ii
Modul Panduan
Memahami Reklamasi
dan Pasca Tambang Mineral
dan Batubara
iii
Memahami: Reklamasi dan Pascatambang - Mineral dan Batubara
Modul Panduan
ISBN: 978-602-50032-9-5
Tim Penyusun:
Meliana Lumbantoruan
Agung Budiono
Buku Panduan Memahami Reklamasi dan Pascatambang ini disusun oleh Tim dari kantor sekretariat nasional
Publish What You Pay Indonesia. Disusun untuk keperluan training dan dapat digunakan sebagai bahan referensi
secara umum, terutama oleh pemerintah daerah dan pegiat lingkungan di organisasi masyarakat sipil/non-
pemerintahan. Dicetak atas dukungan hibah tidak mengikat dari kantor The Asia Foundation di Jakarta melalui
program SETAPAK, yang didukung UK Climate Change Unit (UKCCU). Isi merupakan tanggung jawab Publish What
You Pay Indonesia dan tidak mencerminkan pendapat dan sikap dari The Asia Foundation maupun UKCCU.
Publish What You Pay Indonesia - [Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif]
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No.12, Jakarta Selatan 12820, Indonesia
Website : www.pwypindonesia.org | E : sekretariat@pwypindonesia.org
iv
Kata Pengantar
Reklamasi dan pascatambang merupakan dua jenis kegiatan yang tidak boleh ditinggalkan
dan diabaikan dalam pelaksanaan operasi pertambangan, baik pada tahap eksplorasi
maupun tahap operasi produksi. Karna sedikit saja kegiatan tersebut diabaikan, maka
akibatnya akan berdampak baik secara langsung kepada lingkungan dan masyarakat di
sekitarnya, maupun secara tidak langsung bahkan sistemik bagi kelangsungan ekosistem,
biota, hingga iklim yang lebih luas. Abai dalam penanganan reklamasi dan pascatambang
merupakan bentuk kesalahan yang tidak boleh ditolerir, baik oleh pembuat kebijakan,
pengawas kegiatan pertambangan, terlebih oleh perusahaan, dan tentunya peran serta
masyarakat dalam melakukan monitoring sangat krusial dan harus diberi ruang.
Dalam kerja-kerja Publish What You Pay Indonesia selama mengamati, melakukan analisis
dan evaluasi kebijakan, hingga berinteraksi dengan berbagai pemangku kepentingan,
sangat banyak dimensi yang menjadi permasalahan dan menjadi keprihatinan banyak
pihak, baik pada tataran kebijakan maupun pada pelaksanaannya di lapangan. Jumlah
Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencapai ribuan, bahkan lebih dari 10 ribu di tahun
2014, merupakan momok tersendiri, karna faktanya hanya kurang dari 50% dari pemegang
izin itu menempatkan jaminan reklamasi dan pasca-tambang (Korsup Minerba KPK, 2014).
Bahkan, temuan korban anak-anak meninggal di lubang bekas tambang, hingga per bulan
ini (Oktober 2018) di Kalimantan Timur saja sudah mencapai 30 anak. Ini adalah fakta dan
potret nyata di depan mata bahwa lubang-lubang tambang masih dibiarkan menganga,
baik karna tidak adanya dana untuk melakukan reklamasi dan pascatambang, ditinggal
oleh perusahaannya, maupun karna memang tidak pernah memiliki rencana reklamasi dan
pascatambang tersebut. Meski, fakta korban anak di bekas lubang tambang itu telah sampai
ke telinga pembuat kebijakan di tingkat pusat, daerah, bahkan Presiden sekalipun.
Buku panduan ini hanyalah sebentuk kontribusi kecil kami, untuk menghadirkan sebuah
panduan sederhana dalam memahami reklamasi dan pascatambang, terutama dari segi
regulasi dan panduan praktis di lapangan, yang harapannya kemudian dapat mendorong
masyarakat dan berbagai pemangku kepentingan untuk melakukan monitoring. Melalui
buku ini, pembaca dapat mempelajari dan memahami definisi, mekanisme, dan tahapan2
dalam reklamasi dan pascatambang, sejak dalam proses perencanaan, persetujuan,
perhitungan dana jaminan, penempatan, pencairan dana, pelaksanaan, hingga monitoring
dan evaluasinya – baik pada tahapan eksplorasi maupun tahapan operasi produksi. Buku ini
juga dilengkapi dengan indikator-indikator keberhasilan, tabel panduan serta alur singkat
dalam bentuk gambar infografis agar mudah difahami. Demikian halnya, panduan ini
v
juga dilengkapi oleh contoh-contoh perhitungan biaya, serta contoh kasus dari partisipasi
masyarakat yang dikutip dari testimoni dan bahan pelatihan yang diselenggarakan oleh
PWYP Indonesia.
Buku panduan yang terdiri atas 4 (empat) bab ini merupakan edisi kedua (revisi) di tahun
2018 dari edisi pertama di tahun 2017. Revisi utama dari buku ini terutama dilakukan untuk
menyesuaikan dengan regulasi terbaru (2018) yang dikeluarkan oleh Pemerintah, dalam
hal ini oleh Kementerian ESDM, misalnya Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2018 tentang
Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan. Penambahan studi kasus
dan contoh-contoh juga memperkaya buku panduan ini. Buku ini sengaja lebih banyak berisi
panduan, baik berasal dari regulasi maupun hal-hal teknis dan praktis mengenai reklamasi
dan pascatambang. Sedangkan pandangan kritis kami mengenai kebijakan, implementasi,
hingga temuan-temuan dan rekomendasi terkait reklamasi dan pascatambang dapat
ditemui pada seri catatan kebijakan (policy brief) lainnya yang diterbitkan oleh PWYP
Indonesia.
Buku panduan ini tidak akan lengkap dan bisa terbit tanpa kerja bersama dari teman-
teman tim Seknas PWYP Indonesia. Terima kasih kepada meliana, agung, andri, ary, kiky,
liza, abdun, asri dan kawan-kawan lainnya. Begitu juga dengan berbagai narasumber dalam
FGD maupun pelatihan-pelatihan yang pernah diselenggarakan oleh PWYP Indonesia,
kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Jajat Sudrajat dari Kementerian ESDM, Ibu Tri
Sulistyowati dari KLHK, Bapak Hendra Sinadia dari APBI dan Bapak Djoko dari IMA, Bapak
Barlian Dwi Nagara dan Bapak Nurkholis dari UPN, narasumber dari perusahaan, pemda,
serta segenap pihak yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu per satu. Buku ini
tentunya jauh dari sempurna, masukan, saran, dan perbaikan kami nantikan selalu dengan
senang hati.
