Anda di halaman 1dari 6

KIMIA ANALISIS FARMASI II PENETAPAN KADAR PARACETAMOL, PSEUDOEFEDRIN

DAN DEXTROMETORFAN DALAM TABLET YANG MENGANDUNG PARACETAMOL ,


PSEUDOEFEDRIN, DEXTROMETHORPHAN, CTM DAN GUAIAFENESIN DENGAN
TEKNIK KLT SPEKTROFOTODENSITOMETRI I. Tujuan Praktikum ini dilakukan
bertujuan untuk menetapkan kadar parasetamol, pseudoefedrin, dan
dextrometorfan dalam sediaan tablet yang mengandung parasetamol,
pseudoefedrin, dextromethorphan, CTM, dan guaiafenesin dengan menggunakan
metode KLT spektrofotodensitometri. II. Dasar Teori 2.1 Paracetamol Parasetamol
atau asetaminofen adalah turunan a para-aminophenol memiliki khasiat sebagai
analgesik, antipiretik, dan aktivitas antiradang yang lemah. Parasetamol
merupakan analgesik non-opioid sering dicoba pertama untuk pengobatan gejala
berbagai tipe sakit kepala termasuk migrain dan sakit kepala tipe tensi
(Sweetman, 1982). Description: 200px-Paracetamol-skeletal Struktur Kimia
Paracetamol Pemerian : serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit.
Berat jenis : 1.263 g/cm3 Titik lebur : 169C (336F) Kelarutan : dalam air 1,4
g/100 mL atau 14 mg/mL (20C); larut dalam air medidih, dan dalam NaOH 1 N;
mudah larut dalam etanol, methanol, dimetilformamide, etilendiklorid, aseton,
etil asetat, tidak larut dalam kloroform, praktis tidak larut dalam eter, pentana
dan benzene (Galichet, 2004). Spektrum serapan UV : Larutan asam 245
(A11=668a); larutan alkali 257 nm (A11=715a). Sistem pelarut untuk KLT :
Sistem TARf 95; sistem TBRf 00; sistem TDRf 15; sistem TERf 45; sistem
TFRf 32; sistem TADRf 26; sistem TAERf 77; sistem TAJRf 30; sistem TAK
Rf 05; sistem TALRf 73. Dengan larutan ferri klorida menghasilkan warna
biru, Larutan kalium permanganat dalam larutan asam, positif (Galichet, 2004).
2.3 Dextromethorphan Description: 220px-Dxm Struktur Kimia
Dekstrometorphan Dextromethorphan adalah golongan antitusif yang bekerja
pada pusat batuk di medulla. Senyawa ini merupakan antagonis reseptor NMDA
(N-methyl-d-aspartate). Meskipun memiliki struktur seperti morfin,
dextromethorphan tidak memiliki efek analgesik dan sedikit efek sedatif
(Sweetman, 1982). Rumus molekul : C18H25NO Berat molekul : 271,4 g/mol Titik
lebur : 109 113 0C Pemerian : serbuk hablur, hampir putih sampai agak kuning;
tidak berbau Kelarutan : praktis tidak larut dalam air; mudah larut dalam
kloroform. Sistem Pelarut untuk KLT: Sistem TARf 33; sistem TBRf 42; sistem
TCRf 18; sistem TERf 47; sistem TLRf 06; sistem TAERf 10; sistem TAFRf
42 (Larutan asam iodoplatinate, positif). Spektrum serapan UV : pada larutan
asam 278 nm (A11=70a) dan tidak ada dalam larutan basa. Tabel 1.1 Kelarutan
Berdasarkan Farmakope Pelarut/Preparat Paracetamol Pseudoefedrin
Dekstromethorphan HBr Air 70 bagian 1.6 bagian 60 bagian Etanol(95%) 7
bagian 4 bagian 10 bagian Aseton P 13 bagian - - Gliserol P 40 bagian - -
Propilenglikol P 9 bagian - - Alkali Hidroksida Larut - - Kloroform P - 6 bagian
Mudah larut Eter P - Sedikit larut Praktis tidak larut (Anonim a, 1979) Tabel 1.2
Harga Rf System Harga Rf Parasetamol Pseudoefedrin Dekstromethorpan TA 95
33 33 TB 00 54 42 TC 4 18 TD 15 TE 45 17 47 TF 32 TL 63 06 TAD 26 TAE 77 9 10
