Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PUASA

MATA KULIAH

ASWAJAH

Disusun oleh :

Ferren Oktavena Faisal (6130015018)


Wahyu Firmansyah (6130015035)

Dosen :

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2016
A. Pengertian Puasa
Saumu (puasa), menurut bahasa Arab adalah menahan dari segala
sesuatu, seperti menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak
bermanfaat dan sebagainya. Menurut istilah agama islam yaitu menahan diri dari
sesuatu yang membatalkannya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari
dengan niat dan beberapa syarat.
Firman Allah Swt yang artinya :
Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. (Al-Baqarah:187)
Sabda Rasulullah Saw:
Dari ibnu Umar, Ia berkata, saya telah mendengar nabi besar Saw.
Bersabda, Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam,
maka sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa.
(Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dan juga dalam firman Allah Swt yang artinya :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
(yaitu) dalam beberapa hari tertentu. (Al-Baqarah:183-184) .
Puasa adalah meninggalkan makanan, minuman, pernikahan dan
pembicaraan (Ibnu Manzur, 1968).
Pengertian menurut etimologi pada dasarnya menunjukkan bahwa puasa
memiliki makna menahan, meninggalkan dan menjauhkan.
Puasa adalah terjemahan dari Ash-Shiyam. Menurut istilah bahasa berarti
menahan diri dari sesuatu dalam pengertian tidak terbatas. Arti ini sesuai dengan
firman Allah dalam surat Maryam ayat 26:
..
sesungguhnya aku bernazar shaum ( bernazar menahan diri dan berbiacara ).
Saumu (puasa), menurut bahasa Arab adalah menahan dari segala
sesuatu, seperti makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat
dan sebagainya.
Menurut istilah agama Islam yaitu menahan diri dari sesuatu yang
membatalkannya, satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari dengan niat dan beberapa syarat.[2]
Menahan diri dari berbicara dahulu disyariatkan dalam agama Bani Israil.
Menurut Syara (istilah agama Islam) arti puasa adalah sebagaimana tersebut
dalam kitab Subulus Salam. Yaitu :
. . . . .
. .
Menahan diri dari makan, minum, jima (hubungan seksual) dan lain-lain yang
diperintahkan sepanjang hari menurut cara yang disyariatkan, dan disertai pula
menahan diri dari perkataan sia-sia, perkataan yang diharamkan pada waktu-
waktu tertentu dan menurut syarat-syarat yang ditetapkan.

B. Dasar hukum pelaksanaannya


Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam yang diwajibkan
kepada tiap mukmin. Sebagai dalil atau dasar yang menyatakan bahwa puasa
Ramadhan itu ibadat yang diwajibkan Allah kepada tiap mukmin, umat
Muhammad Saw., ialah:
a. Firman Allah Swt., :
..
. .
Artinya : Wahai mereka yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa
(Ramadhan) sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang yang sebelum kamu,
agar kamu bertaqwa. (QS. Al-Baqarah-183).
b. Sabda Nabi Saw., :

.
. . . :
.
Didirikan Islam atas lima sendi: mengakui bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa Ramadhan dan naik haji
ke Baitullah. (H.R Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).
Berdasarkan ketetapan Alquran, ketetapan hadis tersebut, puasa
diwajibkan atas umat Islam sebagaimana diwajibkan atas umat yang terdahulu.
Ayat itu menerangkan bahwa orang yang berada di tempat dalam keadaan sehat,
di waktu bulan Ramadhan, wajib dia berpuasa. Seluruh Ulama Islam sepakat
menetapkan bahwasanya puasa, salah satu rukun Islam yang lima, karena itu
puasa di bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan.
Yang diwajibkan berpuasa itu adalah orang yang beriman (muslim) baik
laki-laki maupun perempuan (untuk perempuan suci dari haid dan nifas), berakal,
baligh (dewasa), tidak dalam musafir (perjalanan) dan sanggup berpuasa.
Orang yang tidak beriman ada pula yang mengerjakan puasa sekarang
dalam rangka terapi pengobatan. Meskipun mereka tidak beriman namun mereka
mendapat manfaat juga dari puasanya yaitu manfaat jasmaniah.
Kecuali itu dalam ilmu kesehatan ada orang yang berpuasa untuk
kesehatan. Walaupun orang ini berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan ajaran
Islam, namun mereka puasanya tanpa niat ibadah kepada Allah yaitu dengan niat
berpuasa esok hari karena Allah dan mengharapkan ridho-Nya, maka puasanya
adalah puasa sekuler. Orang ini mendapat manfaat jasmaniah, tetapi tidak
mendapat manfaat rohaniah.
Dasar hukum di syariatkannya ibadah puasa adalah, berdasarkan Al-
Qur'an, hadits dan ijma' ulama'. Dasar hukum dari Al-Qur'an sebagaimana yang
arti:
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (Al-Baqarah :
183)
Sedangkan dalam hadis sebagaimana yang artiny:
Dari Ibnu Umar Radhiyallaahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: Islam di tegakan diatas lima perkara, bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah,
Mendirikan Shalat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitullah dan
berpuasa di bulan Ramadhan. (HR Bukhari-Muslim).