Maryati Abdullah
Koordinator Nasional
Publish What You Pay Indonesia
vi
Daftar Isi
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Daftar Singkatan
Bab I. Pendahuluan
1.1. Kebijakan Umum Reklamasi dan Pascatambang
1.2. Definisi dan Cakupan Reklamasi dan Pascatambang
1.3. Pembagian Kewenangan dalam Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang
1.4. Klasifikasi Permasalahan dalam Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang
Referensi
vii
Daftar Tabel
Tabel 1: Form Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
Daftar Gambar
Gambar 1: Bagan Peraturan Perundangan Terkait Reklamasi dan Pascatambang
Gambar 7: Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi
viii
Gambar 11; Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Eksplorasi
Gambar 13: Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
Gambar 24: Ilustrasi Luas Reklamasi Areal IPPKH dan Luas Rehabilitasi DAS
1
Daftar Singkatan
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
DR : Dana Reboisasi
KK : Kontrak Karya
OP : Operasi Produksi
PP : Peraturan Pemerintah
2
RR : Rencana Reklamasi
UU : Undang Undang
3
4
Pendahuluan
5
(b) keberpihakan kepada kepentingan fase pasca-tambang. Pemerintah memiliki
bangsa; (c) partisipatif, transparansi, dan tanggung jawab untuk memastikan
akuntabilitas; serta (d) berkelanjutan kewajiban penyampaian rencana program,
dan berwawasan lingkungan. Reklamasi pengalokasian dana, serta mengontrol dan
dan pascatambang merupakan wujud memastikan pelaksanaannya. Tak kalah
tanggungjawab lingkungan dan teknis penting adalah peran partisipasi masyarakat
dari pelaksanaan praktek pertambangan dalam melakukan monitoring dan kontrol di
yang baik (good mining practices). Untuk lapangan, terlebih kegiatan pertambangan
itu, menjadi kewajiban semua pihak untuk kerap kali bersinggungan langsung dengan
memastikan tanggungjawab tersebut masyarakat. Tidak jarang masyarakat justru
terpenuhi dengan baik. dirugikan dan merasakan dampaknya, baik
dampak secara langsung maupun dampak
Perusahan berkewajiban untuk
secara sistemik, misalnya dari penurunan
melaksanaan praktek pengelolaan dan
fungsi lingkungan dan kualitas kesehatan,
penanggulangan dampak lingkungan
maupun hilangnya akses-akses sumber
dari kegiatan operasi–baik saat kegiatan
penghidupan yang layak, bahkan dalam
eksplorasi dan operasi produksi sedang
kurun waktu yang cukup lama.
berlangsung, maupun setelah memasuki
6
1.1. Kebijakan Umum Reklamasi dan Pascatambang
Secara umum, kebijakan reklamasi dan pascatambang merupakan tanggungjawab dari
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Aturan yang mengatur tentang itu
telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) No 4/2009 tentang mineral dan batubara yang
mewajibkan pemegang IUP dan IUPK menjaga kelestarian fungsi dan daya dukung sumber
daya air dan wajib menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat
mengajukan permohonan IUP atau IUPK Operasi Produksi.
Apabila dikaitkan dengan industri tambang, secara umum UU 32/2009 Tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) mewajibkan setiap kegiatan industri dan
pertambangan wajib memiliki izin lingkungan yang dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat 35, yang
berbunyi: “Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan yang wajib analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) atau
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-
UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat
untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.”
UU PPLH juga mengatur mengenai sanksi apabila industri tidak menjalankan kewajibannya
dan kewenangan pengawasan diatur pada Pasal 72 yang berbunyi: “Menteri/gubernur sesuai
dengan kewenangannya wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan”.
7
Gambar 1.
Bagan Peraturan Perundangan Terkait Reklamasi dan Pascatambang
8
1.2 Definisi dan Cakupan Reklamasi dan Pascatambang
Masalah utama yang timbul pada wilayah bekas tambang adalah terjadinya perubahan
rona lingkungan, baik perubahan kimiawi yang berdampak terhadap air tanah dan air
permukaan maupun perubahan secara fisik dan topografi lahan. Selain itu, wilayah bekas
tambang juga berimplikasi terhadap perubahan iklim, gangguan terhadap habitat biologi
berupa flora dan fauna, serta penurunan produktivitas tanah dengan akibat menjadi tandus
atau gundul. Sehingga berkaitan dengan perubahan tersebut diperlukan upaya reklamasi.
Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan
yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi dan
berdaya guna sesuai peruntukannya.
9
Tujuan dilakukannya reklamasi selain untuk mencegah erosi atau mengurangi kecepatan
aliran air limpasan, reklamasi dilakukan untuk menjaga lahan agar tidak labil dan lebih
produktif. Pada dasarnya reklamasi diharapkan menghasilkan nilai tambah bagi lingkungan
dan menciptakan keadaan yang jauh lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya.
10
1.3. Pembagian Kewenangan Antar Pemerintah
Sebelum diterapkannya UU No 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, apabila wilayah IUP/
IUPK dalam wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) berada di dalam satu wilayah
kabupaten/kota maka kewenangan dalam pengawasan pelaksanaan reklamasi dan
pascatambang masih dipegang oleh bupati/walikota, namun setelah diterapkanya UU
tersebut seluruh kewenangan pengawasan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang yang
ada di WIUP kabupaten/kota serta lintas wilayah kabupaten/kota beralih ke Pemerintah
Pusat. Secara umum kewenangan tentang reklamasi dan pascatambang terletak pada
aspek persetujuan teknis dan pengawasan atas pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.]
Gambar 2.
Pembagian Kewenangan Pemerintah Pusat – Daerah
dalam Persetujuan Dokumen Reklamasi dan Pascatambang
Gambar 3
Pembagian Kewenangan antara Pemerintah Pusat – Daerah
dalam Pengawasan Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang
11
1.4. Klasifikasi Pola Permasalahan dalam Pelaksanaan Reklamasi dan
Pascatambang
Pola permasalahan dalam pelaksanaan reklamasi dan pascatambang secara umum dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori.
Keempat, masalah yang ditemui meski RR sudah disetujui, jaminan sudah ditetapkan
dan ditempatkan. Diantara masalah tersebut adalah 1) Tidak sesuai dengan dokumen studi
kelayakan dan AMDAL, 2) Sesuai dengan dokumen studi kelayakan dan AMDAL, namun
tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan, 3) Jaminan tidak ditempatkan sekaligus
untuk periode lima tahun pertama, 4) Jaminan tidak dihitung dengan benar dan wajar
sesuai ketentuan, 5) Penetapan dan penempatanan jaminan tidak sesuai ketentuan, 6) Masa
berlaku jaminan yang ditempatkan dalam bentuk bank garansi sudah habis, 7) Reklamasi
tidak sesuai dengan RR, kriteria keberhasilan tidak terpenuhi, 8) Tidak melaporkan
pelaksanaan reklamasi sehingga tidak pernah dievaluasi dan dicairkan.
Kelima, sudah menyampaikan RR dan RPT, namun belum disetujui, dan dana jaminan
belum ditempatkan. Meski kedua dokumen tersebut telah disampaikan, operasi
penambangan bisa dimulai jika keduanya telah disetujui oleh instansi yang berwenang.
Sementara yang ditemukan di lapangan adalah operasi penambangan sudah berlangsung
padahal RR dan RPT belum disetujui dan jaminan belum ditetapkan. Setelah dokumen
RR dan RPT sudah disetujui, pelaku usaha diwajibkan menetapkan dan menempatkan
jaminan. Namun banyak diantaranya yang sudah melakukan operasi penambangan meski
RR dan RPT sudah disetujui, jaminan telah ditetapkan namun belum ditempatkan.
12
Keenam, masalah yang ditemui meski RR dan RPT sudah disetujui dan jaminan sudah
ditetapkan dan ditempatkan. Permasalahan tersebut antara lain 1) Tidak sesuai dengan
dokumen studi kelayakan dan AMDAL, 2) Sesuai dengan dokumen studi kelayakan dan
AMDAL, namun tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan, 3) Jainan tidak ditempatkan
sekaligus untuk periode lima tahun pertama, 4) Jaminan tidak dihitung dengan benar dan
wajar sesuai ketentuan, 5) Penetapan dan penempatanan jaminan tidak sesuai ketentuan,
6) Masa berlaku jaminan yang ditempatkan dalam bentuk bank garansi sudah habis, 7)
Reklamasi dan pascatambang tidak sesuai dengan dokumen RR dan RPT, 8) Lahan reklamasi
dimanfaatkan kembali tidak sesuai dengan ketentuan, 9) Tidak melaporkan pelaksanaan
reklamasi atau pascatambang sehingga tidak pernah dievaluasi dan dicairkan, 10) Jaminan
reklamasi dan jaminan pascatambang tumpang tindih, 11) Pascatambang mulai namun
IPPKH telah habis masa berlakunya, 12) Kriteria keberhasilan reklamasi dan pascatambang
tidak dipenuhi, 13) Penyerahan lahan reklamasi dan lahan pascatambang tidak sesuai
ketentuan.
