Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

PENANGANAN CAIRAN PADA PASIEN GAGAL JANTUNG


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………..………. 2


BAB II. ISI ………………………………………………………………………………….. 3
2.1. Patofisiologi Gagal Jantung …………………………………………………………….
3
2.1.1. Fisiologi Jantung Normal ………………………………………………………3
2.1.2. Disfungsi Sistolik dan Diastolik ………………………………………………..
3
2.1.3. Mekanisme Kompensasi ………………………………………………………..4
2.1.4. Klasifikasi Gagal Jantung ……………………..……………………………… 5
2.1.5. Gejala Gagal Jantung ………………………………………………………….. 6
2.1.6. Klasifikasi Fungsional dan Perkembangan Penyakit ……………………………
7
2.1.7. Biomarker Diagnostik
…………………………………………………………..8
2.1.8. Pemeriksaan Laboratorium ……………………………………………………..9
2.2. Mekanisme Retensi Cairan pada Gagal Jantung ……………………………………..9
2.2.1. Sistem Saraf Simpatis
………………………………………………………….10
2.2.2. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron ………………………………………...
10
2.2.3. Arginine Vasopressin
………………………………………………………….11
2.2.4. Endotelin dan Faktor Tumor Nekrosis ………………………………………..
11
2.3. Penanganan Cairan pada Pasien Gagal Jantung ……………………………………11
2.3.1.Terapi Diuretik pada Gagal Jantung ………………………………………….
12
2.3.2. Diuretik pada Gagal Jantung Akut …………………………………………. 14
2.3.3. Target urin output ……………………………………………………………
16
1
2.3.4. Terapi Pengganti Ginjal ……………………………………………………..
18
2.3.5. Cairan Intravena pada Gagal Jantung ………………………………………..
18
BAB III. KESIMPULAN …………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………20

BAB I
PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala khas, seperti sesak
napas, pergelangan kaki bengkak, dan kelelahan, yang dapat disertai dengan tanda-tanda
peningkatan tekanan vena jugularis, ronki paru, dan edema perifer, yang disebabkan oleh
gangguan struktur dan / atau fungsi jantung, yang mengakibatkan penurunan curah jantung
dan atau peningkatan tekanan intrakardiak.1
Gagal jantung adalah salah satu alasan pasien perawatan dalam rumah sakit. Kondisi ini
memiliki morbiditas dan mortalitas di rumah sakit baik pada pasien fraksi ejeksi ventrikel kiri
berkurang atau normal.2 Akumulasi cairan secara kronis menyebabkan perawatan di rumah
sakit dan prognosis yang lebih buruk. Kelebihan cairan ini merupakah gambaran klinis klasik
dari pasien gagal jantung.3,4
Kongesti cairan pada pasien dengan gagal jantung berkembang selama beberapa
minggu atau bahkan berbulan-bulan, dan pasien datang dalam kondisi akut. Tujuan
tatalaksana pada pasien adalah untuk membuang kelebihan cairan, sehingga pasien tidak lagi
sesak saat meninggalkan rumah sakit, kemudian kondisi beralih menjadi gagal jantung
kronis. Diuretik adalah penatalaksanaan untuk pasien dengan kongesti.4 Pada pasien yang
diberikan diuretik, pemberian cairan intravena merupakan hal yang berlawanan.5

2
Penangan cairan yang tepat merupakan tatalaksana yang penting pada pasien gagal
jantung untuk mengurangi kongesti dan gejala yang timbul. Referat ini membahas mengenai
penanganan cairan pada pasien gagal jantung serta implikasi klinisinya.

