DISUSUN OLEH :
1. MUH.KHAERUL AZUAN/4521046096
2. FRETI FIONA WULANDARI/4521046094
3. FAHRIADI KUSUMA PUTRA/4521046095
4. RIDZWAN JAMARI/4521046098
5. ARVIAN GIMEL JABA/4521046099
6. ARIESKY SARMANTO/4521046100
7. LUCKY BRYAN TANDILOLOK/4521046101
8. ALDI PALIMBONG/4521046103
9. A.MUHAMMAD HUMAM TSAQIB MUWAFFAQ/4521046104
10. MUH FUDLAILIL HIJR AL AWWALIIN/4521046105
11. ALFONSUS PRASKALIS/4521046106
12. YEDHIJA RAMBA/4521046107
13. SIPRIANUS RIVALDO PETRUS DARE/4521046108
14. ISTEPEN SAMBIRA/4521046109
15.
16. MAHRVIN GAHLAXZI/4521046112
17. GLORANELLA OCTOVINA YENSENEM/4521046113
18. IAN FAUZHI/4521046114
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan
Tugas Makalah Sosiologi ini tepat pada waktunya.
KATA PENGANTAR.......................................................................... 1
DAFTAR ISI....................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.......................................................... 3
B. RUMUSAN MASALAH...................................................... 8
C. TUJUAN PENULISAN....................................................... 8
BAB II PEMBAHASAN
A. KESIMPULAN................................................................... 25
B. SARAN.............................................................................. 25
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
C. TUJUAN PENULISAN
2. Untuk mengetahui apa saja bentuk perilaku sosial dan kontrol sosial.
Konflik ini berasal dari terminologi kata bahasa inggris conflict, yang
berarti persengketaan, perselisihan, percekcokan dan pertentangan. Konflik
atau persengketaan tentang sesuatu terjadi antara dua pihak atau lebih.
Konflik atau perselisihan nyaris tidak terpisah dari kehidupan manusia dan
masyarakat sehingga sulit dibayangkan bila masyarakat tanpa konflik. Konflik
atau sengketa merupakan kosakata yang acapkali muncul dalam fenomena
kehidupan bermasyarakat, berbangsa bahkan bernegara. Konflik atau
sengketa tidak lagi bersifat ideologis tetapi sudah bergeser ke arah konflik
multikultural yang berbasis pada perbedaan, pergeseran bahkan perubahan
pemahaman berbudaya masyarakat. Pergeseran
pemahaman konflik atau sengketa pada gilirannya berdampak pada
munculnya berbagai konsep alternatif penyelesaian sengketa.
Konflik dimaknai sebagai suatu struktur ketegangan mental di tengah
masyarakat, oleh Karl Marx dipahaminya sebagai class struggle. Konflik
terjadi selama ini lebih didominasi oleh pertarungan pada sektor-sektor
strategis (sumber daya), tentu karena harapan untuk lebih survival. Konflik
pertambangan di Kabupaten Lumajang berkaitan dengan isu sengketa
kepemilikan lahan antara masyarakat dengan penambang maupun
perusahaan tambang, interaksi pelaku tambang dengan masyarakat sekitar
lokasi tambang, legalitas aktivitas pertambangan, degradasi lingkungan
akibat adanya aktivitas lingkungan, dan regulasi pertambangan. Pemetaan
tipologi konflik dilakukan dengan mengelompokkannya ke dalam ruang-ruang
konflik. Kriteria-kriteria ruang konflik tersebut menurut Fuad dan Maskanah
terbagi kedalam lima ruang konflik, yaitu:
Pertama, Konflik Data. Terjadi ketika seseorang mengalami
kekuranganinformasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan yang
bijaksana, mendapat informasi yang salah, tidak sepakat mengenai data
yang relevan, menerjemahkan informasi dengan cara yang berbeda atau
memakai tata cara pengkajian yang berbeda. Dari penafsiran diatas dapat
dipahami bagaimana informasi yang beredar dalam aktivitas pertambangan
bisa memunculkan konflik terbuka maupun tidak. Keberadaan regulasi
tentang pertambangan juga menyumbang potensi konflik, baik itu dalam
bentuk ketidak tegasan dalam pengawalan regulasi maupun regulasi yang
ambigu. Kewenangan dalam pengawalan regulasi tentang pertambangan
antara Kabupaten dengan Provinsi juga menyulitkan dalam proses
penindakan dan pencegahan secara cepat
.Kedua konflik kepentingan disebabkan oleh persaingan kepentingan
yang dirasakan atau yang secara nyata memang tidak bersesuaian. Konflik
kepentingan terjadi karena masalah yang mendasar atau substantif (misalnya
uang dan sumberdaya), masalah tata cara (sikap dalam menangani masalah)
atau masalah psikologis (persepsi atau rasa percaya, keadilan, rasa hormat).
Konflik kepentingan merupakan tipologi konflik paling dominan. Pemilik
modal, pemerintah, penambang tradisional dan masyarakat memiliki
kepentingan yang sangat besar dalam aktivitas pertambangan. Masyarakat
sekitar lokasi tambang melihat aktivitas dalam dua sisi: 1). Masyarakat
dirugikan dengan rusaknya fasilitas umum, hilangnya lahan, dan rusaknya
lingkungan sosial masyarakat. 2). Masyarakat merasa diuntungkan dengan
aktivitas tersebut karena mempunyai mata pencaharian, dilibatkan dalam
aktivitas pertambangan, dan mendapatkan kompensasi ekonomi. Pemerintah
daerah melihatnya dalam tiga sisi: 1). Tambang bisa menjadi sumber
pendapatan daerah. 2). Pemerintah melihat aktivitas tambang sebagai
sebuah ancaman karena dampaknya terhadap stabilitas sosial, dimana
pemerintah pada akhirnya harus menanggung keseluruhan proses pemulihan
jika terjadi kerusakan maupun konflik horizontal. 3). Pemerintah melihat
aktivitas pertambangan dalam kerangka regulasi yang harus dikawal dan
ditegakkan.
A. KESIMPULAN
Kegiatan pertambangan batubara sebagai salah satu
pemanfaatan sumber daya alam pada dasarnya merupakan
bagian dari pelaksanaan pembangunan perekonomian yang
pada hakekatnya mengacu pada tujuan pembangunan nasional,
yakni peningkatan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi
pertambangan merupakan kegitan yang sangat rentan terhadap
resiko pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, sehingga
pemerintah sebagai konsekuensi dari Hak Menguasai Negara
atas Sumber Daya Alam wajib menyelenggaraan fungsi
mengatur, mengurus dan mengawasi terhadap pengelolaan
sumber daya alam. Ditinjau dari aspek HAM, pelaksanaan hak-
hak yang ada dalam lingkup hak asasi lingkungan berupa :
hak pembangunan dan hak penggunaan kekayaan dan sumber
alam (batubara) tidak boleh sama sekali mengurangi hak setiap
warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat
seperti yang diamantkan dalam Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945
dan UUPPLH.
B. SARAN
Perlunya mempertegas kebijakan perizinan, baik izin
lingkungan maupun izin usaha pertambangan yang terpadu
yang mengacu pada konsep pembangunan yang
berkelanjutan dan berwawasan lingkkungan, sebagai upaya
preventif terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan
hidup.
DAFTAR PUSTAKA