13
14
Reklamasi: Mekanisme Perencanaan,
Pembiayaan dan Pelaksanaan
Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi yang telah menyelesaikan kegiatan studi
kelayakan harus mengajukan permohonan persetujuan rencana reklamasi dan rencana
pascatambang kepada Menteri/Gubernur, sesuai dengan kewenangannya, bersamaan
dengan pengajuan permohonan IUP/IUPK Operasi Produksi. Rencana reklamasi dan
rencana pascatambang disusun berdasarkan dokumen lingkungan hidup yang telah
disetujui oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
15
Rencana reklamasi disusun untuk jangka waktu 5 (lima) tahun. Dalam rencana reklamasi
harus memuat rencana reklamasi per tahun yang memuat:
1. Tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang;
2. Rencana pembukaan lahan;
3. Program reklamasi terhadap lahan terganggu yang meliputi lahan bekas tambang
dan lahan di luar bekas tambang yang bersifat sementara dan/atau permanen
termasuk di dalamnya:
a. Tempat penimbunan tanah penutup; tempat penimbunan sementara
b. Tempat penimbunan bahan tambang
16
c. Jalan;
d. Pabrik/instalasi pengolahan dan pemurnian;
e. Bangunan/ instalasi sarana penunjang;
f. Kantor dan perumahan;
g. Pelabuhan khusus; dan/atau
h. Lahan penimbunan dan/atau pengendapan tailing.
4. Kriteria keberhasilan meliputi standar keberhasilan penataan lahan, revegetasi,
pekerjaan sipil, dan penyelesaian akhir;
5. rencana biaya reklamasi terdiri atas biaya langsung dan biaya tidak langsung.
Gambar 4.
Alur Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
17
Dokumen rencana reklamasi tahap eksplorasi disusun berdasarkan dokumen lingkungan
hidup yang telah disetujui, dan sesuai dengan jangka waktu kegiatan eksplorasi dengan
rincian tahunan. Rencana reklamasi disusun sesuai dengan pedoman penyusunan rencana
reklamasi tahap eksplorasi yang terdiri atas tata guna lahan, rencana pembukaan lahan,
program reklamasi, rencana biaya, kriteria keberhasilan serta memperhitungkan nilai uang
masa depan yang mengacu pada suku bunga obligasi pemerintah (apabila mata uang dalam
rupiah atau suku bunga obligasi Dollar Amerika apabila mata uang dalam Dollar Amerika
Serikat pada saat eksplorasi dilaksanakan). Form rencana reklamasi dipaparkan pada Tabel.
1.
Tabel 1.
Form Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
Format Keterangan
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
Berisikan tentang:
a. Identitas pemegang IUP atau IUPK
(Nama badan usaha/ koperasi/
perseorangan, alamat lengkap,
penanggung jawab rencana atau
1.1. Status pemegang IUP atau IUPK
kegiatan); dan
b. Uraian singkat mengenai status
Perizinan (nomor, tanggal
diterbitkannya, masa berlaku, status
PMA/PMDN, IUP atau IUPK).
18
Berisikan tentang:
3. Uraian singkat mengenai lokasi
Kegiatan Eksplorasi (desa, kecamatan,
kabupaten/kota, provinsi, posisi
geografis) dilengkapi dengan peta
1.4. Lokasi dan kesampaian wilayah situasi lokasi dengan ketelitian peta
skala minimal 1 : 25.000 (satu banding
dua puluh lima ribu); dan
4. Uraian singkat mengenai sarana
transportasi dari dan ke lokasi
kegiatan Eksplorasi.
Berisikan tentang:
a. Uraian mengenai kegiatan lapangan
Yang dilakukan, terdiri atas pemetaan
geologi, pemetaan topografi,
penyelidikan geofisika, penyelidikan
geokimia, pembuatan sumur uji,
parit uji, pengeboran, pembuatan
terowongan, dan lain sebagainya;
b. Uraian mengenai metode yang akan
digunakan (geologi, geofisika seperti
2.1. Kegiatan Eksplorasi polarisasi terimbas, potensial diri,
seismik, gaya berat, geomagnet,
sounding, side scan sonar dan lain
sebagainya; geokimia endapan sungai,
tanah, dan batuan, parit uji, sumur
uji, pengeboran) dan peralatan yang
akan digunakan dalam kegiatan
Eksplorasi; dan
c. Uraian mengenai lokasi dan luas
lahan yang digunakan untuk
melakukan kegiatan pada setiap
metode.
19
Berisikan tentang Uraian mengenai
2.2. Jalan lokasi dan luas lahan yang dibuka untuk
pembuatan jalan akses.
20
Berisikan tentang Uraian mengenai kriteria
keberhasilan yang akan dicapai meliputi
BAB IV KRITERIA KEBERHASILAN
standar keberhasilan penatagunaan lahan,
revegetasi, dan penyelesaian akhir.
21
Berisikan tentang Uraian mengenai biaya
yang harus dimasukkan dalam perhitungan
Reklamasi dan sedapat mungkin ditetapkan
dengan menggunakan standar acuan yang
ditentukan sebagai berikut:
a. Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat
sebesar 2,5% (dua koma lima persen)
dari biaya langsung atau berdasarkan
perhitungan;
b. Biaya perencanaan Reklamasi sebesar
5.2. Biaya tidak langsung 2% (dua persen) sampai dengan 10%
(sepuluh persen) dari biaya langsung;
c. Biaya administrasi dan keuntungan
pihak ketiga sebagai pelaksana
Reklamasi tahap Eksplorasi sebesar
3% (tiga persen) sampai dengan
14% (empat belas persen) dari biaya
langsung; dan
d. Biaya supervisi sebesar 2% (dua
persen) sampai dengan 7% (tujuh
persen) dari biaya langsung.
DAFTAR LAMPIRAN
22
Catatan:
DAFTAR TABEL
23
Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi
Rencana reklamasi diajukan oleh IUP Eksplorasi kepada Menteri/Gubernur pada saat akan
memulai kegiatan eksplorasi. Dokumen lalu akan dievaluasi, dan akan dikembalikan ke
pemegang IUP Eksplorasi jika dibutuhkan penyempurnaan. Jika diperlukan perubahan
dalam hal rencana reklamasi dan dokumen lingkungan, maka diberi waktu kurang dari sama
dengan 180 hari. Jika dokumen dan persyaratan telah sesuai maka diberikan persetujuan.
Dimana persetujuan tersebut termasuk di dalamnya penetapan besaran jaminan reklamasi
tahap eksplorasi sesuai jangka waktu eksplorasi dan rincian tahunan.
Gambar 5.
Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Eksplorasi
24
Gambar 6.
Ketentuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi
25
Tabel 2.
Form Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi
TAHUN
NO. URAIAN
2014*) 2015*) 2016*) 2017*) 2018*)
a. Area penambangan
2. Penambangan
3. Penimbunan
26
b. Di luar bekas tambang (ha)
4. Reklamasi
a. Penatagunaan lahan:
1. Penataan permukaan tanah (ha)
2. Penebaran tanah zona
pengakaran (ha)
3. Pengendalian erosi dan
pengelolaan air
a. Revegetasi (ha):
1. Analisis kualitas tanah (conto)
2. pemupukan (ha)
3. Pengadaan bibit (batang dan/
atau kg)
4. Penanaman (batang)
5. Pemeliharaan tanaman (ha)
Keterangan: *) = Contoh
27
Sumber: Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018
Jika rencana reklamasi yang diajukan belum memenuhi ketentuan, maka pemegang IUP/
IUPK OP wajib menyampaikan kembali rencana reklamasi yang telah disempurnakan
sesuai dengan ketentuan paling lambat 30 hari setelah pengembalian rencana reklamasi
yang perlu disempurnakan diterima. Apabila dalam 30 hari setelah dokumen reklamasi
yang telah disempurnakan disampaikan kepada pihak yang berwenang memberikan
penilaian tidak mendapat respon (persetujuan ataupun saran penyempurnaan) maka
dianggap menyetujui revisi rencana reklamasi yang diajukan.