3
BAB II
ISI

2.1. Patofisiologi Gagal Jantung


Gagal jantung disebabkan oleh kerusakan sel miokard fungsional karena berbagai
penyebab. Etiologi yang paling umum adalah penyakit jantung iskemik, hipertensi, dan
diabetes. Tiga perempat dari semua pasien gagal jantung memiliki hipertensi dan faktor risiko
ini saja menggandakan risiko pengembangan gagal jantung dibandingkan dengan pasien
normotensi. Penyebab gagal jantung lainnya adalah kardiomiopati, infeksi (miokarditis,
virus), toksin (alcohol, obat sitotoksik), penyakit katup, dan aritmia yang berkepanjangan.6
Fisiologi Jantung Normal
Darah yang dipompa oleh jantung selama periode waktu tertentu dikenal sebagai
curah jantung, yang pada gilirannya merupakan produk heart rate (HR) dan stroke volume
(SV) dan biasanya 4-8 L / menit. SV didefinisikan sebagai jumlah darah yang dikeluarkan
oleh ventrikel per detak jantung dengan jumlah 1 cc / kg atau 60-100 cc. SV dipengaruhi oleh
tiga faktor utama: preload, afterload, dan kontraktilitas.6
Disfungsi Sistolik dan Diastolik
Disfungsi ventrikel kiri dapat dibagi menjadi dua kategori: disfungsi sistolik
(gangguan kontraksi dan ejeksi ventrikel) dan disfungsi diastolik (gangguan relaksasi dan
pengisian ventrikel). Disfungsi sistolik ventrikel kiri didefinisikan sebagai ejeksi fraksi
ventrikel kiri yang kurang dari 40%. Konsekuensi dari disfungsi ventrikel kiri adalah
penurunan curah jantung yang pada akhirnya menyebabkan hipoperfusi global. Selain itu,
disfungsi ventrikel kiri menyebabkan peningkatan jumlah darah di ventrikel, peningkatan
volume sistolik akhir dan diastolik akhir. Hal ini pada akhirnya menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler di paru-paru. Tekanan yang meningkat di paru-paru ini memaksa cairan
keluar dari kapiler paru dan menyebabkan bendungan paru dengan gejala klinis utama
dispnea.6
Penyebab paling umum dari kegagalan ventrikel kanan adalah kegagalan ventrikel
kiri. Saat terjadi kegagalan ventrikel kanan, terjadi peningkatan tekanan atrium kanan dan
peningkatan tekanan dalam sistem vena kavaleri yang mengganggu drainase vena dari tubuh.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan di hati, saluran pencernaan, dan ekstremitas
bawah serta tanda dan gejala klinis nyeri perut, hepatomegali, dan edema perifer. 6

4
Gambar 1. Mekanisme Disfungsi Ventrikel Kiri6

Mekanisme Kompensasi
Seorang pasien dengan gagal jantung mengalami penurunan curah jantung yang pada
gilirannya menyebabkan penurunan mean arterial pressure (MAP) dan menyebabkan
penurunan perfusi jaringan. Dengan demikian tubuh mencoba untuk mempertahankan perfusi
jaringan yang memadai dan mengkompensasi untuk mengembalikan MAP ke normal
menggunakan beberapa mekanisme termasuk mekanisme Frank-Starling, aktivasi
neurohormonal, dan remodeling ventrikel. Meskipun awalnya menguntungkan, efek jangka
panjang dari mekanisme ini memperburuk gagal jantung.6

Gambar 2. Mekanisme Kompensasi pada Gagal Jantung6


Klasifikasi Gagal Jantung
Saat ini klasifikasi gagal jantung dibagi menjadi 2 kategori, yaitu berdasarkan ejeksi
fraksi ventrikel kiri, gagal jantung dengan penurunan EF (Heart Failure with reduced EF)
dan gagal jantung tanpa penurunan EF (Heart Failure with preserved EF).13

5
Gambar 3. Klasifikasi Gagal Jantung1
a. Gagal Jantung dengan penurunan EF (Heart Failure with reduced EF)
Gagal jantung dengan penurunan EF paling utama disebabkan oleh disfungsi sistolik.
Pada kondisi disfungsi sistolik, ventrikel akan memiliki penurunan kapasitas untuk ejeksi
volume darah disebabkan oleh gangguan kontraktilitas miokard atau tekanan afterload yang
berlebih. Gangguan kontraktilitas ventrikel dapat disebabkan oleh adanya destruksi miosit,
fungsi miosit abnormal, atau fibrosis. Tekanan afterload yang berlebih berdampak pada
peningkatan resistensi aliran ejeksi ventrikel. 13
Efek disfungsi sistolik dikarenakan gangguan kontraktilitas pada pressure-volume
loop. Pada kondisi ini terjadi pengosongan sistolik berakhir dengan end-systolic volume yang
lebih tinggi daripada normal. Aliran balik vena pulmonal serta end-systolic volume yang
tinggi akan meningkatkan end diastolic volume (EDV) yang lebih tinggi daripada normal.
EDV ini akan meningkatkan preload dimana hal ini merupakan mekanisme kompensatorik
dari mekanisme Frank-Starling. Namun pada kondisi terjadi gangguan kontraktilitas dan
afterload yang berlebih, maka ejeksi fraksi akan mengalami penurunan sehingga
menghasilkan end-systolic volume yang menetap tinggi. 13
Selama diastolik terjadi peningkatan tekanan yang dihantarkan ke atrium kiri (melalui
katup mitra yang terbuka) hingga ke vena pulmonal dan kapiler. Peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler pulmonal (biasanya >20 mmHg) akan menyebabkan terjadinya
transmutasi cairan ke interstitium pulmonal dan menyebabkan timbulnya gejala kongesti
paru.
b. Gagal Jantung EF terjaga (Heart Failure with preserved EF).
Gagal jantung dengan EF terjaga paling utama disebabkan oleh disfungsi diastolik.
Pada kondisi disfungsi diastolik, terjadi gangguan relaksasi diastolik dini dan atau
peningkatan kekakuan dinding ventrikel. Iskemia Miokard Akut (IMA) merupakan contoh
6
kondisi yang secara transien menghambat pengantaran energi dan relaksasi diastolik.
Sebaliknya, hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis atau kardiomiopati restriktif menyebabkan
dinding ventrikel kiri menjadi kaku secara kronik. Pasien dengan disfungsi diastolik sering
bermanifestasi sebagai tanda dari kongesti vaskular karena tekan diastolik yang meningkat
akan ditransmisikan secara retrogade ke vena pulmonal dan sistemik.
Gejala Gagal Jantung
Tanda dan gejala gagal jantung adalah hasil dari gejala curah jantung yang tidak
adekuat dan kurangnya aliran balik vena yang efisien. Sesak terjadi akibat peningkatan
tekanan pada kapiler pulmonal karena aliran maju yang tidak efektif dari ventrikel kiri.
Edema ekstremitas bawah, serta asites, terjadi ketika ventrikel kanan tidak mampu
mengakomodasi aliran balik vena sistemik. Kelelahan biasa terjadi karena jantung yang gagal
tidak dapat mempertahankan curah jantung yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh dan menghemat aliran darah ke jantung dan otak. Palpitasi dapat terjadi
karena jantung yang gagal mencoba mengakomodasi kurangnya aliran dengan detak jantung
yang lebih cepat. 1,6 Gejala gagal jantung sesuai dengan kriteria Framingham.14

Gambar 4. Kriteri Framingham Gagal Jantung14


Klasifikasi Fungsional dan Perkembangan Penyakit

7
Gagal jantung diklasifikasikan menggunakan sistem klasifikasi New York Heart
Association (NYHA) yang menempatkan pasien dalam salah satu dari empat kelas
berdasarkan keterbatasan fisik. Saat ini, klasifikasi NYHA digunakan tidak hanya untuk
mendokumentasikan status fungsional jantung tetapi juga sebagai kriteria masuk untuk uji
klinis obat dan perangkat. Penderita NYHA Kelas I HF memiliki penyakit jantung tanpa
batasan atau gejala apapun dengan aktivitas biasa. Mereka yang berada di NYHA Kelas II
memiliki sedikit batasan aktivitas fisik; mereka merasa nyaman saat istirahat, tetapi aktivitas
fisik biasa akan menyebabkan kelelahan, palpitasi, sesak, atau angina. Pasien NYHA Kelas
III masih nyaman saat istirahat tetapi memiliki keterbatasan aktivitas fisik dengan gejala yang
muncul dengan aktivitas kurang dari biasanya. Pasien NYHA Kelas IV mungkin mengalami
gejala saat istirahat dan tidak dapat melakukan aktivitas fisik apa pun tanpa gejala. Menurut
National Heart, Lung, and Blood Institute, 35% pasien menderita Kelas I, diikuti 35%
dengan Kelas 25% dengan Kelas III, dan 5% dengan Kelas IV. 6

Gambar 5. Klasifikasi New York Heart Association (NYHA)6


Sistem baru dikembangkan oleh American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) yang menekankan baik evolusi dan perkembangan proses
penyakit. Pasien di Tahap A berisiko tinggi mengembangkan gagal jantung tetapi tidak
memiliki kelainan struktural pada jantung. Penderita stadium B mengalami gangguan
struktural tanpa gejala gagal jantung. Mereka yang berada di tahap C memiliki gejala gagal
jantung masa lalu atau saat ini yang terkait dengan penyakit jantung struktural yang
mendasari. Pasien stadium D adalah pasien gagal jantung stadium akhir yang memerlukan
strategi pengobatan khusus. Skema klasifikasi empat tahap ini menunjukan bahwa intervensi
terapeutik sebelum perkembangan disfungsi ventrikel kiri dapat menghasilkan penurunan
morbiditas dan mortalitas akibat gagal jantung.6
8
Gambar 6. Klasifikasi American College of Cardiology dan American Heart Association6
Biomarker Diagnostik
Untuk meningkatkan spesifisitas diagnosis gagal jantung, diagnosis klinis
perlu didukung oleh ukuran obyektif disfungsi jantung saat istirahat atau selama
berolahraga. Diagnosis membutuhkan kondisi berikut yang harus dipenuhi, yaitu :
a. Adanya gejala dan / atau tanda gagal jantung
b. Ejeksi fraksi didefinisikan sebagai LVEF ≥50% atau 40-49% untuk
HFmrEF
c. Peningkatan kadar (NT BNP .35 pg / mL dan / atau NT-proBNP 0,125 pg /
mL)
d. Bukti obyektif dari fungsional dan struktural jantung lainnya terasi yang
mendasari gagal jantung.1

9
Gambar 7. Algoritma Diagnostik Gagal Jantung
Pemeriksaan Laboratorium
Pengukuran troponin jantung berguna untuk deteksi jantung koroner akut sebagai
penyebab yang mendasari gagal jantung akut. Terdapat rekomendasi untuk mengukur
kreatinin, BUN, dan elektrolit setiap 1–2 hari selama di rumah sakit dan sebelum keluar dari
rumah sakit. Penilaian kadar prokalsitonin dapat dipertimbangkan di pasien dengan gagal
jantung akut dengan dugaan infeksi yang menyertai, terutama untuk diagnosis banding
pneumonia dan untuk memandu terapi antibiotik. Tes fungsi hati sering terganggu pada
pasien dengan gagal jantung akut karena gangguan hemodinamik. Fungsi hati tidak normal
mengidentifikasi pasien dengan risiko prognosis buruk. Hipotiroidisme dan hipertiroidisme
dapat memicu terjadinya gagal jantung akut, TSH harus dinilai pada gagal jantung akut yang
baru didiagnosis. Beberapa biomarker lain, termasuk yang mencerminkan inflamasi, stres
oksidatif, kekacauan neurohormonal dan remodeling miokard dan matriks, telah diteliti untuk
nilai diagnostik dan prognostiknya di gagal jantung akut, namun tidak ada yang mencapai
tahap direkomendasikan untuk penggunaan klinis rutin.1
2.2. Mekanisme Retensi Cairan pada Gagal Jantung
Perkembangan edema perifer pada pasien dengan gagal jantung berhubungan dengan
kelebihan cairan. Saat jantung mulai gagal, perfusi ginjal turun. Ginjal merespons dengan
meningkatkan produksi renin, yang menyebabkan lebih banyak produksi aldosteron, yang
diikuti oleh retensi natrium dan air. Arginine vasopressin (AVP) juga dilepaskan, selanjutnya
meningkatkan retensi cairan dan merangsang rasa haus. Aktivasi renin-angiotensin-
aldosteron dan sistem AVP mempertahankan preload jantung (lebih banyak cairan) dan
afterload (vasokonstriksi, terutama karena angiotensin II), sehingga mempertahankan
homeostasis sistem kardiovaskular tetapi dengan peningkatan tekanan vena sistemik. Jantung
cenderung memburuk seiring berjalannya waktu karena ventrikel kiri yang cenderung
membesar, seperti halnya atrium kiri, terutama jika regurgitasi mitral berkembang. Tekanan
vena sistemik yang meningkat selanjutnya dapat mengurangi aliran darah ginjal karena
gradien antara tekanan arteri ginjal rata-rata menurun dan penurunan tekanan vena sistemik.7,8

10
Gambar 8. Mekanisme Kongesti pada Gagal Jantung8

Sistem Saraf Simpatis


Sistem saraf simpatis berfungsi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan
perfusi perifer. Perubahan tekanan arteri rata-rata mengaktifkan refleks kardiovaskular yang
dimediasi oleh baroreseptor di sinus karotis, arkus aorta, dan ventrikel kiri, serta baroreseptor
kardiopulmoner, dan kemoreseptor perifer. MAP yang semakin berkurang mengaktifkan
sistem saraf simpatis, mengakibatkan peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas,
penurunan kapasitansi vena, dan vasokonstriksi di perifer. Efek ini diatur oleh katekolamin
norepinefrin (NE) dan epinefrin, yang dilepaskan ke sirkulasi dari berbagai lokasi di seluruh
tubuh. Kelebihan katekolamin ini memiliki efek merugikan pada gagal jantung, termasuk
peningkatan kerja jantung dan hipertrofi miosit. Selain itu, aktivitas simpatis ginjal eferen
menyebabkan vasokonstriksi ginjal dan aktivasi RAAS. Stimulasi ini, ditambah dengan efek
langsung dari aktivasi saraf ginjal pada tubulus, menghasilkan reabsorpsi natrium dan air
dalam menghadapi volume cairan ekstraseluler yang membesar yang berkontribusi pada
perkembangan gagal jantung klinis.7
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron
Pasien gagal jantung diketahui memiliki konsentrasi renin, angiotensin II, dan
aldosteron dalam plasma yang meningkat. Angiotensin II dan aldosterone merupakan
mediator utama retensi natrium dan cairan pada gagal jantung. Angiotensin II meningkatkan
pelepasan neuroendokrin neuronal secara perifer dan berfungsi sebagai vasokonstriktor,
meningkatkan resistensi vaskular sistemik dan juga afterload. Angiotensin II juga secara
11
langsung menstimulasi reabsorpsi natrium di tubulus proksimal. Aldosteron bekerja pada
tingkat nefron distal untuk meningkatkan reabsorpsi natrium sebagai ganti proton dan ion
kalium. 7,9,10

Gambar 9. Sistem Renin Angiotensin Aldosteron


Arginine Vasopressin
AVP adalah vasokonstriktor arteriol yang kuat, menyebabkan peningkatan resistensi
vaskular. Selain itu, AVP merangsang saluran aquaporin-2 di saluran pengumpul ginjal untuk
meningkatkan penyerapan air bebas, dan juga memediasi pelepasan ACTH dari hipofisis
anterior untuk meningkatkan pelepasan aldosteron. pelepasan AVP. Selain itu, NE dan ANG
II diketahui merangsang pelepasan AVP, yang keduanya ada pada konsentrasi plasma yang
meningkat pada pasien gagal jantung. Efek bersih dari pelepasan AVP ini adalah
memperburuk hiponatremia dan retensi air dalam menghadapi peningkatan jumlah air
tubuh.7,11
Endotelin dan Faktor Tumor Nekrosis
Zat vasoaktif tambahan ditemukan meningkat pada pasien dengan gagal jantung,
termasuk endotelin-1 dan faktor tumor nekrosis. Endotelin-1 adalah vasokonstriktor kuat,
diproduksi di sel-sel endotel vaskuler dan tubulus ginjal. Faktor-faktor ini meningkatkan
aktivasi neurohumoral dan menurunkan perfusi ginjal yang meningkatkan retensi air dan
natrium. 7
2.3. Penanganan Cairan pada Pasien Gagal Jantung
Tujuan dari penanganan cairan pada pasien gagal jantung untuk disfungsi sistolik
ventrikel kiri adalah menghilangkan tanda dan gejala hipervolemia dan stabilisasi status
hemodinamik.12