Puasa Ramadhan lamanya sebulan yaitu 29 atau 30 hari, yang dimulai


setiap harinya sejak terbit pagi hingga terbenam matahari.
Puasa Ramadhan dimulai dengan salah satu sebab sebagai berikut :
1. Melihat bulan Ramadhan setelah terbenam matahari pada tanggal 29
(akhir) Syaban.
2. Penetapan Hakim Syari akan awal bulan Ramadhan berdasarkan
keterangan saksi, sekurang-kurangnya seorang laki-laki, bahwa ia melihat
bulan.
3. Penetapan awal bulan Ramadhan dengan perhitungan ahli hisab
(perhitungan) ; a. Apabila bulan tidak terlihat, maka bulan Syaban
disempurnakan 30 hari. ; b. Keterangan orang yang dapat dipercaya
kebenarannya oleh penerima berita, bahwa ia melihat bulan Ramadhan.
4. Dengan hisab sebagaimana firman Allah. Swt. :
. . . .

. .
Artinya: Allah yang telah menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya serta diaturnya tempat perjalanan, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan hitungan (hisabnya). Tuhan tidak menjadikan semuanya itu kecuali
dengan pasti. Tuhan menerangkan segalanya (tandaan) dengan ayat-ayat-Nya
bagi semua orang yang berpengatahuan. (QS. Yunus-5).
Sabda Rasulullah Saw. :

. :.
. .
Artinya: Dari Umar ra., Rasulullah Saw., bersabda : Apabila kamu
melihat bulan Ramadhan, hendaklah berpuasa dan apabila kamu melihat bulan
Syawal hendaklah kamu berbuka. Maka jika tidak tampak olehmu, maka
hendaklah kamu perhitungkanlah jumlahnya hari dalam satu bulan. (HR.
Bukhari, Muslim, Nasai dan Ibnu Majah).

C. Syarat syarat puasa


a. Syarat Wajib Puasa :
Beragama islam,
Baligh dan berakal,
Suci dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita),
Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan
bukan yang sudah tua.

b. Rukun Puasa :
Rukun puasa ada tiga, dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan
menahan diri (imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu
lainnya masih diperselisihkan yaitu niat.
Waktu
Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan
Ramadhan, dan Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan
puasa yaitu waktu-waktu siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu
malamnya.
Menahan diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq
hingga terbenam matahari.

D. Hal-Hal yang membatalkan puasa


Memasukkan sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
Muntah dengan sengaja.
Haid dan Nifas.
Jima pada siang hari dengan sengaja.
Gila walau sebentar.
Mabuk atau pinsan sepanjang hari.
Murtad.
Disamping itu, ada keringanan yang diberikan oleh islam kepada umat muslim
untuk tidak berpuasa, yakni mencakup dua golongan :
Beleh meninggalkan puasa tetapi wajib mengqadha. Yang termasuk dalam
golongan ini yaitu :
a) Orang yang sedang sakit dan
b) sakitnya akan memberikan mudharat baginya apabila mengerjakan
puasa.Orang yang berpergian jauh atau musafir sediktnya sejauh 81 KM.
c) Orang yang hamil dan di khawatirkan akan mudharat baginya dan
kandungannya.
d) Orang yang sedang menyusui anak yang dapat
mengkhawatirkan/memudharatkan baginya dan anaknya.
e) Orang yang sedang haid, melahirkan atau nifas.