Rencana reklamasi tahap OP harus diubah jika terjadi perubahan atas: sistem dan metode
penambangan, kapasitas produksi, umur tambang, tata guna lahan dan atau dokumen
lingkungan hidup yang telah disetujui oleh instansi yang berwenang. Dalam hal tersebut,
maka pemegang IUP/IUPK tahap OP paling lama dalam 180 hari sebelum pelaksanaan
reklamasi tahap OP tahun berikutnya kepada pihak yang berwenang. Pihak yang berwenang
dalam kurun waktu paling lama 30 hari harus sudah menentukan apakah rencana reklamasi
disetujui atau harus disempurnakan. Dalam hal rencana reklamasi tahap OP tersebut harus
disempurnakan, maka pemegang IUP/IUPK tahap OP wajib menyempurnakan rencana
reklamasi tersebut paling lambat 30 hari untuk diserahkan kepada pihat yang berwenang.
Apabila dalam 30 hari pihak yang berwenang tidak memberikan persetujuan dan atau
masukan untuk penyempurnaan, maka revisi rencana reklamasi dianggap disetujui.
Berikut adalah alur pengajuan dan persetujuan rencana reklamasi tahap OP:
28
Gambar 7.
Alur Pengajuan dan Persetujuan Rencana Reklamasi Tahap Operasi Produksi
Rencana biaya Reklamasi tahap OP memperhitungkan nilai uang masa depan pada saat
pelaksanaan Operasi Produksi. Sedangkan untuk penentuan rencana luasan Reklamasi
tahap OP pada periode 5 (lima) tahun pertama disesuaikan dengan ketersediaan lahan
reklamasi. Sementara itu, biaya Reklamasinya dihitung seluas lahan yang dibuka pada
periode 5 (lima) tahun pertama dengan mempertimbangkan nilai uang masa depan
mengacu pada suku bunga obligasi Pemerintah apabila mata uang dalam Rupiah atau suku
bunga obligasi Dolar Amerika Serikat apabila mata uang dalam Dolar Amerika Serikat.
29
Gambar 8.
Program Reklamasi
30
31
2.2.1. Perhitungan Rincian Biaya Reklamasi
32
Tabel 4.
Form Rencana Biaya Reklamasi Tahap Operasi Produksi
RENCANA BIAYA REKLAMASI TAHAP OPERASI PRODUKSI PERIODE TAHUN … s.d …*)
TAHUN
NO. DESKRIPSI BIAYA
2014*) 2015*) 2016*) 2017*) 2018*)
33
SUBTOTAL 1 (Rp/US$)
SUBTOTAL 2 (RP/US$)
TOTAL (RP/US$)
Keterangan:
*) Contoh
**1) besarnya 2,5% dari biaya langsung atau berdasarkan perhitungan
**2) besarnya 2% - 10% dari biaya langsung
**3) besarnya 3% - 14% dari biaya langsung
**4) besarnya 2% - 7% dari biaya langsung
34
Gambar 9
Komponen Rencana dan Biaya Reklamasi
35
Tabel 5.
Contoh Rencana Biaya Reklamasi
36
Gambar 10.
Ketentuan Penempatan Dana Jaminan Reklamasi
Gambar 11.
Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Eksplorasi
37
b. Tahap Operasi Produksi
• Dana reklamasi tahap OP dapat ditempatkan melalui 4 (empat) bentuk, yaitu: (1)
Rekening bersama pada bank Pemerintah; (2) Deposito Berjangka; (3) Bank Garansi
yang diterbitkan oleh bank Pemerintah di Indonesia; (4) Cadangan Akuntansi
(Accounting Reserve).
• Ditempatkan setiap tahun dalam bentuk mata uang rupiah atau dolar Amerika
Serikat.
• Jaminan reklamasi tahap operasi produksi untuk periode 5 tahun pertama wajib
ditempatkan untuk jangka waktu 5 tahun sekaligus sesuai jangka waktu reklamasi.
• Jaminan reklamasi tahap operasi produksi untuk periode 5 tahun berikutnya dapat
ditempatkan seluruhnya untuk jangka waktu 5 tahun atau setiap tahun berdasarkan
hasil evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan.
• Jaminan reklamasi tahap operasi produksi IUP dan IUPK operasi produksi
pertambangan bukan logam dan batuan dengan umur tambang kurang atau
sama dengan 5 tahun dapat ditempatkan seluruhnya sebagai bagian dari jaminan
pascatambang.
• Jaminan Reklamasi tidak menghilangkan kewajiban untuk melaksanakan Reklamasi
Gambar 12.
Penempatan Dana Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
38
2.2.3. Pencairan Dana Jaminan Reklamasi
Direktur Jenderal/gubernur sesuai dengan kewenangannya sebelum memberikan
persetujuan pencairan atau pelepasan jaminan reklamasi tahap operasi produksi, selain
melakukan evaluasi melakukan penilaian untuk pencairan atau pelepasan jaminan
reklamasi tahap operasi produksi.
Gambar 13.
Pelaporan dan Pencairan Jaminan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
39
2.3. Pelaksanaan, Pelaporan dan Kriteria Keberhasilan Reklamasi
Eksplorasi
• Pelaksanaan reklamasi wajib dipimpin oleh Kepala Teknik Tambang yang dibantu
oleh Tenaga Teknis Pertambangan yang berkompeten dalam perencanaan dan
pelaksanaan reklamasi.
• Pemegang IUP Eksplorasi dan IUPK Eksplorasi wajib melaksanakan reklamasi tahap
eksplorasi yang telah disetujui pada lahan terganggu akibat kegiatan eksplorasi yang
tidak digunakan lagi, antara lain: (a) lahan bekas eksplorasi (lubang pengeboran,
sumur uji, dan parit uji), (b) lahan bekas sarana penunjang eksplorasi (akses jalan
eksplorasi, base camp, helipad, dan/atau workshop yang tidak digunakan lagi).
• Pelaksanaan reklamasi wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender
setelah tidak ada kegiatan eksplorasi pada lahan terganggu.
• Pemegang IUP/IUP Eksplorasi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan reklamasi
tahap eksplorasi disertai dengan permohonan pencairan jaminan reklamasi tahap
eksplorasi setiap 1 (satu) tahun kepada Menteri melalui Direktur Jenderal atau
Gubernur sesuai dengan kewenangannya paling lambat tanggal 31 Januari pada
tahun berjalan.
Gambar 14.
Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi
40
Gambar 15.
Penetapan Pihak ketiga Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi
Gambar 16.
Peninjauan Lapangan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Eksplorasi
41
Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Eksplorasi
Gambar 17.
Kriteria Keberhasilan Reklamasi Tahap Eksplorasi
Operasi Produksi
Untuk aspek pelaksanaan dan pelaporan reklamasi tahap Operasi Produksi yang perlu
diperhatikan adalah:
• Pelaksanaan reklamasi wajib dipimpin oleh Kepala Teknik Tambang yang dibantu
Tenaga Teknis Pertambangan yang berkompeten dalam perencanaan dan
pelaksanaan reklamasi dan pascatambang.
• Pemegang IUP/ IUPK Operasi Produksi wajib melaksanakan reklamasi tahap operasi
produksi pada lahan terganggu akibat kegiatan operasi produksi meliputi lahan
bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang yang tidak digunakan lagi.