12
Terapi Diuretik pada Gagal Jantung
Diuretik direkomendasikan untuk mengurangi tanda dan gejala kongesti pada pasien
dengan gagal jantung ejeksi fraksi yang berkurang, tetapi efeknya pada mortalitas dan
morbiditas belum dipelajari dalam studi klinis. Meta analisis telah menunjukkan bahwa pada
pasien dengan gagal jantung kronis, loop diuretik dan tiazid mengurangi risiko kematian dan
perburukan gagal jantung dibandingkan dengan plasebo. Dibandingkan dengan kontrol, loop
diuretik menghasilkan diuresis yang lebih intens dan lebih pendek daripada tiazid, meskipun
mereka bekerja secara sinergis dan kombinasinya dapat digunakan untuk menangani edema .
Namun efek samping lebih mungkin terjadi dan kombinasi ini hanya boleh digunakan dengan
hati-hati. Tujuan terapi diuretik adalah untuk mencapai dan mempertahankan euvolemia
dengan dosis terendah yang dapat dicapai.1

Gambar 10. Dosis Diuretik pada Gagal Jantung1

Dosis diuretik harus disesuaikan dengan kebutuhan individu dari waktu ke waktu.
Pada pasien euvolemik / hipovolemik asimtomatik, penggunaan obat diuretik sementara
dihentikan. Pasien dapat dilatih untuk menyesuaikan sendiri dosis diuretiknya berdasarkan
pemantauan gejala dan tanda kongesti dan pengukuran berat badan harian. Berikut
merupakan panduan pemberian diuretik.

13
14
Gambar 11. Panduan Pemberian Diuretik 1
Diuretik pada Gagal Jantung Akut
Diuretik adalah dasar dalam pengobatan pasien dengan gagal jantung akut dan tanda-
tanda kelebihan dan kongesti cairan. Diuretik meningkatkan ekskresi natrium dan air dan
memiliki beberapa efek vasodilatasi. Pada pasien dengan gagal jantung akut disertai tanda-
tanda hipoperfusi, diuretik harus dihindari sebelum perfusi yang adekuat tercapai. Pendekatan
awal untuk manajemen kongesti melibatkan diuretic intarvena dengan tambahan vasodilator
untuk meredakan sesak jika tekanan darah memungkinkan. Untuk meningkatkan diuresis atau
mengatasi resistensi diuretik, terdapat pilihan kombinasi terapi dengan loop diuretik (yaitu
furosemid atau torasemid) dengan diuretik tiazid atau mineralokortikoid reseptor antagonis
dosis natriuretik. Kombinasi ini membutuhkan pemantauan yang ketat untuk menghindari
hipokalemia, disfungsi ginjal, dan hipovolemia.1
Data yang menentukan dosis, waktu dan metode pemberian furosemide yang optimal
belum lengkap. Pada penelitian DOSE, pemberian furosemid 2,5 kali dari dosis oral
sebelumnya mengurangi sesak, menyebabkan penurunan berat badan yang lebih besar dan
kehilangan cairan. Diuretik merupakan lini pertama yang paling umum digunakan. Dosis
harus dibatasi hingga jumlah terkecil untuk memberikan efek klinis yang adekuat dan
dimodifikasi sesuai dengan fungsi ginjal dan dosis diuretik sebelumnya. Dosis inisial

15
intravena harus setidaknya sama dengan dosis oral yang digunakan di rumah sebelumnya.
Dengan demikian pasien dengan gagal jantung akut onset baru atau pasien dengan gagal
jantung kronis tanpa riwayat gagal ginjal dan penggunaan diuretik sebelumnya dapat
merespons pemberian intravena.