E. MACAM-MACAM PUASA DARI SEGI HUKUM


Ulama madzhab Maliki, Syafii dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu
terbagi menjadi empat macam, yaitu :
1. Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
2. Puasa sunnah (mandub)
3. Puasa makruh
4. Puasa haram

1. Yang Pertama Ialah Puasa Wajib (Fardhu)


Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan. Telah kita
ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara
tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada dan demikian pula yang
dikerjakan secara qadha. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan
puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam
madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa
yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib
bukan puasa fardhu.
a. Puasa ramadhan dan dalil dasarnya
Puasa ramadhan adalah fardhu ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu
berpuasa. Puasa ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 syaban satu
setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban
puasa ramadhan ialah Al-quran, hadits dan ijma. Dalil dari Al-quran iala firma
Allah swt :

Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan


ramdhan, yang didlamanya diturunkan (permulaan) Al-quran.(Al-baqarah 185)

2. Yang kedua ialah puasa sunnah (mandub)


Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan
apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.
Berikut contoh-contoh puasa sunnat:
- Puasa hari Tasua asyura hari-hari putih dan sebagainya

Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih
utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.
- Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu
disebut hari arafah. Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang
melaksanakan ibadah haji.
- Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam
melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak
ada keraguan lagi.
- Puasa 6 hari di bulan syawal
Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan
tanpa syarat-syarat
- Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak
berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu
macam puasa sunnah yang lebih utama.
- Puasa bulan rajab, syaban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan syaban menurut kesepakatan tiga
kalangan imam-imam madzhab. Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang
tiga berturut-turut yakni: Dzulqadah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu
sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang
disunnahkan .

3. Yang Ketiga Ialah Puasa Makruh


Puasa hari jumat secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari
perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau
sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu
dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab
syafiI mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara
mutlaq.

4. Yang keempat ialah puasa haram


Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada
saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak
berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan
hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya
ialah :
- Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya
kurban (idul adha)
- Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat
tentang hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)
- Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa
sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan
izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak
memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram,
atau sedang beritikaf.

F. Halangan puasa
Beberapa uzur (halangan) yang membolehkan berbuka (tidak berpuasa)

1. Sakit dan menderita kepayahan yang sangat.


Beberapa uzur atau halangan yang membolehkan orang yang
berpuasa, berbuka atau membatalkan puasanya diantaranya ialah sakit.
Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia merasa khawatir
bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat
kesembuhannya, atau ia malah menderita kepayahan yang sangat jika
berpuasa maka ia diperbolehkan berbuka.
2. Khawatirnya wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila
berpuasa.
Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa khawatir
ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak akan menimpa pada diri
mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja, atau pada
anak mereka saja, maka mereka diperbolehkan tidak
berpuasa(berbuka).
3. Berbuka sebab bepergian
Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian
dengan syarat bepergiannya itu dalam jarak yang jauh yang
membolehkan shalat qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan dengan
syarat hendaknya ia telah mulai pergi sebelum terbit fajar, yaitu
sekiranya ia bisa sampai di tempat dimana ia memulai meng-qashar
shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu yang
membolehlkan meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.
4. Puasa wanita yang sedang haidh dan nifas
Apanila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau haidh, atau
nifas, maka wajiblah berbuka dan haramlah baginya berpuassa. Jikalau
ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya adalah batal dan dalam
hal ini ia berkewajiban meng-qadha.
5. Orang yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.
Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang dengan
kedua-duanya itu seorang seseorang tidak kuat berpuasa, maka bagi
orang yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan ia berkewajiban
meng-qadha.
6. Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan puasa
pada seluruh masa dalam setahun, ia boleh berbuka, artinya ia boleh
tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban membayar fidyah,
yaitu memberi makan orang miskin.
7. Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha. Sebab
sudah tidak mampu melakukan puasa.
8. Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.
Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun
hanya sekejap mata, maka ia tidak berkewajiban berpuasa dan
puasanya tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha puasanya itu
dijelaskan oleh imam syafiI sebagai berikut: bila ia sengaja dengan
penyakit gilanya misalnya di malam harinya secara sengaja memakan
sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan akalnya, maka ia
berkewajiban meng-qadha hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia
tidak bersengaja gila, maka ia tidak berkewajiban meng-qadha.

G. Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa


Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:
1. Bersegera untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam.
Dan berbuka itu dilakukan sebelum shalat. Dan disunnahkan
berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma kering, atau manisan
atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau
lebih.
2. Berdoa setelah berbuka dengan doa yang telah diajarkan oleh
Nabi SAW.
3. Makan sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun
hanya seteguk air. Seperti sabda Nabi SAW yang menjelaskan
tentang makan sahur itu adalah berkah.
4. Mencegah lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan
mencegah lisan dari hal yang haram seperti menggunjing (ghibah)
dan adu domba, maka hal itu adalah wajib setiap saat, dan hal itu
lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.
5. Memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara,
kaum fakir dan miskin.
6. Menyibukkan diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Quran,
berzikir, membaca shalawat atas Nabi SAW. Bilamana ada
kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.
7. Beritikaf.

H. Meng-qadha puasa Ramadhan


Barang siapa berkewajiban meng-qadha puasa Ramadhan karena
membatalkannya secara sengaja, atau karena suatu sebab dari beberapa sebab
terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha sebagai pengganti hari-hari yang ia
batalkan dan ia qadha pada masa yang diperbolehkan melakukan puasa sunnah.
Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha puasa Ramadhan pada hari-hari yang
dilarang berpuasa padanya. Seperti hari raya, baik idul fitri maupun idul adha.
Juga tidak dianggap mencukupi pada hari-hari yang memang ditentukan untuk
berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan yang sedang tiba waktunya, hari-hari
nazar yang ditentukan, misalnya ia bernazar akan berpuasa sepuluh hari diawal
bulan bulan Dzulqodah. Jadi meng-qadha puasa ramadhan pada hari-hari itu
tidak bisa dinilai mencukupi. Sebab telah ditentukan untuk nazar. Demikianlah
menurut kalangan ulama Malikiyah dan Syafiiyyah.

Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha pada bulan Ramadhan
yang sedang tiba saatnya. Sebab bulan tersebut ditentukan untuk menunaikan
kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa untuk dibuat melakukan puasa
selainnya. Melakukan puasa qadha dianggap sah pada hari syak, karena pada hari
itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha ialah dengan
cara mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau
tanggal bulan. Jadi kalau seseorang meninggalkan puasa selama 30 hari atau
sebulan penuh, maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30 hari juga. Jika
dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus menambah 1 hari
lagi.

Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha puasa disunnahkan untuk


segera meng-qadha puasanya. Disunnahkan juga agar dilakukan secara berturut-
turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban juga meng-qadha secara segera
apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera tiba. Barang siapa mengundur-
undur qadha hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia berkewajiban
membayar fidyah sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha. Yang dimaksud
fidyah ialah memberi makanan orang miskin untuk setiap hari dari hari-hari
qadha. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan kepada orang miskin dalam
kifarat.

- Cara mengeluarkan fidyah

Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan yang disedekahkan
kepada fakir miskin mewakilli satu hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya.
Makanan asasi masyarakat Malaysia adalah beras, maka wajib menyedekahkan
secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili sehari puasa. Ukuran secupak
beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya sipulan telah
meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya
sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman Allah yang bermaksud :
(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa
di antara kamu Yang sakit, atau Dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian
wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang dibuka) itu pada hari-hari Yang lain; dan
wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya)
membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin. maka sesiapa Yang Dengan
sukarela memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan itu, maka itu
adalah suatu kebaikan baginya; dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik
bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau kamu mengetahui. (Al-Baqarah :
184)

Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang
tidak boleh berpuasa lagi. Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan
(rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh berpuasa dengan cara membayar
Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang fakir miskin. Begitu juga
kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan puasanya
sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu mereka
dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan secupak beras kepada fakir
miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun selagi
mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.

I. Hikmah puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap
individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani. Terhadap ruhani, puasa
juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa
nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan
dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering
di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan
memperbanyak shadaqah. Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi
kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit
bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan
makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan
kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada
soal kadar makan-minumnya. Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah
berjuang seharian sacara umum:
1. Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga
puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun,
waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita
berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca quran kita lakukan sesuai
waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan
sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang
dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah
amal-amal ibadah, dan amal-amal sunat.
3. Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan
pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.
4. Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
5. Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam
kehidupan.
6. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai
nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang
ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah,
membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah,
sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa
hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7. Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap
perbuatan, terutama yang mengandung dosa.
8. Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan
dan rintangan.
9. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan
sederhana.
10. Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita,
atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.