42
Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
Gambar 18.
Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
43
Gambar 19.
Peninjauan Lapangan Pelaksanaan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
44
Penyerahan Lahan Reklamasi
Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi menyerahkan lahan yang telah direklamasi kepada
pihak yang berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Dirjen atas
nama Menteri, atau gubernur sesuai dengan kewenangannya setelah memenuhi:
a. prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, keselamatan dan
kesehatan kerja dan atau konservasi mineral dan batubara;
b. 100% (seratus persen) kriteria keberhasilan reklamasi.
Gambar 21.
Penyerahan Lahan Reklamasi Tahap Operasi Produksi
45
46
2. 4. Mekanisme Reklamasi di Kawasan Hutan dan Rehabilitasi DAS
Kewajiban reklamasi dalam kegiatan tambang di kawasan hutan dilaksanakan
berdasarkan perencanaan IPPKH. Sesuai dengan Pasal 5 Peraturan Menteri LHK No. P.50/
Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016, bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan
pertambangan wajib memiliki IPPKH, yang di dalamnya mengatur ketentuan kompensasi
ataupun rehabilitasi. Dalam mengajukan permohonan IPPKH Pertambangan, pemegang
izin wajib memenuhi sejumlah persyaratan, baik persyaratan secara administrasi
maupun secara teknis. Selain itu, di dalam IPPKH mengatur persentasi luas kawasan
hutan yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang izin, yaitu di antara kurang dari 30%
ataupun lebih dari 30% dari luas DAS, pulau, dan/atau provinsi.
Tabel 6.
Syarat Administrasi Pengajuan IPPKH
Syarat Administrasi
1. Surat Permohonan
2. Izin atau perjanjian di sektor non kehutanan (IUP/KK/PKP2B)
3. Rekomendasi gubernur
4. Akta pendirian dan perubahannya
5. Company profile, laporan keuangan terakhir, NPWP
6. Pernyataan dalam bentuk akta notarial yang memuat:
• kesanggupan memenuhi semua kewajiban;
• keabsahan dokumen; dan
• tidak melakukan kegiatan di lapangan sebelum ada izin dari Menteri
Syarat Tekni Eksplorasi Syarat Tekni Operasi Produksi
1. Rencana kerja penggunaan Kawasan 1. Rencana kerja penggunaan Kawasan
hutan hutan
2. Peta lokasi skala minimal 1:50.000 2. Peta lokasi skala minimal 1:50.000
3. Izin lingkungan dan dokumen AMDAL/ 3. Izin lingkungan dan dokumen AMDAL/
UKL-UPL UKL-UPL
4. Pertimbangan teknis Dirjen Minerba, 4. Pertimbangan teknis Dirjen Minerba,
Kementerian ESDM Kementerian ESDM
5. Peraturan Teknis Perhutani (dalam hal 5. Peraturan Teknis Dirut Perhutani
berada di wilayah Perhutani) (dalam hal berada di wilayah Perhutani)
6. Citra satelit resolusi minimal 5 meter,
liputan 1 tahun terakhir
7. Surat pernyataan memiliki tenaga
teknis kehutanan
47
Kerusakan Lingkungan KLHK (2017) dan Pasal 14 Permen LHK No P.50/2016
Gambar 22.
Skema Permohonan IPPKH
1. Eksplorasi
a. Melaksanakan reklamasi;
b. Melakukan inventarisasi tegakan;
c. Membayar ganti rugi nilai tegakan kepada pemerintah apabila areal yang dimohon
merupakan hutan tanaman hasil rehabilitasi;
d. Melaksanakan perlindungan hutan;
e. Memberikan kemudahan bagi aparat melakukan monitoring dan evaluasi di
lapangan;
f. Melakukan pemberdayaan masyarakat sekitar areal IPPKHL;
g. Membuat laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Menteri.
48
2. Operasi Produksi
Tabel 7.
Kewajiban Pemegang IPPKH Operasi Produksi
49
Dalam penggunaan kawasan hutan, pemegang IPPKH wajib melakukan reklamasi melalui
mekanisme reboisasi atau rehabilitasi Daerah Aliran Sungai. Reboisasi dilakukan untuk
penggunaan kawasan hutan provinsi dengan luas kurang dari 30%, dengan ratio 1:2 (untuk
kawasan hutan komersial) dan ratio 1:1 (untuk kawasan hutan non komersial). Sedangkan
rehabilitasi dapat dilakukan dengan ratio 1:1 di luar area IPPKH. Lokasi rehabilitas DAS
ditambah 10% untuk mengantisipasi adanya areal yang tidak dapat ditanami.
Gambar 23.
Skema Ketentuan IPPKH dalam Penggunaan Kawasan Hutan
50
Gambar 24.
Ilustrasi Luas Reklamasi Areal IPPKH dan Luas Rehabilitasi DAS
51
Gambar 25.
Pengendalian Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Pertambangan
52
Selain itu, menurut Peraturan Menteri Kehutanan No P.84/Menhut-II/2014, pelaksanaan
reklamasi dilakukan sesuai dengan rencana reklamasi yang tertuang dalam rencana kerja
tahunan teknis dan lingkungan. Penilaian tingkat keberhasilan reklamasi dilakukan setelah
3 tahun penanaman dengan ketentuan teknis, dan apabila reklamasi area tersebut berhasil
tidak dikenakan kewajiban PNBP Penggunaan Kawasan Hutan.
Tabel 8.
Monitoring dan Evaluasi IPPKH
Monitoring Evaluasi
53
54
Pascatambang:
Mekanisme Perencanaan,
Pembiayaan dan Pelaksanaan
55
Rencana pascatambang wajib memuat hal berikut:
1. Profil wilayah, meliputi:
a. Lokasi dan kesampaian wilayah;
b. b. Kepemilikan dan peruntukan lahan;
c. c. Rona lingkungan awal, meliputi peruntukan lahan, morfologi, air permukaan, air
tanah, biologi akuatik dan terestrial, serta sosial, budaya, dan ekonomi sesuai dengan
Dokumen Lingkungan Hidup yang telah disetujui;
d. Kegiatan lain di sekitar tambang.
2. Deskripsi kegiatan pertambangan, meliputi keadaan cadangan awal, sistem dan
metode penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian, serta fasilitas penunjang;
3. Rona lingkungan akhir lahan Pascatambang, meliputi keadaan cadangan tersisa,
peruntukan lahan, morfologi, air permukaan dan air tanah, biologi akuatik dan
terestrial, serta sosial, budaya, dan ekonomi;
4. Program Pascatambang, meliputi:
a. Reklamasi pada lahan bekas tambang dan lahan di luar bekas tambang;
b. Pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi;
c. Pemeliharaan hasil Reklamasi; dan
d. Pemantauan.
5. Organisasi, termasuk jadwal pelaksanaan Pascatambang;
6. Kriteria keberhasilan Pascatambang, meliputi standar keberhasilan pada tapak
bekas tambang, fasilitas pengolahan dan/ atau pemurnian, fasilitas penunjang, dan
pemantauan; dan
7. Rencana biaya Pascatambang.
Dalam penyusunan dokumen pascatambang, pemegang IUP/IUPK wajib melakukan
konsultasi dengan pemangku kepentingan yaitu Kementerian ESDM, dinas teknis
pemerintah provinsi yang membidangi pertambangan mineral dan batubara, instansi
terkait dan masyarakat yang akan terkena dampak langsung akibat kegiatan usaha
pertambangan. Hasil konsultasi tersebut dituangkan dalam bentuk berita acara yang
ditandatangani oleh para pemangku kepentingan.
56
Gambar 26.
Alur Penyusunan dan Tata Laksana Rencana Pascatambang
57
Tabel 9.
