Anda di halaman 1dari 21

CASE BASED DISCUSSION

HEART FAILURE

Diajukan untuk memenuhi sebagian tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah
satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit
Dalam RS Islam Jemursari Surabaya

Oleh :

Tri Utami Putri Sari (6120019026)

Pembimbing :

dr. Budi Arief Waskito Sp.JP

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA

SURABAYA

2019

1
DAFTAR ISI
COVER ---------------------------------------------------------------------------------------- 1
DAFTAR ISI --------------------------------------------------------------------------------- 2
BAB I PENDAHULUAN ------------------------------------------------------------------ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ----------------------------------------------------------- 4
2.1 Heart Failure ---------------------------------------------------------------------- 4
2.1.1 Definisi ---------------------------------------------------------------------- 4
2.1.2 Epidemiologi --------------------------------------------------------------- 4
2.1.3 Etiologi --------------------------------------------------------------------- 5
2.1.4 Diagnosis -------------------------------------------------------------------- 6
2.1.5 Klasifikasi ------------------------------------------------------------------- 10
2.1.6 Tatalaksana ----------------------------------------------------------------- 11
BAB III LAPORAN KASUS -------------------------------------------------------------- 15
BAB IV PEMBAHASAN ------------------------------------------------------------------ 23
BAB V KESIMPULAN --------------------------------------------------------------------- 26
BAB VI DAFTAR PUSTAKA ------------------------------------------------------------ 27

2
BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia (PUSDATIN, 2013).
Jumlah gagal jantung di Amerika Serikat kira-kira 5,7 juta orang dewasa dan 550.000 kasus
baru didiagnosis setiap tahunnya diagnosis (Mozaffarian, et al., 2016). Gagal jantung
berkontribusi terhadap 287.000 kematian per tahun. Sekitar setengah dari orang yang
mengalami gagal jantung meninggal dalam waktu lima tahun setelah di diagnosis (Emory
Health Care, 2018). Negara Indonesia menduduki peringkat keempat penderita gagal jantung
terbanyak di Asia Tenggara setelah negara Filipina, Myanmar dan Laos (Lam, 2015) Prevalensi
penyakit gagal jantung di Indonesia tahun 2013 sebesar 229.696 orang, sedangkan berdasarkan
gejala yang di diagnosis oleh dokter yaitu sebesar 530.068 orang. Provinsi Jawa Tengah
merupakan provinsi dengan jumlah terbanyak nomor 3 yaitu sebanyak 43.361 orang, setelah
Jawa Timur dengan jumlah 54.826 orang dan Jawa Barat dengan jumlah 45.027 orang dari 33
provinsi yang ada di Indonesia (PUSDATIN, 2013).
Gagal jantung disebabkan oleh kelainan otot jantung aterosklerosis koroner, hipertensi
sistemik atau pulmonal, peradangan, penyakit jantung lain seperti gangguan aliran darah,
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah atau pengosongan jantung abnormal (Brunner
& Suddarth, 2013). Faktor risiko yang memicu terjadinya penyebab gagal jantung diantaranya
adalah merokok, hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas fisik, diabetes melilitus,
dan stres emosi (Aspiani, 2015).
Tingginya angka penderita gagal jantung di Indonesia, disertai banyaknya faktor risiko
yang mempengaruhi kondisi tersebut, mendorong perlunya pemahaman mendalam akan kasus
gagal jantung, mengingat penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia.
Tinjauan kasus ini dibuat dalam rangka meningkatkan pemahaman terkait penyakit gagal
jantung, sehingga diharapkan mampu memberikan penatalaksanaan secara komprehensif dan
sistematis dari awal terdiagnosa hingga mencapai outcome akhir yang diharapkan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Gagal Jantung (Heart Failure)