J. Manfaat puasa untuk kesehatan


Kesehatan merupakan nikmat yang tidak dapat dinilai dengan harta benda.
Untuk menjaga kesehatan, tubuh perlu diberikan kesempatan untuk istirahat.
Puasa, yang mensyaratkan untuk tidak makan, minum, dan melakukan perbuatan-
perbuatan lain yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar hingga terbenamnya
matahari sangat bermanfaat untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohani.
Puasa dapat mencegah penyakit yang timbul karena pola makan yang
berlebihan. Makanan yang berlebihan gizi belum tentu baik untuk kesehatan
seseorang. Kelebihan gizi atau overnutrisi mengakibatkan kegemukan yang dapat
menimbulkan penyakit degeneratif seperti kolesterol dan trigliserida tinggi,
jantung koroner, kencing manis (diabetes mellitus), dan lain-lain.
Pengaruh mekanisme puasa terhadap kesehatan jasmani meliputi berbagai
aspek kesehatan, diantaranya yaitu :
1. Memberikan kesempatan bagi alat pencernaan untuk beristirahat.
2. Membebaskan tubuh dari racun, kotoran, dan ampas yang merusak
kesehatan.
3. Memblokir makanan untuk bakteri, virus, dan sel kanker sehingga kuman-
kuman tersebut tidak bisa bertahan hidup.
4. Menambah jumlah sel darah putih dan meningkatkan daya tahan tubuh.
Pada minggu pertama puasa belum ditemukan pertumbuhan sel darah
putih. Namun, mulai hari ketujuh (minggu kedua), penambahan sel darah
putih pesat sekali. Darah putih merupakan unsur utama dalam sistem
pertahanan tubuh.
5. Menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh.
6. Memperbaiki fungsi hormon yang diperlukan dalam berbagai proses
fisiologis dan biokimia tubuh. Hormon dikeluarkan oleh kelenjar endokrin
dan hipofisis sebagai reaksi tubuh terhadap berbagai tekanan dan stres
lingkungan. Kekurangan atau kelebihan produksi hormon tertentu akan
berdampak buruk pada kesehatan tubuh. Misal ketika mengalami stres,
hormon insulin dan adrenalin yang mengatur waktu lapar terganggu
sehingga nafsu makan hilang atau bahkan datang lebih cepat. Kekurangan
produksi hormon insulin berakibat munculnya penyakit diabetes,
sedangkan bila berlebihan tubuh akan menderita hiperglikemia. Pada saat
puasa orang akan bersabar dan berusaha menahan amarah dan senantiasa
pasrah pada Tuhan. Hal itu akan membuat fungsi hormon berjalan normal
sehingga irama hidup lebih harmonis.
7. Meremajakan sel-sel tubuh. Ketika kita berpuasa, organ tubuh berada pada
posisi rileks, sehingga mempunyai kesempatan untuk memperbarui sel-
selnya.
8. Meningkatkan fungsi organ tubuh. Puasa akan memberikan rangsangan
terhadap seluruh sel, jaringan, dan organ tubuh. Efek rangsangan ini akan
menghasilkan, memulihkan, dan meningkatkan fungsi organ sesuai fungsi
fisiologisnya, misalnya panca indra menjadi lebih tajam.
9. Puasa meningkatkan fungsi organ reproduksi. Hal ini terkait dengan
peremajaan sel-sel yang berpengaruh pada sel-sel urogenitalis dan alat-alat
reproduksi lainnya. Hormon yang berkaitan dengan masalah perilaku
seksual tidak hanya dihasilkan oleh organ indung telur (estrogen) dan
testis (testosteron), tetapi juga oleh kelenjar hipofisis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Al-Hafidz Imam Ibnu Hajar Al-Asqalany, Bulughul Maram Min Adillatil
Ahkaam (Ebook)
2. Ibnu Rusyd, terjemah bidayatul mujtahid, CV. As-Syifa semarang, 1990.
3. Moh Rifai. Ilmu Fikih Islam Lengkap, Penerbit PT. Karya Toha Putra
Semarang 1978
4. Babudin, fikih , PT. Wahana Dinamika Karya, 2005.
5. Kuliah fiqh ibadah oleh Syakir Jamaluddin, MA.
6. Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah) oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl
dkk.
7. Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki Tabrizi
8. erjemah ihya ulumiddin( jilid II) oleh imam ghazali

Anda mungkin juga menyukai