menyerahkan lahan kompensasi, maka diterbitkan
persetujuan prinsip baru sesuai denga peraturan ini.

Pasal II

1. Dengan ditetapkannya Peraturan menteri Kehutanan ini, maka ketentuan-ketentuan yang diatur
dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.14/Menhut-II/2006, dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan ini.

2. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 17 Oktober 2006

Salinan sesuai dengan aslinya


Kepala Biro Hukum dan Organisasi, MENTERI KEHUTANAN,

ttd.

SUPARNO, SH. H.M.S. KABAN


NIP. 080068472.
Salinan Peraturan disampaikan kepada Yth. :
1. Para Pejabat Menteri Indonesia Bersatu.
2. Para Pejabat Eselon I lingkip Departemen Kehutanan.
3. Para Gubernur di seluruh Indonesia.
4. Para Bupati/ Walikota di seluruh Indonesia.
5. Para Kepala Dinas Daerah Provinsi yang menangani urusan Kehutanan di seluruh Indonesia
6. Para Kepala Unit Pelaksana Teknik lingkup Departemen Kehutanan di seluruh Indonesia.
7. Para Kepala Dinas Daerah Kebupaten/ Kota yang menangani urusan Kehutanan di seluruh
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai