Anda di halaman 1dari 98

i

ii
Modul Panduan
Memahami Reklamasi
dan Pasca Tambang Mineral
dan Batubara

Publish What You Pay Indonesia


2019

iii
Memahami: Reklamasi dan Pascatambang - Mineral dan Batubara
Modul Panduan

ISBN: 978-602-50032-9-5

Tim Penyusun:
Meliana Lumbantoruan
Agung Budiono

Infografis & Tabel:


Rizky Ananda WSR
Liza Masita Ramadhania
Rico Gunawan
Lia Wahyu Hartanto
Andri Prasetiyo

Peninjau & Edit


Maryati Abdullah

Desain & Layout


Abdun Syakuur

Buku Panduan Memahami Reklamasi dan Pascatambang ini disusun oleh Tim dari kantor sekretariat nasional
Publish What You Pay Indonesia. Disusun untuk keperluan training dan dapat digunakan sebagai bahan referensi
secara umum, terutama oleh pemerintah daerah dan pegiat lingkungan di organisasi masyarakat sipil/non-
pemerintahan. Dicetak atas dukungan hibah tidak mengikat dari kantor The Asia Foundation di Jakarta melalui
program SETAPAK, yang didukung UK Climate Change Unit (UKCCU). Isi merupakan tanggung jawab Publish What
You Pay Indonesia dan tidak mencerminkan pendapat dan sikap dari The Asia Foundation maupun UKCCU.

Cetakan ke-1 @2017


Cetakan ke-2 @2019

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Publish What You Pay Indonesia - [Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif]
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No.12, Jakarta Selatan 12820, Indonesia
Website : www.pwypindonesia.org | E : sekretariat@pwypindonesia.org

iv
Kata Pengantar
Reklamasi dan pascatambang merupakan dua jenis kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan
dan diabaikan dalam pelaksanaan operasi pertambangan, baik pada tahap eksplorasi
maupun tahap operasi produksi. Karna sedikit saja kegiatan tersebut diabaikan, maka
akibatnya akan berdampak baik secara langsung kepada lingkungan dan masyarakat di
sekitarnya, maupun secara tidak langsung bahkan sistemik bagi kelangsungan ekosistem,
biota, hingga iklim yang lebih luas. Abai dalam penanganan reklamasi dan pascatambang
merupakan bentuk kesalahan yang tidak boleh ditolerir, baik oleh pembuat kebijakan,
pengawas kegiatan pertambangan, terlebih oleh perusahaan, dan tentunya peran serta
masyarakat dalam melakukan monitoring sangat krusial dan harus diberi ruang.

Dalam kerja-kerja Publish What You Pay Indonesia selama mengamati, melakukan analisis
dan evaluasi kebijakan, hingga berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan,
sangat banyak dimensi yang menjadi permasalahan dan menjadi keprihatinan banyak
pihak, baik pada tataran kebijakan maupun pada pelaksanaannya di lapangan. Jumlah
Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencapai ribuan, bahkan lebih dari 10 ribu di tahun
2014, merupakan momok tersendiri, karna faktanya hanya kurang dari 50% dari pemegang
izin itu menempatkan jaminan reklamasi dan pasca-tambang (Korsup Minerba KPK, 2014).
Bahkan, temuan korban anak-anak meninggal di lubang bekas tambang, hingga per bulan
ini (Oktober 2018) di Kalimantan Timur saja sudah mencapai 30 anak. Ini adalah fakta dan
potret nyata di depan mata bahwa lubang-lubang tambang masih dibiarkan menganga,
baik karna tidak adanya dana untuk melakukan reklamasi dan pascatambang, ditinggal
oleh perusahaannya, maupun karna memang tidak pernah memiliki rencana reklamasi dan
pascatambang tersebut. Meski, fakta korban anak di bekas lubang tambang itu telah sampai
ke telinga pembuat kebijakan di tingkat pusat, daerah, bahkan Presiden sekalipun.

Buku panduan ini hanyalah sebentuk kontribusi kecil kami, untuk menghadirkan sebuah
panduan sederhana dalam memahami reklamasi dan pascatambang, terutama dari segi
regulasi dan panduan praktis di lapangan, yang harapannya kemudian dapat mendorong
masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan monitoring. Melalui
buku ini, pembaca dapat mempelajari dan memahami definisi, mekanisme, dan tahapan2
dalam reklamasi dan pascatambang, sejak dalam proses perencanaan, persetujuan,
perhitungan dana jaminan, penempatan, pencairan dana, pelaksanaan, hingga monitoring
dan evaluasinya – baik pada tahapan eksplorasi maupun tahapan operasi produksi. Buku ini
juga dilengkapi dengan indikator-indikator keberhasilan, tabel panduan serta alur singkat
dalam bentuk gambar infografis agar mudah difahami. Demikian halnya, panduan ini

v
juga dilengkapi oleh contoh-contoh perhitungan biaya, serta contoh kasus dari partisipasi
masyarakat yang dikutip dari testimoni dan bahan pelatihan yang diselenggarakan oleh
PWYP Indonesia.

Buku panduan yang terdiri atas 4 (empat) bab ini merupakan edisi kedua (revisi) di tahun
2018 dari edisi pertama di tahun 2017. Revisi utama dari buku ini terutama dilakukan untuk
menyesuaikan dengan regulasi terbaru (2018) yang dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam
hal ini oleh Kementerian ESDM, misalnya Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan. Penambahan studi kasus
dan contoh-contoh juga memperkaya buku panduan ini. Buku ini sengaja lebih banyak berisi
panduan, baik berasal dari regulasi maupun hal-hal teknis dan praktis mengenai reklamasi
dan pascatambang. Sedangkan pandangan kritis kami mengenai kebijakan, implementasi,
hingga temuan-temuan dan rekomendasi terkait reklamasi dan pascatambang dapat
ditemui pada seri catatan kebijakan (policy brief) lainnya yang diterbitkan oleh PWYP
Indonesia.

Buku panduan ini tidak akan lengkap dan bisa terbit tanpa kerja bersama dari teman-
teman tim Seknas PWYP Indonesia. Terima kasih kepada meliana, agung, andri, ary, kiky,
liza, abdun, asri dan kawan-kawan lainnya. Begitu juga dengan berbagai narasumber dalam
FGD maupun pelatihan-pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh PWYP Indonesia,
kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Jajat Sudrajat dari Kementerian ESDM, Ibu Tri
Sulistyowati dari KLHK, Bapak Hendra Sinadia dari APBI dan Bapak Djoko dari IMA, Bapak
Barlian Dwi Nagara dan Bapak Nurkholis dari UPN, narasumber dari perusahaan, pemda,
serta segenap pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu per satu. Buku ini
tentunya jauh dari sempurna, masukan, saran, dan perbaikan kami nantikan selalu dengan
senang hati.

Jakarta, 30 November 2018

Maryati Abdullah

Koordinator Nasional
Publish What You Pay Indonesia

vi
Daftar Isi
Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Daftar Tabel

Daftar Gambar

Daftar Singkatan

Bab I. Pendahuluan
1.1. Kebijakan Umum Reklamasi dan Pascatambang
1.2. Definisi dan Cakupan Reklamasi dan Pascatambang
1.3. Pembagian Kewenangan dalam Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang
1.4. Klasifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang

Bab II. Reklamasi: Mekanisme Perencanaan, Pembiayaan dan Pelaksanaan


2.1. Penyusunan dan Pengajuan Dokumen Rencana
2.2 Perhitungan, Penempatan dan Pencairan Dana
2.3. Pelaksanaan, Monitoring & Evaluasi

Bab III. Pascatambang: Mekanisme Perencanaan, Pembiayaan dan Pascatambang


3.1. Penyusunan Dokumen Pascatambang
3.2. Perhitungan, Penempatan dan Pencairan Dana
2.3. Pelaksanaan, Monitoring & Evaluasi Pascatambang

Bab IV. Partisipasi Masyarakat dalam Monitoring Reklamasi dan Pascatambang


4.1. Cakupan dan ruang lingkup partisipasi masyarakat
4.2. Tantangan dalam pelaksanaan peran dan partisipasi masyarakat
4.3. Langkah-Langkah melakukan monitoring reklamasi dan pascatambang

Referensi

vii
Daftar Tabel
Tabel 1: Form Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi

Tabel 2: Form Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Tabel 3: Form Rencana Biaya Reklamasi Tahap Eksplorasi

Tabel 4: Form Rencana Biaya Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Tabel 5: Contoh Rencana Biaya Reklamasi

Tabel 6: Syarat Administrasi Pengajuan IPPKH

Tabel 7: Kewajiban Pemegang IPPKH Operasi Produksi

Tabel 8: Monitoring dan Evaluasi IPPKH

Tabel 9: Kerangka Penyusunan Dokumen Rencana Pascatambang

Tabel 10: Tata Cara Penempatan Jaminan Pascatambang

Daftar Gambar
Gambar 1: Bagan Peraturan Perundangan Terkait Reklamasi dan Pascatambang

Gambar 2: Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat – Daerah dalam Persetujuan


Dokumen Reklamasi dan Pascatambang

Gambar 3: Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat – Daerah dalam Pengawasan


Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang

Gambar 4: Alur Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 5: Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 6: Ketentuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 7: Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 8: Program Reklamasi

Gambar 9: Komponen Rencana dan Biaya Reklamasi

Gambar 10: Ketentuan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi

viii
Gambar 11; Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 12: Penempatan Dana Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 13: Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 14: Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 15: Penetapan Pihak ketiga Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 16: Peninjauan Lapangan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 17: Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 18: Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 19: Peninjauan Lapangan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 20: Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 21: Penyerahan Lahan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 22: Skema Permohonan IPPKH

Gambar 23: Skema Ketentuan IPPKH dalam Penggunaan Kawasan Hutan

Gambar 24: Ilustrasi Luas Reklamasi Areal IPPKH dan Luas Rehabilitasi DAS

Gambar 25: Pengendalian Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Pertambangan

Gambar 26: Alur penyusunan dan tata laksana rencana pascatambang

Gambar 27: Proses Persetujuan Rencana Pascatambang

Gambar 28: Penempatan Jaminan Pascatambang

Gambar 29: Mekanisme Pencairan Jaminan Pascatambang

Gambar 30: Pelaksanaan Pascatambang

Gambar 31: Penyerahan Lahan Pascatambang

1
Daftar Singkatan
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

BPDAS : Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai

BP2HP : Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi

BUMN : Badan Usaha Milik Negara

CNC : Clean and Clear

DAS : Daerah Aliran Sungai

DR : Dana Reboisasi

Dirjen : Direktur Jenderal

IUP : Izin Usaha Pertambangan

IUPK : Izin Usaha Pertambangan Khusus

IPPKH : Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan

KLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

KK : Kontrak Karya

KPC : Kaltim Prima Coal

Kepmen : Keputusan Menteri

Minerba : Mineral dan Batubara

OP : Operasi Produksi

PP : Peraturan Pemerintah

PPLH : Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

PBNP : Pendapatan Negara Bukan Pajak

PSDH : Provisi Sumber Daya Hutan

PWYP : Publish What You Pay

PMA : Penanaman Modal Asing

PKP2B : Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara

RPT : Rencana Pascatambang

2
RR : Rencana Reklamasi

RKAB : Rencana Kerja Anggaran Biaya

UU : Undang Undang

UKL-UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan


Lingkungan Hidup

WIUP : Wilayah Izin Usaha Pertambangan

WIUPK : Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus

3
4
Pendahuluan

R eklamasi dan pascatambang merupakan


bagian dari kegiatan yang tidak bisa
dilepaskan dari rangkaian proses kegiatan
Pemerintah sebagai pemegang hak kuasa
atas pemanfaatan mineral (economic right)
yang sekaligus kepanjangan tangan dari
pengambilan (ekstraksi) sumberdaya negara sebagai pemegang hak atas mineral
mineral dan pertambangan. Reklamasi (mineral right).
dan pascatambang harus direncanakan
Pemanfaatan sumberdaya pertambangan
dan dipersiapkan jauh-jauh hari sejak
harus dikelola dengan prinsip prinsip utama
sebelum sebuah kegiatan pertambangan
seperti yang tertuang dalam UU No.4/2009
dilaksanakan, bahkan sejak sebelum sebuah
Pasal 2 yaitu Pertambangan mineral dan/
izin/kontrak dari pemanfaatan sumberdaya
atau batubara dikelola berasaskan pada
mineral dan pertambangan diberikan oleh
(a) manfaat, keadilan, dan keseimbangan;

5
(b) keberpihakan kepada kepentingan fase pasca-tambang. Pemerintah memiliki
bangsa; (c) partisipatif, transparansi, dan tanggung jawab untuk memastikan
akuntabilitas; serta (d) berkelanjutan kewajiban penyampaian rencana program,
dan berwawasan lingkungan. Reklamasi pengalokasian dana, serta mengontrol dan
dan pascatambang merupakan wujud memastikan pelaksanaannya. Tak kalah
tanggungjawab lingkungan dan teknis penting adalah peran partisipasi masyarakat
dari pelaksanaan praktek pertambangan dalam melakukan monitoring dan kontrol di
yang baik (good mining practices). Untuk lapangan, terlebih kegiatan pertambangan
itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk kerap kali bersinggungan langsung dengan
memastikan tanggungjawab tersebut masyarakat. Tidak jarang masyarakat justru
terpenuhi dengan baik. dirugikan dan merasakan dampaknya, baik
dampak secara langsung maupun dampak
Perusahan berkewajiban untuk
secara sistemik, misalnya dari penurunan
melaksanaan praktek pengelolaan dan
fungsi lingkungan dan kualitas kesehatan,
penanggulangan dampak lingkungan
maupun hilangnya akses-akses sumber
dari kegiatan operasi–baik saat kegiatan
penghidupan yang layak, bahkan dalam
eksplorasi dan operasi produksi sedang
kurun waktu yang cukup lama.
berlangsung, maupun setelah memasuki

6
1.1. Kebijakan Umum Reklamasi dan Pascatambang
Secara umum, kebijakan reklamasi dan pascatambang merupakan tanggungjawab dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aturan yang mengatur tentang itu
telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) No 4/2009 tentang mineral dan batubara yang
mewajibkan pemegang IUP dan IUPK menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber
daya air dan wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat
mengajukan permohonan IUP atau IUPK Operasi Produksi.

Berdasarkan aturan turunan dari UU Minerba di Peraturan Pemerintah (PP) 78/2010


bahwa secara prinsip pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) eksplorasi dan operasi produksi wajib melaksanakan
reklamasi dan pascatambang terhadap lahan terganggu pada kegiatan eksplorasi pada
kegiatan pertambangan, baik dengan sistem dan metode penambangan terbuka () maupun
penambangan bawah tanah (underground). Kegiatan reklamasi dan pascatambang
disesuaikan dengan peruntukan lahan pascatambang yang dicantumkan dalam perjanjian
penggunaan tanah antara pemegang IUP atau IUPK dan pemegang hak atas tanah.

Selain undang-undang tentang pertambangan, persoalan reklamasi dan pascatambang juga


diatur dalam UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
dan UU 41/1999 tentang Kehutanan. Gambar 1 menyajikan bagan peraturan perundangan
terkait yang mengatur tentang reklamasi dan pascatambang.

Apabila dikaitkan dengan industri tambang, secara umum UU 32/2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) mewajibkan setiap kegiatan industri dan
pertambangan wajib memiliki izin lingkungan yang dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 35, yang
berbunyi: “Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-
UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.”

UU PPLH juga mengatur mengenai sanksi apabila industri tidak menjalankan kewajibannya
dan kewenangan pengawasan diatur pada Pasal 72 yang berbunyi: “Menteri/gubernur sesuai
dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.

Sedangkan UU 41/1999 Tentang kehutanan secara umum mengatur tentang ketentuan


penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan, khususnya tentang pedoman pinjam
pakai kawasan hutan; serta aspek rehabilitasi dan reklamasi hutan, yang meliputi pedoman
pelaksanaan dan penilaian keberhasilan reklamasi hutan.

7
Gambar 1.
Bagan Peraturan Perundangan Terkait Reklamasi dan Pascatambang

Sumber : Disarikan dari UU 32/2009, UU 4/2009, UU 41/1999 dan peraturan terkait.

8
1.2 Definisi dan Cakupan Reklamasi dan Pascatambang
Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah terjadinya perubahan
rona lingkungan, baik perubahan kimiawi yang berdampak terhadap air tanah dan air
permukaan maupun perubahan secara fisik dan topografi lahan. Selain itu, wilayah bekas
tambang juga berimplikasi terhadap perubahan iklim, gangguan terhadap habitat biologi
berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus
atau gundul. Sehingga berkaitan dengan perubahan tersebut diperlukan upaya reklamasi.

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya.

9
Tujuan dilakukannya reklamasi selain untuk mencegah erosi atau mengurangi kecepatan
aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih
produktif. Pada dasarnya reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan
dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.

Prinsip Wajib IUP/IUPK Eksplorasi dalam pelaksanaan reklamasi adalah:


a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan,
b. Keselamatan dan kesehatan kerja.

Prinsip Wajib IUP/IUPK Operasi Produksi dalam pelaksanaan reklamasi dan


pascatambang adalah :
a. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan,
b. Keselamatan dan kesehatan kerja,
c. Konservasi mineral dan batubara.

Prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, meliputi:


a. perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta
udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati;
c. penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam
tailing, lahan bekas tambang, dan struktur buatan lainnya;
d. pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya;
e. memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat;
f. perlindungan terhadap kuantitas air tanah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana meliputi:


a. perlindungan keselamatan terhadap setiap pekerja/ buruh,
b. perlindungan setiap pekerja/buruh dari penyakit akibat kerja.

Prinsip konservasi mineral dan batubara meliputi:


a. penambangan yang optimum;
b. penggunaan metode dan teknologi pengolahan dan pemurnian yang efektif dan
efisien;
c. pengelolaan dan/atau pemanfaatan cadangan marjinal, mineral kadar rendah, dan
mineral ikutan serta batubara kualitas rendah;
d. pendataan sumber daya serta cadangan mineral dan batubara yang tidak tertambang
serta sisa pengolahan dan pemurnian.

10
1.3. Pembagian Kewenangan Antar Pemerintah
Sebelum diterapkannya UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, apabila wilayah IUP/
IUPK dalam wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) berada di dalam satu wilayah
kabupaten/kota maka kewenangan dalam pengawasan pelaksanaan reklamasi dan
pascatambang masih dipegang oleh bupati/walikota, namun setelah diterapkanya UU
tersebut seluruh kewenangan pengawasan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang yang
ada di WIUP kabupaten/kota serta lintas wilayah kabupaten/kota beralih ke Pemerintah
Pusat. Secara umum kewenangan tentang reklamasi dan pascatambang terletak pada
aspek persetujuan teknis dan pengawasan atas pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.]

Gambar 2.
Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat – Daerah
dalam Persetujuan Dokumen Reklamasi dan Pascatambang

Sumber : Disarikan dari UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah

Gambar 3
Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat – Daerah
dalam Pengawasan Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang

Sumber : Disarikan dari UU 23/2014 tentang Pemerintah Daerah

11
1.4. Klasifikasi Pola Permasalahan dalam Pelaksanaan Reklamasi dan
Pascatambang
Pola permasalahan dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang secara umum dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori.

Pertama, belum menyampaikan baik rencana reklamasi (RR) maupun rencana


pascatambang (RPT). Permasalahan ini merupakan yang paling kritikal, karena
banyak ditemukan pada perusahaan yang sudah melakukan penambangan. Akibatnya,
penambangan dilakukan dengan tidak beraturan, dan reklamasi tidak dilakukan. Di
samping itu, permasalahan ini juga ditemukan pada perusahaan yang sudah berhenti
beroperasi. Permasalahan ini mengindikasikan proses due dilligence penerbitan izin tidak
dilakukan dengan optimal di awal, mengingat dokumen RR dan RPT adalah prasyarat
dalam pengajuan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi.

Kedua, sudah menyampaikan RR, namun belum menyampaikan RPT. Seringkali


perusahaan sudah melakukan operasi penambangan padahal RR belum disetujui atau baru
disampaikan dan dana jaminan belum ditetapkan, terlebih RPT juga belum disampaikan.
Namun jarang sekali ada RPT sudah disampaikan namun RR belum disampaikan.

Ketiga, RR sudah disetujui, jaminan sudah ditetapkan namun belum ditempatkan,


namun seringkali operasi penambangan sudah berlangsung meskipun dana jaminan yang
disetujui belum ditempatkan.

Keempat, masalah yang ditemui meski RR sudah disetujui, jaminan sudah ditetapkan
dan ditempatkan. Diantara masalah tersebut adalah 1) Tidak sesuai dengan dokumen studi
kelayakan dan AMDAL, 2) Sesuai dengan dokumen studi kelayakan dan AMDAL, namun
tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan, 3) Jaminan tidak ditempatkan sekaligus
untuk periode lima tahun pertama, 4) Jaminan tidak dihitung dengan benar dan wajar
sesuai ketentuan, 5) Penetapan dan penempatanan jaminan tidak sesuai ketentuan, 6) Masa
berlaku jaminan yang ditempatkan dalam bentuk bank garansi sudah habis, 7) Reklamasi
tidak sesuai dengan RR, kriteria keberhasilan tidak terpenuhi, 8) Tidak melaporkan
pelaksanaan reklamasi sehingga tidak pernah dievaluasi dan dicairkan.

Kelima, sudah menyampaikan RR dan RPT, namun belum disetujui, dan dana jaminan
belum ditempatkan. Meski kedua dokumen tersebut telah disampaikan, operasi
penambangan bisa dimulai jika keduanya telah disetujui oleh instansi yang berwenang.
Sementara yang ditemukan di lapangan adalah operasi penambangan sudah berlangsung
padahal RR dan RPT belum disetujui dan jaminan belum ditetapkan. Setelah dokumen
RR dan RPT sudah disetujui, pelaku usaha diwajibkan menetapkan dan menempatkan
jaminan. Namun banyak diantaranya yang sudah melakukan operasi penambangan meski
RR dan RPT sudah disetujui, jaminan telah ditetapkan namun belum ditempatkan.

12
Keenam, masalah yang ditemui meski RR dan RPT sudah disetujui dan jaminan sudah
ditetapkan dan ditempatkan. Permasalahan tersebut antara lain 1) Tidak sesuai dengan
dokumen studi kelayakan dan AMDAL, 2) Sesuai dengan dokumen studi kelayakan dan
AMDAL, namun tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan, 3) Jainan tidak ditempatkan
sekaligus untuk periode lima tahun pertama, 4) Jaminan tidak dihitung dengan benar dan
wajar sesuai ketentuan, 5) Penetapan dan penempatanan jaminan tidak sesuai ketentuan,
6) Masa berlaku jaminan yang ditempatkan dalam bentuk bank garansi sudah habis, 7)
Reklamasi dan pascatambang tidak sesuai dengan dokumen RR dan RPT, 8) Lahan reklamasi
dimanfaatkan kembali tidak sesuai dengan ketentuan, 9) Tidak melaporkan pelaksanaan
reklamasi atau pascatambang sehingga tidak pernah dievaluasi dan dicairkan, 10) Jaminan
reklamasi dan jaminan pascatambang tumpang tindih, 11) Pascatambang mulai namun
IPPKH telah habis masa berlakunya, 12) Kriteria keberhasilan reklamasi dan pascatambang
tidak dipenuhi, 13) Penyerahan lahan reklamasi dan lahan pascatambang tidak sesuai
ketentuan.

13
14
Reklamasi: Mekanisme Perencanaan,
Pembiayaan dan Pelaksanaan

2.1. Penyusunan dan Pengajuan Dokumen Rencana Reklamasi


Pemegang IUP/IUPK Eksplorasi sebelum melakukan kegiatan eksplorasi wajib menyusun
rencana reklamasi berdasarkan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup dan dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) eksplorasi.

Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi
kelayakan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana reklamasi dan rencana
pascatambang kepada Menteri/Gubernur, sesuai dengan kewenangannya, bersamaan
dengan pengajuan permohonan IUP/IUPK Operasi Produksi. Rencana reklamasi dan
rencana pascatambang disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah
disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

15
Rencana reklamasi disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Dalam rencana reklamasi
harus memuat rencana reklamasi per tahun yang memuat:
1. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang;
2. Rencana pembukaan lahan;
3. Program reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan bekas tambang
dan lahan di luar bekas tambang yang bersifat sementara dan/atau permanen
termasuk di dalamnya:
a. Tempat penimbunan tanah penutup; tempat penimbunan sementara
b. Tempat penimbunan bahan tambang

16
c. Jalan;
d. Pabrik/instalasi pengolahan dan pemurnian;
e. Bangunan/ instalasi sarana penunjang;
f. Kantor dan perumahan;
g. Pelabuhan khusus; dan/atau
h. Lahan penimbunan dan/atau pengendapan tailing.
4. Kriteria keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi,
pekerjaan sipil, dan penyelesaian akhir;
5. rencana biaya reklamasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.

2.1.1. Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi


Rencana reklamasi tahap eksplorasi diajukan minimal 45 (empat puluh lima) hari sebelum
kegiatan eksplorasi akan dilakukan. Rencana reklamasi diajukan kepada Menteri melalui
Dirjen atau Gubernur-sesuai dengan kewenangannya. Gambar 4 merupakan alur
pembuatan rencana reklamasi pada tahap eksplorasi.

Gambar 4.
Alur Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi

Sumber:Disarikan dari Kepmen ESDM No 1827/K/30/MEM/2018

17
Dokumen rencana reklamasi tahap eksplorasi disusun berdasarkan dokumen lingkungan
hidup yang telah disetujui, dan sesuai dengan jangka waktu kegiatan eksplorasi dengan
rincian tahunan. Rencana reklamasi disusun sesuai dengan pedoman penyusunan rencana
reklamasi tahap eksplorasi yang terdiri atas tata guna lahan, rencana pembukaan lahan,
program reklamasi, rencana biaya, kriteria keberhasilan serta memperhitungkan nilai uang
masa depan yang mengacu pada suku bunga obligasi pemerintah (apabila mata uang dalam
rupiah atau suku bunga obligasi Dollar Amerika apabila mata uang dalam Dollar Amerika
Serikat pada saat eksplorasi dilaksanakan). Form rencana reklamasi dipaparkan pada Tabel.
1.
Tabel 1.
Form Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi

Format Keterangan

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
Berisikan tentang:
a. Identitas pemegang IUP atau IUPK
(Nama badan usaha/ koperasi/
perseorangan, alamat lengkap,
penanggung jawab rencana atau
1.1. Status pemegang IUP atau IUPK
kegiatan); dan
b. Uraian singkat mengenai status
Perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku, status
PMA/PMDN, IUP atau IUPK).

Berisikan tentang Uraian luas wilayah


1.2. Luas wilayah IUP atau IUPK dalam IUP atau IUPK yang direncanakan
untuk kegiatan Eksplorasi.

Berisikan tentang Uraian persetujuan


1.3. Persetujuan Dokumen Lingkungan Dokumen Lingkungan Hidup dari instansi
Hidup yang berwenang (nomor, tanggal, nama
instansi).

18
Berisikan tentang:
3. Uraian singkat mengenai lokasi
Kegiatan Eksplorasi (desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, posisi
geografis) dilengkapi dengan peta
1.4. Lokasi dan kesampaian wilayah situasi lokasi dengan ketelitian peta
skala minimal 1 : 25.000 (satu banding
dua puluh lima ribu); dan
4. Uraian singkat mengenai sarana
transportasi dari dan ke lokasi
kegiatan Eksplorasi.

Berisikan tentang uraian mengenai tata


1.5. Tata guna lahan sebelum dan sesudah
guna lahan sebelum dan sesudah dilakukan
kegiatan Ekplorasi
kegiatan Eksplorasi.

BAB II RENCANA PEMBUKAAN LAHAN

Berisikan tentang:
a. Uraian mengenai kegiatan lapangan
Yang dilakukan, terdiri atas pemetaan
geologi, pemetaan topografi,
penyelidikan geofisika, penyelidikan
geokimia, pembuatan sumur uji,
parit uji, pengeboran, pembuatan
terowongan, dan lain sebagainya;
b. Uraian mengenai metode yang akan
digunakan (geologi, geofisika seperti
2.1. Kegiatan Eksplorasi polarisasi terimbas, potensial diri,
seismik, gaya berat, geomagnet,
sounding, side scan sonar dan lain
sebagainya; geokimia endapan sungai,
tanah, dan batuan, parit uji, sumur
uji, pengeboran) dan peralatan yang
akan digunakan dalam kegiatan
Eksplorasi; dan
c. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk
melakukan kegiatan pada setiap
metode.

19
Berisikan tentang Uraian mengenai
2.2. Jalan lokasi dan luas lahan yang dibuka untuk
pembuatan jalan akses.

Berisikan tentang Uraian mengenai luas


lahan dan lokasi yang dibuka untuk
2.3. Fasilitas Penunjang digunakan sebagai perumahan (camp
atau flying camp), bengkel, dan fasilitas
penunjang lainnya.

BAB III PROGRAM REKLAMASI

Berisikan tentang Uraian mengenai


tahapan kegiatan Reklamasi pada lokasi
dan luas lahan terganggu yang akan
direklamasi yang meliputi:
a. Penataan permukaan tanah (bekas
3.1 Lahan yang akan direklamasi kegiatan Eksplorasi dan bekas
fasilitas penunjang Eksplorasi);
b. Penimbunan kembali lahan bekas
kegiatan Eksplorasi (bekas lubang
bor, kolam pengeboran, sumur uji,
dan parit uji); dan
c. Pengendalian erosi.

Berisikan tentang Uraian mengenai teknik


3.2 Teknik dan peralatan yang akan
dan peralatan yang digunakan untuk
digunakan dalam Reklamasi
Reklamasi lahan.

Berisikan tentang Uraian mengenai jenis


tanaman dan jumlah tanaman, jarak
3.3 Revegetasi
tanam, lokasi, dan luas lahan yang akan
direvegetasi.

Berisikan tentang Uraian mengenai


pemeliharaan lahan yang telah direklamasi,
3.4 Pemeliharaan
pemupukan, serta pemberantasan hama
dan penyakit tanaman.

20
Berisikan tentang Uraian mengenai kriteria
keberhasilan yang akan dicapai meliputi
BAB IV KRITERIA KEBERHASILAN
standar keberhasilan penatagunaan lahan,
revegetasi, dan penyelesaian akhir.

BAB V RENCANA BIAYA REKLAMASI

Berisikan tentang biaya:


a. Penataan permukaan tanah;
5.1. Biaya langsung
b. Penimbunan lahan bekas kegiatan
5.1.1. Biaya penatagunaan lahan Ekplorasi; dan
c. Pengendalian erosi dan pengelolaan
air

Berisikan tentang biaya:


a. Analisis kualitas tanah;
b. pemupukan;
5.1.2. Biaya revegetasi
c. Pengadaan bibit;
d. Penanaman;
e. Dan pemeliharaan tanaman.

21
Berisikan tentang Uraian mengenai biaya
yang harus dimasukkan dalam perhitungan
Reklamasi dan sedapat mungkin ditetapkan
dengan menggunakan standar acuan yang
ditentukan sebagai berikut:
a. Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat
sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari biaya langsung atau berdasarkan
perhitungan;
b. Biaya perencanaan Reklamasi sebesar
5.2. Biaya tidak langsung 2% (dua persen) sampai dengan 10%
(sepuluh persen) dari biaya langsung;
c. Biaya administrasi dan keuntungan
pihak ketiga sebagai pelaksana
Reklamasi tahap Eksplorasi sebesar
3% (tiga persen) sampai dengan
14% (empat belas persen) dari biaya
langsung; dan
d. Biaya supervisi sebesar 2% (dua
persen) sampai dengan 7% (tujuh
persen) dari biaya langsung.

Berisikan tentang Uraian mengenai total


biaya langsung ditambah dengan biaya
tidak langsung dan biaya tersebut sudah
5.3. Total Biaya
harus memeprhitungkan nilai uang masa
depan dalam mata uang Rupiah atau Dolar
Amerika Serikat.

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peta situasi rencana pembukaan lahan


dengan ketelitian peta skala minimal 1 :
10.000 (satu banding sepuluh ribu) beserta
data spasial dalam bentuk shape file (.shp)

2. Peta situasi rencana Reklamasi dengan


ketelitian peta skala minimal 1 : 10.000 (satu
banding sepuluh ribu) beserta data spasial
dalam bentuk shape file (.shp)

22
Catatan:

Jika wilayahnya sangat luas dan/atau


terdiri dari beberapa blok Eksplorasi,
sehingga tidak dapat digambarkan dalam 1
(satu) peta untuk setiap tahun, maka dapat
digambarkan dalam beberapa lembar peta
dan dilengkapi dengan peta indeks.

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Rencana Reklamasi Tahap


format disusun dengan Matrik 1.1
Eksplorasi

2. Tabel 2 Rencana Biaya Reklamasi Tahap


format disusun dengan Matrik 1.2
Eksplorasi

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

23
Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi

Rencana reklamasi diajukan oleh IUP Eksplorasi kepada Menteri/Gubernur pada saat akan
memulai kegiatan eksplorasi. Dokumen lalu akan dievaluasi, dan akan dikembalikan ke
pemegang IUP Eksplorasi jika dibutuhkan penyempurnaan. Jika diperlukan perubahan
dalam hal rencana reklamasi dan dokumen lingkungan, maka diberi waktu kurang dari sama
dengan 180 hari. Jika dokumen dan persyaratan telah sesuai maka diberikan persetujuan.
Dimana persetujuan tersebut termasuk di dalamnya penetapan besaran jaminan reklamasi
tahap eksplorasi sesuai jangka waktu eksplorasi dan rincian tahunan.

Gambar 5.
Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/201

2.3.1. Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi (OP)


Rencana reklamasi tahap OP diajukan bersamaan dengan pengajuan IUP/IUPK Operasi
Produksi kepada Menteri melalui Dirjen atau Gubernur-sesuai dengan kewenangannya,
disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui. Rencana
reklamasi disusun untuk jangka waktu tiap 5 tahun disertai rincian tahunan, dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip reklamasi, sistem dan metode penambangan, kondisi
spesifik wilayah, dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Rencana reklamasi
disusun sesuai dengan pedoman penyusunan rencana reklamasi tahap OP yang terdiri atas
tata guna lahan, rencana pembukaan lahan, program reklamasi, rencana biaya, dan kriteria
keberhasilan (Lampiran-2, Lampiran Permen ESDM no 7/2014). Gambar 6 merupakan alur
rencana reklamasi tahap OP.

24
Gambar 6.
Ketentuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

• Program reklamasi dapat dilaksanakan dalam bentuk revegetasi (penanaman


kembali) dan/atau peruntukan lainnya berupa area pemukiman, pariwisata, sumber
air, dan budidaya.
• Apabila kegiatan tambang yang meninggalkan lubang bekas tambang, maka IUP dan
IUPK diwajibkan untuk membuat perencanaan pemanfaatan lubang bekas tambang
yang meliputi:
a. Penataan permukaan lahan
b. Penebaran tanah zona pengakaran
c. Pengendalian erosi dan pengelolaan air
• Apabila kegiatan tambang berada di laut maka rencana reklamasi tahap operasi
produksi wajib disampaikan dengan memuat kegiatan yang meliputi:
a. Pengelolaan kualitas air laut
b. Penanggulangan terhadap abrasi dan/atau pendangkalan pantai
c. Perlindungan keanekaragaman hayati.
• Apabila kegiatan tambang berada di sungai maka rencana reklamasi tahap operasi
produksi wajib disampaikan dengan memuat kegiatan yang meliputi:
a. Pengelolaan kualias air sungai
b. Pencegahan dan penanggulangan terhadap erosi dan/atau pendangkalan sungai
c. Kestabilan sempadan sungai

25
Tabel 2.
Form Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi

RENCANA REKLAMASI TAHAP OPERASI PRODUKSI PERIODE TAHUN: … s.d … *)

TAHUN
NO. URAIAN
2014*) 2015*) 2016*) 2017*) 2018*)

1. Lahan yang dibuka (ha)

a. Area penambangan

b. Area di luar penambangan:


1. Timbunan tanah zona
pengakaran
2. Timbunan batuan samping dan/
atau tanah/batuan penutup
3. Timbunan komoditas tambang
4. Timbunan/penyimpanan
limbah fasilitas penunjang
5. Jalan tambang dan/atau jalan
angkut
6. Kolam sedimen
7. Instalasi dan fasilitas
pengolahan dan/atau
pemurnian
8. Kantor dan perumahan (camp
atau flying camp)
9. Bengkel
10. Fasilitas penunjang lainnya

2. Penambangan

a. Lahan selesai ditambang (ha)

b. Lahan/front aktif ditambang (ha)

c. Volume batuan samping dan/atau


tanah/batuan penutup yang digali
(BCM atau m3)

3. Penimbunan

a. Di bekas tambang (ha)

26
b. Di luar bekas tambang (ha)

c. Volume yang ditimbun di bekas


tambang (m3)

4. Reklamasi

a. Penatagunaan lahan:
1. Penataan permukaan tanah (ha)
2. Penebaran tanah zona
pengakaran (ha)
3. Pengendalian erosi dan
pengelolaan air

a. Revegetasi (ha):
1. Analisis kualitas tanah (conto)
2. pemupukan (ha)
3. Pengadaan bibit (batang dan/
atau kg)
4. Penanaman (batang)
5. Pemeliharaan tanaman (ha)

Pencegahan dan penanggulangan air


5.
asam tambang (conto)

Pekerjaan sipil sesuai peruntukan


6.
lahan pascatambang (satuan luas)

Rencana pemanfaatan lubang bekas


7.
tambang (void):

a. Stabilisasi lereng (ha)

b. Pengamanan lubang bekas


tambang (void) (ha)

c. Pemulihan dan pemantauan


kualitas air dan serta pengelolaan
air dalam lubang bekas
tambang (void) sesuai dengan
peruntukannya

d. Pemeliharaan lubang bekas


tambang (void)

Keterangan: *) = Contoh

27
Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap OP

Rencana reklamasi bagi IUP/IUPK Operasi Produksi disampaikan bersamaan dengan


pengajuan IUP/IUPK OP. Dalam kurun waktu paling lama 30 hari sejak IUP OP dan IUPK
OP diterbitkan, maka pihak yang berwenang (Direktorat Jenderal atas nama Menteri, dan
Gubernur harus memberikan penilaian dan atau persetujuan atas rencana reklamasi yang
telah diajukan oleh pemegang IUP/IUPK OP). Persetujuan rencana reklamasi tahap OP
juga memuat penetapan besaran jaminan reklamasi tahap OP untuk jangka waktu 5 tahun
dengan membuat rincian tahunan.

Jika rencana reklamasi yang diajukan belum memenuhi ketentuan, maka pemegang IUP/
IUPK OP wajib menyampaikan kembali rencana reklamasi yang telah disempurnakan
sesuai dengan ketentuan paling lambat 30 hari setelah pengembalian rencana reklamasi
yang perlu disempurnakan diterima. Apabila dalam 30 hari setelah dokumen reklamasi
yang telah disempurnakan disampaikan kepada pihak yang berwenang memberikan
penilaian tidak mendapat respon (persetujuan ataupun saran penyempurnaan) maka
dianggap menyetujui revisi rencana reklamasi yang diajukan.

Rencana reklamasi tahap OP harus diubah jika terjadi perubahan atas: sistem dan metode
penambangan, kapasitas produksi, umur tambang, tata guna lahan dan atau dokumen
lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang. Dalam hal tersebut,
maka pemegang IUP/IUPK tahap OP paling lama dalam 180 hari sebelum pelaksanaan
reklamasi tahap OP tahun berikutnya kepada pihak yang berwenang. Pihak yang berwenang
dalam kurun waktu paling lama 30 hari harus sudah menentukan apakah rencana reklamasi
disetujui atau harus disempurnakan. Dalam hal rencana reklamasi tahap OP tersebut harus
disempurnakan, maka pemegang IUP/IUPK tahap OP wajib menyempurnakan rencana
reklamasi tersebut paling lambat 30 hari untuk diserahkan kepada pihat yang berwenang.
Apabila dalam 30 hari pihak yang berwenang tidak memberikan persetujuan dan atau
masukan untuk penyempurnaan, maka revisi rencana reklamasi dianggap disetujui.
Berikut adalah alur pengajuan dan persetujuan rencana reklamasi tahap OP:

28
Gambar 7.
Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

Rencana biaya Reklamasi tahap OP memperhitungkan nilai uang masa depan pada saat
pelaksanaan Operasi Produksi. Sedangkan untuk penentuan rencana luasan Reklamasi
tahap OP pada periode 5 (lima) tahun pertama disesuaikan dengan ketersediaan lahan
reklamasi. Sementara itu, biaya Reklamasinya dihitung seluas lahan yang dibuka pada
periode 5 (lima) tahun pertama dengan mempertimbangkan nilai uang masa depan
mengacu pada suku bunga obligasi Pemerintah apabila mata uang dalam Rupiah atau suku
bunga obligasi Dolar Amerika Serikat apabila mata uang dalam Dolar Amerika Serikat.

29
Gambar 8.
Program Reklamasi

Sumber : Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

2.2. Perhitungan, Penempatan, dan Pencairan Dana Reklamasi


Dalam dokumen rencana reklamasi, IUP/IUPK tidak hanya memaparkan rencana kegiatan
namun juga memaparkan rincian biaya kegiatan reklamasi yang harus menutup seluruh
biaya pelaksanaan reklamasi tahap Eksplorasi dan Operasi Produksi, termasuk pelaksanaan
reklamasi yang dilakukan oleh pihak ketiga.

30
31
2.2.1. Perhitungan Rincian Biaya Reklamasi

Rincian biaya reklamasi terdiri atas :


a. Tahap Eksplorasi
Biaya Langsung, meliputi :
1. penatagunaan lahan
2. revegetasi
Biaya tidak langsung, meliputi :
1. Mobilisasi dan demobilisasi alat;
2. Perencanaan reklamasi;
3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai pelaksana Reklamasi tahap
Eksplorasi; dan
4. Supervisi.

b. Tahap Operasi Produksi


Biaya Langsung, meliputi :
1. Penatagunaan lahan;
2. Revegetasi;
3. Pencegahan dan penanggulangan air asam tambang
4. Pekerjaan sipil sesua1 peruntukan lahan pascatambang; atau
5. Pemanfaatan lubang bekas tambang (void).

Biaya tidak langsung, meliputi :


1. Mobilisasi dan demobilisasi alat;
2. Perencanaan reklamasi;
3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai pelaksana Reklamasi tahap
Eksplorasi; dan
4. Supervisi.

32
Tabel 4.
Form Rencana Biaya Reklamasi Tahap Operasi Produksi

RENCANA BIAYA REKLAMASI TAHAP OPERASI PRODUKSI PERIODE TAHUN … s.d …*)

TAHUN
NO. DESKRIPSI BIAYA
2014*) 2015*) 2016*) 2017*) 2018*)

1. Biaya langsung (Rp/US$)

a. Biaya penatagunaan lahan terdiri


atas biaya:
1. Penataan permukaan tanah
2. Penebaran tanah pucuk
3. Pengendalian erosi dan
pengelolaan air

b. Biaya revegetasi terdiri atas biaya:


1. Analisis kualitas tanah
2. Pemupukan
3. Pengadaan bibit
4. Penanaman
5. Pemeliharaan tanaman

c. Biaya pencegahan dan


penanggulangan air asam
tambang

d. Biaya untuk pekerjaan sipil sesuai


peruntukan lahan Pascatambang

e. Biaya pemanfaatan lubang bekas


tambang (void) terdiri atas biaya:
1. Stabilitas lereng
2. Pengamanan lubang bekas
tambang (void)
3. Pemulihan dan pemantauan
kualitas air serta pengelolaan
air dalam lubang bekas
tambang (void) sesuai dengan
peruntukannya
4. Pemeliharaan lubang bekas
tambang (void)

33
SUBTOTAL 1 (Rp/US$)

2. Biaya tidak langsung (Rp/US$)

a. biaya mobilisasi dan demobilisasi


alat **1)

b. biaya perencanaan Reklamasi **2)

c. biaya administrasi dan


keuntungan pihak ketiga sebagai
pelaksana Reklamasi tahap
Operasi Produksi **3)

d. biaya supervisi **4)

SUBTOTAL 2 (RP/US$)

TOTAL (RP/US$)

Keterangan:

*) Contoh
**1) besarnya 2,5% dari biaya langsung atau berdasarkan perhitungan
**2) besarnya 2% - 10% dari biaya langsung
**3) besarnya 3% - 14% dari biaya langsung
**4) besarnya 2% - 7% dari biaya langsung

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827/K/30/MEM/2018

34
Gambar 9
Komponen Rencana dan Biaya Reklamasi

Sumber : Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM 2018

35
Tabel 5.
Contoh Rencana Biaya Reklamasi

Sumber: Barlian Dwinagara, UPN (2017)

2.2.2. Penempatan Dana Jaminan Reklamasi


a. Tahap Eksplorasi
• Penempatan dana jaminan reklamasi hanya dapat ditempatkan dalam Deposito
Berjangka pada bank pemerintah di Indonesia atas nama Dirjen/Gubernur
pemegang IUP/IUPK eksplorasi yang bersangkutan dengan jangka waktu
penjaminan sesuai dengan jadwal reklamasi tahap eksplorasi
• Dana jaminan yang ditempatkan dalam bentuk deposito berjangka ini ditempatkan
setiap tahun dalam bentuk mata uang rupiah atau dolar Amerika Serikat.
• Selain itu, besaran dana jaminan juga dimuat dalam rencana kerja dan anggaran
biaya eksplorasi tahunan pemegang IUP/IUPK eksplorasi.
• Penempatan jaminan reklamasi tahap eksplorasi dilakukan dalam jangka waktu
paling lambat 30 (tigapuluh) hari kalender sejak rencana kerja dan anggaran biaya
tahap eksplorasi disetujui.
• Jaminan Reklamasi tidak menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan Reklamasi

36
Gambar 10.
Ketentuan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/33/MEM/2018

Gambar 11.
Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/33/MEM/2018

37
b. Tahap Operasi Produksi
• Dana reklamasi tahap OP dapat ditempatkan melalui 4 (empat) bentuk, yaitu: (1)
Rekening bersama pada bank Pemerintah; (2) Deposito Berjangka; (3) Bank Garansi
yang diterbitkan oleh bank Pemerintah di Indonesia; (4) Cadangan Akuntansi
(Accounting Reserve).
• Ditempatkan setiap tahun dalam bentuk mata uang rupiah atau dolar Amerika
Serikat.
• Jaminan reklamasi tahap operasi produksi untuk periode 5 tahun pertama wajib
ditempatkan untuk jangka waktu 5 tahun sekaligus sesuai jangka waktu reklamasi.
• Jaminan reklamasi tahap operasi produksi untuk periode 5 tahun berikutnya dapat
ditempatkan seluruhnya untuk jangka waktu 5 tahun atau setiap tahun berdasarkan
hasil evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan.
• Jaminan reklamasi tahap operasi produksi IUP dan IUPK operasi produksi
pertambangan bukan logam dan batuan dengan umur tambang kurang atau
sama dengan 5 tahun dapat ditempatkan seluruhnya sebagai bagian dari jaminan
pascatambang.
• Jaminan Reklamasi tidak menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan Reklamasi

Gambar 12.
Penempatan Dana Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

38
2.2.3. Pencairan Dana Jaminan Reklamasi
Direktur Jenderal/gubernur sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan
persetujuan pencairan atau pelepasan jaminan reklamasi tahap operasi produksi, selain
melakukan evaluasi melakukan penilaian untuk pencairan atau pelepasan jaminan
reklamasi tahap operasi produksi.

Penentuan besaran pencairan dan pelepasan jaminan reklamasi meliputi:


a. Paling banyak 60% (enam puluh perseratus) dari besaran jaminan reklamasi tahap
operasi produksi apabila telah selesai melaksanakan penatagunaan lahan.
b. Paling banyak 80% (delapan puluh perseratus) dari besaran jaminan reklamasi
tahap operasi produksi apabila telah selesai melaksanakan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan pekerjaan revegetasi yang terdiri atas penanaman
tanaman penutup (cover crop), penanaman tanaman cepat tumbuh, penanaman
tanaman jenis local, dan/atau pengendalian air asam tambang
c. 00% (seratus persen) dari besaran jaminan reklamasi tahap operasi produksi setelah
kegiatan reklamasi memenuhi penyelesaian akhir sesuai dengan pedoman penilaian
reklamasi tahap operasi produksi.

Gambar 13.
Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

39
2.3. Pelaksanaan, Pelaporan dan Kriteria Keberhasilan Reklamasi
Eksplorasi
• Pelaksanaan reklamasi wajib dipimpin oleh Kepala Teknik Tambang yang dibantu
oleh Tenaga Teknis Pertambangan yang berkompeten dalam perencanaan dan
pelaksanaan reklamasi.
• Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi tahap
eksplorasi yang telah disetujui pada lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi yang
tidak digunakan lagi, antara lain: (a) lahan bekas eksplorasi (lubang pengeboran,
sumur uji, dan parit uji), (b) lahan bekas sarana penunjang eksplorasi (akses jalan
eksplorasi, base camp, helipad, dan/atau workshop yang tidak digunakan lagi).
• Pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender
setelah tidak ada kegiatan eksplorasi pada lahan terganggu.
• Pemegang IUP/IUP Eksplorasi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan reklamasi
tahap eksplorasi disertai dengan permohonan pencairan jaminan reklamasi tahap
eksplorasi setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri melalui Direktur Jenderal atau
Gubernur sesuai dengan kewenangannya paling lambat tanggal 31 Januari pada
tahun berjalan.

Gambar 14.
Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Sumber: Disarikan Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

40
Gambar 15.
Penetapan Pihak ketiga Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

Gambar 16.
Peninjauan Lapangan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi

• Direktur Jenderal atas nama Menteri atau gubernur dengan kewenangannya


sebelum memberikan persetujuan pencairan Jaminan Reklamasi tahap
Eksplorasi wajib melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan Reklamasi
tahap Eksplorasi setelah dokumen Studi Kelayakan disetujui.
• Evaluasi terhadap laporan pelaksanaan Reklamasi tahap Eksplorasi
dilaksanakan dengan berpedoman pada Kriteria Keberhasilan Reklamasi
• Direktur Jenderal atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya dalam melakukan penilaian pencairan Jaminan Reklamasi
tahap Eksplorasi dapat melakukan peninjauan lapangan setelah dokumen Studi
Kelayakan disetujui.
• Evaluasi terhadap laporan pelaksanaan Reklamasi tahap Operasi Produksi
dalam bentuk revegetasi dilaksanakan dengan berpedoman pada Kriteria
Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
• Hasil peninjauan lapangan harus dibuat dalam berita acara yang memuat
penilaian keberhasilan Reklamasi tahap eksplorasi sesuai Format Berita Acara
Penilaian Keberhasilan Reklamasi Tahap eksplorasi.

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

41
Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Gambar 17.
Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Eksplorasi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827/30/MEM/2018

Operasi Produksi

Untuk aspek pelaksanaan dan pelaporan reklamasi tahap Operasi Produksi yang perlu
diperhatikan adalah:
• Pelaksanaan reklamasi wajib dipimpin oleh Kepala Teknik Tambang yang dibantu
Tenaga Teknis Pertambangan yang berkompeten dalam perencanaan dan
pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.
• Pemegang IUP/ IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi tahap operasi
produksi pada lahan terganggu akibat kegiatan operasi produksi meliputi lahan
bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang tidak digunakan lagi.

42
Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Gambar 18.
Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No. 1827 K/30/MEM/2018

43
Gambar 19.
Peninjauan Lapangan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

• Direktur Jenderal atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan


kewenangannya memberikan persetujuan pencairan atau pelepasan Jaminan
Reklamasi tahap Operasi Produksi setelah dilakukan penilaian pencairan.
• Direktur Jenderal atas nama Menteri atau gubernur sesuai dengan
kewenangannya dalam melakukan penilaian pencairan atau pelepasan Jaminan
Reklamasi tahap Operasi Produksi wajib melakukan evaluasi terhadap laporan
pelaksanaan Reklamasi tahap Operasi Produksi dan peninjauan lapangan.
• Evaluasi terhadap laporan pelaksanaan Reklamasi tahap Operasi Produksi
dalam bentuk revegetasi dilaksanakan dengan berpedoman pada Kriteria
Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
• Hasil peninjauan lapangan harus dibuat dalam berita acara yang memuat
penilaian keberhasilan Reklamasi tahap Operasi Produksi sesuai Format Berita
Acara Penilaian Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi.

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 187 K/30/MEM/2018

Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi


Gambar 20.
Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 187 K/30/MEM/2018

44
Penyerahan Lahan Reklamasi

Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi menyerahkan lahan yang telah direklamasi kepada
pihak yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Dirjen atas
nama Menteri, atau gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah memenuhi:
a. prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, keselamatan dan
kesehatan kerja dan atau konservasi mineral dan batubara;
b. 100% (seratus persen) kriteria keberhasilan reklamasi.

Selain itu, pemegang IUP/IUPK Operasi produksi harus mengajukan permohonan


persetujuan kepada Menteri melalui Dirjen atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya
sebelum menyerahkan lahan reklamasi. Penyerahan lahan reklamasi tersebut merupakan
bagian dari rencana pascatambang atas WIUP/WIUPK operasi produksi. Apabila ada
penyerahan lahan yang belum menjadi bagian dalam rencana pascatambang maka
pemegang IUP/IUPK operasi produksi wajib melakukan perubahan rencana pascatambang.

Gambar 21.
Penyerahan Lahan Reklamasi Tahap Operasi Produksi

Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 187 K/30/MEM/2018

45
46
2. 4. Mekanisme Reklamasi di Kawasan Hutan dan Rehabilitasi DAS
Kewajiban reklamasi dalam kegiatan tambang di kawasan hutan dilaksanakan
berdasarkan perencanaan IPPKH. Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Menteri LHK No. P.50/
Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016, bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pertambangan wajib memiliki IPPKH, yang di dalamnya mengatur ketentuan kompensasi
ataupun rehabilitasi. Dalam mengajukan permohonan IPPKH Pertambangan, pemegang
izin wajib memenuhi sejumlah persyaratan, baik persyaratan secara administrasi
maupun secara teknis. Selain itu, di dalam IPPKH mengatur persentasi luas kawasan
hutan yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang izin, yaitu di antara kurang dari 30%
ataupun lebih dari 30% dari luas DAS, pulau, dan/atau provinsi.

Tabel 6.
Syarat Administrasi Pengajuan IPPKH

Syarat Administrasi
1. Surat Permohonan
2. Izin atau perjanjian di sektor non kehutanan (IUP/KK/PKP2B)
3. Rekomendasi gubernur
4. Akta pendirian dan perubahannya
5. Company profile, laporan keuangan terakhir, NPWP
6. Pernyataan dalam bentuk akta notarial yang memuat:
• kesanggupan memenuhi semua kewajiban;
• keabsahan dokumen; dan
• tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri
Syarat Tekni Eksplorasi Syarat Tekni Operasi Produksi
1. Rencana kerja penggunaan Kawasan 1. Rencana kerja penggunaan Kawasan
hutan hutan
2. Peta lokasi skala minimal 1:50.000 2. Peta lokasi skala minimal 1:50.000
3. Izin lingkungan dan dokumen AMDAL/ 3. Izin lingkungan dan dokumen AMDAL/
UKL-UPL UKL-UPL
4. Pertimbangan teknis Dirjen Minerba, 4. Pertimbangan teknis Dirjen Minerba,
Kementerian ESDM Kementerian ESDM
5. Peraturan Teknis Perhutani (dalam hal 5. Peraturan Teknis Dirut Perhutani
berada di wilayah Perhutani) (dalam hal berada di wilayah Perhutani)
6. Citra satelit resolusi minimal 5 meter,
liputan 1 tahun terakhir
7. Surat pernyataan memiliki tenaga
teknis kehutanan

Sumber: Disarikan dari paparan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan

47
Kerusakan Lingkungan KLHK (2017) dan Pasal 14 Permen LHK No P.50/2016
Gambar 22.
Skema Permohonan IPPKH

Sumber: Permen LHK No P.50/2016 (diolah)

Dalam pelaksanaan penggunaan kawasa hutan, pemegang IPPKH Eksplorasi Pertambangan


dan IPPKH Operasi Produksi Pertambangan berkewajiban dalam hal sebagai berikut:

1. Eksplorasi
a. Melaksanakan reklamasi;
b. Melakukan inventarisasi tegakan;
c. Membayar ganti rugi nilai tegakan kepada pemerintah apabila areal yang dimohon
merupakan hutan tanaman hasil rehabilitasi;
d. Melaksanakan perlindungan hutan;
e. Memberikan kemudahan bagi aparat melakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan;
f. Melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar areal IPPKHL;
g. Membuat laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Menteri.

48
2. Operasi Produksi
Tabel 7.
Kewajiban Pemegang IPPKH Operasi Produksi

Luas Kawasan ≤ 30% Luas Kawasan ≥ 30% Keterangan

• Melaksanakan tata batas • Melaksanakan tata batas Wajib dipenuhi


areal IPPKH areal IPPKH dalam jangka 1
• Menyediakan dan • Menyampaikan peta tahun, apabila
menyerahkan calon rencana penanaman tidak tercapai
lahan kompensasi ratio dalam rangka rehabilitasi
IPPKH dicabut
1:2 DAS dan menyampaikan
baseline penggunaan
Kawasan hutan

• Melaksanakan tata batas • Membayar PNBP


dan reboisasi pada lahan • Melaksanakan penanaman
kompensasi dalam rangka rehabilitasi
• Melaksanakan reklamasi DAS
dan revegetasi pada • Melaksanakan reklamasi
Kawasan hutan dan revegetasi pada
yang sudah tidak Kawasan hutan yang
dipergunakan sudah tidak dipergunakan
• Membayar Provisi • Membayar Provisi Sumber
Sumber Daya Hutan Daya Hutan (PSDH), Dana
(PSDH), Dana Reboisasi Reboisasi (DR)
(DR)
• Mengganti biaya investasi
• Mengganti biaya investasi kepada pengelola hutan
kepada pengelola hutan (Perum Perhutani)
(Perum Perhutani) atau pemegang
atau pemegang izin pengusahaan/
izin pengusahaan/ pemanfaatan hutan
pemanfaatan hutan
• Melakukan inventarisasi
• Melakukan inventarisasi tegakan
tegakan
• Melaksanakan
• Melaksanakan perlindungan hutan
perlindungan hutan
• Membayar penggantian
• Membayar penggantian nilai tegakan, PSDH, DR
nilai tegakan, PSDH, DR
• Melakukan pemeliharaan
• Melakukan pemeliharaan batas areal IPPKH
batas areal IPPKH
• dsb
• dsb

Sumber: Dirjen Pengendalian Perencamaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK (2017)

49
Dalam penggunaan kawasan hutan, pemegang IPPKH wajib melakukan reklamasi melalui
mekanisme reboisasi atau rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. Reboisasi dilakukan untuk
penggunaan kawasan hutan provinsi dengan luas kurang dari 30%, dengan ratio 1:2 (untuk
kawasan hutan komersial) dan ratio 1:1 (untuk kawasan hutan non komersial). Sedangkan
rehabilitasi dapat dilakukan dengan ratio 1:1 di luar area IPPKH. Lokasi rehabilitas DAS
ditambah 10% untuk mengantisipasi adanya areal yang tidak dapat ditanami.
Gambar 23.
Skema Ketentuan IPPKH dalam Penggunaan Kawasan Hutan

Sumber: Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK (2017)

50
Gambar 24.
Ilustrasi Luas Reklamasi Areal IPPKH dan Luas Rehabilitasi DAS

Sumber: Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK (2017)

Terdapat beberapa batasan kegiatan pertambangan dalam rangka pengendalian penggunaan


kawasan hutan untuk pertambangan, yang mencakup penerbitan izin, penentuan kawasan
hutan, dan jangka waktu IPPKH.

51
Gambar 25.
Pengendalian Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Pertambangan

Sumber: Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK (2017)


(diolah)

52
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kehutanan No P.84/Menhut-II/2014, pelaksanaan
reklamasi dilakukan sesuai dengan rencana reklamasi yang tertuang dalam rencana kerja
tahunan teknis dan lingkungan. Penilaian tingkat keberhasilan reklamasi dilakukan setelah
3 tahun penanaman dengan ketentuan teknis, dan apabila reklamasi area tersebut berhasil
tidak dikenakan kewajiban PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.

Berdasarkan Pasal 39 Permen LHK No P.50/2016 pelaksanaan IPPKH dimonitor dan di


evaluasi oleh Menteri yang dilimpahkan kepada Gubernur. Tujuan dari pelaksanaan mon-
itoring adalah pembinaan agar pemegang IPPKH memenuhi kewajibannya, sedangkan
evaluasi dilakukan untuk menilai pemenuhan kewajiban IPPKH tersebut beserta
pelaksanaan penggunaan kawasan hutan.

Tabel 8.
Monitoring dan Evaluasi IPPKH

Monitoring Evaluasi

Dilaksanakan 2 kali dalam 5 tahun dan


dapat dilakukan sewaktu-waktu dalam
Dilaksanakan 1 kali dalam 1 tahun hal terdapat indikasi pelanggaran,
pemrohonan perpanjangan, pengakhiran
dan pengembalian IPPKH.

Tim Pelaksana terdiri dari: Tim Pelaksana terdiri dari:


• Unsur Dinas Kehutanan Provinsi • BPKH
• BPKH • BPDAS
• BPDAS • BP2HP
• Badan/Dinas Kabupaten/Kota yang • Badan/Dinas Kabupaten/Kota yang
membidangi Lingkungan Hidup membidangi Lingkungan Hidup
• Perum Perhutani (jika dalam wilayah • Perum Perhutani (jika dalam wilayah
kerja Perum Perhutani) kerja Perum Perhutani)
• Unsur terkait lainnya • Unsur terkait lainnya

Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian Perencamaran dan Kerusakan Lingkungan


KLHK (2017)

53
54
Pascatambang:
Mekanisme Perencanaan,
Pembiayaan dan Pelaksanaan

3.1. Penyusunan Dokumen Pascatambang


Pemegang IUP dan IUPK Operasi Produksi, selain reklamasi juga diwajibkan untuk
melakukan pascatambang pada lahan terganggu pada kegiatan pertambangan. Kewajiban
ini menyangkut baik kegiatan penambangan terbuka (open pit) maupun penambangan
bawah tanah (underground).

Kegiatan pascatambang adalah kegiatan yang dilakukan secara terencana, sistematis,


dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk
memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh
wilayah pertambangan.

Rencana Pascatambang disusun berdasarkan Studi Kelayakan (Feasibility Study/FS) dan


Dokumen Lingkungan Hidup (AMDAL) yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.

