GAGAL JANTUNG
Kelompok 8:
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
hepatomegali. Selain itu terdapat tanda objektif seperti gangguan struktur dan
fungsional jantung saat istirahat, kardiomegali, suara jantung ketiga, murmur
jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiogram, dan kenaikan konsentrasi
peptida natriuretik (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia,
2015). Penderita penyakit gagal jantung diperkirakan lebih banyak terjadi pada
perempuan dibandingkan laki-laki dan banyak ditemukan pada kelompok usia 55-
64 tahun (Anonim, 2014).
1.3 Patofisiologi
Gagal Jantung merupakan sindrom klinik yang disebabkan karena
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang tidak
mencukupi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi tersebut disebabkan oleh
kelainan struktur maupun fungsi jantung yang menyebabkan gangguan terhadap
kemampuan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) ataupun kemampuan
ventrikel memompa darah (disfungsi sistolik) (Wells dkk., 2015).
Penyebab disfungsi sistolik (penurunan kontraktilitas) adalah
berkurangnya massa otot (misalnya, infark miokard, dilatasi kardiomiopati, dan
hipertrofi ventrikel. Hipertrofi ventrikel dapat disebabkan oleh tekanan berlebih
(misalnya hipertensi sistemik atau paru dan stenosis katup aorta atau pulmonal)
atau volume berlebih (misalnya, regurgitasi katup, pirau, keadaan keluaran
tinggi).
Penyebab disfungsi diastolik (gangguan pengisian ventrikel) adalah
peningkatan kekakuan ventrikel, hipertrofi ventrikel, penyakit miokard infiltratif,
iskemia miokard dan MI, stenosis katup mitral atau trikuspid, dan penyakit
perikardial (misalnya, perikarditis dan tamponade perikardial). Penyebab utama
gagal jantung adalah penyakit arteri koroner dan hipertensi.
Ketika fungsi jantung berkurang setelah cedera miokard, jantung
bergantung pada mekanisme kompensasi:
1. Takikardia dan peningkatan kontraktilitas melalui aktivasi sistem saraf
simpatis;
3
1.4 Etiologi
Perubahan struktur atau fungsi dari ventrikel kiri dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya gagal jantung pada seorang pasien, meskipun etiologi
gagal jantung pada pasien tanpa penurunan Ejection Fraction (EF) berbeda dari
4
1.6 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung dibedakan menjadi tahapan sistem gagal jantung
menurut AHA (The American Heart Association) dan kelainan struktural jantung
atau berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional menurut
NYHA (New York Heart Association). Deskripsi dari kedua klasifikasi tersebut
ditunjukkan pada Tabel 1.2.
Stage A Stage B
ACE inhibitor
Stage C
Spironolakton
penambahan ARB
Hospitalisasi utuk
Terapi diuretic
gejala berat
agresif
(pertimbangkan
Overload volume kombinasi loop/
yang persisten tiazid)
Intoleran ARB
terhadap ACE hidratalazine/
inhibitor nitrat
Gambar 1. 2 Algoritma terapi gagal jantung stage C menurut ACC/AHA
10
1.8.1 Vasodilator
Vasodilator dapat menurunkan secara selektif beban jantung sebelum
kontraksi, sesudah kontraksi atau keduanya (vasodilator yang seimbang).
a. Vasodilator Parental
Vasodilator parental hendaknya diberikan kepada pasien dengan
kegagalan jantung berat atau tidak dapat diminum obat-obatan oral misalnya
pada pasien setelah operasi.
1. Nitrogliserin
Nitrogliserin adalah vasodilator kuat dengan pengaruh pada vena dan
pengaruh yang kuat pada jaringan pembuluh darah arteri. Penumpukan vena
paru dan sistemik dipulihkan melalui efek tersebut. Obat ini juga merupakan
vasodilator koroner yang efektif sehingga merupakan vasodilator yang lebih
disukai untuk terapi kegagalan jantung pada keadaan infark miokard akut
atau angina tak stabil.
2. Natrium nitropusida
Natrium nitropusida adalah vasodilator kuat dengan sifat- sifat
venodilator kurang kuat. Efeknya yang menonjol adalah mengurangi beban
11
jantung setelah kontraksi dan ini terutama efektif untuk pasien kegagalan
jantung yang menderita hipertensi atau reguitasi katub berat (Kelly dan Fry,
1995).
b. Vasodilator Oral
1. Penghambat ACEI
Penghambat ACEI mengeblok sistem renin angiotensin aldosteron
dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II,
memproduksi vasodilator dengan membatasi angiotensin II, menginduksi
vasokonstriksi dan menurunkan retensi sodium dengan mengurangi sekresi
aldosteron (Massie dan Amidon, 2002). Obat yang serba guna tersebut
menurunkan tahanan perifer sehingga menurunkan afterload, menurunkan
resistensi air dan garam (dengan menurunkan sekresi aldosteron) dan
dengan jalan menurunkan preload (Katzung, 1992). Contoh obatnya yakni
captropil, enalapril, enalaprilat dan lisinopril.
2. Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)
ARB merupakan pendekatan lain untuk menghambat sistem RAA
adalah yang akan mengeblok atau menurunkan sebagian besar efek sistem.
Namun demikian agen ini tidak menunjukkan efek penghambat ACEI pada
jalur potensial lain yang memproduksi peningkatan bradikinin,
prostaglandin dan nitrit oksida dalam jantung pembuluh darah dan jaringan
lain. Karena itu, ARB dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pendapat
ACEI pada pasien yang tidak dapat menerima ACEI (Massie dan Amidon,
2002). Contoh obat pada golongan ARB yang digunakan dalam terapi gagal
adalah losartan, valsartan, dan candesartan. Ketiga obat tersebut tidak
memiliki interaksi yang berarti dengan obat- obat lain (Stokley, 1996).
3. Beta-Blocker
Beta-Blocker untuk terapi kegagalan jantung bersifat kontroversial
namun dapat efek-efek yang merugikan dari katekolamin pada jantung yang
mengalami kegagalan termasuk menekan reseptor beta pada otot jantung
situasi kegagalan jantung (Kelly dan Fry, 1995). Beta bloker digunakan
pada pasien gagal jantung stabil, ringan, sedang atau berat (Massie dan
12
Amidon, 2002). Obat yang digunakan untuk terapi gagal jantung adalah
karvedilol, bisoprolol dan metoprolol succinate (Hunt et al., 2005).
4. Antagonis Kanal Kalsium
Antagonis Kanal Kalsium secara langsung menyebabkan relaksasi otot
polos pembuluh darah dan penghambat pemasukan kalsium kedalam sel otot
jantung. Kegunaan pokok obat ini dalam terapi gagal jantung adalah berasal
dari pengurangan iskemia pada pasien dengan penyakit jantung koroner
yang mendasari. Semua antagonis kalsium mempunyai sifat inotropik
negatif sehingga digunakan secara berhati- hati pada pasien dengan difungsi
ventrikal kiri (Kelly dan Fry, 1995). Obat-obat golongan tersebut sebaiknya
dihindari kecuali untuk dipakai dalam terapi hipertensi dan angina dan
untuk indikasi tersebut hanya amlodipin yang boleh digunakan pada pasien
gagal jantung (Hunt et al., 2005) Contoh obatnya nifedipine, nicardipine,
diltiazem dan isradipine.
5. Antagonis reseptor adrenergik
Antagonis reseptor adrenergik secara teoritis dapat melawan beberapa
efek yang merugikan yang berkaitan dengan aktivasi kompensasi pada
sistem syaraf simpatik pada kegagalan jantung. Blokade adrenergik alpha
mengurangi vasokonstriksi, resistensi vaskuler sistemik danbeban jantung
sesudah kontraksi dengan melalui antagonisasi efek norepinephrin. Blokade
adrenergik beta untuk terapi kegagalan jantung bersifat kontrosepsial namun
dapat membatasi efek-efek yang merugikan dari catecholamine pada
jantung yang mengalami kegagalan termasuk menekan reseptor beta pada
otot jantung dalam situasi kegagalan jantung. Beberapa jenis antgonis
reseptor dan contohnya, diantaranya :
a. Antagonis reseptor alpha
Prazosin adalah vasodilator yang seimbang yang mengurangi
tekanan ventrikel kiri dan kanan secara bermakna serta tekanan
darah sistemik.
Daxozosin adalah obat antagonis reseptor alpha yang digunakan
terhadap hipertensi.
13
1.8.2 Diuretik
Diuretik merupakan cara yang paling efektif meredakan gejala pada pasien
dengan gagal jantung yang kongestif sedang sampai berat. Tujuan dari pemberian
diuretik adalah mengurangi gejala retensi cairan yaitu meningkatkan tekanan vena
jugularis atau edema ataupun keduanya. Diuretik menghilangkan retensi natrium
pada CHF dengan menghambat reabsorbsi natrium atau klorida pada sisi spesifik
di tubulus ginjal. Bumetamid, furosemid, dan torsemid bekerja pada tubulus distal
ginjal (Hunt et al., 2005). Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat sebaiknya
diterapi dengan salah satu loop diuretik, obat-obat ini memiliki onset cepat dan
durasi aksinya yang cukup singkat. Manfaat dari terapi diuretik yaitu dapat
mengurang edema pulmo dan perifer dalam beberapa hari bahkan jam. Diuretik
merupakan satu-satunya obat yang dapat mengontrol retensi cairan pada gagal
jantung (Hunt et al., 2005).