1. Definisi

Gagal jantung didefinisikan sebagai sebuah sindroma klinis dimana seseorang memiliki gejala
khas gagal jantung, tanda khas gagal jantung, serta bukti objektif dari adanya gangguan
struktural maupun fungsional jantung (PERKI, 2015). Definisi gagal jantung sebagai sebuah
sindroma klinis tentu memiliki peran penting dalam proses mendiagnosa pasien, dimana
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang akan saling berkaitan dalam
menyusun kerangka diagnosa pasien. Secara garis besar gejala dan tanda tipikal pasien dengan
gagal jantung dapat dilihat pada gambar berikut

Gambar 1. Tanda dan Gejala Gagal Jantung (PERKI,2015)

2. Epidemiologi

Prevalensi angka kejadian gagal jantung cukup bervariasi di seluruh dunia, namun diperkirakan
1-2% populasi dewasa di negara berkembang memiliki penyakit ini. (ESC, 2016). Angka
kejadian gagal jantung di Amerika Serikat mempunyai insidensi yang besar tetapi tetap stabil
selama beberapa dekade terakhir yaitu >650.000 pada kasus baru setiap tahunnya. Meskipun

4
angka bertahan hidup telah mengalami peningkatan, sekitar 50% pasien gagal jantung dalam
waktu 5 tahun memiliki angka kematian yang mutlak (Yancy et al., 2013). Prevalensi penyakit
gagal jantung di Indonesia sendiri pada tahun 2013 sebesar 229.696 orang, sedangkan
berdasarkan gejala yang di diagnosis oleh dokter yaitu sebesar 530.068 orang. Provinsi Jawa
Timur menduduki peringkat pertama penyakit gagal jantung diikuti Jawa Barat, dan Jawa
Tengah (PUSDATIN, 2013).

3. Etiologi

Secara garis besar, etiologi dari gagal jantung terbagi atas tiga kelompok utama, yaitu penyakit
miokardium, beban kerja abnormal jantung, dan aritmia. Beragamnya etiologi yang menjadi
dasar terjadinya gagal jantung, menuntut perlunya anamnesis yang mendetail agar dapat
mengetahui secara pasti kondisi yang mendasari dan memberiksan intervensi secara kausal.

Gambar 2. Etiologi dari Gagal Jantung (ESC, 2016)

5
4. Diagnosis

Penegakan diagnosis gagal jantung sebagi sebuah sindroma klinis tentu memerlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang tepat dalam membentuk
kerangka diagnosa yang terdiri atas tanda, gejala, serta bukti objektif gangguan fungsional
maupun struktural jantung. Beberapa pemeriksaan penunjang dalam kondisi ini diantaranya
sebagai berikut:

 Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang penting pada
kondisi gagal jantung untuk mengetahui etiologi terjadinya gagal jantung. Beberapa
abnormalitas yang dapat ditemukan meliputi:
Tabel 1. Abnormalitas EKG pada Kondisi Gagal Jantung (PERKI, 2015)
Abnormalitas EKG Etiologi
Sinus takikardia Gagal jantung dekompensasi, anemia,
demam, hipertroidisme
Sinus Bradikardia Obat penyekat β, anti aritmia,
hipotiroidisme, sindroma sinus sakit
Atrial takikardia / futer / fbrilasi Hipertiroidisme, infeksi, gagal jantung
dekompensasi, infark miokard
Aritmia ventrikel Iskemia, infark, kardiomiopati,
miokardits, hipokalemia,
hipomagnesemia, overdosis digitalis
Iskemia / Infark Penyakit jantung koroner
Gelombang Q Infark, kardiomiopati hipertrofi, LBBB,
pre- exitasi
Hipertrofi ventrikel kiri Hipertensi, penyakit katup aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Blok Atrioventrikular Infark miokard, Intoksikasi obat,
miokarditis, sarkoidosis, Penyakit Lyme
Mikrovoltase Obesitas, emfisema, efusi perikard,
amiloidosis
Durasi QRS > 0,12 detik dengan Disinkroni elektrik dan mekanik
morfologi LBBB

 Foto Thorax
Foto thorak merupakan salah satu elemen pemeriksaan penunjang pada kondisi gagal
jantung dimana dapat ditemukan kelainan stuktural maupun implikasi akibat terjadinya
gagal jantung baik akut maupun kronik. Beberapa kondisi yang dapat ditemukan pada
foto thorax pasien gagal meliputi