55
Rencana pascatambang wajib memuat hal berikut:
1. Profil wilayah, meliputi:
a. Lokasi dan kesampaian wilayah;
b. b. Kepemilikan dan peruntukan lahan;
c. c. Rona lingkungan awal, meliputi peruntukan lahan, morfologi, air permukaan, air
tanah, biologi akuatik dan terestrial, serta sosial, budaya, dan ekonomi sesuai dengan
Dokumen Lingkungan Hidup yang telah disetujui;
d. Kegiatan lain di sekitar tambang.
2. Deskripsi kegiatan pertambangan, meliputi keadaan cadangan awal, sistem dan
metode penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, serta fasilitas penunjang;
3. Rona lingkungan akhir lahan Pascatambang, meliputi keadaan cadangan tersisa,
peruntukan lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, biologi akuatik dan
terestrial, serta sosial, budaya, dan ekonomi;
4. Program Pascatambang, meliputi:
a. Reklamasi pada lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang;
b. Pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi;
c. Pemeliharaan hasil Reklamasi; dan
d. Pemantauan.
5. Organisasi, termasuk jadwal pelaksanaan Pascatambang;
6. Kriteria keberhasilan Pascatambang, meliputi standar keberhasilan pada tapak
bekas tambang, fasilitas pengolahan dan/ atau pemurnian, fasilitas penunjang, dan
pemantauan; dan
7. Rencana biaya Pascatambang.
Dalam penyusunan dokumen pascatambang, pemegang IUP/IUPK wajib melakukan
konsultasi dengan pemangku kepentingan yaitu Kementerian ESDM, dinas teknis
pemerintah provinsi yang membidangi pertambangan mineral dan batubara, instansi
terkait dan masyarakat yang akan terkena dampak langsung akibat kegiatan usaha
pertambangan. Hasil konsultasi tersebut dituangkan dalam bentuk berita acara yang
ditandatangani oleh para pemangku kepentingan.

56
Gambar 26.
Alur Penyusunan dan Tata Laksana Rencana Pascatambang

Sumber: Disarikan dari Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

57
Tabel 9.
Kerangka Penyusunan Dokumen Rencana Pascatmbang

Kerangka Penyusunan Dokumen Rencana Pascatambang :

- KATA PENGANTAR

- INTISARI

- DAFTAR ISI

- DAFTAR LAMPIRAN

- BATANG TUBUH:

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Maksud dan Tujuan

1.3 Pendekatan dan Ruang Lingkup

BAB II . PROFIL WILAYAH

2.1 Lokasi dan Kesampaian Wilayah

2.2 Kepemilikan dan Peruntukan Lahan

2.3 Rona Lingkungan Awal

2.4 Kegiatan lain di sekitar tambang

BAB III. DESKRIPSI KEGIATAN PERTAMBANGAN

3.1 Keadaan Cadangan

3.2 Sistem dan Metode Penambangan

3.3 Pengolahan dan Pemurnian

3.4 Fasilitas Penunjang

58
BAB IV. RONA LINGKUNGAN AKHIR PASCATAMBANG

4.1 Keadaan Cadangan

4.2 Peruntukan Lahan berdasarkan RTRW

4.3 Morfologi

4.4 Air Permukaan dan Air Tanah

4.5 Biologi Akuatik dan Teresterial

4.6. Sosial , budaya, dan ekonomi

BAB V. HASIL KONSULTASI DENGAN PEMANGKU KEPENTINGAN

Uraian rinci mengenai konsultasi (tanggapan, saran, pendapat, pandangan) dengan


pihak-pihak yang berkepentingan terhadap rencana pascatambang, termasuk
rencana alih pengelolaan fasilitas tambang kepada Pemangku Kepentingan dan
perubahan rencana peruntukan lahan. Berita Acara hasil konsultasi dengan
pemangku kepentingan, dilampirkan.

BAB VI PROGRAM PASCATAMBANG

6.1 Reklamasi
a. Tapak Bekas Tambang
Berisi uraian rinci mengenai rencana lokasi dan luas lahan tapak bekas
tambang yang akan ditutup
b. Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian
Berisi uraian rinci mengenai rencana lokasi dan luas lahan pada fasilitas
pengolahan dan pemurnian
c. Fasilitas Penunjang yang berisi uraian rinci mengenai rencana lokasi dan luas
lahan serta kegiatan

6.2 Pengembangan Sosial, budaya dan Ekonomi

6.3 Pemeliharaan

59
BAB VII PEMANTAUAN

Dalam bab ini berisi uraian rinci mengenai program, dan prosedur pemantauan,
termasuk lokasi, metode dan frekuensi pemantauan, pencatatan hasil pemantauan
serta pelaporannya.

7.1 Kestabilan Fisik

7.2 Air Permukaan dan Air Tanah

7.3 Biologi akuatik dan terestrial

7.4 Sosial, budaya dan ekonomi

BAB VIII ORGANISASI

8.1 Organisasi
Uraian mengenai struktur organisasi dan tanggung jawab personel dalam
melaksanakan pascatambang.

8.2 Jadwal Pelaksanaan Pascatambang


Uraian mengenai jadwal pelaksanaan pascatambang sesuai dengan program-
program pascatambang

BAB IX KRITERIA KEBERHASILAN PASCATAMBANG

Bab ini berisi uraian mengenai kriteria keberhasilan yang akan dicapai pada akhir
kegiatan pascatambang, standar keberhasilan dan parameter pemantauan.

BAB X RENCANA BIAYA PASCATAMBANG

10.1 Biaya Langsung


a. Biaya pada tapak bekas tambang;
b. Biaya pada tapak bekas fasilitas pengolahan dan pemurnian;
c. Biaya pada fasilitas penunjang;
d. Pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi
e. pemeliharaan; dan
f. Pemantauan.

60
10.2 Biaya tidak langsung.
a. Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat sebesar 2,5% dari biaya langsung atau
berdasarkan perhitungan.
b. Biaya perencanaan penutupan tambang sebesar 2% - 10% dari biaya langsung.
c. Biaya administrasi dan keuntungan kontraktor sebesar 3% - 14% dari biaya
langsung.
d. Biaya supervisi sebesar 2% - 7% dari biaya langsung

10.3 Total Biaya

Uraian mengenai total biaya langsung ditambah dengan biaya tidak langsung dan
biaya-biaya tersebut sudah harus memperhitungkan pajak-pajak yang berlaku dan
dibuat dalam mata uang rupiah atau dollar Amerika Serikat.

LAMPIRAN
1. Peta Situasi Rona Awal, ketelitian peta skala 1 : 25.000.
2. Peta Situasi Lokasi Pertambangan, ketelitian peta skala 1 : 25.000.
3. Peta Situasi Rona Awal Pascatambang (Akhir Tambang), ketelitian peta skala 1 :
25.000.
4. Peta Situasi Rencana Rona Akhir Pascatambang, ketelitian peta skala 1 : 25.000
5. Peta Lokasi Pemantauan, ketelitian peta skala 1 : 10.000.

Sumber : Ditjen Minerba

61
Gambar 27.
Proses Persetujuan Rencana Pascatambang

Sumber: Disarikan dari Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

62
3.2. Perhitungan, Penempatan, dan Pencairan Dana Pascatambang
3.2.1. Perhitungan dan Rincian Biaya Pascatambang

Komponen Biaya Pascatambang

Komponen biaya yang dihitung dalam rencana pascatambang yaitu:


a. Biaya langsung, terdiri atas biaya:
1. Pada tapak bekas tambang, terdiri atas biaya:
a. Pembongkaran;
b. Reklamasi;
c. Pengamanan semua bukaan tambang.
2. Pada fasilitas pengolahan dan atau pemurnian, terdiri atas biaya:
a. Pembongkaran;
b. Reklamasi;
c. Pemulihan (remediasi) tanah yang terkontaminasi.
3. Pada fasilitas penunjang, terdiri atas biaya:
a. Pembongkaran;
b. Reklamasi;
c. Penanganan sisa bahan bakar minyak, pelumas, serta bahan kimia;
d. Pemulihan (remediasi) tanah yang terkontaminasi.
4. Pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi;
5. Pemeliharaan;
6. Pemantauan.

b. Biaya tidak langsung, terdiri atas biaya:


1. Mobilisasi dan demobilisasi alat;
2. Perencanaan Pascatambang;
3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai pelaksana Pascatambang; dan
4. Supervisi.

Selain itu, rencana biaya Pascatambang harus memperhitungkan nilai uang masa depan
pada saat pelaksanaan Pascatambang yang mengacu pada suku bunga obligasi Pemerintah
apabila mata uang dalam Rupiah atau suku bunga obligasi Dolar Amerika Serikat apabila
mata uang dalam Dolar Amerika Serikat. Rencana biaya Pascatambang harus menutup
seluruh biaya pelaksanaan Pascatambang termasuk pelaksanaan Pascatambang yang
dilakukan oleh pihak ketiga.

63
3.2.2. Penempatan Dana Pascatambang

Setiap pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi wajib menyediakan jaminan pascatambang


sesuai dengan besaran jaminan yang telah ditetapkan oleh Menteri/Gubernur, dan
ditempatkan setiap tahun yang dimuat dalam rencana kerja dan anggaran biaya operasi
produksi tahunan. Jaminan pascatambang disimpan dalam bentuk deposito berjangka.
Berikut mekanisme penempatan jaminan pascatambang:
• Ditempatkan paling lambat 30 hari kalender sejak rencana pascatambang disetujui
• Penempatan jaminan pascatambang harus sudah selesai dilakukan dua tahun
sebelum memasuki pelaksanaan pascatamabang
• Jaminan reklamasi tahap Operasi Produksi untuk IUP.IUPK Operasi produksi
pertambangan mineral bukan logam dan batuan dengan umur tambang kurang dari
atau sama dengan 5 tahun ditempatkan seluruhnya sebagai bagian dari jaminan
pascatambang.
• Ditempatkan pada bank Pemerintah di Indonesia atas nama Direktur Jenderal, qq
pemegang IUP eksplorasi, IUPK eksplorasi, IUP Operasi Produksi, atau IUPK Operasi
Produksi yang bersangkutan dengan jangka waktu penjaminan sesuai dengan jadwal
pascatambang
• Ditempatkan dalam bentuk mata uang rupiah atau dolar Amerika Serikat, yang
mana bentuk mata uang jaminan yang telah ditetapkan tidak dapat diubah.
• Penempatan jaminan pascatambang tidak menghilangkan kewajiban pemegang IUP
Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi untuk melaksanakan pascatambang.
• Kekurangan biaya untuk menyelesaikan pascatambang dari jaminan yang telah
ditetapkan, tetap menjadi tanggung jawab Pemegang IUP Operasi Produksi dan
IUPK Operasi Produksi

64
Gambar 28.
Penempatan Jaminan Pascatambang

Sumber: Disarikan dari Lampiran IV Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

Tabel 10.
Tata CaraPenempatan Jaminan Pascatambang

Umur Tahun
Tambang
Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke
(Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1
00
1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2
00
1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3
00
0,5 0,5 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4
00 00
0,1 0,3 0,5 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5
11 33 56

65
0,0 0,1 0,3 0,4 - - - - - - - - - - - - - - - -
6
63 87 13 37
- 0,0 0,1 0,3 0,4 - - - - - - - - - - - - - -
7
63 87 13 37
- 0,0 0,1 0,1 0,3 0,3 - - - - - - - - - - - - - -
8
30 23 80 00 67
- 0,0 0,0 0,1 0,1 0,3 0,3 - - - - - - - - - - - - -
9
28 30 02 73 00 67
- 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,3 0,3 - - - - - - - - - - -
10
20 28 40 92 53 00 67
- - 0, 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 - - - - - - - - - - -
11
55 95 63 77 25 65
- - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 - - - - - - - - - -
12
16 20 50 90 57 77 25 65
- - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 - - - - - - - - -
13
12 16 20 50 88 47 77 55 35
- - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 - - - - - -- - -
14
20 30 50 63 80 00 30 50 80 07
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 - - - - - - -
15
10 30 50 63 80 00 30 50 80 07
- - - 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 - - - - - -
16
09 27 45 70 73 91 18 36 54 88 92
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 - - - -
17
08 25 42 53 57 83 08 25 50 73 83 83
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 - - - -
18
08 23 38 48 62 77 00 15 38 59 77 77 78
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 - - -
19
07 21 36 45 57 71 93 07 29 48 71 71 71 73
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - -
20
07 20 33 42 53 67 87 00 20 38 67 67 67 67 65

Sumber: Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

66
Contoh Perhitungan dan Penempatan Dana Pascatambang

PT. ABC merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang pertambangan batu
granit. Luas IUP Eksplorasi yang dimiliki oleh PT. ABC seluas 80 ha. Cadangan yang
dimiliki adalah 8.500.000 LCM dengan tingkat produksi ±2.000.000 LCM per tahun,
sehingga umur tambang 5 tahun. Saat ini PT. ABC sedang melakukan kajian rencana
pascatambang, rencana program kegiatan pascatambang meliputi pembongkaran
fasilitas tambang, reklamasi lahan, remediasi lahan terkontaminasi, revegetasi lahan,
pengembangan sosial ekonomi dan budaya, pemeliharaan dan pemantauan. Rincian
luas lahan yang akan dilakukan pascatambang sebagai berikut:

Diketahui biaya reklamasi lahan timbunan overburden USD 1.183/ha. Biaya


pembongkaran fasilitas pengolahan USD 2.573. Biaya reklamasi lahan bekas fasilitas
pengolahan USD 1.157/ha. Biaya reklamasi stockpile USD 1.191/ha. Biaya reklamasi
settling pond USD 1.183/ha. Lahan yang terkena remediasi diasumsikan sebesar 10%
dari area luas lahan (unit peremukan, workshop dan gudang handak), tebal tanah
yang akan diremediasi 10 cm dengan biaya remediasi sebesar USD 10 per m3. Biaya
pembongkaran bangunan (bengkel, gudang, kantor, dll) sebesar USD 1.764/ha. Biaya
reklamasi lahan bekas fasilitas penunjang dan sarana transportasi (jalan pendukung
dan jetty) USD 1.183/ha. Biaya penanganan sisa bbm, pelumas, serta bahan kimia USD
1000/lokasi, PT. ABC memiliki 2 lokasi. Luas area yang akan di revegetasi seluas 8,2
ha dan luas area pemeliharaan seluas 24 ha dengan rincian biaya pemupukan USD
421/ha, pembibitan USD 365/ha, penanaman USD 323/ha, dan pemeliharaan USD 153/
ha. Biaya perawatan void USD 4.850. Biaya sosial dan pemantauan sebesar USD 2.000.
Kegiatan pemeliharaan, perawatan, sosial dan pemantauan diasumsikan selama 3

67
tahun.

