Anda di halaman 1dari 63

Laporan Studi Pustaka (KPM 403)

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA


WISATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN EKONOMI
MASYARAKAT

MONA EL SAHAWI
I34120032

Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN


PENGEMBANGANMASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
1

PERNYATAAN

Dengam imi saya, menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata dan Dampaknya Terhadap
Peningkatan Ekonomi Masyarakat benar-benar hasil karya saya sendiri yang
belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
bersedia mempertanggung jawabkan pernyataan ini.

Bogor, Desember 2015

Mona El Sahawi
NIM. I3420032
2

ABSTRAK
MONA EL SAHAWI. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata
Dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Di bawah
bimbingan TITIK SUMARTI.
Indonesia sendiri memiliki berbagai potensi daya tarik wisata. Oleh karena itu,
berbagai potensi daya tarik wisata dikembangkan agar masyarakat mendapat
manfaat terkait potensi desa yang ada dengan menjadikannya kawasan desa
wisata. Desa wisata merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan
pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan. Pengembangan desa wisata
yang berbasis lokal memerlukan kepedulian dan partisipasi masyarakat sendiri
untuk senantiasa berinovasi dan kreatif dalam mengembangkan desanya.
Selanjutnya, kegiatan pengembangan desa wisata dapat memberikan kehidupan
yang standart pada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat
dari tempat tujuan wisata. Peningkatan ekonomi dari pengembangan desa wisata
sendiri dapat berupa dampak langsung dan dampak tidak langsung. Tulisan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi konsep partisipasi masyarakat, pengembangan
desa wisata, partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata,
pengembangan wisata terhadap peningkatan ekonomi, dan menganalisis
partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dan dampaknya terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat.

Kata Kunci: partisipasi, pengembangan desa wisata, peningkatan ekonomi

MONA EL SAHAWI. Community Participation in the Development of Rural


Tourism and Impact on Economic Improvement of The Society. Supervised by
TITIK SUMARTI.
ABSTRACT
Indonesia has a lot of potential tourism attraction. Therefore, potential tourism
attractions are developed, so that it can gain maximum benefit to the community
by making it as a tourism villages. Development of locally based rural tourism
requires awareness and participation of the community itself to continually
innovate and creative in developing their areas. Furthermore, the economic
benefits derived from tourism destinations can provide the life standard of local
residents. Economic improvement of rural tourism development itself can be form
as a direct impact and indirect impact. This paper aims to identify the concept of
community participation, development of rural tourism, community participation
in rural tourism development, rural tourism development for economic
improvement, and analyze community participation in development of rural
tourism and its impact on improving the local economy.
Keywords: participation, development of rural tourism, economic improvement
3

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGEMBANGAN DESA


WISATA DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENINGKATAN EKONOMI
MASYARAKAT

Oleh:
MONA EL SAHAWI
I34120032

Laporan Studi Pustaka


sebagai syarat kelulusan KPM 403
Pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN


MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
4

LEMBAR PENGESAHAN

Dengan ini menyatakan bahwa studi pustaka yang disusun oleh:


Nama Mahasiswa : Mona Elsahawi
Nomor Pokok : I34120032
Judul : Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan
Desa Wisata Dan Dampaknya Terhadap
Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403)
pada Mayor Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.

Disetujui Oleh

Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Titik Sumarti, MC, MS


NIP: 19610927 198601 2 001

Diketahui oleh,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Siti Amanah, MSc


NIP. 19670903 199212 2001

Tanggal Pengesahan
6

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulisan laporan studi pustaka yang berjudul Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa Wisata dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Ekonomi
Masyarakat, ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka
(KPM 403) Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, dapat diselesaikan dengan
baik.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Titik Sumarti MC,
MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan
selama penulisan laporan studi pustaka ini berjalan. Penulis pun menyampaikan
ucapan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman atas doa dan dukungan
selama proses penulisan laporan studi pustaka. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi, dan juga
bermanfaat bagi pembaca lain.
Bogor, Desember 2015

Mona El Sahawi
NIM. I34120032
7

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................
ix

PENDAHULUAN............................................................................................
1
Latar Belakang..................................................................................................
1
Tujuan...............................................................................................................
3
Metode Penulisan..............................................................................................
3

RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA...................................................