Kerangka Penyusunan Dokumen Rencana Pascatmbang
- KATA PENGANTAR
- INTISARI
- DAFTAR ISI
- DAFTAR LAMPIRAN
- BATANG TUBUH:
BAB I PENDAHULUAN
58
BAB IV. RONA LINGKUNGAN AKHIR PASCATAMBANG
4.3 Morfologi
6.1 Reklamasi
a. Tapak Bekas Tambang
Berisi uraian rinci mengenai rencana lokasi dan luas lahan tapak bekas
tambang yang akan ditutup
b. Fasilitas Pengolahan dan Pemurnian
Berisi uraian rinci mengenai rencana lokasi dan luas lahan pada fasilitas
pengolahan dan pemurnian
c. Fasilitas Penunjang yang berisi uraian rinci mengenai rencana lokasi dan luas
lahan serta kegiatan
6.3 Pemeliharaan
59
BAB VII PEMANTAUAN
Dalam bab ini berisi uraian rinci mengenai program, dan prosedur pemantauan,
termasuk lokasi, metode dan frekuensi pemantauan, pencatatan hasil pemantauan
serta pelaporannya.
8.1 Organisasi
Uraian mengenai struktur organisasi dan tanggung jawab personel dalam
melaksanakan pascatambang.
Bab ini berisi uraian mengenai kriteria keberhasilan yang akan dicapai pada akhir
kegiatan pascatambang, standar keberhasilan dan parameter pemantauan.
60
10.2 Biaya tidak langsung.
a. Biaya mobilisasi dan demobilisasi alat sebesar 2,5% dari biaya langsung atau
berdasarkan perhitungan.
b. Biaya perencanaan penutupan tambang sebesar 2% - 10% dari biaya langsung.
c. Biaya administrasi dan keuntungan kontraktor sebesar 3% - 14% dari biaya
langsung.
d. Biaya supervisi sebesar 2% - 7% dari biaya langsung
Uraian mengenai total biaya langsung ditambah dengan biaya tidak langsung dan
biaya-biaya tersebut sudah harus memperhitungkan pajak-pajak yang berlaku dan
dibuat dalam mata uang rupiah atau dollar Amerika Serikat.
LAMPIRAN
1. Peta Situasi Rona Awal, ketelitian peta skala 1 : 25.000.
2. Peta Situasi Lokasi Pertambangan, ketelitian peta skala 1 : 25.000.
3. Peta Situasi Rona Awal Pascatambang (Akhir Tambang), ketelitian peta skala 1 :
25.000.
4. Peta Situasi Rencana Rona Akhir Pascatambang, ketelitian peta skala 1 : 25.000
5. Peta Lokasi Pemantauan, ketelitian peta skala 1 : 10.000.
61
Gambar 27.
Proses Persetujuan Rencana Pascatambang
62
3.2. Perhitungan, Penempatan, dan Pencairan Dana Pascatambang
3.2.1. Perhitungan dan Rincian Biaya Pascatambang
Selain itu, rencana biaya Pascatambang harus memperhitungkan nilai uang masa depan
pada saat pelaksanaan Pascatambang yang mengacu pada suku bunga obligasi Pemerintah
apabila mata uang dalam Rupiah atau suku bunga obligasi Dolar Amerika Serikat apabila
mata uang dalam Dolar Amerika Serikat. Rencana biaya Pascatambang harus menutup
seluruh biaya pelaksanaan Pascatambang termasuk pelaksanaan Pascatambang yang
dilakukan oleh pihak ketiga.
63
3.2.2. Penempatan Dana Pascatambang
64
Gambar 28.
Penempatan Jaminan Pascatambang
Tabel 10.
Tata CaraPenempatan Jaminan Pascatambang
Umur Tahun
Tambang
Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke Ke
(Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
1
00
1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2
00
1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3
00
0,5 0,5 - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4
00 00
0,1 0,3 0,5 - - - - - - - - - - - - - - - - -
5
11 33 56
65
0,0 0,1 0,3 0,4 - - - - - - - - - - - - - - - -
6
63 87 13 37
- 0,0 0,1 0,3 0,4 - - - - - - - - - - - - - -
7
63 87 13 37
- 0,0 0,1 0,1 0,3 0,3 - - - - - - - - - - - - - -
8
30 23 80 00 67
- 0,0 0,0 0,1 0,1 0,3 0,3 - - - - - - - - - - - - -
9
28 30 02 73 00 67
- 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,3 0,3 - - - - - - - - - - -
10
20 28 40 92 53 00 67
- - 0, 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 - - - - - - - - - - -
11
55 95 63 77 25 65
- - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 - - - - - - - - - -
12
16 20 50 90 57 77 25 65
- - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,2 0,2 - - - - - - - - -
13
12 16 20 50 88 47 77 55 35
- - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 - - - - - -- - -
14
20 30 50 63 80 00 30 50 80 07
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,2 - - - - - - -
15
10 30 50 63 80 00 30 50 80 07
- - - 0,0 0,0 0,0 0,5 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 - - - - - -
16
09 27 45 70 73 91 18 36 54 88 92
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 - - - -
17
08 25 42 53 57 83 08 25 50 73 83 83
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 - - - -
18
08 23 38 48 62 77 00 15 38 59 77 77 78
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 - - -
19
07 21 36 45 57 71 93 07 29 48 71 71 71 73
- - - 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1 0,1 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 - -
20
07 20 33 42 53 67 87 00 20 38 67 67 67 67 65
66
Contoh Perhitungan dan Penempatan Dana Pascatambang
PT. ABC merupakan perusahaan yang bergerak pada bidang pertambangan batu
granit. Luas IUP Eksplorasi yang dimiliki oleh PT. ABC seluas 80 ha. Cadangan yang
dimiliki adalah 8.500.000 LCM dengan tingkat produksi ±2.000.000 LCM per tahun,
sehingga umur tambang 5 tahun. Saat ini PT. ABC sedang melakukan kajian rencana
pascatambang, rencana program kegiatan pascatambang meliputi pembongkaran
fasilitas tambang, reklamasi lahan, remediasi lahan terkontaminasi, revegetasi lahan,
pengembangan sosial ekonomi dan budaya, pemeliharaan dan pemantauan. Rincian
luas lahan yang akan dilakukan pascatambang sebagai berikut:
67
tahun.
Cara Perhitungan:
JUMLAH
NO. PERINCIAN DIMENSI UNIT KETERANGAN
BIAYA (US$)
I Biaya Langsung
A. Tapak Bekas Tambang
1 Pembongkaran fasilitas 0,00 ha
tambang
2 Reklamasi lahan bekas 0,00 ha
fasilitas tambang
3 Pembongkaran dan 4,76 ha
reklamasi jalan-jalan
Tambang/Angkut
4 Reklamasi outside 1,30 ha 1.537,9 1,3 ha x USD 1.183 =
dump area reklamasi USD 1.537,9
waste dump area
5 Pengamanan semua 0,00 ha
bukaan tambang
bawah tanah yang
berpotensi bahaya
terhadap manusia
68
B. Fasilitas Pengolahan
1 Pembongkaran / 1,00 unit 2.573,0 1 unit x USD 2.573
pemindahan fasilitas =USD 2.573
pengolahan
2 Reklamasi lahan bekas 2,00 ha 2.314,0 2 ha x USD 1157 =
fasilitas pengolahan USD 2.314
3 Reklamasi lahan bekas 10,00 ha 11.191,0 10 ha x USD 1.191=
stockpile USD 11.191
4 Reklamasi settling pond 0,30 ha 354,9 0,3 ha x USD 1.183 =
USD 354,9
5 Pemulihan (remediasi) 1,00 lokasi 2.000,0 Luas unit
tanah yang peremuk: 2 ha
terkontaminasi bahan
Luas : 20.000 m2 x
kimia, minyak dan
10% = 2000 m2
Bahan Berbahaya (B3)
serta limbah B3 Volume = 0,1 m x
2000 m2 = 200 m3
69
4 Reklamasi lahan bekas 0,73 ha 863,6 Jalan pendukung
sarana transportasi (0,67ha) + jetty
(0,06ha) = 0,73 ha
Pembibitan = 8,2
ha x USD 365 =
USD 2993
Penanaman = 8,2
ha x USD 323 =
USD 2648,6
= USD 9093,8
E. Sosial dan 3,00 tahun 6.000,0 3 x USD 2000 =
Ekonomi (Community USD 6000
Development)
70
F. Pemeliharaan dan 3,00 tahun 25.566,0 24 ha x USD 153 =
Perawatan USD 3672
Mata Uang
Tahun JPT*)
USD IDR
2015 9.032,58 117.423.543 0,111
2016 27.097,74 352.270.628 0,333
2017 45.244,28 588.175.584 0,556
2018
2019
Total 81.374,60 1.057.869.755
71
3.2.3. Pencairan Dana Pascatambang
• Pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi wajib menyampaikan
laporan pelaksanaan kegiatan pascatambang setiap triwulan kepada Menteri melalui
Direktur Jenderal/Gubernur sesuai kewenanganya.