TAF 42 TAJ 30 0 TAK 05 1 TAL 73 30 Keterangan : Sistem Fase Gerak
Perbandingan TA Methanol : larutan amonia kuat 100 : 1,5 TB Sikloheksana :
toluen : dietilamin 75 : 15 : 10 TC Kloroform : methanol 90 : 10 TD Kloroform :
aseton 80 : 20 TE Etil asetat : methanol : larutan amonia kuat 85 : 10 : 5 TF Etil
asetat TL Aseton TAD Kloroform : methanol 90 : 10 TAE Methanol TAF Methanol :
n-butanol 60 : 40 (ditambahkan 0,1 mol/L NaBr TAJ Kloroform : etanol 90 : 10 TAK
Kloroform : sikloheksana : asam asetat 4 : 4 : 2 TAL Kloroform : methanol : asam
propionat 72 : 18 : 10 (Moffat, 2005) 2.4 KLT Spektrofotodensitometri
Kromatografi lapis tipis (disingkat KLT) atau dalam bahasa inggris disebut thin
layer chromatography (TLC) merupakan salah satu contoh kromatografi planar
disamping kromatografi kertas. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana
fase diamnya dikemas dalam kolom, maka pada kromatografi lapis tipis (TLC),
fase diamnya adalah berupa lapisan seragam pada permukaan bidang datar
yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium, atau pelat plastik (Gandjar
dan Rohman, 2009). Fase gerak atau pelarut pengembang akan bergerak naik
sepanjang fase diam karena adanya gaya kapilaritas pada sistem
pengembangan menaik (ascending). Pemilihan fase gerak baik untuk TLC
maupun HPTLC didasarkan pada keterpisahan senyawa-senyawa dalam analit
yang didasarkan pada nilai Rf atau hRf (100Rf). Nilai Rf diperoleh dari membagi
jarak pusat kromatografik dari titik awal dengan jarak pergerakan pelarut dari
titik awal. Penghitungan nilai hRf ditunjukkan dengan persamaan dibawah ini.
Fase gerak pada KLT dapat dipilih dari pustaka tetapi lebih sering dengan
mencoba-coba karena waktu yang diperlukan hanya sebentar. Sistem yang
paling sederhana ialah campuran 2 pelarut organik karena daya elusi campuran
kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan
dapat terjadi secara optimal. Berikut ini beberapa petunjuk dalam memilih dan
mengoptimasi fase gerak: fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat
tinggi karena KLT merupakan teknik sensitif; daya elusi harus diatur sedemikian
rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8; polaritas fase gerak dapat
mempengaruhi kecepatan migrasi solut dan penentuan harga Rf; untuk
campuran ionik dan polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase
geraknya dengan perbandingan tertentu (Gandjar dan Rohman, 2009). KLT
digunakan secara luas untuk analisis solut-solut organik terutama dalam bidang
biokimia, farmasi, klinik dan forensik, baik untuk analisis kualitatif dengan cara
membandingkan nilai Rf solut dengan nilai Rf senyawa baku atau untuk analisis
kualitatif. Penggunaan KLT dapat berupa analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Pada analisis kualitatif, KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi senyawa baku.
Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Dua
senyawa dikatakan identik jika mempunyai nilai Rf yang sama jika diukur pada
kondisi KLT yang sama. Untuk meyakinkan identifikasi dapat dilakukan dengan
menggunakan lebih dari 1 fase gerak dan jenis pereaksi semprot (Gandjar dan
Rohman, 2009). Untuk analisis kuantitatif pada KLT dapat digunakan dua cara.
Pertama, bercak pada plat KLT diukur langsung pada lempeng dengan
menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometri. Cara kedua adalah
dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam
bercak tersebut dengan metode analisis yang lain, misalkan dengan metode
spektrofotometri (Gandjar dan Rohman, 2009). Analisis kuantitatif dari suatu
senyawa yang telah dipisahkan dengan KLT biasanya dilakukan dengan
densitometer langsung pada lempeng KLT (atau secara in situ). Densitometer
dapat bekerja secara serapan atau flouresensi, dimana kebanyakan densitometer
mempunyai sumber cahaya yang diarahkan menuju monokromator (untuk
memilih rentang panjang gelombang yang cocok antara 200-800), sistem untuk
memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan rekorder (Gandjar dan
Rohman, 2009). Densitometer dapat bekerja secara serapan atau flouresensi.
Kebanyakan densitometer mempunyai sumber cahaya monokromator (rentang
panjang gelombang 190 s/d 800 nm) untuk memilih panjang gelombang yang
cocok, sistem untuk memfokuskan sinar pada lempeng, pengganda foton, dan
rekorder (Gandjar dan Rohman, 2009). Penggunaan monokromator lebih
menguntungkan karena memudahkan pengubahan panjang gelombang dan
menghasilkan berkas sinar dengan sedikit panjang gelombang. Jenis sumber
cahaya tergantung pada panjang gelombang cahaya yang digunakan, yaitu:
lampu hidrogen, raksa atau, ksenon untuk pengukuran sinar UV dan lampu
wolfram untuk panjang gelombang sinar tampak (Munson, 1991). Output
detektor dikonversikan menjadi signal dan diamplifikasi. Sebagai tambahan
untuk scanning instrumen densitometer dilengkapi dengan digital konverter, dan
data akan diproses secara digitalisasi oleh komputer. Analis dapat bekerja
dengan densitometri pada jangkauan panjang gelombang 190 s/d 800 nm.
Terjadinya penyimpangan baseline yang disebabkan oleh variasi ketebalan dan
ketidakseragaman lapisan pada densitometer sangat kecil dan level signalnya
relatif tinggi. Analisis kuantitatif dari suatu senyawa yang telah dipisahkan
dengan TLC biasanya dilakukan dengan densitometer langsung pada lempeng
TLC (atau secara in situ) (Gandjar dan Rohman, 2009). Gambar 1. Skema
instrumen spektrofotodensitometer Keterangan: L (light); SL (slit); MC
(monokromator); PM (photomultiplier); FF (filter fluorescens); P (plat); SCS
(sistem for circular scanning). Prinsip kerja spektrofotodensitometri berdasarkan
interaksi antara radiasi elektromagnetik dari sinar UV-Vis dengan analit yang
merupakan noda pada plat. Radiasi elektromagnetik yang datang pada plat
diabsorpsi oleh analit, ditransmisi atau diteruskan jika plat yang digunakan
transparan. Radiasi elektromagnetik yang diabsorpsi oleh analit atau indikator
plat dapat diemisikan berupa flouresensi dan fosforesensi (Sherma and Fried
1994). Sumber radiasi pada spektrodensitometri ada tiga macam tergantung
pada rentang panjang gelombang dan prinsip penentuan. Lampu deuterium
dipakai untuk pengukuran pada daerah ultraviolet (190-400 nm) dan lampu
tungsten digunakan untuk pengukuran pada daerah sinar tampak (400-800 nm)
sedangkan untuk penetuan secara fluoresensi digunakan lampu busur merkuri
bertekanan tinggi (Deinstrop, 2007). Gambar 2. Komponen
spektrofotodensitometer Untuk penentuan kadar, yang ditetapkan adalah
absorpsi maksimum kurva absorpsi. Jika absorpsi ini untuk penentuan kadar
adalah sangat rendah atau senyawa mula-mula mengabsorpsi di bawah 220 nm,
maka seringkali senyawa diubah dulu menjadi suatu zat warna melalui reaksi
kimia, dan absorpsi ditentukan dalam daerah sinar tampak (kolorimetri).
Walaupun pada semua penentuan kadar absorpsi yang diukur, penyelesaian
percobaannnya sangat berbeda. Berikut ini adalah contoh penyelesaiannya : a.
Menggunakan Hukum Lambert Beer A = c d A adalah daya serap, adalah
daya serap molar (dalam mole cm-1), c adalah kadar (dalam mole liter-1) dan d
adalah panjang jalur (dalam cm). Persamaan di atas berlaku menyeluruh sebagai
dasar pokok analisis kuantitatif dengan spektroskopi serapan. Suatu cara
sederhana untuk mengkuantitasi suatu bahan penyerap ialah dengan mengukur
daya serapnya pada panjang gelombang tertentu dan menyubstitusikan A, dan
d ke persamaan di atas untuk mendapatkan c (Munson, 1991). b. Menggunakan
Kurva Kalibrasi. Bila tidak diketahui dan terokan murni analit tersedia, kurva
kalibrasi dapat dibuat (daya serap terhadap kadar). Lereng kurva tersebut
adalah d dan bila d diketahui maka dapat dihitung. Terokan tunggal yang
diketahui kadarnya dapat digunakan untuk menentukan , tetapi hal ini kurang
handal daripada penggunaan lereng kurva kalibrasi. Selain itu kadar terokan
yang tak diketahui dapat dibaca langsung dari kurva kalibrasi dengan mencari
daya serap yang tak diketahui pada kurva dan menarik garis tegak lurus ke
bawah pada sumbu kadar. Metode ini sangat bermanfaat terutama jika nyata
terlihat adanya penyimpangan terhadap hukum Beer (ketaklurusan) (Munson,
1991). 2.5 Metode Baku Dalam Dalam metoda ini kita menambahkan ke dalam
sampel sejumlah tertentu (jumlah yang diketahui) zat standar (Baku Dalam).
Kromatogram yang diperoleh dibandingkan dengan kromatogram sampel atau
campuran senyawa dalam sampel. Metoda ini mempunyai keuntungan dibanding
dengan metoda baku luar karena dapat mengkompensasi variasi volume injeksi
dan juga untuk perubahan yang kecil dari sensitivitas detektor atau perubahan
kromatografi yang bisa terjadi. Karena kita tidak perlu menginjeksi dalam jumlah
yang sama setiap waktu, maka metoda ini biasanya mempunyai presisi yang
lebih baik dari pada menggunakan baku luar. Dari kromatogram standar dapat
dihitung respons faktor relatif sebagai berikut : C/A r = ------ Cs/As r = respons
faktor relatif C = Konsentrasi Kornponen Sampel A = Lebar atau Tinggi Puncak
Komponen Sampel Cs = Konsentrasi Baku Dalam As = Lebar atau Tinggi Baku
Dalam Di dalam campuran sampel digunakan rumus berikut : Cs Cu = Aux r x
----- As Cu = Konsentrasi komponen sampel Au = Lebar atau Tinggi Puncak Cs =
Konsentrasi Baku Dalam As = Lebar atau Tinggi Puncak Baku Dalam (Effendy,
2004) Pendekatan lain adalah mengkoreksi setiap lebar puncak pada campuran
yang diketahui dengan mengalikannya dengan respons faktor relatif. Hal ini
menghasilkan lebar puncak yang diperoleh dengan respons detektor yang sama
untuk setiap komponen. Komposisi dari campuran kemudian diperoleh dengan
normalisasi lebar Puncak yang telah dikoreksi. Untuk bekerja dengan metoda ini
sekali lagi kita harus yakin bahwa kita telah melihat semua komponen di dalam
campuran sebagai sebagai Puncak-puncak yang terpisah pada kromatogram
(Effendy, 2004). Internal standar adalah senyawa yang telah diketahui kadarnya
dengan pasti, berbeda dengan analit namun memiliki sifat yang hampir mirip.
