Anda di halaman 1dari 39

Case Report Session

Gagal Jantung

Oleh:

Dwi Rizki Fadhilah 1210313026

Pembimbing :

Dr. Djunianto, Sp.PD

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUD LUBUK BASUNG

2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................. i

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 1

1.1 Definisi................................................................................. 1

1.2 Klasifikasi............................................................................. 1

1.3 Etiologi................................................................................. 3

1.4 Patofisiologi.......................................................................... 4

1.5 Manifestasi Klinis................................................................. 5

1.6 Diagnosis.............................................................................. 6

1.7 Penatalaksanaan.................................................................... 12

BAB 2 LAPORAN KASUS..................................................................... 24

BAB 3 DISKUSI....................................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 37

i
BAB 1
TNJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi Gagal Jantung

Gagal jantung merupakan abnormalitas dari struktur atau fungsi jantung

yang menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mengantarkan oksigen dengan

kecukupan yang sepadan sesuai dengan kebutuhan dari jaringan yang

bermetabolisme1. Menurut guidelines ESC untuk diagnosis dan tatalaksana gagal

jantung akut dan kronik, gagal jantung didefinisikan, secara klinis, sebagai sebuah

sindroma dimana pasien memiliki gejala tipikal (sesak nafas, ankle swelling, dan

kelelahan) dan tanda (peningkatan tekanan vena jugularis, pembengkakan pada

tungkai, ronkhi pada paru, dan pergeseran dari denyut apeks jantung 2. Sekitar 1-2

% populasi dewasa pada negara berkembang menderita gagal jantung, dengan

prevalensi yang meningkat sampai ≥ 10% pada orang dengan usia 70 tahun atau

lebih3.

1.2 Klasifikasi4

1. Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik

Kedua jenis ini terjadi secara tumpang tindih dan tidak dapat dibedakan

dari pemeriksaan jasmani, foto toraks atau EKG dan hanya dapat dibedakan

dengan eko-Doppler.
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung

memompa sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik,

kemampuan aktivitas fisik menurun dan gejala hipoperfusi lainnya.

Gagal jantung diastolik adalah gangguan relaksasi dan gangguan pengisian

ventrikel.Gagal jantung diastolik didefenisikan sebagai gagal jantung dengan

1
fraksi ejeksi lebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Doppler-

ekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Tidak dapat

dibedakan dengan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan jasmani saja. Ada 3

macam gangguan fungsi diastolik:

 Gangguan relaksasi,

 Pseudo-normal

 Tipe restriktif.

Penatalaksanaan ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi

penyebab gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi, atau iskemia. Di samping

itu kongesti sistemilJpulmonal akibat dari gangguan diatolik tersebut dapat

diperbaiki dengan restriksi garam dan pemberian diuretik. Mengurangi denyut

jantung agar waktu untuk diastolik bertambah, dapat dilakukan dengan pemberian

penyekat beta atau penyekat kalsium nondihidropiridin.

2. Low output dan High output Heart Failure

Low out put HF disebabkan oleh hipertensi, kardiomiopati dilatasi,

kelainan katup dan perikard. High out put HF ditemukan pada penurunan

resistensi vaskular sistemik seperti hipertiroidisme, anemia, kehamilan, fistula A-

V, beri-beri dan penyakit Paget. Secara praktis, kedua kelainan ini tidak dapat

dibedakan

3. Gagal Jantung Akut dan kronik

Gagal Jantung Akut (GJA) yaitu timbulnya sesak nafas secara cepat < 24

jam akibat kelainan fungsi jantung, gangguan fungsi sistolik atau diastolik atau

irama jantung atau kelebihan beban awal (preload), beban akhir (after load) atau

2
kontraktilitas. Keadaan ini mengancam jiwa jika tidak ditangani dengan tepat.

Contoh klasik gagal jantung akut (GJA) adalah robekan daun katup secara tiba-

tiba akibat endokarditis,trauma atau infark miokard luas. Curah jantung yang

menurun secara tiba tiba menyebabkan penurunan tekanan darah tanpa disertai

edema perifer

Gagal Jantung Kronik (GJK) yaitu sindrom klinis yang kompleks akibat

kelainan struktural atau fungsional yang mengganggu pompa jantung atau

mengganggu pengisian jantung. Contoh gagal jantung kronis (GJK) adalah

kardiomiopati dilatasi atau kelainan multivalvular yang terjadi secara perlahan

lahan.Kongesti perifer sangat menyolok, namun tekanan darah masih terpelihara

dengan baik.

4. Gagal Jantung Kanan dan Gagal Jantung Kiri

Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel,meningkatkan tekanan vena

pulmonalis dan paru menyebabkan pasien sesak napas dan ortopnea. Gagal

jantung kanan terjadi kalau kelainannya melemahkan ventrikel kanan seperti pada

hipertensi pulmonal primer/sekunder, tromboemboli paru kronik sehingga terjadi

kongesti vena sistemik yang menyebabkan edema perifer, hepatomegali, dan

distensi vena jugularis. Tetapi karena perubahan biokimia gagal jantung terjadi

pada miokard kedua ventriel, maka retensi cairan pada gagal jantung yang sudah

berlangsung bulanan atau tahun tidak lagi berbeda.

1.3 Etiologi

Penyakit kardiovaskular dan non kardiovaskular dapat mencetuskan gagal

jantung akut. Contoh yang paling sering antara lain:

3
1. Peningkatan afterload pada pasien hipertensi sistemik atau pada pasien

hipertensi pulmonal
2. Peningkatan preload karena volume overload atau retensi air
3. Gagal sirkulasi seperti pada keadaan high output states antara lain pada

infeksi, anemia, tirotoksikosis

Kondisi lain yang dapat menimbulkan gagal jantung akut adalah ketidakpatuhan

minum obat-obat gaga jantung, atau nasehat-nasehat medic, pemakaian obat

seperti NSAIDs, cyclooxygenase (COX) inhibitor dan thiazolidinediones.5

1.4 Patofisiologi

Gagal jantung terjadi akibat sejumlah proses yang mengakibatkan penurunan

kapasitas pompa jantung seperti iskemia, hipertensi dan yang lainnya. Penurunan

kapasitas awalnya dikompensasi oleh mekanisme neurohumoral, yaitu sistem

adrenergik, sistem renin-angiotensin-aldosteron dan sistem sitokin. Kompensasi

awal bertujuan untuk menjaga curah jantung dengan meningkatkan tekanan

pengisian ventrikel (preload) dan kontrakasi miokardium. Lama-kelamaan

aktifitas sistem tersebut mengalami kerusakan sekunder pada ventrikel seperti

remodeling ventrikel kiri dan dekompensasi jantung. Kadar angiotensin dan

katekolamin akan semakin tinggi, mengakibatkan fibrosis dan apoptosis

miokardium yang bersifat progresif. Pada tahap lebih lanjut, penurunan fungsi ini

juga berpengaruh terhadap aritmia jantung.4

4
1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gagal jantung terdiri atas dispnea dengan tenaga (awal)

atau pada saat istirahat (akhir), orthopnea, paroksismal nokturnal dispnea yaitu

serangan sesak napas berat dan batuk pada malam hari, biasanya membangunkan

pasien, respirasi Cheyne-Stokes, kelelahan dan kelemahan, gejala gastrointestinal

seperti anoreksia, mual, sakit perut dan kepenuhan, serta nyeri kuadran kanan atas.

Adapun gejala lain yang muncul yaitu nokturia dan gejala serebral yaitu status

mental berubah karena perfusi serebral berkurang seperti kebingungan,

disorientasi, dan kesulitan berkonsentrasi6.

Pasien gagal jantung akut dapat datang dengan berbagai kondisi klinis, yaitu:

5
 Acute Decompensated Heart Failure (ADHF)

Dapat baru pertama kali (de novo) atau dekompensasi dari gagal jantung

kronis (acute on chronic)

 Hypertensive acute heart failure

Gejala gagal jantung dengan tekanan darah tinggi dan fungsi ventrikel

yang masih baik, apabila ada gambaran edema paru akut.

 Edema paru

Sesak nafas hebat, dengan ronki basah kasar terutama di basal paru,

ortopnea, saturasi O2< 90%, dikonfirmasi dengan foto rontgen dada.

 Syok Kardiogenik

Adanya bukti hipoperfusi jaringan walaupun volume telah dikoreksi.

Tekanan darah sistolik <90 mmHg, produksi urin 0,5 cc/ kg BB/ jam,

dengan laju nadi > 60 kali/ menit (tidak ada blok jantung) dengan atau

tanpa kongesti organ / paru.

 High output failure

Curah jantung tinggi, laju nadi cepat, akral hangat, kongesti paru, kadang-

kadang tekanan darah rendah seperti pada syok septik

 Gagal jantung kanan

Gejala curah jantung rendah, peningkatan tekanan vena jugularis, serta

pembesaran hati dan hipotensi5

1.6 Diagnosis

Diagnosis gagal jantung akut dapat ditegakkan berdasarkan gejala, penilaian

klinis, serta pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan EKG, foto thoraks,

laboratorium dan ekokardiografi Doppler. Berdasarkan gejala klinis diagnosis

6
gagal jantung akut dapat ditegakkan bila terdapat paling sedikit 1 kriteria mayor

dan 2 kriteria minor dari kriteria Framingham7, yaitu kriteria mayor terdiri atas

paroxysmal nocturnal dyspnea, distensi vena leher, ronkhi paru, kardiomegali,

edema paru akut, Gallop S3, peninggian tekanan vena jugularis lebih dari 16

cmH2O, waktu sirkulasi ≥ 25 detik, refluks hepatojugular, edema pulmonal,

kongesti viseral, atau kardiomegali saat autopsi.

Kriteria minor yaitu edema ekstremitas, batuk malam hari, dyspnea d’effort,

hepatomegali, efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal, takikardia

(>120 x / menit). Penurunan BB ≥ 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan termasuk

dalam kedua kriteria.

Kebanyakan gagal jantung akut didasari oleh adanya sindrom koroner akut.

Oleh sebab itu identifikasi sindrom koroner akut harus dipikirkan dari sejak awal

untuk memilih terapi yang tepat. Target terapi awal adalah secepatnya

memperbaiki gejala-gejala atau keluhan dan menstabilkan kondisi hemodinamik.8

7
Gambar 2. Algoritma tatalaksana pada pasien gagal jantung akut

Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan jasmani,

elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler dan kateterisasi

a. Anamnesa
Secara umum dari anamnesa dapat ditemukan :
- Tanda output rendah : fatigue, lemah, perubahan status mental,

azotemia prerenal
- Gagal jantung kiri : dispnu, ortopnu, dispnu nokturnal paroksismal
- Gagal jantung kanan : edema perifer, rasa tidak nyaman dikuadran

kanan atas

8
Kriteria Framingham

Kriteria Major Kriteria Minor

. Paroksismal nokturnal dispnea . Edema ekstremitas

. Distensi vena leher . Batuk malam hari

. Ronkiparu . Dispnea d'effort

. Kardiomegali . Hepatomegali

. Edema paru akut . Efusi pleura

. Gallop 53 . Penurunan kapasitas vital 1/3 dari


ormal
. Peninggian tekanan vena jugularis
. Takikardia(>l20 x/menit)
. Refluks hepatojugular

Major atau minor Penurunan BB 24.5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2 kriteria

minor

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien dengan gagal jantung dapat ditemukan

tekanan darah sistolik yang normal atau tinggi pada onset awal dan rendah

pada gagal jantung lanjut. Tekanan nadi dapat berkurang, akral dingin,

sianosis pada bibir dan bantalan kuku, distensi vena jugularis, refluks

hepatojugular. Pemeriksaan paru dapat ditemukan crackles (rales atau

crepitations) dengan atau tanpa mengi ekspirasi serta efusi pleura baik

bilateral atau unilateral. Pemeriksaan jantung ditemukan punctum maximum

yang bergeser, adanya bunyi S3 atau S4, dan pada auskultasi terdengar

murmur regurgitasi mitral dan trikuspid. Hepatomegali, asites, dan edema

9
perifer juga dapat ditemukan pada pasien yang mengalami gagal jantung.

Selain itu, pada pemeriksaan fisik juga dapat ditemukan pulsus alternans dan

penurunan output urin9.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan

 Gagal jantung akut: hipotensi atau hipertensi, takikardi, diaforesis, sianosis,

dingin dan pucat pada ekstremitas

 Gagal jantung kiri:

- Ronki paru

- Pekak pada basal paru (efusi pleura sekunder)

- Takipnu

- Pernafasan Cheyne-Stokes

- Iktus kordis abnormal (difus, menetap, atau bertambah bergantung pada

penyebab gagal jantung tersebut)

- S3 (disfungsi sistolik), S4 (disfungsi diastolik)

- Murmur jantung (karena penyakit katup jantung, distorsi anulus katup

mitral, atau pergeseran katup papilaris)

 Gagal jantung kanan:

- Peningkatan JVP

- Tanda efusi pleura

- Hepatomegali kongestif

- Asites

- Ikterus

10
- Edema perifer

c. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium Rutin

Darah tepi lengkap, elektrolit, BUN, kreatinin, enzim hepar, serta urinalisis.

Pemeriksaan untuk diabetes melitus, dislipidemia dan kelainan tiroid juga

penting dilakukan. Tes darah direkomendasikan untuk menyinggirkan anemia

dan menilai fungsi ginjal sebelum terapi di mulai. Disfungsi tiroid dapat

menyebabkan gagal jantung sehingga pemeriksaan fungsi tiroid harus selalu

dilakukan.

Tanda penurunan perfusi organ vital : ↑ BUN, ↑ Kreatinin, ↓ Na, uji fungsi

hati abnormal

 Elektrokardiografi

Pada gagal jantung interpretasi EKG yang perlu dicari adalah ritme, LVH

serta ada atau tidak infark (riwayat atau sedang berlangsung). Meski tidak

spesifik, EKG yang normal dapat mengeksklusi disfungsi sistolik.

Elektrokardiografi memperlihatkan beberapa abnormalitas pada sebaigian

besar pasien (80-90%), termasuk gelombang Q, perubahan ST-T, hipertropi

LV, gangguan konduksi, aritmia.9

 Rontgen Thoraks

Dapat menilai ukuran dan bentuk jantung serta vaskularisasi paru dan

kelainan non jantung lainnya (hipertensi pulmonal, edema intersisial, edema

paru)

11
Biasanya pada gagal jantung akan ditemukan edema paru, efusi pleura

bilateral (kanan > kiri), kardiomegali

 Pemeriksaan fungsi ventrikel kiri

Ekokardiogram 2-D/ Doppler untuk menilai ukuran dan fungsi ventrikel kiri

serta kondisi katup dan gerakan dinding jantung. Indeks fungsi ventrikel yang

paling berguna ialah fraksi ejeksi stroke volume dibagi end-diastolic volume).

Fraksi ejeksi normal bila ≥ 50%. Ekokardiografi harus dilakukan pada semua

pasien dengan dugaan klinis gagal jantung. Dimensi ruang jantung, fungsi

ventrikel (sistolik dan diastolik), dan abnormalitas gerakan dinding dapat

dinilai dan penyakit katup jantung dapat disingkirkan.10

- Disfungsi sistolik : EF ↓ dan ukuran ruang jantung ↑

- Disfungsi diastolik : hipertrofi dan/ atau aliran abnormal yang melewati

katup mitral

1.7 Penatalaksanaan10-12
Dalam 10-15 tahun terakhir terlihat berbagai perubahan dalam pengobatan

gagal jantung. Pengobatan tidak saja ditujukan dalam memperbaiki keluhan, tetapi

juga diupayakan pencegahan agar tidak terjadi perubahan disfungsi jantung yang

asimtomatik menjadi gagal jantung yang simtomatik. Selain dari pada itu upaya juga

ditujukan untuk menurunkan angka kesakitan dan diharapkan jangka panjang terjadi

penurunan angka kematian.