Dari penjelasan diatas, ditanyakan:


1. Berapakah biaya langsung kegiatan pascatambang PT. ABC?
2. Berapakah biaya tidak langsung kegiatan pascatambang PT. ABC, jika
diketahui biaya mobilisasi dan demobilisasi 2,5%, biaya perencanaan kegiatan
pascatambang 2%, biaya administrasi dan keuntungan kontraktor 3% dan biaya
supervisi 2%?
3. Berapakah total biaya rencana pascatambang?
4. Bagaimanakah penempatan jaminan pascatambang? Berapa biayanya
pertahun?

Cara Perhitungan:

JUMLAH
NO. PERINCIAN DIMENSI UNIT KETERANGAN
BIAYA (US$)
I Biaya Langsung
A. Tapak Bekas Tambang
1 Pembongkaran fasilitas 0,00 ha
tambang
2 Reklamasi lahan bekas 0,00 ha
fasilitas tambang
3 Pembongkaran dan 4,76 ha
reklamasi jalan-jalan
Tambang/Angkut
4 Reklamasi outside 1,30 ha 1.537,9 1,3 ha x USD 1.183 =
dump area reklamasi USD 1.537,9
waste dump area
5 Pengamanan semua 0,00 ha
bukaan tambang
bawah tanah yang
berpotensi bahaya
terhadap manusia

68
B. Fasilitas Pengolahan
1 Pembongkaran / 1,00 unit 2.573,0 1 unit x USD 2.573
pemindahan fasilitas =USD 2.573
pengolahan
2 Reklamasi lahan bekas 2,00 ha 2.314,0 2 ha x USD 1157 =
fasilitas pengolahan USD 2.314
3 Reklamasi lahan bekas 10,00 ha 11.191,0 10 ha x USD 1.191=
stockpile USD 11.191
4 Reklamasi settling pond 0,30 ha 354,9 0,3 ha x USD 1.183 =
USD 354,9
5 Pemulihan (remediasi) 1,00 lokasi 2.000,0 Luas unit
tanah yang peremuk: 2 ha
terkontaminasi bahan
Luas : 20.000 m2 x
kimia, minyak dan
10% = 2000 m2
Bahan Berbahaya (B3)
serta limbah B3 Volume = 0,1 m x
2000 m2 = 200 m3

200 m3 x USD 10/


m3= USD 2000
C. Fasilitas Penunjang
1 P e m b o n g k a r a n 1,50 ha 2.646 Camp (1,1 ha) +
bangunan workshop (0,1 ha)
+ g.handak (0,3 ha)
(bengkel, gudang,
= 1,50 ha
kantor, akomodasi,
instalasi listrik, dll) 1,5 ha x USD 1.764 =
USD 2.646
2 Reklamasi lahan bekas 1,50 ha 1.774,5 1,5 ha x USD1.183 =
fasilitas penunjang USD1774,5
3 Penanganan sisa BBM, 2,00 lokasi 2.000,0 2 x USD 1000 =
pelumas, serta bahan USD 2.000
kimia

69
4 Reklamasi lahan bekas 0,73 ha 863,6 Jalan pendukung
sarana transportasi (0,67ha) + jetty
(0,06ha) = 0,73 ha

0,73 ha x USD 1.183


= USD 863,59
5 Pemulihan (remediasi) 1,00 lokasi 400,0 Workshop (0,1 ha)
tanah yang + g. Handak (0,3
terkontaminasi bahan ha) = 0,4 ha
kimia, minyak dan
Luas: 4000 m2 x
Bahan Berbahaya (B3)
10% = 400 m2
serta limbah B3
Volume = 0,1 m x
Berbahaya (B3) serta
400 m2= 40 m3
limbah B3
40 m3 x USD 10/
m3= USD 400
D. Revegetasi Area 8,22 ha 9.093,8 Pemupukan =
Sekitar Tambang 8,2 ha x USD421 =
USD3452,2

Pembibitan = 8,2
ha x USD 365 =
USD 2993

Penanaman = 8,2
ha x USD 323 =
USD 2648,6

= USD 9093,8
E. Sosial dan 3,00 tahun 6.000,0 3 x USD 2000 =
Ekonomi (Community USD 6000
Development)

70
F. Pemeliharaan dan 3,00 tahun 25.566,0 24 ha x USD 153 =
Perawatan USD 3672

(USD 3672 + USD


4850) * 3 tahun =
USD 25.566
G. Pemantauan 3,00 tahun 6.000,0 3 x USD 2000 =
USD 6000
Total Biaya Langsung 74.314,7
II Biaya Tidak Langsung
1 Biaya mobilisasi dan 2,50% 1.857,9
demobilisasi alat
2 Biaya perencanaan 2,00% 1.486,3
kegiatan pascatambang
3 Biaya administrasi & 3,00% 2.229,4
keuntungan kontraktor
4 Biaya supervisi 2,00% 1.486,3

Total Biaya tidak langsung 7.059,9


Total Biaya (USD) 81.374,6
Total Biaya (Rp.) 1.057.869.755

Total Penempatan Jaminan Setiap Tahun:

Mata Uang
Tahun JPT*)
USD IDR
2015 9.032,58 117.423.543 0,111
2016 27.097,74 352.270.628 0,333
2017 45.244,28 588.175.584 0,556
2018
2019
Total 81.374,60 1.057.869.755

Sumber: Barlian Dwinagara, UPN (2017)

71
3.2.3. Pencairan Dana Pascatambang
• Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan pascatambang setiap triwulan kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal/Gubernur sesuai kewenanganya.
• Menteri/Gubernur sesuai kewenangannya hanya dapat memberikan persetujuan
pencairan jaminan pascatambang berikut bunganya, dilakukan penilaian pencairan
dengan melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan pascatambang dan
peninjauan lapangan.
• Hasil peninjauan lapangan harus dibuat dalam berita acara yang memuat penilaian
keberhasilan pelaksanaan pascatambang.
• Apabila pemegang IUP/IUPK Operasi produksi tidak memenuhi kriteria
keberhasilan pelaksanaan pascatambang kurang dari 100% setelah berakhirnya
jangka waktu kegiatan pascatambang, maka pemegang IUP/IUPK Operasi produksi
dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan kegiatan
pascatambang kepada Menteri/Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
• Menteri/Gubernur harus memberikan persetujuan maksimal dalam waktu 3 (tiga)
tahun sejak berakhirnya kegiatan pascatambang.
• Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi tidak dapat diberikan pencairan sisa jaminan
pascatambang selama jangka waktu perpanjangan.
• Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi hanya dapat diberikan pencairan sisa
jaminan pascatambang apabila telah mencapai keberhasilan 100%

Gambar 29.
Mekanisme Pencairan Jaminan Pascatambang

72
Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

73
3.3. Pelaksanaan, Monitoring & Evaluasi Pascatambang

Gambar 30.
Pelaksanaan Pascatambang

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

Rencana Pasca0perasi

Setiap pemegang IUP Operasi produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian wajib
menyusun rencana pascaoperasi berdasarkan Studi kelayakan dan Dokumen Lingkungan
hidup, dan disampaikan paling lambat 1 (satu) tahun setelah mendapatkan IUP Operasi
Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian yang dilengkapi dengan surat pernyataan
kesanggupan melaksanakan pascaoperasi.

Rencana pascaoperasi terdiri dari:


a. Profil wilayah yaitu: lokasi dan kesampaian wilayah; kepemilikan dan peruntukan
lahan; rona lingkungan awal (peruntukan lahan, air permukaan, air tanah, biologi
akuatik dan terrestrial, serta social, budaya dan ekonomi sesuai dengan dokumen
lingkungan hidup); serta kegiatan lain di sekitar lokasi kegiatan pengolahan dan/atau
pemurnian;
b. Deskripsi kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian yang meliputi proses
pengolahan dan/atau pemurnian serta fasilitas penunjang;
c. Rona lingkungan akhir lahan pascaoperasi (peruntukan lahan, air permukaan, air
tanah, biologi akuatik dan terrestrial, serta sosial, budaya dan ekonomi);

74
d. Program pascaoperasi yang meliputi:
1. Pembongkaran fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian dan fasilitas penunjang;
2. Reklamasi pada lahan bekas fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian dan
fasilitas penunjang;
3. Pengelolaan air tanah dan air permukaan;
4. Stabilisasi fasilitas penyimpanan material sisa hasil pengolahan dan/atau
pemurnian;
5. Pemulihan (remediasi) tanah yang terkontaminasi;
6. Pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi;
7. Pemeliharaan hasil Reklamasi; dan
8. Pemantauan.
e. Organisasi, termasuk jadwal pelaksanaan pascaoperasi
f. Kriteria keberhasilan pascaoperasi yang meliputi standar keberhasilan pada fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian, fasilitas penunjang, serta pemantauan dan
g. Rencana biaya pascaoperasi

Mekanisme Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pascaoperasi yaitu


a. Menteri/Gubernur memberikan persetujuan atas rencana pascaoperasi dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak diterimanya dokumen pascaoperasi
b. Apabila rencana pascaoperasi belum memenuhi ketentuan, Menteri/Gubernur dapat
mengembalikan rencana pascaoperasi kepada pemegang IUP Operasi produksi
khusus pengolahan dan/atau pemurnian untuk dilakukan penyempurnaan
c. Pemegang IUP Operasi produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian
meyampaikan kembali rencana pascaoperasi yang telah disempurnakan kepada
Menteri/Gubernur paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengembalian
rencana pascaoperasi
d. Apabila dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya penyempurnaan rencana
pascaoperasi, Menteri/Gubernur tidak memberikan saran penyempurnaan/
persetujuan, maka rencana pascaoperasi yang disampaikan dianggap telah disetujui.
e. Pemegang IUP Operasi produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian wajib
melakukan perubahan atas rencana pascaoperasi yang telah disetujui apabila terjadi
perubahan atas:
• Dokumen studi kelayakan dan/atau
• Dokumen lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang.

75
3.4. Penyerahan Lahan Pascatambang:
Penyerahan lahan merupakan keseluruhan dari pascatambang di seluruh WIUP Operasi
Produksi. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang telah selesai
melaksanakan pascatambang wajib menyerahkan lahan pascatambang kepada pihak yang
berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Menteri, atau Gubernur

Gambar 31.
Penyerahan Lahan Pascatambang

Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018

76
77
78
Bab IV. Peran Partisipasi Masyarakat
dalam Pemantauan Reklamasi dan
Pascatambang

4.1. Cakupan dan Ruang Lingkup Partisipasi Masyarakat


Cakupan dan ruang lingkup partisipasi masyarakat dalam proses reklamasi dan
pascatambang sejatinya telah diatur dalam sejumlah kerangka regulasi. Hal ini misalnya
dapat ditilik dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
Ketentuan UU 4/2009 tentang Minerba pasal 64 mengamanatkan adanya penyampaian
informasi kepada publik. Dimana penyampaikan informasi ini secara tidak langsung
merupakan prasyarat bagi adanya partisipasi publik, baik dalam monitoring maupun dalam
evaluasi kegiatan pertambangan. Dengan demikian, aktivitas pertambangan kemudian
tidak boleh nirpartisipasi publik karena alasan ketiadaan informasi yang memadai, terlebih
karena dampak dari aktivitas pertambangan yang cukup luas.

Selain itu, beberapa ketentuan hukum terkait partisipasi masyarakat juga tersedia dalam
UU Pelayanan Publik, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, termasuk
dalam UU mengenai perencanaan pembangunan. Sebagian besar undang-undang ini
menyebutkan partisipasi sebagai hak pokok masyarakat. Pemerintah pusat, Pemerintah
Daerah (provinsi, kabupaten/kota) maupun berbagai pihak yang relevan berkewajiban
untuk menghormati, melindungi dan mewujudkan hal tersebut secara sinergis satu sama
lain.