Gambar 12. Tatalaksana pada Gagal Jantung Akut 1


Pada gagal jantung akut, furosemid dapat diberikan bolus dengan dosis 20-40 mg
intravena, sedangkan pada pasien yang sebelumnya telah menggunakan diuretik biasanya
membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Bolus 10-20 mg i.v. torasemide dapat dianggap
sebagai alternatif.1

16
Gambar 13. Pemberian Diuretik pada Gagal Jantung Akut 1
Target Urin Output
Algoritma pengobatan untuk pasien dengan gagal jantung dan kelebihan volume
menunjukan pemberian terapi secara bertahap. Pada setiap keputusan, harus dilakukan
penilaian klinis mencakup penilaian gejala, penilaian volume, dan pemantauan tanda-tanda
vital, elektrolit, dan kreatinin. Berat badan harian dinilai lebih mudah dan akurat disbanding
jumlah urin yang dikeluarkan.

Gambar 14. Tahapan Terapi Farmakologis 15


Langkah yang dilakukan adalah (1) penilaian volume; (2) pemantauan elektrolit,
fungsi ginjal, gejala, dan tanda-tanda vital; (3) berat badan harian; dan (4) urin yang
dikeluarkan. Terapi dilakukan titrasi secara progresif, sesuai dengan derajat hipervolemia,

17
dosis furosemid, dan fungsi ginjal. Berdasarkan algoritma ini, terdapat target urin output 3-5
liter dalam 24 jam atau penurunan berat badan 0,5-1,5 kg dalam 24 jam.15
Dosis terendah diuretik yang memungkinkan gejala optimal adalah dosis ideal.
Pengurangan atau peningkatan dosis harus mempertimbangkan respons sebelumnya.

Gambar 15. Algoritma Manajemen Diuretik15


Algoritma pengobatan setelah 24 jam, dosis diuretik loop total dapat diberikan
sebagai infus kontinu atau infus bolus. Pada algoritma ini didapatkan target urin 3-4 liter
dalam 24 jam. Dosis yang lebih tinggi harus dipertimbangkan pada pasien dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus. Dosis maksimal untuk diuretik loop IV umumnya dianggap
furosemid 400–600 mg atau 10–15 mg bumetanide. Pada pasien dengan diuresis yang baik
setelah pemberian satu jenis diuretik loop tunggal, dapat diberikan dosis sekali sehari. 16

Gambar 16. Algoritma Pengobatan dalam 24 jam 16


18
Terapi Pengganti Ginjal
Kriteria berikut menunjukkan perlunya memulai terapi penggantian ginjal pada pasien
dengan kelebihan volume refrakter, yaitu oliguria yang tidak respons terhadap tindakan
resusitasi cairan, hiperkalemia berat (K > 6,5 mmol / L), asidemia berat (pH < 7,2), urea
serum >25 mmol / L (150 mg / dL) dan kreatinin serum > 300 mmol / L (3.4 mg / dL).

Gambar 14. Terapi Pengganti Ginjal1


Cairan Intravena pada Gagal Jantung
Di antara 131.430 pasien gagal jantung dalam rawat inap, 13.806 (11%) pada pasien
yang diobati dengan cairan intravena selama 2 hari pertama. Volume median cairan yang
diberikan adalah 1.000 ml (kisaran interkuartil: 1.000 hingga 2.000 ml), dan cairan yang
paling umum digunakan adalah saline normal (80%) dan saline setengah normal (12%).
Karakteristik demografis dan komorbiditas serupa di rawat inap di mana pasien menerima
dan tidak menerima cairan. Pasien yang diobati dengan cairan intravena memiliki tingkat
yang lebih tinggi untuk masuk perawatan kritis berikutnya (5,7% vs 3,8%; p <0,0001),
intubasi (1,4% vs 1,0%; p = 0,0012), terapi penggantian ginjal (0,6% vs. 0,3%; p <0,0001),
dan kematian di rumah sakit (3,3% vs. 1,8%; p <0,0001) dibandingkan dengan mereka yang
hanya menerima diuretik. Proporsi rawat inap yang menggunakan perawatan cairan sangat
bervariasi antar rumah sakit (kisaran: 0% hingga 71%; median: 12,5%). Banyak pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan gagal jantung dan menerima diuretik juga menerima cairan
intravena selama perawatan rawat inap dengan proporsi bervariasi diantara rumah sakit. Hal
ini berkaitan dengan hasil yang lebih buruk dan memerlukan penyelidikan lebih lanjut.5