1. Upaya Pencegahan

12
Pencegahan gagal jantung, harus selalu menjadi objektif primer terutama pada

kelompok dengan risiko tinggi.

 Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung

koroner

 Pengobatan infark jantung segera di triase, serta pencegahan infark ulangan

 Pengobatan hipertensi yang agresif

 Koreksi kelainan kongenital serta penyakit jantung katup

 Memerlukan pembahasan khusus

 Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang

mendasari, selain modulasi progresi dari disfungsi asimtomatik menjadi gagal

jantung

2. Upaya penanganan

Pendekatan terapi pada gagal jantung dalam hal ini disfungsi sistolik dapat berupa:

 Saran umum, tanpa obat-obatan

 Pemakaian obat-obatan

 Pemakaian alat. dan tindakan bedah

a. Penatalaksanan Umum, Tanpa Obat-obatan

 Edukasi mengenai gagal jantung, penyebab, dan bagaimana mengenal

sefta upaya bila timbul keluhan, dan dasar pengobatan

 Istirahat, olahraga, aktivitas sehari-hari, edukasi aktivitas seksual. serta

rehabilitasi

 Edukasi pola diet, kontrol asupan garam, air dan kebiasaan alkohol

13
 Monitor berat badan, hati-haLi dengan kenaikan berat badan yang tiba-

tiba

 Mengurangi berat badan pada pasien dengan obesitas

 Hentikan kebiasaan merokok.

 Pada perjalanan jauh dengan pesawat, ketinggian, udara panas dan

humiditas memerlukan perhatian khusus

 Konseling mengenai obat, baik efek samping, dan menghindari obat-

obat tertentu seperti NSAID, antiaritmia klas I, verapamil, diltiazem,

dihidropiridin efek cepat, antidepresan trisiklik, steroid

b. Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah

 Revaskularisasi (perkutan, bedah)

 Operasi katup mitral

 Aneurismektomi

 Kardiomioplasti

 External cardiac support

 Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventrikular

 Implantable ccLrdioverter defibrillators (ICD)

 Heart transplantation, venlricular assist devices, artificial heart

 Ultrafiltrasi, hemodialisis

c. Pemakaian Obat-obatan

14
 Angiotensin- converting enzyme inhibitor/ penyekat enzim konversi

angiotensin

 Diuretik

 Penyekat beta

 Antagonis reseptor aldesteron

 Antagonis reseptor angiotensin II

 Glikosidajantung

 Vasodilator agents (nitrat/hidralazin)

 Nesiritid, merupakan peptid natriuretik tipe B

 Obatinotropikpositif, dobutamin, milrinon,enoksimon

 Calcium sensitiz.er, levosimendan

 Antikoagulan

 Anti aritmia

 Oksigen

Terapi Farmakologi

15
1. Terapi jangka pendek (Gagal Jantung Akut)
Pemilihan terapi akut didasarkan pada dua hal berikut:
a. Volume overload (wet atau dry) yang menunjukkan peningkatan pengisian

ventrikel kiri
b. Tanda penurunan curah jantung (cold atau warm)
- Profil A menunjukkan hemodinamik normal. Gejala kardiopulmonal

dapat muncul akibat kelainan parenkim paru atau iskemia miokard yang

bersifat transien
- Profil B dan C menggambarkan edema paru akut. Profil B membutuhkan

diuretik dan atau vasodilator, sedangkan profil C membutuhkan diuretik

dan atau vasodilator ditambah inotropik


- Profil L menunjukkan kondisi deplesi cairan berat atau fungsi jantung

yang sangat terbatas tanpa adanya tanda overload cairan, misalnya dilatasi

ventrikel kiri dengan regurgitasi katup mitral. Profil L membutuhkan

terpai ekspansi cairan


2. Terapi jangka panjang
Penanganan gagal jantung sangat bervariasi dan tergantung faktor-faktor yang

mendasari. Berikut adalah garis besar pengobatan gagal jantung:

16
a. Semua pasien gagal jantung (baik sistolik maupun diastolik) memerlukan

penghambat ACE atau ARB bila tidak ada kontraindikasi selain kelainan

ginjal berat

17
b. Semua pasien gagal jantung (baik sistolik maupun diastolik) memerlukan

penyekat beta mulai dari dosis kecil bila tidak ada kontraindikasi

c. Pasien gagal jantung NYHA III-IV yang belum membaik dengan

penghambat ACE/ ARB dan penyekat beta dapat dipertimbangkan

penambahan dosis kecil antagonis aldosteron seperti spironolakton

18
d. Kebanyakan pasien gagal jantung membutuhkan diuretik reguler dosis

rendah untuk mencapai tekanan vena jugularis normal dan menghilangkan

edema. Permulaan dapat menggunakan diuretik kuat atau tiazid yang

kemudian disesuaikan dengan hasil terapi dan kebutuhan pasien

19
e. Pasien dengan EF < 30% atau dengan AF, sebaiknya diberikan

antikoagulan untuk mencegah emboli kardiak. Pemberian digitalis

bermanfaat untuk gagal jantung dengan AF dan EF < 30%


f. Bila penyebabnya adalah PJK, maka pemberian simvastatin dan aspirin

bermanfaat secara jangka panjang


g. Obat-obatan yang harus dihindari pada pasien gagal jantung simtomatik

NYHA II-IV:
- Golongan tiazolidinedion (glitazon) karena dapat memperburuk gejala