Selanjutnya, pada PP No 45 Tahun 2017 tentang partisipasi masyarakat dalam


penyelenggaraan pemerintahan daerah Pasal 15, masyarakat juga menjadi aktor penting
yang perlu dilibatkan terkait ruang lingkup sektor sumber daya alam. Secara lebih spesifik
hal tersebut menyangkut pengelolaan aset atau sumber daya alam daerah. Berdasarkan
PP, partisipasi masyarakat sejatinya tidak hanya menyangkut peraturan ini partisipasi
aktif ranah penggunaan ataupun pemanfaatan semata melainkan juga menyangkut aspek
penting lainnya yakni pemeliharaan sumber daya alam. Pada PP No 45 Tahun 2017 ayat 4
secara lebih rinci dijelaskan bahwasanya dalam proses pemeliharaan sumber daya alam
daerah masyarakat perlu dilibatkan sebagai partner kerjasama.

79
Selanjutnya, melalui regulasi baru yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Energi Dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 , yang memuat
pedoman pelaksanaan reklamasi dan pascatambang serta pascaoperasi kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara, diulas pula mengenai dimensi partisipasi masyarakat.
Di dalamnya disebutkan bahwa masyarakat merupakan pemangku kepentingan yang perlu
dilibatkan dalam proses penyusunan rencana reklamasi dan pascatambang. Pemegang IUP
diharuskan untuk berkonsultasi dengan masyarakat karena mereka adalah pihak yang
terkena dampak langsung akibat kegiatan usaha pertambangan.

Partisipasi masyarakat didorong untuk berjalan secara berkesinambungan. Partisipasi aktif


masyarakat disebutkan dapat dimulai sejak dari fase perencanaan rencana reklamasi dan
pascatambang yang dilakukan di awal dan menjadi syarat pengajuan permohonan IUP/
IUPK Operasi Produksi, hingga monitoring kegiatan atau pasca-kegiatan reklamasi dan
pascatambang.

4.2 Tantangan dalam pelaksanaan peran dan partisipasi masyarakat


Sejauh ini pada tataran implentasi, peran dan partisipasi masyarakat dalam proses reklamasi
dan pascatambang dapat dikatakan masih sangat jauh dari kata optimal. Oleh karena itu
pula, tidak mudah rasanya menyebutkan bentuk contoh praktik baik terkait dengan peran
dan partisipasi masyarakat dalam proses reklamasi dan pascatambang.

Kasus PT Timah juga menjadi satu dari sedikit contoh lain dalam
proses pelibatan masyarakat dalam kegiatan reklamasi. PT Timah
melakukan kerjasama reklamasi dengan sistem kemitraan yang
melibatkan masyarakat. Keterlibatan masyarakat didorong melalui
pemanfaatan lahan reklamasi yang dilaksanakan melalui wadah
BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). PT Timah bersama masyarakat
membangun kebun percontohan reklamasi dan pascatambang serta
membangun kawasan agroedutourism. Tidak hanya itu, dilakukan pula
pembangunan budidaya sayuran aquaponik di wilayah lahan reklamasi
dan pascatambang serta pembangunan budidaya lele biofloc. Agar dapat
memaksimalkan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat dari upaya ini,
PT Timah berusaha untuk membantu mencari pasar guna hasil akhir
dari kegiatan reklamasi dan pascatambang.

80
81
PT Kaltim Prima Coal (KPC) menjadi satu dari sedikit contoh
bagaimana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses reklamasi
dan pascatambang. PT KPC mengambil kebijakan untuk mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan reklamasi wilayah tambang.
PT Kaltim Prima Coal melibatkan masyarakat dalam kegiatan revegatasi
wilayah reklamasi.

PT Kaltim Prima Coal melakukan kerjasama dan pembinaan kelompok


masyarakat dalam rangka pengadaan serta produksi bibit tanaman.
Mereka membina kelompok masyarakat Bamba Puang dengan cara
mendirikan koperasi Mitra Tani pada tahun 2006. Kegiatan pokoknya
adalah memasok bibit lokal untuk keperluan reklamasi tambang.
Selain itu, masyarakat lokal juga menjadi Man Power Kontraktor Lokal.
Koperasi ini mempekerjakan 11 orang dan 6 tenaga harian lokal. Nilai
transaksi jumlahnya cukup besar yakni 100-200 Juta Rupiah. (Presentasi
KPC dalam Training Reklamasi dan Pascatambang yang diselenggarakan
oleh PWYP Indonesia pada bulan Desember 2017)

Serangkaian tantangan masih banyak terdapat dalam ruang lingkup pelaksanaan


peran dan partisipasi masyarakat pada proses reklamasi dan pascatambang selama ini.
Padahal, menurut Soelarno (2007) adanya partisipasi lintas pemangku kepentingan seperti
masyarakat menjadi aspek penting yang menentukan keberhasilan proses perencanaan
reklamasi pertambangan. Namun, meski secara konseptual dan regulatif sudah disebutkan
sedemikian rupa, nyatanya contoh tersebut sering tidak dikedepankan dan tidak dipatuhi
oleh para pelaku usaha.

Keadaan lain riil di lapangan menunjukkan bahwasanya masyarakat belum dilibatkan dalam
penentuan arah dan kebijakan reklamasi lahan bekas tambang. Masyarakat tidak pernah
secara aktif dan berkesinambungan untuk turut disertakan dan ambil bagian tentang
bagaimana reklamasi akan dilaksanakan. Apa yang turut dapat mereka kontribusikan,
serta bagaimana hasil akhir sebuah reklamasi ditempat mereka.

Konsultasi publik dalam artian konsultasi terhadap masyarakat yang kurang optimal
menjadi salah satu akar persoalan. Kondisi tersebut menyebabkan masukan masyarakat
seringkali tidak diadopsi dalam rencana reklamasi dan pascatambang. Persoalan ini terjadi
karena masyarakat tidak turut serta ambil bagian dalam penyusunan rencana reklamasi
dan pascatambang. Dengan kata lain, sejak awal masyarakat sama sekali tidak diakomodir
untuk berpartisipasi dalam perumusan rencana tersebut.

82
83
Masyarakat sejauh ini masih diposisikan sebagai pihak yang tidak cukup berkepentingan.
Partisipasi masyarakat tidak banyak diakomodir mulai dari fase awal proyek reklamasi.
Masyarakat juga tidak didorong sebagai pihak yang turut berpartisipasi dalam pengelolaan
serta pihak yang memegang kontrol sosial atas kebijakan reklamasi dan pascatambang.
Fakta ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya, masyarakat tidak dilibatkan
secara aktif dalam pelaksanaan maupun monitoring karena bahkan tidak pernah ada
pembahasan dan kesepakatan tentang reklamasi dari pemrakarsa (Pemerintah dan Pelaku
Usaha) (Iswahyudi, 2016).

Tantangan lainnya adalah, masyarakat belum sepenuhnya memahami hak dan kewajibannya
terhadap pengelolaan lingkungan . Hal ini akan mempengaruhi pelaksanaan reklamasi
yang semestinya berlangsung secara keseluruhan dan berkelanjutan. Masyarakat juga
belum sepenuhnya memahami hak dan kewajibannya terhadap pengelolaan lingkungan.
Hal ini terlihat ketika masih banyaknya anggota masyarakat yang tidak mengetahui sikap
atau tindakan yang dapat dilakukan tentang reklamasi. Akibatnya, masyarakat seringkali
beranggapan bahwasanya kegiatan reklamasi hanya kewenangan dari pihak operator
swasta maupun pemerintah semata.

Penyebab utamanya dari masalah tersebut juga tak lain karena sosialisasi, pembinaan
relasi dengan masyarakat yang belum maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari ketiadaan
pertemuan antara stakeholder tentang reklamasi dan pascatambang. Semestinya hal ini
merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan ketentuan ini terlaksana.

Hal ini tentu saja bertentangan dengan kerangka regulasi yang ada, dimana dijelaskan
bahwa masyarakat ditempatkan sebagai subjek mitra yang dapat memberikan sumbangsih
berupa pandangan ataupun dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan.
Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang
meliputi pembahasan bersama tentang rencana kebijakan dengan sejelasnya oleh semua
stakeholders (Fauzi dalam Iswahyudi et.al, 2016). Adanya ketimpangan posisi masyarakat
dalam kerangka susunan stakeholders lain merupakan persoalan serius. Tidak sejajarnya
posisi masyarakat berarti pula kebutuhan masyarakat setempat rentan terabaikan.
Menempatkan masyarakat secara lebih berimbang dalam proses pelaksanaan reklamasi
dan pascatambang berarti akan menjaring masukan dan potensi realisasi yang lebih
optimal.

Adanya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya reklamasi dan pascatambang


nyatanya seringkali juga tidak serta merta memberikan banyak implikasi. Hal ini
dikarenakan masyarakat seringkali tidak mengetahui arah dan kebijakan dari rencana
reklamasi pada lahan yang terganggu akibat kegiatan pertambangan. ini diperparah
dengan kondisi dimana pihak perusahaan juga masih sering dirasa belum terbuka tentang
apa dan bagaimana reklamasi akan dilaksanakan. Hal ini akan mempengaruhi pelaksanaan

84
reklamasi yang semestinya berlangsung secara keseluruhan dan berkelanjutan

Kondisi Pro-kontra dari masyarakat yang acap berkaitan dengan sikap terhadap
pertambangan di lingkungan sekitar juga seringkali menjadi tantangan tersendiri.
Masyarakat yang berkehendak untuk berpartisipasi dalam monitoring reklamasi dan
pertambangan dikhawatirkan akan menjadi persoalan yang menyinggung warga yang
memiliki pendapat bersebrangan (Iswahyudi, 2016).

Persoalan selanjutnya yang menjadi tantangan adalah peran dan tindakan masyarakat yang
justru kontraproduktif dengan upaya reklamasi dan pascatambang. Hal ini dikarenakan
masih terdapat catatan praktik di lapangan, dimana terjadi perusakan terhadap lahan yang
telah direklamasi guna pemanfaatan ekonomi lain seperti untuk perkebunan maupun
pemukiman. Tidak hanya itu, ada pula oknum masyarakat yang bersikap di luar koridor
positif dengan melakukan aktivitas penambangan ilegal di lahan yang telah direklamasi.
Kondisi semacam ini tentu saja menjadi tantangan serius dalam rangka pelaksanaan
reklamasi pascatambang.

Tidak hanya itu, partisipasi masyarakat dalam reklamasi dan pascatambang juga sulit
untuk diwujudkan karena adanya tantangan berupa penolakan masyarakat terhadap
kegiatan tersebut. Hal ini muncul karena adanya kekhawatiran masyarakat bahwasanya
kegiatan reklamasi dan pascatambang nantinya akan menghilangkan hak atas kepemilikan
lahan bekas tambang .

85
Referensi
Barlian Dwinagara. 2017. Perhitungan Biaya Rencana Reklamasi dan Pascatambang.
Bahan Paparan dipresentasikan pada Pelatihan Reklamasi dan Pascatambang: Kebijakan,
Mekanisme dan Pelaksanaan. 19 Desember 2017. Bogor

Edy Nugroho Santoso. 2017. Kebijakan Reklamasi dan Pascatambang Dalam Wilayah Hutan.
Bahan Paparan dipresentasikan pada Pelatihan Reklamasi dan Pascatambang: Kebijakan,
Mekanisme dan Pelaksanaan. 18 Desember 2017. Bogor

Iswahyudi, M., Wahyu, W., Shiddiq, M., & Erhaka, M. E. (2016). Masyarakat Lokal dan Program
Reklamasi Lahan Bekas Tambang di Desa Banjar Sari Kecamatan Angsana. EnviroScienteae,
9(3), 177-185.

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 140, Sekretariat
Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan


Mineral dan Batubara. Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 4, Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Lembaran
Negara RI Tahun 1999 No. 167, Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Lembaran Negara RI Tahun 2014 No. 244, Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.26
Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 No. 596.
Kemenkumham. Jakarta

Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.50/
Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan. Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 No. 881. Kemenkumham. Jakarta

Republik Indonesia. 2018. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1827
K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik. KESDM.
Jakarta

Soelarno S. W. 2007. Perencanaan Pembangunan Pasca-tambang Untuk Menunjang


Pembangunan Berkelanjutan. [Disertasi]. Jakarta : Program Pascasarjana, Universitas
Indonesia.

86
87
88
89
Publish What You Pay (PWYP) merupakan lembaga koalisi nasional yang concern
pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan
dan sumber daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan
hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya
Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampanye Publish What You Pay di tingkat global.
PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akuntabilitas di sepanjang rantai
sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan operasi pertambangan
(publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan dari
industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and
how you spent).

Publish What You Pay Indonesia – Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No.12, Jakarta Selatan 12820, Indonesia
Website : www.pwypindonesia.org | E : sekretariat@pwypindonesia.org

90

Anda mungkin juga menyukai