19
BAB III
KESIMPULAN

Diuretik adalah penatalaksanaan untuk pasien dengan kongesti. Terdapat tahapan


pemberian diuretik pada pasien gagal jantung sesuai penilaian status volume. Penelitian
menunjukan pemberian cairan intravena pada pasien gagal jantung menunjukan berhubungan
dengan hasil yang lebih buruk. Penangan cairan yang tepat merupakan tatalaksana yang
penting pada pasien gagal jantung untuk mengurangi kongesti dan gejala yang timbul.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart
failure. European Heart Journal. 2016.37, 2129–2200.
2. Cleland JG, McDonagh T, Rigby AS, et al; National Heart Failure Audit Team for
England and Wales. The national heart failure audit for England and Wales 2008–
2009. Heart. 2011;97:876–886.
3. Shoaib A, Waleed M, Khan S, et al. Breathlessness at rest is not the dominant
presentation of patients admitted with heart failure. Eur J Heart Fail. 2014;16:1283–
1291
4. Pellicori P, Kaur K, Clark AL. Fluid Management in Patients with Chronic Heart
Failure. Card Fail Rev. 2015;1(2):90-95. 
5. Bikdeli B, Strait KM, Dharmarajan K, et al. Intravenous fluids in acute
decompensated heart failure. JACC Heart Fail. 2015;3(2):127-133.
6. Kemp CD, Conte JV. The pathophysiology of heart failure. Cardiovasc Pathol. 2012
Sep-Oct;21(5):365-71.
7. Chaney, E., & Shaw, A. (2010). Pathophysiology of Fluid Retention in Heart Failure.
Fluid Overload, 46–53.
8. Hasenfuss G, Mann DL. Braunwald's Heart Disease. 10 ed. Mann DL, Zipes DP,
Libby P, Bonow RO, Braunwald E, editors. Philadelphia; 19 p.454-472
9. Hasenfuss G, Mann DL. Pathophysiology of Heart Failure. In: Mann DL, Zipes DP,
Libby P, Bonow RO, Braunwald E, editors. Braunwald's Heart Disease: A Textbook
of Cardiovascular Medicine. 10 ed. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2015. p. 454.
10. Chatterjee NA, Fifer MA. Hear Failure. In: Lily LS, editor. Pathophysiology of Heart
Disease. 5 ed. Philadelphia: Wolters Kluwer - Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
p. 216.
11. Alik A, Brito D, Chhabra L. Congestive Heart Failure. In: StatPearls. Treasure Island
(FL): StatPearls Publishing; 2020
12. Albert, N. M. (2012). Fluid Management Strategies in Heart Failure. Critical Care
Nurse, 32(2), 20–32.
13. Zipes DP, Libby P, Bonow RO. Braunwald’s heart disease: a textbook of
cardiovascular medicine. Elsevier, 2019.

21
14. K K Ho, K M Anderson, W B Kannel, W Grossman and D Levy. American Heart
Association, Survival after the onset of congestive heart failure in Framingham Heart
Study subjects: pg. 103. 7272 Greenville Avenue, Dallas, TX 75231.1993.

15. Society Guidelines. 2017 Comprehensive Update of the Canadian Cardiovascular


Society Guidelines for the Management of Heart Failure. Canadian Journal of
Cardiology 33 (2017) 1342e1433.
16. Mullens et al. The use of diuretics in heart failure with congestion - a position
statement from the Heart Failure Association of the European Society of Cardiology:
Diuretics in heart failure. European Journal of Heart Failure. 2019.

22

Anda mungkin juga menyukai