4
1. Barriers To Community Participation In Tourism Development In Island
Destination: Tioman Island........................................................................
...................................................................................................................4
2. Local Community Participation in Homestay Program Development in
Malaysia.....................................................................................................
...................................................................................................................7
3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata Karanggeng,
Purwobinangun, Paken, Sleman................................................................
...................................................................................................................9
4. Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa
Wisata Jatiluwuh Tabanan, Bali.................................................................
...................................................................................................................12
5. Pengembangan Masyarakat Untuk Pariwisata Di Kampung Wisata Toddabojo
Provinsi Sulawesi Selatan..........................................................................
...................................................................................................................16
6. Perencanaan Desa Wisata Dengan Pendekatan Konsep Community Based
Tourism (CBT) Di Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten
Demak........................................................................................................
...................................................................................................................18
7. Identifikasi Kapasitas Komunitas Lokal dalam Pemanfaatan Potensi
Ekowisata Bagi Pengembangan Ekowisata di Kawah Cibuni ..................
...................................................................................................................21
8. Model Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Penanggulangan Kemiskinan
Melalui Pengembangan Desa Wisata di Depok.........................................
...................................................................................................................24
9. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat Terhadap Perubahan Kondisi
Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan, Sukabumi......
...................................................................................................................26
8

10. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap Pendapatan Masyarakat


di Pulau Tidung..........................................................................................
...................................................................................................................30

RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN..........................................................


34
Partisipasi Masyarakat......................................................................................
34
Pengembangan Desa Wisata ............................................................................
35
Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata ............................
37
Pengembangan Desa Wisata Terhadap Peningkatan Ekonomi.........................
39
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengeloaan Desa Wisata Dan Dampaknya Terhadap
Peningkatan Ekonomi Masyarakat...................................................................
41

SIMPULAN......................................................................................................
44
Hasil Rangkuman Pembahasan.........................................................................
44
Kerangka Analisis.............................................................................................
47
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi...................................
48

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
49

LAMPIRAN.....................................................................................................
53
Riwayat Hidup..................................................................................................
53
9

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan Antar Konsep Jurnal 16
Gambar 2. Hubungan Antar Konsep Jurnal 28
Gambar 3. Hubungan Antar Konsep Jurnal 311
Gambar 4. Hubungan Antar Konsep Jurnal 44
Gambar 5. Hubungan Antar Konsep Jurnal 57
Gambar 6. Hubungan Antar Konsep Jurnal 60
Gambar 7. Hubungan Antar Konsep Jurnal 73
Gambar 8. Hubungan Antar Konsep Jurnal 86
Gambar 9. Hubungan Antar Konsep Jurnal 928
Gambar 10. Hubungan Antar Konsep Jurnal 102
Gambar 12. Kerangka Analisis.........................................................................
52

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Variabel jurnal 16
Tabel 2. Variabel jurnal 29
Tabel 3. Variabel junral 312
Tabel 4. Variabel jurnal 45
Tabel 5. Variabel jurnal 518
Tabel 6. Variabel jurnal 620
Tabel 7. Variabel jurnal 73
Tabel 8. Variabel jurnal 826
Tabel 9. Variabel jurnal 929
Tabel 10. Variabel jurnal 1033
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat baik di tingkat lokal maupun global. Di
Indonesia, industri pariwisata mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 2008
kepariwisataan Indonesia berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
sebesar Rp. 153,25 trilyun atau 3,09% dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB
pariwisata pun sejak tahun 2001 selalu menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan PDB nasional. Walaupun masih menunjukkan angka sementara,
pada tahun 2009 pertumbuhan PDB pariwisata mencapai 8,18%, sedangkan PDB
nasional hanya 4,37%. Pada tahun yang sama, devisa dari pariwisata merupakan
kontributor terbesar ketiga devisa negara, setelah minyak dan gas bumi serta minyak
kelapa sawit. Peringkat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat sejak
tahun 2006 yang hanya menempati peringkat ke-6 dari 11 komoditi sumber devisa
Negara (BPS 2010)1. Data lainnya menunjukkan bahwa dari tahun 2000 hingga
tahun 2014 BPS mencatat jumlah wisatawan mancanegara yang berwisata ke
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2014 mencapai 9
435 411 orang2.
Kebijakan pembangunan kepariwisataan yang dijalankan pemerintah
diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan
dalam arti luas untuk mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong
ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian rakyat,
memperluas lapangan pekerjaan, dan kesempatan berusaha serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama serta
kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup3. Salah satu prinsip kepariwisataan
yang terkandung dalam Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan
adalah memberdayakan masyarakat setempat dimana masyarakat berhak berperan
dalam proses pembangunan kepariwisataan dan berkewajiban menjaga dan
melestarikan daya tarik wisata; serta membantu terciptanya suasana aman, tertib,
bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Keikutsertaan masyarakat juga dijelaskan secara eksplisit dijelaskan dalam UU RI
No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa pembangunan

