Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar pendidikan serta
keterampilan di bidang farmasi dan diberi wewenang serta tanggung jawab untuk
melaksanakan pekerjaan farmasi. Namun seiring berjalannya waktu
peran apoteker telah berubah dari peracik dan penyedia obat menjadi manajer
terapi obat yang Mencakup tanggung jawab untuk menjamin bahwa dimanapun
obat diproduksi, disediakan/diperoleh, digunakan, disimpan, didistribusikan,
dibagikan dan diberikan sehingga obat tersebut berkonstribusi terhadap kesehatan
pasien dan mengurangi efek samping yang mungkin muncul. Ruang
lingkup praktek kefarmasian saat ini termasuk pelayanan-berorientasi pasien
dengan segala fungsi kognitif konseling, menyediakan informasi obat dan
memantau terapi obat, sebagaimana halnya aspek teknis pelayanan
kefarmasian yang termasuk manajemen pengadaan obat. Hal ini merupakan
peranan tambahan seorang apoteker bahwa apoteker sekarang dapat memberikan
konstribusi yang vital terhadap perawatan pasien.
Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa pekerjaan kefarmasian pada
zamannya akan selalu berkembang mengikuti tuntutan masyarakat. Sehingga
terbentuk lah paradigma baru yaitu paradigma Asuhan Kefarmasian atau dikenal
dengan Pharmaceutical Care yang merupakan tanggung jawab seorang apoteker
yang harus dipertimbangkan untuk penerapannya pada Pekerjaan Kefarmasian.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalahnya adalah
Bagaimana tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang lingkup
Pharmaceutical Care.

C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan ini adalah untuk
1. Mengetahui dan memahami tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang
lingkup Pharmaceutical Care.
2. Mengetahui Implementasi Pharmaceutical Care.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi Pharmacetical Care
Pharmaceutical Care adalah Patient Centered Practice yang mana merupakan
praktisi yang bertanggung jawab terhadap kebutuhan terapi obat pasien dan
memegang tanggung jawab terhadap komintmen (Cipole dkk, 1998). Menurut
American Society of Hospital Pharmacist (1993), Asuhan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care) merupakan tanggung jawab langsung apoteker pada
pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencapai
hasil yang ditetapkan yang memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan
kefarmasian tidak hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang
penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak menggunakan
terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute, dan metode pemberian,
pemantauan terapi obat dan pemberian informasi dan konseling pada pasien.
Asuhan kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab farmasis
yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga pasien membaik dan kualitas
hidupnya meningkat (Heppler and Strand, 1990).
Outcome yang dimaksud adalah (Heppler and Strand, 1990):
1. Merawat Penyakit;
2. Menghilangkan atau menurunkan gejala;
3. Menghambat atau memeperlama proses penyakit;
4. Mencegah penyakit atau gejala.

B. Tanggung Jawab Apoteker


Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka pada tahun 1990
badan dunia dibidang kesehatan tersebut mengakui / merekomendasikan /
menetapkan kemampuan untuk disehari tanggung jawab kepada farmasis yang
secara garis besar adalah sebagai berikut (Anonim, 1990) :
1. Memahami prinsip-prinsip jaringan mutu (quality assurance) obat sehingga
dapat mempertanggung jawabkan fungsi dan kontrol.
2. Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan pengawasannya), serta
paham prinsip-prinsip penyediaanya.
3. Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
4. Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan informasi
5. Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien tentang penyakit
ringan (minor illnesses), dan tidak jarang kepada pasien dengan penyakit kronik
yang tlah ditentukan dengan jelas pengobatannya.
6. Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi pelayanan medik
dengan pelayanan farmasi.
Manajeman risiko adalah bagian mendasar dari tanggung jawab apoteker.
Dalam upaya pengendalian risiko, praktek konvensionla farmasi telah berhasil
menurunkan biaya obat tapi belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan
penggunaan obat. Pesatnya perkembangan teknologi faarmasi yang menghasilkan
obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan kemungkinan terjadinya risiko
pada pasien.
Apoteker berasa dalam posisi strategis untuk meminimalkan medication errors,
baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga kesehatan lain maupun dalam proses
pengobatan. Kontribusi yang dimungkinkan dilakukan antaralain dengan
meningkatkan pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan lain, meningkatkan keberlasungan rejimen pengobatan pasien,
peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien dirumah. Data yang
dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya (46%) tingkat keseriusan penyakit
pasien anak, meningakatnya insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-
51%) dan meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat
(effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on medication-error
reporting (Am J Health-Sist Pharm, 2007, vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan dan efektifitas
penggunaan obat. Dengan demikian dalam penjabaran, misi utama apoteker dalam
hal keselamatan pasien adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan
pengobatan yan optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai penelitian yang
menunjukan bahwa kontribusi apoteker dapat menurunkan Medication Errors.
Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan apoteker sebagai penyedia
obat (pelayanan tradisional farmasi), dokter dipercaya terhadap hasil dari
farmakoterapi. Dengan berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan,
prektek asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab terhadap
pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi tersebut.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien meliputi dua aspek
yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek manajemen meliputi pemilihan
perbekalan farmasi, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi, alur
pelayanan,sistem pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek
klinik meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan obat dan
obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat, konseling, monitoring
dan evaluasi.
Kegiatan famasi klinik sangat diperlukan terutama pada pasien yang menerima
pengobatan dengan risiko tinggi. Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan
kesehatan perlu didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi
klinik terbukti memiliki kontribusi besar dalam menurunkan insiden/ kesalahan.
Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada pasien tentang
biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.