gagal jantung
- Golongan CCB, kecuali amilodipin dan felodipin karena memiliki efek

inotropik negatif
- OAINS dan penghambat COX-2 sebaiknya dihindari karena

menyebabkan retensi air dan natrium serta memperburuk fungsi ginjal

dan gejala gagal jantung


- Kombinasi ARB (atau renin inhibitor) dengan ACE inhibitor dan

antagonis mineralokortikoid tidak direkomendasikan karena

memperburuk fungsi ginjal dan menyebabkan hiperkalemia


h. Sesuai etiologinya, pasien gagal jantung perlu mendapat terapi yang

sesuai, baik untuk revaskularisasi (pembalonan, stent, atau operasi),

pemasangan pacu jantung (cardiac resynchronization therapy), perbaikan

katup dan sebagainya.


i. Intervensi gaya hidup
- Diet rendah garam 2 gram (setengan sendok teh ) pada gagal jantung

ringan dan 1 gram pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1,5 liter/

hari pada gagal jantung ringan dan 1 liter/ hari pada gagal jantung

berat
- Berhenti merokok dan alkohol (terutama pada kardiomiopati)

20
- Aktivitas fisik rutin, misalnya berjalan kaki 3-5 kali perminggu selama

20-30 menit atau sepeda statis 5 kali/ minggu selama 20 menit dengan

beban 70-80 % denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan

dan sedang
- Istirahat tirah baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi

akut

21
22
BAB 2
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Umur : 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Masuk RS : 8 Juni 2017

II. ANAMNESIS
Telah dirawat seorang pasien laki-laki berusia 65 tahun sejak tanggal 8 Juni 2017
di Bangsal Pria bagian Penyakit dalam RSUD Lubuk Basung dengan:
Keluhan utama :Sesak napas yang meningkat 1 hari yang lalu.

Riwayat penyakit sekarang


 Sesak napas yang meningkat 1 hari yang lalu. Sesak tidak berbunyi menciut,
tidak dipengaruhi cuaca, makanan, dan emosi. Riwayat sesak napas saat
beraktivitas (+), riwayat sesak apabila tidur berbaring (+), terbangun oleh
sesak napas mendadak saat malam hari (+), Pasien menyatakan sudah
mendapat pengobatan sejak 3 bulan yang lalu dari Puskesmas. Pasien sudah
minum obat untuk mengatasi sesak, namun keluhan tidak berkurang.
 Sembab pada kedua tungkai sejak 2 bulan sebelum masuk Rumah Sakit.
 Keluhan nyeri dada (-)
 Dada terasa berdebar-debar (-), pusing (-), pingsan (-)
 Batuk disangkal
 Demam disangkal
 Perut terasa menyesak dan kembung sudah dirasakan sejak 3 bulan sebelum
masuk Rumah Sakit. Kembung dirasakan sebelum dan sesudah makan.
 BAB tidak ada keluhan

23
 BAK tidak ada keluhan
 Nafsu makan berkurang sejak 3 bulan sebelum masuk Rumah Sakit

Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat hipertensi (+)
 Riwayat diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal,
hipertensi, diabetes mellitus, dan keganasan.

Riwayat Pekerjaan, Sosial dan Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan:


Pasien merupakan seorang petani, sudah tidak bekerja selama 3 tahun
Pasien seorang perokok, konsumsi rokok lebih kurang 20 batang rokok sehari selama
25 tahun. Sudah berhenti merokok selama 4 tahun.
Riwayat konsumsi jamu dan obat nyeri sendi disangkal
Riwayat konsumsi kopi setiap pagi hari

III. STATUS GENERALIS


Tanda vital
- keadaan umum : sakit sedang
- kesadaran : CMC
- frekuensi nadi : 80x /menit
- frekuensi nafas : 20x/menit
- tekanan darah :150/70 mmHg
- suhu : 370C
- keadaan gizi : sedang
- Sianosis : tidak ada
- edema : tidak ada
- anemis : tidak ada

24
- ikterus : tidak ada

Pemeriksaan Fisik
Kulit
Warna cokelat gelap, teraba hangat, turgor kulit baik
Kepala
Normocephal, simetris
Rambut
Hitam, tidak mudah dicabut
Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor ukuran 3mm/3 mm
Telinga
Tidak ditemukan kelainan
Hidung
Tidak ditemukan kelainan
Tenggorok
Tonsil T1-T1, faring tidak hiperemis, lidah tidak kotor
Mulut
Bibir tidak pucat, caries gigi ada, gusi tidak berdarah, jumlah gigi geligi tidak
lengkap
Leher
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Tidak ada pembesaran kelenjar getah
bening, dan JVP 5+0 cmH20
Paru
I = simetris kiri dan kanan, pergerakan dinding dada sama kiri dan kanan
P = fremitus kiri dan kanan sama
Pr = sonor kiri dan kanan
A = nafas vesicular, ronkhi tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung
I = iktus terlihat di RIC V