Respon dari analit dibandingkan dengan respon dari internal standar untuk
menentukan konsentrasi analit. Internal standar digunakan ketika jumlah sampel
yang dianalisis bervariasi atau adanya variasi respon instrument dari satu tahap
ke tahap berikutnya yang sulit dikontrol. Juga digunakan ketika kehilangan
sampel tidak bisa dihindarkan pada saat preparasi sampel dalam analisis. Jika
kita menginjeksikan atau memipet sejumlah kecil volume, variasi yang terjadi
dari satu pengambilan ke pengambilan berikutnya dapat menimbulkan kesalahan
relatif yang cukup besar. Internal standar digunakan untuk mereduksi variasi
serta meningkatkan presisi ( mengecilkan nilai standar deviasi ) (Effendy, 2004).
III. Alat dan Bahan 3. 1 Alat Timbangan elektrik Mortar dan stamper Kertas
saring Vial Pengocok horizontal Labu ukur Labu erlenmeyer Gelas beaker
Pipet ukur Micro syringe Chamber pengembangan Seperangkat alat
spektrofotodensitometer Oven 3.2 Bahan Tablet Bodrex Migra Serbuk
Parasetamol baku Serbuk Kafein baku Serbuk Dekstrometorfan Baku Metanol
Proanalisis Metanol teknis Akuades TLC aluminium sheets silica gel 60 F 254
ukuran10 x 10 cm IV. Prosedur Kerja 4.1 Pembuatan Larutan Induk a) Larutan
Baku Induk Parasetamol (1 mg/mL) Ditimbang dengan seksama 10 mg serbuk
parasetamol baku. Serbuk dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ke dalamnya
ditambahkan 5 mL metanol P, kocok secara mekanik. Ditambahkan metanol P
sampai tanda batas, homogenkan. b) Larutan Baku Induk Kafein(1 mg/mL)
Ditimbang dengan seksama 10 mg serbuk kafein baku. Serbuk dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL, ke dalamnya ditambahkan 5 mL metanol P, kocok secara
mekanik. Ditambahkan metanol P sampai tanda batas, homogenkan. c) Larutan
Baku Induk Dekstrometorfan (1 mg/mL) Ditimbang dengan seksama 10 mg
serbuk dekstrometorfan baku. Serbuk dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, ke
dalamnya ditambahkan 5 mL metanol P, kocok secara mekanik. Ditambahkan
metanol P sampai tanda batas, homogenkan. 4.2 Pembuatan Larutan Baku
Pembanding a) Standar Internal Dekstrometorfan (konsentrasi awal 1 mg/mL)
Dibuat standar internal dekstrometorfan yang memiliki kadar akhir analisis
sebesar 1000 ng, yang ada di dalam 10 L (1 totolan), maka: 1000 ng/ 10 L
100 ng/L 100 g/mL Sehingga jika dalam 5 mL larutan akan terkandung 500
g dekstrometorfan. Maka dari stok larutan standar yang sudah ada (konsentrasi
1 mg/mL) volume larutan yang diambil adalah : V1. C1 = V2. M2 1 mL . 100
g/mL = X . 1 mg/mL 100 g = 1 mg/mL . X X = = 0,1 mL = 100 L b) Baku
pembanding parasetamol (konsentrasi awal 1 mg/mL) Larutan baku pembanding
parasetamol ini dibuat dalam 5 konsentrasi, yaitu 350 ng/10 L; 700 ng/10 L;
1400 ng/10 L; 2800 ng/10L; dan 5600 ng/10 L dengan kesetaraan 350 ng/10
L = 35 g/mL. Sehingga dalam 1 ml larutan akan terkandung 35 g
parasetamol. Maka volume larutan baku induk yang diambil adalah: V1. C1 = V2.