1 http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj/article/view/3844/3474
[diakses pada 16 November 2015]

2 http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1394 [diakses pada 24


Oktober 2015]

3
http://journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Pembangunan/article/view/
48. [diakses pada 24 Oktober 2015]
2

kepariwisataan diperlukan untuk mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan


memperoleh manfaat serta mampu menghadapi tantangan perubahan kehidupan
lokal, nasional dan global. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di
tingkat lokal memiliki kesempatan yang sama dalam penyelenggaraan
kepariwisataan.
Potensi daya tarik wisata baik yang bernuansa alam maupun budaya pada
umumnya berada di pedesaan, seiring dengan keberadaan masyarakat Indonesia yang
sebagian besar berada di pedesaan. Oleh karena itu, berbagai potensi daya tarik
wisata dikembangkan agar masyarakat mendapat manfaat sebesar-besarnya terkait
potensi desa yang ada dengan menjadikannya kawasan desa wisata. Mengingat
wisatawan dalam perjalanan wisatanya membutuhkan berbagai kebutuhan baik
barang maupun jasa. Masyarakat di pedesaan yang telah merasakan manfaat dari
kunjungan wisatawan ke daerahnya, tentu akan berusaha menjaga lingkungan untuk
tetap lestari bahkan meningkat kualitasnya. Karena apabila lingkungan alam dan
budayanya rusak, tentu wilayahnya tidak akan lagi diminati oleh wisatawan. Hal ini
tentunya akan berdampak pada berkurangnya pendapatan mereka. Dengan demikian,
maka melalui pengembangan desa wisata, lingkungan alam dan budaya setempat
akan terjaga kelestarian dan kualitasnya, karena masyarakat akan berusaha menjaga
dan memelihara lingkungannya untuk tetap lestari bahkan meningkat kualitasnya
(Soekarya 2011).
Seiring dengan meningkatnya kesadaran lingkungan secara global, maka
dibidang pariwisata terjadi pula kecenderungan perubahan dari pariwisata yang
eksploitatif ke arah pariwisata yang berkelanjutan. Ekowisata merupakan pariwisata
alternatif yang timbul sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan terhadap bentuk
pariwisata yang kurang memperhatikan dampak sosial dan ekologis, dan lebih
mementingkan keuntungan ekonomi dan kenyamanan manusia semata (Fennel, 1999
dalam Nugraheni, 2002). Disamping itu pengembangan desa wisata menjadi relevan
seiring terjadinya pergeseran model pembangunan pariwisata yang lebih
memperhatikan aspek sosial dan ekologis serta pembangunan ekonomi kerakyatan
masyarakat pedesaan. Seperti dilaporkan oleh World Tourism Organization (WTO)
pada tahun 1995 menunjukkan bahwa telah muncul perkembangan wisata alternatif
yang dipandang lebih menghargai lingkungan alam dan penghargaan kepada
kebudayaan.4
Inskeep (1991) mengatakan bahwa desa wisata merupakan bentuk pariwisata,
yang sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan
tradisional atau di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan
lingkungan setempat. Nuryanti (1992) mendefinisikan desa wisata merupakan suatu
bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan
dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi
yang berlaku. Pengembangan desa wisata didasarkan pada pemenuhan kepuasaan
wisatawan yang tidak hanya didapat dari fasilitas modern pariwisata tetapi juga
interaksi dengan lingkungan dan komunitas lokal yang memiliki kekhasan tersendiri.
4 http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_209132.pdf. [Diakses pada 24 Oktober 2015]
3

Pengelolaan desa wisata yang berbasis lokal memerlukan kepedulian dan


partisipasi masyarakat sendiri untuk senantiasa berinovasi dan kreatif dalam
mengembangan wilayah desanya yang dijadikan sebagai desa wisata. Menurut Cohen
dan Uphoff (1979) peran atau partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat bisa dilihat
mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan atau pemanfaatan,
pengawasan, menikmati hasil dan evaluasi5. Selain itu aspek akan syarat-syarat
tumbuhnya partisipasi dalam masyarakat juga menjadi suatu hal yang perlu
diperhatikan seperti adanya kesempatan, kemampuan dan kemauan (Slamet 2003).
Sehingga perlu diketahui, faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan desa wisata dan pengaruhnya
terhadap kemajuan ekonomi masyarakat.

Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan studi pustaka berjudul Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa Wisata dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Ekonomi
Masyarakat ini adalah melakukan penelusuran data sekunder yang akan digunakan
dalam penyusunan proposal penelitian. Adapun rincian tujuan penelitian ini yaitu:
a. Mengidentifikasi konsep partisipasi.
b. Mengidentifikasi konsep pengembangan desa wisata.
c. Mengidentifikasi konsep partisipasi dalam pengembangan desa wisata.
d. Mengidentifikasi konsep pengembangan desa wisata terhadap peningkatan
ekonomi.
e. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dan
dampaknya terhadap kemajuan ekonomi masyarakat.

Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam proses penyusunan studi pustaka terkait
partisipasi masyarakat dan pengembangan desa wisata ini menggunakan metode
analisis data sekunder dengan mengumpulkan beragam bahan referensi hasil
penelitian ataupun text books sebagai penambah wawasan dan teori. Bahan referensi
hasil penelitian dapat berupa skripsi, artikel-jurnal, laporan proceeding, thesis,
ataupun disertasi baik nasional maupun internasional. Selanjutnya kajian pustaka
diringkas, dilakukan analisis dan sintesis berdasarkan teori sehingga menjadi suatu
tulisan ilmiah yang berisi tinjauan teoritis tinjauan faktual dari hasil pembahasan.
Studi pustaka ini juga menghasilkan kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian
yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya.

5 Nasdian, FT. 2012. Pengembangan Masyarakat. Bogor [ID]: IPB Press.


4

RINGKASAN PUSTAKA

1. Judul : Barriers To Community Participation In Tourism


Development In Island Destination; Tioman Island
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : Journal of Tourism, Hospitality & Culinary Arts
Volume (edisi):hal : ISSN 1985-8914 - Vol. 5 Issue 1
Nama Penulis : Nor Azah Mustapha, Inoormaziah Azman, Yahaya
Ibrahim
Alamat URL :
http://www.jthca.org/Download/pdf/V5%20IS1/chap%205.pdf
Tanggal Akses : 29 September 2015

Ringkasan
Penelitian ini menjelaskan tentang konsep partisipasi masyarakat dalam
pembangunan pariwisata yang dimulai di beberapa negara maju. Selain itu,
dijelaskan juga bahwa penerapan konsep ini tidak terlepas dari segala
permasalahan yang dapat mempengaruhinya. Seperti adanya hambatan dalam
pengembangan wisata di pulau tujuan. Tulisan ini menggambarkan serta
menjelaskan bagaimana hambatan partisipasi masyarakat yang terjadi dalam
pengembangan pariwisata di Pulau Tioman, Malaysia. Penelitian ini menggunakan
metode studi kuantitatif melibatkan 345 orang lokal di beberapa desa yang terletak
di pulau tersebut. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hambatan
internal (budaya/cultural) dan eksternal (operasional dan struktural) yang
menghambat partisipasi masyarakat. Selain itu, ditemukan bahwa cuaca juga
merupakan penghalang eksternal yang dilihat oleh masyarakat. Karena mereka
dipisahkan di beberapa desa dan sebagian besar bergantung pada transportasi air,
kondisi cuaca mempengaruhi gerakan mereka untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pariwisata di pulau tersebut.
Partisipasi lokal sangat penting untuk keberhasilan industri pariwisata karena
mereka dapat dianggap sebagai salah satu produk pariwisata dan masukan mereka
dalam proses pengambilan keputusan pembangunan pariwisata harus menjadi titik
fokus (Choi & Sirikaya 2005). Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa masyarakat setempat gagal berpartisipasi dan bahkan memaksimalkan
manfaat dari pariwisata (Scheyvens 2003; Perancis 1998). Dalam mengorganisir
fakta yang berkaitan dengan hambatan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan pembangunan pariwisata di negara berkembang, (Tosun
5