C. Fungsi Pharmaceutical Care


Fungsi dari pharmaceutical care adalah (Heppler and strand, 1990):
1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan dengan obat.
2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.
3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan obat.
4. Implementasi dari asuhan kefarmasian di rumah sakit dapat dilakukan pada pasien
rawat jalan melalui informasi, konseling, dan edukasi untuk obat bebas dan obat yang
diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur, buku edukasi, pembuatan buku riwayat
pengobatan pasien, serta jadwal minum obat. Untuk pasien rawat inap melalui informasi
dan konseling pasien masuk/keluar, DIS (Drug Information Service), TDM (Terapeutic
Drug Monitoring), TPN (Total Parenteral Nutrition), Drug-Therapy Monitoring, Drug
Therapy Management, dsb.

D. Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup Pharmaceutical Care


Dalam menjalankan pekerjaannya seorang apoteker dituntut untuk memenuhi
tangung jawabnya sebagai apoteker. Tanggung jawab seorang apoteker meliputi
berbagai aspek salah satunya dalam ruang lingkup pharmaceutical care.
Tanggung jawab apoteker dalam ruang lingkup pharmaceutical care adalah
sebagai berikut:
1. Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu, yang artinya
a. Semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya dalam segala
kondisi;
b. Terapi obat oleh pasien adalah yang paling efektif;
c. Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling aman;
d. Pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi.
2. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan identifikasi, resolusi
dan pencegahan kesalahan terapi obat (drug therapy problems).
3. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk pasien. Praktisi
pharmaceutical care bertanggung jawab untuk memantau kondisi pasien
untuk memastikan bahwa pengobatan mencapai hasil yagn diinginkan.
4. Tanggung jawab ini dipenuhi oleh merawat setiap pasien sebagai individu
dengan cara yang menguntungkan pasien, bahaya meminimalkan, dan jujur,
adil, dan etis.
5. Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab klinis dengan cara
menemukan standar profesionla dan ethical behavior prescribed dalam
filsafat dari Praktik pharmaceutical care.
6. Standar dalam sikap profesional termasuk menyediakan asuhan kefarmasian
dalam specified standard of care, membuat keputusan secara etis, menunjukan
collegiality, kolaborasi, memelihara kompetensi, menerapkan temuan
penelitian mana yang tepat, dan menjadi sensitif terhadap sumber daya yang
terbatas.
7. Ini adalah tanggung jawab perawatan praktisi farmasi untuk menahan rekan
jawab untuk menerapkan standar yang sama kinerja profesional. Keberhasilan
praktek akan tergantung pada hal itu.
8. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus, tidak membuat
kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada pasien. Be fair. Setia.
Mengakui bahwa pasien lah yang menentukan keputusan. Selalu menjaga
privasi pasien.

E. Implementasi Pharmaceutical Care

Pelaksanaan dan tanggung jawab terhadap pharmaceutical care meliputi:

Bertemu dengan Pasien Menetapkan hubungan terapi


Meperoleh Informasi yang Menetapkan siapa pasien anda
relevan dari pasien dengan cara memepelajari alasan
untuk menemui, demografi pasien,
pengobatan dan informasi klinis
Assesment
lainnya.
Membuat keputusan terapi Menetapkan kebutuhan obat
rasional menggunakan pasien yang dijumpai (indikasi,
Pharmacotherapy workup efektifitas, keamanan, kepatuhan),
identifikasi DRP.
Care Plan Menetapkan tujuan terapi
Memilih intervensi yang
tepat untuk : resolusi DRP

Menghargai goal terapi

Mencegah Masalah terapi


obat
Membuat jadwal follow-up Menetapkan jadwal secara tepat
evaluation dan klinis bagi pasien
Menetapkan bukti Evaluasi efektifitas farmakoterapi
klinik/lab pasien outcome
terbaru dan
membandingkan terhadap
tujuan terapi yang
ditetapkan sebagai
efektifitas terapi obat
Menetapkan bukti Evaluasi keamanan farmakoterapi
klinis/lab adverse effect Menetapkan kepatuhan pasien
Follow-up
untuk menetapkan
Evaluation
keamanan terapi obat
Status dokumen klinis dan Membuat keputusan sebagaimana
perubahan dalam yang diatur dalam terapi obat
famakoterapi yang
diperlukan
Menilai pasien untuk DRP Identifikasikan DRP terbaru dan
terbaru penyebabnya
Jadwalkan evaluasi Sediakan perawatan lanjutan
selanjutnya
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa seorang apoteker mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
menjalankan tugasnya di ruang lingkup Pharmaceutical care.

B. Saran
Pada umumnya apoteker sekarang masih kurang peduli dalam memberikan
penyuluhan atau pemahaman terhadap pasien mengenai obat, tata cara
penggunaan dan indikasi obat. Dalam prakteknya, apoteker hanya melayani resep
obat kemudian menyerahkannya kepada pasien, padahal tujuan utama tugas
apoteker bukan hanya itu. Apoteker wajib memberikan pemahaman atau
penyuluhan mengenai obat yang telah apoteker berikan kepada pasiennya. Karena
itulah Apoteker harus memiliki rasa peduli kepada pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Amstrong dkk, 2005, The contribution of community pharmacy to improving


the publics helath, Report 3 : An overview of evidence-base from 1990-2002
and recommendations for action.
2. Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System.
3. Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice : The Clinicians Guide,
2nd Edition.
4. Hepler and Stranf, 1990, Opportunities and Responsibilities in
Pharmaceutical Care.
5. World Health Organitation, 2006, Developing pharmacy practice A focus on
patient care HANDBOOK-2006 EDITION. World Health Organitation.

Anda mungkin juga menyukai