Dieuretika dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya :
a. Dieuretika thiazide (hidroklorotiazid, klortalidon, metalazone, indapamide)
14
d. Antagonis aldosterone
Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan
natrium diktus kolektifus (triamteren dan amilorid). Obat-obat ini sangat kurang
efektif bila digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk
penatalaksanaan pada gagal jantung. Meskipun demikian, bila digunakan
kombinasi dengan Tiazid atau diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini
efektif dalam mempertahankan kadar kalium yang normal dalam serum (Kelly
dan Fry, 1995). Terapi obat untuk gagal jantung menurut NYHA ditunjukkan
pada Gambar 1.3.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. AR
Umur : 75 Tahun BB: - TB: -
Tanggal MRS : -
Tanggal KRS :-
Diagnosis : ADHF, HF stage C/III, sindrom dispepsia, HT stage II
II. SUBYEKTIF
2.1. Keluhan Pasien :
- Sesak nafas
- Nafas ngos-ngosan
- Batuk berdahak sejak 1 minggu
- Mual muntah selama 3 hari
III. OBJEKTIF
A. Tanda-tanda vital
Parameter Nilai Normal Tanggal
H1 H2 H3
Suhu (C) 36,5-37,2 C 36,2 C 36,5 C 36,5 C
Tekanan darah < 120-80 mmHg 120/80 mmHg 85/60 mHg 70/45 mmHg
(mmHg)
Nadi (x/menit) 60-100 x/menit 105 x/menit 98 x/menit 88 x/menit
RR (x/menit) 11-20 x/menit 29 x/menit 26 x/menit 22 x/menit
B. Tanda-tanda klinik
Gejala fisik Tanggal
H1 H2 H3
Udema Kaki + + +
Udema Paru-Paru +
Batuk + + +
Sesak + + +
Mual + - -
Volume urin 450 mL
C. Data laboratorium
Parameter Nilai Normal Tanggal
H1 H2 H3
Hb 12-16 g/dL 13,8 g/dL 13,5 g/dL
WBC 4-11 x103/μL 7,9 x103/μL 8,1 x103/μL
Na 135-145 mEq/L 135 mEq/L 138 mEq/L
K 3,5-5 mEq/L 3,7 mEq/L 3,5 mEq/L
Cl 95-105 mEq/L 95 mEq/L 100 mEq/L
19
V. ANALISIS SOAP
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
1.ADHF SUBJEKTIF 1. Dopamin Dopamin merupakan obat Dosage too low Plan :
- Udema paru H3= 1 kardiovaskular yang bekerja Setelah pemberian Dosis dinaikkan
dan kaki mcg/kg/menit (iv sebagai agonis reseptor Beta 1. dopamin pada dosis menjadi 5 cg/kg/menit
- Sesak nafas drip) Efek klinis yang diharapkan tersebut, pasien tetap
- Nafas ngos- setelah pemberian dopamin mengalami hipotensi dan Monitoring :
ngosan adalah peningkatan tekanan dapat dilihat dari Monitor tekanan darah
- Batuk darah. Selain itu, pemberian pemeriksaan tekanan darah pasien
berdahak dopamin dalam dosis rendah pasien.
memiliki efek proteksi terhadap
OBJEKTIF renal.
- Hipoksia Dosis dopamin yang
O2 H1= 89 % diindikasikan untuk orang
O2 H2= 93 % dewasa yakni 2-5mcg/kg/min
(hiponatraemia,
hipokalemia, dan
hipokloremik
alkalosis)
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
2. Heart Failure SUBJEKTIF 1. Furosemid Furosemid merupakan Dosage too low Plan:
- Udema paru H1-H3= 2x40 mg Diuretik loop (IV) Setelah beberapa hari Dosis furosemid
dan kaki (iv) direkomendasikan untuk pemberian furosemid secara intravena 40-80
- Sesak nafas mengurangi retensi cairan. udema kaki pasien tidak mg dan dapat
- Nafas ngos- terutama udem. Diuretik loop bekurang dapat dilihat dari ditingkatkan sebesar
ngosan termasuk furosemid, bumetanid, tanda fisik dan volume 80 mg tiap interval 2
- Batuk torsemid merupakan agen urin yang dibawah normal. jam hingga efek
berdahak banyak digunakan. Dosis tercapai
furosemid secara intravena 40-
OBJEKTIF 80 mg dan dapat ditingkatkan Monitoring:
- Hipoksia sebesar 20 mg tiap interval 2 jam Monitor kadar
22
edisi 7) failure.