6
Tabel 2. Abnormalitas Foto Thorax pada Gagal Jantung (PERKI, 2015)
Abnormalitas Foto thorax Etiologi
Kardio megali Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan,
atria, efusi perikard
Hipertrofi ventrikel Hipertensi, stenosis aorta,
kardiomiopati hipertrofi
Kongesti vena paru Peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri
Edema interstisial Peningkatan tekanan pengisian
ventrikel kiri
Efusi pleura Gagal jantung dengan peningkatan
tekanan pengisian jika efusi bilateral
Infeksi paru, pasca bedah/ keganasan
Garis Kerley B Peningkatan tekanan limfatik
Area paru hiperlusen Emboli paru atau emfsema
Infeksi paru Pneumonia sekunder akibat
kongesti paru
Infiltrat paru Penyakit sitemik

 Peptida Natriuretik
Peptida natriuretik merupakan sebuah marker terjadinya gagal jantung yang sebaiknya
diperiksa khususnya pada kondisi setting non akut Pasien dengan kadar peptida
natriuretik normal, sangat jarang menderita gagal jantung

Gambar 3. Alur Diagnosa Gagal Jantung pada Kondisi Non-Akut

7
 Pemeriksaan Laboratorium
Beberapa pemeriksaan penunjang laboratorium dari gagal jantung selain untuk
mengetahui etiologi, juga berfungsi sebagai pemantauan terapi pada pasien yang
mimiliki gagal jantung. Beberapa komponen diantaranya mencakup

Gambar 4. Pemeriksaan Laboratorium Gagal Jantung (PERKI, 2015)


 Troponin I atau T
Troponin sebagai cardiac marker diperiksa jika sindrom coroner akut dicurigai sebagai
etiologi dari gagal jantung. Troponin I dan T akan mulai meningkat dalam 3-12 jam
pertama pasca terjadi serangan koroner akut. Creatine Kinase-MB (CKMB) mulai
meningkat setalah 4-6 jam, sedangkan myoglobin sudah mulai meningkat sejak 2-4 jam
pasca serangan. Pemahaman terkait waktu timbulnya marker tentu penting dalam
menentukan pemilihan cardiac marker terbaik sesuai onset pasien. (PERKI,2015)
 Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan untuk menemukan adanya gangguan
struktural maupun fungsional dari jantung. Salah satu komponen yang penting dalam
pemeriksaan ini adalah ejection fraction (EF). EF didefinisikan sebagai persentase

8
jumlah darah yang dipompa jantung dalam satu kali kontraksi. Komponen ini
merupakan salah satu komponen penting, khususnya dalam menentukan tatalaksana
pada pasien gagal jantung. Secara garis besar pasien gagal jantung, berdasarkan EF-
nya, terbagi atas (ESC, 2016)
A. Heart Failure Preserved Ejection Fraction (HFpEF) : EF ≥ 50%
B. Heart Failure MidRange Ejection Fraction (HFmrEF) : EF 40-49%
C. Heart Failure Reduced Ejection Fraction (HFrEF) : EF <40%

Modifikasi Framingham score juga menjadi salah satu instrumen yang dapat membantu dalam
penegakan diagnosa gagal jantung, yang terdiri atas: (PERKI, 2015)

1. Mayor

o - Sesak saat tidur terlentang (Orthopnoe)

o - Sesak terutama malam hari (Paroxysmal Nocturnal Dyspnoe)

o - Peningkatan Tekanan Vena Jugularis

o - Ronki basah halus

o - Pembesaran Jantung

o - Edema Paru

o - Gallop S3

o - Waktu sirkulasi memanjang>2 detik

o - Refluks hepato jugular

o - Penurunan berat badan karena respons dengan pengobatan

2. Minor:

o - Edema tungkai bawah (biasanya dekat mata kaki)

o - Batuk-batuk malam hari

o - Sesak nafas saat aktifitas lebih dari sehari hari

o - Pembesaran hati

o - Efusi Pleura

9
o - Takikardia

Bila terdapat 1 gejala mayor dan 2 minor atau 3 gejala minor, maka diagnosa gagal jantung
dapat ditegakkan.