25
P = iktus teraba 2 jari lateral LMCS RIC V, seluas ± 2 cm, kuat angkat
Pr = batas jantung atas di RIC II LMCS
Batas jantung kanan di LSD
Batas jantung kiri 2 jari lateral LMCS RIC V
A = irama jantung reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
I = perut tampak membuncit
P = tidak teraba pembesaran hepar dan lien
Pr = timpani
A = bising usus ada

Punggung
Tidak ditemukan kelainan
Alat kelamin
Tidak diperilksa
Anus dan Rectum
Tidak diperiksa
Eksterimitas
Akral hangat, edema (+) di ekstremitas, perfusi baik, capillary refilling time <2
dtk

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Laboratorium darah lengkap
Hb : 13,3 g/dl (13-16 g/dl)
Ht : 40 % (40-50%)
Leukosit : 4600/mm3 (5.000-10.000/mm3)
Trombosit : 66.000/mm3(150-450 ribu/mm3)
GDS : 96mg/dl (180 mg/dl)
Ureum : 28 mg/dl (10-50 mg/dl)
Creatinin : 1.0 mg/dl (0,7-1,1 mg/dl)

26
Na : 142 (135-145 mmol)
K : 4,3 (3,5-5,5 mmol)
Cl : 103 (98-106 mmol)
Ca : 1,2 (1,10-1,35 mol)
pH : 7,3 (7,35-7,45)
Total Kolesterol : 129 (150-250 mg/dl)
Trigliserida : 85 (60-150 mg/dl)
HDL Kolesterol : 36 (>55 mg/dl)
LDL Kolesterol : 76 (<150 mg/dl)
Albumin : 3,4 (3,8-4,4 gr/dl)
Asam urat : 9,3 (3,4-7 mg/dl)
Urinalisa
Warna : kuning muda
pH : 6,0
Protein : negatif
Reduksi : negatif
Bilirubin : negatif
Urobilin : normal
Sedimen
-Eritrosit : negatif
-Leukosit : negatif
-Silinder : negatif
-Kristal : negatif
-Sel epitel : negatif

EKG

27
Irama sinus, QRS rate 88 x/menit, axis normal, P wave normal, PR interval
0,20 detik, QRS duration 0,12 detik, T inverted di V1-V6, RBBB di lead III, V2
dan V3, gelombang P bifasik di V1 (LAE +), LVH (+), RVH (-)

28
Foto Rontgen

CTR >55 %, Aorta elongasi dan kalsifikasi, mediastinum superior melebar,


proyeksi vaskular, trakea di tengah, kedua hillus tidak menebal corakan
bronkovaskular kedua paru meningkat, tampak infiltrat di perihiler dan perikardial
kanan-kiri
Kesan: kardiomegali dengan aorta elongasi dan kalsifikasi. Infiltrat di perihiler
dan perikardial kanan-kiri

29
Tidak tampak dilatasi maupun penebalan dinding usus. Tidak tampak
gambaran air fluid level multiple, tidak tampak gambaran udara bebas ekstra
luminal
Kesan: tidak tampak tanda-tanda ileus

V. DIAGNOSIS KERJA
CHF fc III LVH-RVH irama sinus ec HHD
Trombositopenia sekunder ec ITP
Dispepsia

VI. TERAPI
Farmakologi:
Inf NaCl 0,9% 24 jam/kolf
Furosemide 2x20 mg IV
Spironolakton 1x25 mg p.o
Ramipril 1x5 mg
Allupurinol 1x100 mg
Domperidon 3x10 mg
Clopidogrel 1x750 mg

30
VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

Quo ad functionam : dubia ad malam

31
BAB 3
DISKUSI

Seorang laki-laki berusia 56 tahun dirawat di bangsal pria bagian Penyakit


Dalam RSUD Lubuk Basung pada tanggal 8 Juni 2017. Pasien mengaku datang e
IGD RSUD Lubuk Basung dengan keluhan utama sesak nafas meningkat sejak 1
hari yang lalu. Pasien yang datang dengan keluhan sesak nafas harus dibedakan
akibat jantung atau paru. Sesak yang dialami pasien tidak berbunyi menciut, tidak
dipengaruhi makanan, cuaca dan emosi. Sesak nafas yang disebabkan oleh
jantung biasanya dipengaruhi oleh aktifitas. Pasien menyatakan sering mengalami
keluhan sesak nafas dan cepat letih, apabila pasien beraktifitas seperti biasa pasien
membutuhkan beberapa kali istirahat sebelum melanjutkan pekerjaan. Pasien juga
menyataan tidur dengan minimal 2 bantal dan sesak apabila berbaring. Riwayat
terbangun pada malam hari oleh karena sesak nafas mendadak juga diakui oleh
pasien. Selanjutnya pasien menyatakan telah mengalami keluhan sesak nafas sejak
3 bulan yang lalu dan pasien menyebutkan bahwa 1 hari sebelum masuk Rumah
Sakit sesak tidak berkurang setelah konsumsi obat. Keluhan nyeri dada serta dada
terasa berdebar tidak ada. Kedua tungkai pasien bengkak sudah dirasakan sejak 3
bulan sebelum masuk Rumah Sakit. Berdasarkan anamnesis, sesak pada pasien
dan bengkak pada kaki tersebut mungkin diakibatkan adanya gagal jantung akut.