5. Diazepam Diazepam merupakan obat
H3= 1x2 mg (po) long-acting benzodiazepines Plan:
atau ansiolitik dan efek sedatif Terapi dilanjutkan
yang mengikat spesifik reseptor
benzodiazepine pada reseptor Monitoring:
GABA. Monitoring HR,
Diazepam disini dindikasikan RR, tekanan darah
sebagai obat penenang bagi
pasien distress akibat syok
kardiogenik.
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
3. Hipertensi 1. Kaptopril Kaptopril merupakan obat Drug Interaction Plan :
antihipertensi golongan ACE Kaptopril memiliki Terapi dihentikan
inhibitor, yang bekerja dengan interaksi dengan golongan dan digantikan
cara menghambat perubahan diuretik yaitu furosemide dengan golongan
angiotensin 1 menjadi yang beresiko ARB yaitu
angiotensin 2 sehingga terjadi menyebabkan hipotensi candesartan dengan
vasodilatasi. Vasodilatasi secara akut berkelanjutan. dosis 1x8 mg/ hari
langsung akan menurunkan (Medscape) (DIH)
tekanan darah
Monitoring :
Tekanan darah
pasien
25
Problem Medis Subyektif/ Terapi Analisis Obat DRP Plan & Monitoring
Obyektif
4. Sindrom SUBJEKTIF 1. Omeprazol Omeprazol merupakan obat Unnecessary Drug Plan:
dispepsia -Mual H1-H3= 1x40 mg golongan PPI (Proton Pump Therapy Terapi dihentikan
-Muntah (iv) Inhibitor) yang memblokir Pasien sudah tidak karena pasien sudah
sekresi asam lambung dengan mengalami mual dan tidak mengalami mual
menghambat hidrogen kalium muntah muntah
adenosin trifosfatase dalam sel
parietal lambung, menghasilkan
efek antisekresi yang mendalam
dan tahan lama.
Dosis omeprazol untuk
peptic ulcer adalah 20 atau 40
mg/hari (Wells dkk., 2015)
Pembahasan :
sehingga terapi kaptropil diganti dengan obat golongan ARB yaitu candesartan
dengan dosis 1x 8 mg/hari.
Pasien IR juga mengalami mual muntah dan didiagnosis terkena sindrom
dyspepsia sehingga perlu diterapi menggunakan obat golongan PPI yaitu
omeprazole untuk mengatasi mua muntah tersebut, namun pada hari ke 2 pasien
sudah tidak menunjukkan gejala mual muntah sehingga terapi omeprazole dapat
dihentikan. Selain itu pasien juga mendapat terapi berupa ondansetron yang
merupakan obat mual muntah untuk pasien kemoterapi atau pasca operasi,
sedangkan pasien IR tidak sedang menjalani kemotarpi maupun pasca operasi
sehingga tidak dibutuhkan terapi ondansetron.
29
BAB 3. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Ny. IR yang didiagnosa ADHF, HF dyspepsia dan hipertensi perlu
mendapatkan terapi dengan dopamine, furosemide, infuz Pz, O2, candesartan,
diazepam, omeprazole dan ondansetron. Beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan selama terapi pada Ny. IR adalah tekanan darah, heart rate,
respiratory rate, dan kadar elektrolit dalam tubuh. Hb pasien mengalami
penurunan namun belum signifikan, sehingga dapat dilakukan terapi
menggunakan suplemen Fe.
30
DAFTAR PUSTAKA
Hunt SA, Abraham WT, Chin MH et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the
diagnosis and management of chronic heart failure in the adult. American
College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines (Writing Committee to Update the 2001 Guidelines for the
Evaluation and Management of Heart Failure) Circulation.
2005:112(12):e154-e235
Katzung, B.G. 1992. Basic and Clinical Pharmacology. 5th Edition. Norwalk:
Appleton and Lange.
Lip, G., C. Gibbs, dan D. Beevers. 2000. Abc of heart failure: aetiology. British
Medical Journal. 320:104–107.
McGrawHill.
Savarese, G. dan L. H. Lund. 2016. Global public health burden of heart failure.
Epidemiology. 110–112.
Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Eight Edition. Hal 1-9. Great
Britain: Pharmaceutical Press.