5. Klasifikasi

Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari gagal jantung
yaitu sebagai berikut :

a. Stage A Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi belum
ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda dan gejala
(symptom) dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya
terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, atau pasien
yang mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).

b. Stage B Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala dari gagal jantung
tersebut. Stage B pada umumnya ditemukan pada pasien dengan infark miokard, disfungsi
sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular asimptomatik.

c. Stage C Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan. Gejala yang
timbul dapat berupa nafas pendek, lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.

d. Stage D Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun
intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pada saat keadaan istirahat, serta pasien yang
perlu dimonitoring secara ketat.

Klasifikasi lain yang dirumuskan oleh The New York Heart Association (Yancy et al., 2013)
mengklasifikasikan gagal jantung dalam empat kelas fungsional, meliputi :

a. Kelas I Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi.

b. Kelas II Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild HF).

c. Kelas III Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate HF).

10
d. Kelas IV Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (severe HF).

6. Tatalaksana Terapi HF

Algoritma terapi pasien dengan gagal jantung terbagi atas penanganan fase akut dan kronik.
Secara lengkap, panduan tatalaksana pasien gagal jantung akut dilihat pada panduan European
Society of Cardiologist (ESC) berikut,

Gambar 5. Panduan Tatalaksana Gagal Jantung Akut (ESC, 2016)

Pada fase kronik, algoritma penatalaksanaan pasien gagal jantung disesuaikan dengan EF yang
dimiliki pasien. Pada kondisi HFpEF, maupun HFmrEF, studi menunjukkan bahwa pengobatan

11
sebaiknya didasarkan atas simptomatik dan etiologi pasien. Pengobatan kausal untuk
mengatasi etiologi berfungsi untuk menjaga fungsi jantung agar tidak semakin menurun,
sedangkan pengobatan simptomatis seperti furosemide (untuk mengurangi kongesti) berfungsi
untuk mengurangi tanda dan gejala yang dirasakan pasien. Berbeda halnya dengan dua kondisi
tersebut, pasien dengan HFrEF perlu mendapatkan perhatian khusus karena sudah terdapat
penurunan kapasitas fungsi jantung yang cukup signifikan. Panduan ESC pada tatalaksana
HFrEF dapat dilihat pada gambar berikut, (ESC, 2016)

Gambar 6. Panduan Tatalaksana Gagal Jantung Kronik HFrEF (ESC, 2016)

12
Penggolongan obat sangat erat kaitannya dengan algoritma pada terapi gagal jantung.
Berdasarkan Pharmacoterapy Handbook edisi 9t ahun 2015 (Dipiro et al., 2015), penggolongan
obat pada terapi gagal jantung adalah sebagai berikut :

a. Angiotensin converting enzyme Inhibitor (ACE I)