Pasien juga mengeluhkan perut terasa menyesak dan kembung, sudah


dirasakan 3 bulan sebelum masuk rumah sakit. Kembung dirasakan pasien
sebelum dan sesudah makan. Sebelumnya diketahui bahwa nafsu makan pasien
berkurang sejak 3 bulan sebelum rumah sakit. Kembung yang dirasakan pasien
kemungkinan karna dispepsia

Pasien memiliki riwayat merokok selama lebih kurang 25 tahun dengan


jumlah mencapai 20 batang per hari. Pasien menyatakan sudah berhenti merokok
sejak 4 tahun yang lalu. Merokok ini merupakan salah satu faktor dari penyakit
jantung koroner. Pasien juga menyatakan memiliki riwayat hipertensi, rutin
kontrol ke puskesmas
Pada pemeriksaan fisik umum, pasien tampak sakit sedang, kesadaran
CMC, TD 150/70 mmHg, nadi 80 x/menit, suhu 37oC, nafas 20x/menit. Pada
pemeriksaan fisik kepala, rambut hitam tidak mudah dicabut, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, hidung dan telinga tidak ada kelainan, dan gigi geligi
tidak lengkap. Hasil pemeriksaan fisik leher didapatkan JVP 5+0 cmH2O, tidak
ditemukan pembesaran KGB dan kelenjar tiroid.

Hasil pemeriksaan fisik paru ditemukan pada inspeksi bentuk paru simetris
kiri dan kanan, pergerakan dinding paru sama kiri dan kanan. palpasi, perkusi, dan
auskultasi dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan fisik jantung
inspeksi iktus terlihat di RIC V, dari palpasi ditemukan iktus kordis teraba di 2 jari
lateral LMCS RIC V, kuat angkat dengan luas ± 2 cm, dan dari perkusi didapatkan
batas jantung kiri melebar menjadi 2 jari lateral LMCS RIC V, dan auskultasi
dalam batas normal. Pada pemeriksaan jantung, didapatkan kardiomegali, ini
merupakan tanda mayor dari gagal jantung.7

Pada pemeriksaan abdomen perut tampak membuncit, dari palpasi, perkusi


dan auskultasi tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan punggung tidak
didapatkan kelainan. Alat kelamin dan anus tidak diperiksa. Pada ekstremitas
ditemukan adanya edem pada kedua kaki dan akral hangat. Pada pasien ini
ditemukan tanda gagal jantung lainnya berupa udem ekstremitas.

Hasil laboratorium saat pasien masuk RS didapatkan hemoglobin: 13,3 gr/dl,


leukosit: 4.600/mm3, trombosit 66.000/mm3, hematokrit: 40%, GDS: 96 mg/dl,
ureum: 28 mg/dl, kreatinin: 1,0 mg/dl, Na: 142, K:4.3, Cl:103, Ca: 1.2, pH: 7.3,
total kolesterol: 129, trigliserida: 85, HDL Kolesterol: 36, LDL Kolesterol: 76,
Albumin: 3.4, Asam urat: 9.3. Hasil urinalisa pasien ditemukan warna kuning
muda, pH: 6.0, protein: negatif, reduksi : negatif, bilirubin: negatif, urobilin:
normal, dan tidak ditemukan sedimen dari urinalisa.
Interpretasi hasil EKG Irama sinus, QRS rate 88 x/menit, axis normal, P wave
normal, PR interval 0,20 detik, QRS duration 0,12 detik, T inverted di V1-V6,
RBBB di lead III, V2 dan V3, gelombang P bifasik di V1 (LAE +), LVH (+), RVH
(-). Interpretasi hasil rontgen thoraks ialah CTR >55 %, Aorta elongasi dan
kalsifikasi, mediastinum superior melebar, proyeksi vaskular, trakea di tengah,
kedua hillus tidak menebal corakan bronkovaskular kedua paru meningkat,
tampak infiltrat di perihiler dan perikardial kanan-kiri dengan kesan kardiomegali
dengan aorta elongasi dan kalsifikasi. Infiltrat di perihiler dan perikardial kanan-
kiri Pada pasien ini terdapat kardiomegali dan peningkatan corakan
bronkovesikular yang merupakan tanda gagal jantung.7
Interpretasi rontgen abdomen dan LLD didapatkan hasil yaitu Tidak tampak
dilatasi maupun penebalan dinding usus. Tidak tampak gambaran air fluid level
multiple, tidak tampak gambaran udara bebas ekstra luminal dengan kesan: tidak
tampak tanda-tanda ileus
Mekanisme timbulnya sesak nafas disebabkan adanya gagal jantung, hal
ini didasarkan pada ketidakmampuan jantung untuk mempompakan darah ke
seluruh tubuh sehingga kebutuhan metabolisme tubuh tidak terpenuhi.
Ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah dapat disebabkan oleh
gangguan kontraktilitas ventrikel, peningkatan afterload, serta gangguan relaksasi
dan pengisian ventrikel. Gangguan tersebut menyebabkan menurunnya cardiac
output jantung. Kompensasi jantung terhadap menurunnya cardiac output adalah
dengan peningkatan volume end-diastolic dan hipertrofi dari ventirkel kiri. Hal ini
dapat meningkatkan tekanan ventrikel kiri sehingga tekanan pada atrium kiri ikut
meningkat. Darah yang ada di vena pulmonalis tidak dapat dialirakan dengan
sempurna ke dalam atrium kiri akibat peningkatan tekanan sehingga terjadi
penumpukan carian dan peninggian tekanan di vena pulmonalis yang pada
akhirnya terjadi penumpukan cairan di alveolus. Penumpukan cairan di alveolus
menyebabkan terganggunya difusi oksigen kedalam darah sehingga timbulah
sesak nafas sebagai kompensasi tubuh untuk meningkatkan masukan oksigen.4