C2 1 mL . 35 g/mL = X . 1 mg/mL 35 g = 1 mg/mL . X X = X = 0,035 mL X =
35 L Dengan cara yang sama diperoleh : Seri larutan Jumlah parasetamol yang
dipipet dari larutan baku parasetamol (L) Konsentrasi yang dibuat (g/mL)
Jumlah yang ditotol (ng) 1 35 35 350 2 70 70 700 3 140 140 1400 4 280 280
2800 5 560 560 5600 c) Baku pembanding kafein (konsentrasi awal 1,0 g/L)
Larutan baku pembanding kafein ini dibuat dalam 5 konsentrasi, yaitu 50 ng/10
L; 100 ng/10 L; 200 ng/10 L; 400 ng/10L; dan 800 ng/10 L serta dengan
kesetaraan 50 ng/ 10 L = 5 g/mL. Sehingga jika dalam 1 mL larutan akan
terkandung 5 g kafein maka volume larutan baku induk yang diambil adalah
sebagai berikut: V1. M1 = V2. M2 1 mL . 5 g/mL = X . 1 mg/mL X = = 0,005 mL
= 5 L Dengan cara yang sama diperoleh : Seri larutan Jumlah kafein yang
dipipet dari larutan baku kafein (L) Konsentrasi yang dibuat (g/mL) Jumlah
yang ditotol (ng) 1 5 5 50 2 10 10 100 3 20 20 200 4 40 40 400 5 80 80 800
Secara keseluruhan, volume Dekstrometorfan, Parasetamol, dan Kafein yang
dipipet dari larutan baku untuk membuat seri larutan standar: Seri Larutan
Parasetamol (L) Kafein (L) Dextrometorphan (L) 1 35 5 100 2 70 10 100 3 140
20 100 4 280 40 100 5 560 80 100 4.3 Preparasi Sampel a) Pembuatan Larutan
Uji Menurut Farmakope Indonesia edisi IV Timbang dan serbukkan tidak kurang
dari 20 tablet. Timbang seksama, sejumlah serbuk tablet setara dengan lebih
kurang 100 mg paracetamol, masukkan ke dalam labu ukur 200 mL. Tambahkan
lebih kurang 100 mL fase gerak kocok selama 10 menit encerkan dengan fase
gerak sampai tanda. Saring larutan melalui penyaringan dengan porositas 0,5
pm atau lebih halus, buang 10 mL filtrat sebagai larutan uji. b) Pembuatan
Larutan Sampel dalam Praktikum Sebanyak 3 tablet Bodrex Migra ditimbang dan
digerus hingga halus. Kemudian ditimbang sejumlah serbuk tablet yang setara
dengan 70 mg paracetamol dan 1 mg kafein, dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL. Lalu ditambahkan metanol hingga tanda batas, digojog selama 5 menit.
Setelah itu, dari larutan tersebut diambil 1 mL dan dimasukkan ke dalam labu
ukur 5 mL. Ditambahkan 0,5 mL internal standar dextrometorphan (konsentrasi 1
mg/mL). Kemudian ditambahkan metanol hingga tanda batas, digojog selama 5
menit, dan disaring. Filtrat ditampung. Perhitungan : Berat 3 tablet Bodrex
Migra : Sampel 1 : 2,2785 gr Sampel 2 : 2,2770 gr Sampel 3 : 2,2920 gr
Kandungan tablet : 350 paracetamol 50 mg kafein Berat serbuk yang
mengandung 70 mg parasetamol Kandungan parasetamol : x berat serbuk = 70
mg Massa serbuk sampel 1 = = = 0,1519 gr Dengan cara yang sama diperoleh
berat serbuk pada sampel 2 dan 3 adalah sebesar 0,1518 gr dan 0,1528 gr Berat
serbuk yang mengandung 10 mg kafein Kandungan kafein : x berat serbuk = 10
mg Karena diasumsikan berat serbuk yang setara dengan 70 mg paracetamol
telah mengandung 10 mg kafein sehingga penimbangan hanya dilakukan sekali.
Kadar dextrometorphan, paracetamol, dan kafein dalam larutan sampel adalah
sebagai berikut : a. Dextrometorfan Vpengenceran. Cpengenceran = Vsampel.
Csampel Here is a US $4.00 coupon: https://goo.gl/efW8Ef

Here is a US $4.00 coupon: https://goo.gl/efW8Ef

Anda mungkin juga menyukai