Obat-obat yang termasuk ACE I mempunyai mekanisme kerja menurunkan sekresi
angiotensin II dan aldosteron dengan cara menghambat enzim yang dapat mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. Termasuk juga dapat mengurangi kejadian
remodeling jantung serta retensi air dan garam.
b. Beta bloker
Berdasarkan guideline dari ACC/AHA direkomendasikan menggunakan β-blocker
pada semua pasien gagal jantung yang masih stabil dan untuk mengurangi fraksi ejeksi
jantung kiri tanpa kontraindikasi ataupun adanya riwayat intoleran pada β-blockers.
Mekanisme kerja dari βblocker sendiri yaitu dengan menghambat adrenoseptor beta
(beta-bloker) di jantung, pembuluh darah perifer sehingga efek
vasodilatasi tercapai. Beta bloker dapat memperlambat konduksi dari sel jantung dan
juga mampu meningkatkan periode refractory.
c. Angiotensin II receptor type 1 Inhibitor (ARB) Mekanisme ARB yaitu menghambat
reseptor angiotensin II pada subtipe AT1. Penggunaan obat golongan ARB
direkomendasikan hanya untuk pasien gagal jantung dengan stage A, B, C yang
intoleran pada penggunaan ACE I. Food and Drug Approval (FDA) menyetujui
penggunaan candesartan dan valsartan baik secara tunggal maupun kombinasi dengan
ACE I sebagai pilihan terapi pada pasien gagal jantung.
d. Diuretik Mekanisme kompensasi pada gagal jantung yaitu dengan meningkatkan
retensi air dan garam yang dapat menimbulkan edema baik sistemik maupun paru.
Penggunaan diuretik pada terapi gagal jantung ditujukan untuk meringankan gejala
dyspnea serta mengurangi retensi air dan garam (Figueroa dan Peters, 2006). Diuretik
yang banyak digunakan yaitu dari golongan diuretik tiazid seperti hidroklorotiazid
(HCT) dan golongan diuretik lengkungan yang bekerja pada lengkung henle di ginjal
seperti furosemid.
e. Antagonis aldosteron
Antagonis aldosteron mempunyai mekanisme kerja menghambat reabsorpsi Na dan
eksresi K. Spironolakton merupakan obat golongan antagonis aldosteron dengan dosis
inisiasi 12,5 mg perhari dan 25 mg perhari.

13
f. Digoksin Digoxin merupakan golongan glikosida jantung yang mempunyai sifat
inotropik positif yang dapat membantu mengembalikan kontraktilitas dan
meningkatkan dari kerja jantung. Digoxin memiliki indeks terapi sempit yang berarti
dalam penggunaan dosis rendah sudah memberikan efek terapi. Oleh karena itu,
diperlukan kehati-hatian pada penggunaan digoxin dan diperlukan monitoring ketat bila
dikhawatirkan terjadi toksik.
g. Nitrat dan hidralazin Nitrat dan hidralazin mempunyai efek hemodinamik yang saling
melengkapi. Hidralazin sebagai vasodilator pembuluh darah arteri yang dapat
mengurangi resisten pembuluh darah sistemik serta meningkatkan stroke volum dan
cardiac output. Hidralazin memiliki mekanisme yaitu dengan menghambat
inositoltrifosfat (IP3) pada retikulum sarkoplasma yang berfungsi untuk melepaskan
ion kalsium intraseluler dan terjadi penurunan ion kalsium intraseluler. Nitrat sebagai
venodilator utama (dilatasi pembuluh darah) dan menurunkan preload (menurunkan
beban awal jantung) dengan mekanisme aktivasi cGMP (cyclic Guanosine
Monophosphate) sehingga menurunkan kadar ion kalsium intraseluler.

Beberapa panduan dosis obat yang digunakan pada gagal jantung dapat dilihat pada gambar
berikut

Gambar 7. Range Dosis Obat pada Kondisi Gagal Jantung (ESC,2016)

14
BAB III
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas Pasien

 No. RM : 237497
 Nama : TN. S
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Umur : 44 Tahun
 Alamat : Surabaya
 Status : Belum Menikah
 Pekerjaan : Karyawan Swasta
 Agama : Islam
 MRS : 31 Desember 2019
 Ruangan : Azzahra-1

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Sesak

Riwayat Penyakit Sekarang:

Sesak dirasakan memberat sejak 2 hari sebelum MRS. Sesak dirasakan seperti
ngongsrong dan ngos ngosan. Sesak dirasakan apabila pasien beraktivitas ringan seperti
berjalan ke kamar mandi. Pasien membutuhkan 3-4 bantal agar bisa tidur. Akan tetapi
pasien sering terbangun dari tidurnya karena sesaknya. Pasien juga mengeluhkan bahwa
seminggu terakhir kedua kakinya mengalami bengkak. Pasien mengaku sebenarnya sudah
sesak semenjak 1 tahun terakhir namun tidak dihiraukan. Nyeri dada disangkal oleh
pasien.