Gagal jantung merupakan kumpulan tanda dan gejala yang kompleks


dimana seseorang harus memiliki tampilan berupa gejala gagal jantung (seperti
sesak nafas yang tipikal saat istirahat atau saat melakukan aktifitas, cepat lelah,
dan edem tungkai), tanda retensi cairan (kongesti paru, rhonki, dan edema
pergelangan kaki) dan bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung
saat istirahat (kardiomegali, S3 gallop, murmur jantung, abnormalitas
ekokardiografi, kenaikan konsentrasi peptide neuretik). 13 Manifestasi klinis utama
dari gagal jantung ialah sesak nafas, mudah capek yang mengakibatkan toleransi
aktivitas berkurang, serta retensi air yang dapat memicu edema paru dan edema
perifer. Namun demikian, keluhan dan gejala bisa berbda pada setiap individu, ada
sesak nafas, belum tentu ada edema perifer dan sebagainya.5

Terapi komprehensif pada pasien ini mencakup terapi untuk gagal jantung
akut. Target terapi awal gagal jantung akut adalah secepatnya memperbaiki gejala-
gejala atau keluhan dan menstabilkan kondisi hemodinamik.8 Pasien diistirahatkan
serta diberikan oksigen 3 L/mnt untuk memulihkan oksigenasi. Pemberian loop
diuretik dapat berupa furosemide dengan dosis awal 20-40 mg (pemakaian
furosemide tidak boleh melebihi 100 mg untuk 6 jam pertama dan 240 mg pada
24 jam pertama).

Dalam perawatan, medikamentosa untuk gagal jantung ialah diuretik, ACE


i/ ARB, dan beta blocker. Furosemide diberikan dosis 2x20 mg IV, spironolakton
1x25 mg, ramipril 1x5 mg, allopurinol diberikan 1x100 mg, domperidon 3x10
mg, dan clopidogrel 1x750 mg. Prognosa pasien ialah dubia ad malam oleh karena
keberhasilan terapi dipengaruhi oleh kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat
dan mematuhi nasihat yang diberikan oleh dokter terhadap kondisi klinis.5
DAFTAR PUSTAKA

1. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G, McMurray JJ, Ponikowski P,


Poole-Wilson PA, et al. ESC guidelines forthe diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008: the TaskForce for the diagnosis and
treatment of acute and chronic heart failure 2008of the European Society of
Cardiology. Developed in collaboration withthe Heart Failure Association of
the ESC (HFA) and endorsed by theEuropean Society of Intensive Care
Medicine (ESICM). Eur J Heart Fail 2008;10:933–989.
2. McMurrray J.V, Adampulous S, Anker S.D, Aurichio A, Bohm M, Dickstein
K, et al. ESC guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2012: the Task Force for the diagnosis and treatment of acute and
chronic heart failure 2012 of the European Society of Cardiology. Developed
in collaboration with the Heart Failure Association of the ESC (HFA) and
endorsed by the European Society of Intensive Care Medicine (ESICM). Eur J
Heart Fail 2012; 33: 1787-1847
3. Mosterd A, Hoes AW. Clinical epidemiology of heart failure. Heart
2007;93:1137–1146
4. Lily, LS. 2011. Pathophsiology of heart disease: a collaborative project of
medical student and faculty. Lippincott Williams & willkins
5. Manurung D, Muhadi. Gagal Jantung Akut dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi VI. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. hal:
1136-1147. 2014
6. Schoenstadt Arthur, 2008. Penyebab Gagal Jantung Kronis. Emedicine from
WebMed.
7. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure 2012. European Heart Journal (2012) 33, 1787–1847.
8. Panggabean MM. Gagal Jantung. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. 4th Ed.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p. 1513
9. Marulam M.Panggabean, 2007. Gagal jantung. Dalam:Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam PDUI, Jilid 2 :342;1514.
10. Mc Murray et al: ESC Commitee for practice guideline (CPG), ESC Guideline
for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012, J.
2012: 33: 1: 1787-847
11. Siswanto BB, Gagal jantung, dalam : Rilantono LL. Penyakit kardiovaskular .
Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
12. Mana DL dkk, Heart Failure and Cor Pulmonal Dalam : Longo Dl dkk:
penyunting Harrison’s principles of internal medicine. Edisi ke 18. New york:
Mc Graw-hill: 2012

13. PERKI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia).


Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. 2015.

Anda mungkin juga menyukai