• Menteri/Gubernur sesuai kewenangannya hanya dapat memberikan persetujuan
pencairan jaminan pascatambang berikut bunganya, dilakukan penilaian pencairan
dengan melakukan evaluasi terhadap laporan pelaksanaan pascatambang dan
peninjauan lapangan.
• Hasil peninjauan lapangan harus dibuat dalam berita acara yang memuat penilaian
keberhasilan pelaksanaan pascatambang.
• Apabila pemegang IUP/IUPK Operasi produksi tidak memenuhi kriteria
keberhasilan pelaksanaan pascatambang kurang dari 100% setelah berakhirnya
jangka waktu kegiatan pascatambang, maka pemegang IUP/IUPK Operasi produksi
dapat mengajukan permohonan perpanjangan waktu untuk menyelesaikan kegiatan
pascatambang kepada Menteri/Gubernur sesuai dengan kewenangannya.
• Menteri/Gubernur harus memberikan persetujuan maksimal dalam waktu 3 (tiga)
tahun sejak berakhirnya kegiatan pascatambang.
• Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi tidak dapat diberikan pencairan sisa jaminan
pascatambang selama jangka waktu perpanjangan.
• Pemegang IUP/IUPK Operasi Produksi hanya dapat diberikan pencairan sisa
jaminan pascatambang apabila telah mencapai keberhasilan 100%
Gambar 29.
Mekanisme Pencairan Jaminan Pascatambang
72
Sumber: Disarikan dari Lampiran VI Kepmen ESDM No 1827 K/30/MEM/2018
73
3.3. Pelaksanaan, Monitoring & Evaluasi Pascatambang
Gambar 30.
Pelaksanaan Pascatambang
Rencana Pasca0perasi
Setiap pemegang IUP Operasi produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian wajib
menyusun rencana pascaoperasi berdasarkan Studi kelayakan dan Dokumen Lingkungan
hidup, dan disampaikan paling lambat 1 (satu) tahun setelah mendapatkan IUP Operasi
Produksi khusus pengolahan dan/atau pemurnian yang dilengkapi dengan surat pernyataan
kesanggupan melaksanakan pascaoperasi.
74
d. Program pascaoperasi yang meliputi:
1. Pembongkaran fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian dan fasilitas penunjang;
2. Reklamasi pada lahan bekas fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian dan
fasilitas penunjang;
3. Pengelolaan air tanah dan air permukaan;
4. Stabilisasi fasilitas penyimpanan material sisa hasil pengolahan dan/atau
pemurnian;
5. Pemulihan (remediasi) tanah yang terkontaminasi;
6. Pengembangan sosial, budaya, dan ekonomi;
7. Pemeliharaan hasil Reklamasi; dan
8. Pemantauan.
e. Organisasi, termasuk jadwal pelaksanaan pascaoperasi
f. Kriteria keberhasilan pascaoperasi yang meliputi standar keberhasilan pada fasilitas
pengolahan dan/atau pemurnian, fasilitas penunjang, serta pemantauan dan
g. Rencana biaya pascaoperasi
75
3.4. Penyerahan Lahan Pascatambang:
Penyerahan lahan merupakan keseluruhan dari pascatambang di seluruh WIUP Operasi
Produksi. Pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi yang telah selesai
melaksanakan pascatambang wajib menyerahkan lahan pascatambang kepada pihak yang
berhak sesuai dengan peraturan perundang-undangan melalui Menteri, atau Gubernur
Gambar 31.
Penyerahan Lahan Pascatambang
76
77
78
Bab IV. Peran Partisipasi Masyarakat
dalam Pemantauan Reklamasi dan
Pascatambang
Selain itu, beberapa ketentuan hukum terkait partisipasi masyarakat juga tersedia dalam
UU Pelayanan Publik, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, termasuk
dalam UU mengenai perencanaan pembangunan. Sebagian besar undang-undang ini
menyebutkan partisipasi sebagai hak pokok masyarakat. Pemerintah pusat, Pemerintah
Daerah (provinsi, kabupaten/kota) maupun berbagai pihak yang relevan berkewajiban
untuk menghormati, melindungi dan mewujudkan hal tersebut secara sinergis satu sama
lain.
79
Selanjutnya, melalui regulasi baru yang dikeluarkan oleh Keputusan Menteri Energi Dan
Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 , yang memuat
pedoman pelaksanaan reklamasi dan pascatambang serta pascaoperasi kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara, diulas pula mengenai dimensi partisipasi masyarakat.
Di dalamnya disebutkan bahwa masyarakat merupakan pemangku kepentingan yang perlu
dilibatkan dalam proses penyusunan rencana reklamasi dan pascatambang. Pemegang IUP
diharuskan untuk berkonsultasi dengan masyarakat karena mereka adalah pihak yang
terkena dampak langsung akibat kegiatan usaha pertambangan.
Kasus PT Timah juga menjadi satu dari sedikit contoh lain dalam
proses pelibatan masyarakat dalam kegiatan reklamasi. PT Timah
melakukan kerjasama reklamasi dengan sistem kemitraan yang
melibatkan masyarakat. Keterlibatan masyarakat didorong melalui
pemanfaatan lahan reklamasi yang dilaksanakan melalui wadah
BUMDES (Badan Usaha Milik Desa). PT Timah bersama masyarakat
membangun kebun percontohan reklamasi dan pascatambang serta
membangun kawasan agroedutourism. Tidak hanya itu, dilakukan pula
pembangunan budidaya sayuran aquaponik di wilayah lahan reklamasi
dan pascatambang serta pembangunan budidaya lele biofloc. Agar dapat
memaksimalkan dampak sosial ekonomi bagi masyarakat dari upaya ini,
PT Timah berusaha untuk membantu mencari pasar guna hasil akhir
dari kegiatan reklamasi dan pascatambang.
80
81
PT Kaltim Prima Coal (KPC) menjadi satu dari sedikit contoh
bagaimana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam proses reklamasi
dan pascatambang. PT KPC mengambil kebijakan untuk mendorong
partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan reklamasi wilayah tambang.
PT Kaltim Prima Coal melibatkan masyarakat dalam kegiatan revegatasi
wilayah reklamasi.
Keadaan lain riil di lapangan menunjukkan bahwasanya masyarakat belum dilibatkan dalam
penentuan arah dan kebijakan reklamasi lahan bekas tambang. Masyarakat tidak pernah
secara aktif dan berkesinambungan untuk turut disertakan dan ambil bagian tentang
bagaimana reklamasi akan dilaksanakan. Apa yang turut dapat mereka kontribusikan,
serta bagaimana hasil akhir sebuah reklamasi ditempat mereka.