Selain itu juga pasien mengeluhkan mual & muntah. Mual & muntah dirasakan 3 hari
sebelum MRS. Muntah lebih dari 5 kali.

1.2.1 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat hipertensi sudah sejak 5 tahun yang lalu. Pasien jarang control
dan jarang minum obat untuk penyakit hipertensinya. . Pasien juga memiliki riwayat
dispepsiaDM disangkal

15
1.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat DM, asma, alergi, penyakit jantung, TB, gangguan ginjal, dan penyakit
liver di keluarga disangkal

1.2.3 Riwayat Kebiasaan

Pasien memiliki kebiasan merokok sejak usia 30 an dan mulai berhenti sekitar
2 tahun yang lalu akan tetapi kadang kadang masih merokok. Pasien jarang berolahraga

1.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Baik


 Kesadaran : Compos mentis (456)
 Tekanan darah : 140/70 mmHg
 Nadi : 150x/menit
 Pernafasan : 25x/menit
 Suhu : 36,6◦C

1.3.1 Pemeriksaan Sistem Organ

Kepala/Leher :

• Kepala : A/I/C/D -/-/-/+, Pembesaran KGB (-)

• Leher : JVP meningkat

Pulmo

• inspeksi : statis simetris kanan-kiri, dinamis simetris kanan-kiri

• Palpasi : vocal fremitus simetris kanan-kiri

• Perkusi : sonor seluruh lapang paru

• Auskultasi : ves/ves, ronkhi basah halus +/+, wheezing -/-

Cor

• Inspeksi : ictus cordis terlihat

16
• Palpasi : ictus cordis kuat angkat teraba di ICS V Midclavicula
sinistra,Thrill (-)

• Perkusi :

• Batas kanan jantung : ICS IV parasternal line kanan

• Batas kiri jantung : ICS V anterior axila


line sinistra

• Auskultasi : S1 S2 tunggal, mur-mur (+), gallop (-)

Abdomen

• inspeksi : Supel, tidak scar

• Auskultasi : bising usus (+) normal

• Palpasi :supel, nyeri tekan (+) epigastrium, tidak didapatkan pembesaran


hepar atau lien

• Perkusi : timpani seluruh kuadran abdomen

Esktremitas :

Akral hangat, merah pada keempat ekstremitas. Edema pitting (+/+) pada tungkai
bawah. CRT<2 dtk.

17
1.4 Pemeriksaan Penunjang

18
19
BAB V
KESIMPULAN

Gagal jantung merupakan sebuah sindroma klinis yang ditandai tanda khas gagal
jantung, gejala khas gagal jantung, serta bukti objektif adanya gangguan sktrutural maupun
fungsional dari jantung. Penegakkan diagnosa pasien gagal jantung harus didasarkan atas
anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang yang komprehensif dan sistematis
sehingga dapat memberikan penatalaksanaan yang tepat pada pasien

20
BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler


Aplikasi NIC & NOC. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC.

Brunner, & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC

Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. 2008. Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure 2008. European Society Cardiology. European Heart
Journal.
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, Ninth Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris.

Emory Health Care. 2018. Heart Failure Statistics

Lam, S. C. (2015). Heart failure in Southeast Asia: facts and numbers. ESC Heart Failure, 2
(46 –49). DOI: 10.1002/ehf2.12036

Mann, Doglas L., dan Chakinala, Murali. 2015. Section 279. Heart Failure: Pathophysiology
and Diagnosis. Dalam: Kasper Dennis L., dkk (Editor). Harrison’s Principles of Internal
Medicine 19th Edition.
Mozaffarian D, Benjamin E, Go A, Arnett D, Blaha M, Cushman M, et al. Heart Disease and
Stroke Statistics-2015 Update : a Report from the American Heart Association.

Pusdatin, Kemenkes, RI. 2013. Ringkasan Eksekutif Data dan Informasi Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. Jakarta: Pusdatin Kemenkes RI.

Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC

21

Anda mungkin juga menyukai