Konsultasi publik dalam artian konsultasi terhadap masyarakat yang kurang optimal
menjadi salah satu akar persoalan. Kondisi tersebut menyebabkan masukan masyarakat
seringkali tidak diadopsi dalam rencana reklamasi dan pascatambang. Persoalan ini terjadi
karena masyarakat tidak turut serta ambil bagian dalam penyusunan rencana reklamasi
dan pascatambang. Dengan kata lain, sejak awal masyarakat sama sekali tidak diakomodir
untuk berpartisipasi dalam perumusan rencana tersebut.
82
83
Masyarakat sejauh ini masih diposisikan sebagai pihak yang tidak cukup berkepentingan.
Partisipasi masyarakat tidak banyak diakomodir mulai dari fase awal proyek reklamasi.
Masyarakat juga tidak didorong sebagai pihak yang turut berpartisipasi dalam pengelolaan
serta pihak yang memegang kontrol sosial atas kebijakan reklamasi dan pascatambang.
Fakta ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaannya, masyarakat tidak dilibatkan
secara aktif dalam pelaksanaan maupun monitoring karena bahkan tidak pernah ada
pembahasan dan kesepakatan tentang reklamasi dari pemrakarsa (Pemerintah dan Pelaku
Usaha) (Iswahyudi, 2016).
Tantangan lainnya adalah, masyarakat belum sepenuhnya memahami hak dan kewajibannya
terhadap pengelolaan lingkungan . Hal ini akan mempengaruhi pelaksanaan reklamasi
yang semestinya berlangsung secara keseluruhan dan berkelanjutan. Masyarakat juga
belum sepenuhnya memahami hak dan kewajibannya terhadap pengelolaan lingkungan.
Hal ini terlihat ketika masih banyaknya anggota masyarakat yang tidak mengetahui sikap
atau tindakan yang dapat dilakukan tentang reklamasi. Akibatnya, masyarakat seringkali
beranggapan bahwasanya kegiatan reklamasi hanya kewenangan dari pihak operator
swasta maupun pemerintah semata.
Penyebab utamanya dari masalah tersebut juga tak lain karena sosialisasi, pembinaan
relasi dengan masyarakat yang belum maksimal. Hal tersebut dapat dilihat dari ketiadaan
pertemuan antara stakeholder tentang reklamasi dan pascatambang. Semestinya hal ini
merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan ketentuan ini terlaksana.
Hal ini tentu saja bertentangan dengan kerangka regulasi yang ada, dimana dijelaskan
bahwa masyarakat ditempatkan sebagai subjek mitra yang dapat memberikan sumbangsih
berupa pandangan ataupun dalam proses konsultasi dan pengambilan keputusan.
Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan kegiatan reklamasi lahan bekas tambang
meliputi pembahasan bersama tentang rencana kebijakan dengan sejelasnya oleh semua
stakeholders (Fauzi dalam Iswahyudi et.al, 2016). Adanya ketimpangan posisi masyarakat
dalam kerangka susunan stakeholders lain merupakan persoalan serius. Tidak sejajarnya
posisi masyarakat berarti pula kebutuhan masyarakat setempat rentan terabaikan.
Menempatkan masyarakat secara lebih berimbang dalam proses pelaksanaan reklamasi
dan pascatambang berarti akan menjaring masukan dan potensi realisasi yang lebih
optimal.
84
reklamasi yang semestinya berlangsung secara keseluruhan dan berkelanjutan
Kondisi Pro-kontra dari masyarakat yang acap berkaitan dengan sikap terhadap
pertambangan di lingkungan sekitar juga seringkali menjadi tantangan tersendiri.
Masyarakat yang berkehendak untuk berpartisipasi dalam monitoring reklamasi dan
pertambangan dikhawatirkan akan menjadi persoalan yang menyinggung warga yang
memiliki pendapat bersebrangan (Iswahyudi, 2016).
Persoalan selanjutnya yang menjadi tantangan adalah peran dan tindakan masyarakat yang
justru kontraproduktif dengan upaya reklamasi dan pascatambang. Hal ini dikarenakan
masih terdapat catatan praktik di lapangan, dimana terjadi perusakan terhadap lahan yang
telah direklamasi guna pemanfaatan ekonomi lain seperti untuk perkebunan maupun
pemukiman. Tidak hanya itu, ada pula oknum masyarakat yang bersikap di luar koridor
positif dengan melakukan aktivitas penambangan ilegal di lahan yang telah direklamasi.
Kondisi semacam ini tentu saja menjadi tantangan serius dalam rangka pelaksanaan
reklamasi pascatambang.
Tidak hanya itu, partisipasi masyarakat dalam reklamasi dan pascatambang juga sulit
untuk diwujudkan karena adanya tantangan berupa penolakan masyarakat terhadap
kegiatan tersebut. Hal ini muncul karena adanya kekhawatiran masyarakat bahwasanya
kegiatan reklamasi dan pascatambang nantinya akan menghilangkan hak atas kepemilikan
lahan bekas tambang .
85
Referensi
Barlian Dwinagara. 2017. Perhitungan Biaya Rencana Reklamasi dan Pascatambang.
Bahan Paparan dipresentasikan pada Pelatihan Reklamasi dan Pascatambang: Kebijakan,
Mekanisme dan Pelaksanaan. 19 Desember 2017. Bogor
Edy Nugroho Santoso. 2017. Kebijakan Reklamasi dan Pascatambang Dalam Wilayah Hutan.
Bahan Paparan dipresentasikan pada Pelatihan Reklamasi dan Pascatambang: Kebijakan,
Mekanisme dan Pelaksanaan. 18 Desember 2017. Bogor
Iswahyudi, M., Wahyu, W., Shiddiq, M., & Erhaka, M. E. (2016). Masyarakat Lokal dan Program
Reklamasi Lahan Bekas Tambang di Desa Banjar Sari Kecamatan Angsana. EnviroScienteae,
9(3), 177-185.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara RI Tahun 2009 No. 140, Sekretariat
Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Lembaran
Negara RI Tahun 1999 No. 167, Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Lembaran Negara RI Tahun 2014 No. 244, Sekretariat Negara. Jakarta
Republik Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.26
Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan
Pertambangan Mineral dan Batubara. Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 No. 596.
Kemenkumham. Jakarta
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.50/
Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan. Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016 No. 881. Kemenkumham. Jakarta
Republik Indonesia. 2018. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1827
K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Pertambangan yang Baik. KESDM.
Jakarta
86
87
88
89
Publish What You Pay (PWYP) merupakan lembaga koalisi nasional yang concern
pada transparansi, akuntabilitas, perbaikan tata kelola ekstraktif, pertambangan
dan sumber daya alam. Berdiri sejak tahun 2007, dan terdaftar sebagai badan
hukum Indonesia sejak tahun 2012 dengan nama Yayasan Transparansi Sumberdaya
Ekstraktif, dan terafiliasi dalam kampanye Publish What You Pay di tingkat global.
PWYP Indonesia mendorong transparansi dan akuntabilitas di sepanjang rantai
sumberdaya ekstraktif, dari tahap pengembangan kontrak dan operasi pertambangan
(publish why you pay and how you extract), tahap produksi dan pendapatan dari
industri (publish what you pay), hingga tahap pengeluaran pendapatan untuk
pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan sosial (publish what you earn and
how you spent).
Publish What You Pay Indonesia – Yayasan Transparansi Sumber Daya Ekstraktif
Jl. Tebet Timur Dalam VIII K No.12, Jakarta Selatan 12820, Indonesia
Website : www.pwypindonesia.org | E : sekretariat@pwypindonesia.org
90