2000) telah membagi mereka menjadi tiga judul utama: (i) keterbatasan
operasional, (ii) keterbatasan struktural dan, (iii) keterbatasan budaya. Sebagian
besar keterbatasan ini terjadi di negara berkembang meskipun mereka tidak ada di
setiap tujuan wisata.
Keterbatasan operasional meliputi sentralisasi publik Administrasi pariwisata,
kurangnya koordinasi dan kurangnya informasi. Untuk keterbatasan struktural,
diantaranya sikap profesional, kurangnya keahlian, dominasi elit, kurangnya
sistem hukum yang tepat, kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dan biaya
yang relatif tinggi dan kurangnya sumber daya keuangan. Terakhir, keterbatasan
budaya mencakup wilayah terbatasnya kapasitas masyarakat miskin, apatis, dan
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat setempat.
Hambatan budaya adalah rintangan tertinggi yang membatasi partisipasi
masyarakat. Temuan baru menunjukkan bahwa cuaca penghalang lain yang
menghambat partisipasi masyarakat lokal karena mereka dipisahkan di beberapa
desa dan sebagian besar bergantung pada transportasi air. Temuan menunjukkan
bahwa budaya merupakan faktor internal, sementara operasional dan struktural
adalah hambatan eksternal yang menghambat partisipasi masyarakat.
Hambatan internal terkait dengan faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
masyarakat setempat sementara hambatan eksternal berada di luar yurisdiksi
mereka. Dalam rangka mendorong partisipasi lokal, semua pemangku kepentingan
yang terlibat dalam pengembangan pariwisata perlu bekerja sama. Untuk faktor
internal yaitu hambatan budaya, masyarakat setempat harus memiliki semangat
untuk mengubah sikap mereka dan melihat pariwisata sebagai sesuatu yang
memotivasi mereka. Selain itu, masyarakat setempat juga harus mengatasi
keterbatasan kapasitas bagi mereka untuk berpartisipasi. Masyarakat setempat
perlu menyadari hak-hak mereka untuk menyuarakan pendapat terkait lingkungan
hidup mereka karena mereka adalah salah satu yang akan terkena dampak
pembangunan pariwisata. Untuk faktor eksternal yaitu hambatan operasional dan
struktural, pemangku kepentingan lain lokal, sektor swasta, serta LSM perlu
mengubah persepsi mereka dan menciptakan ruang bagi masyarakat lokal untuk
berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Prinsip pembagian kekuasaan
perlu dilakukan untuk mengembangkan pulau dengan cara yang berkelanjutan
yang dapat memuaskan setiap pihak yang terlibat.

Analisis
Hasil pemikiran dalam penelitian ini adalah adanya sembilan faktor
penghambat yang dirumuskan kedalam beberapa tipe-tipe hambatan seperti; Tipe
hambatan operational: 1). Keengganan pemegang saham terhadap berbagi
kekuasaan, 2). Sentralisasi administrasi publik, 3). Kurangnya informasi; Tipe
Hambatan structural: 4). Dominasi Elite, 5). Kurangnya sumber daya keuangan,
6). Sikap profesional, 7). Kurangnya hukum yang sesuai sistem; Tipe hambatan
cultural: 8). Terbatasnya kemampuan masyarakat orang miskin 9). Apatis dan
rendahnya tingkat kesadaran di komunitas lokal. Namun, dalam jurnal tersebut
tidak dijelaskan secar lebih jauh siapa-siapa saja pihak eksternal yang bepengaruh
6

terhadap partisipasi masyarakat serta budaya apa yang mengekang mereka untuk
ikut serta, dan secara lebih jauh dampaknya terhadap masyarakat.

Faktor Eksternal Hambatan Operational


Partisipasi Masyarakat
Hambatan Structural

Faktor Internal Hambatan Cultural

Keterangan
: Mempengaruhi
Gambar 1. Hubungan Antar Konsep Jurnal 1. : Ada Hubungan

Tabel 1. Daftar Variabel Jurnal 1


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Hambatan Sentralisasi Kurangnya partispasi masyarakat dalam
Operational Administrasi Publik kegiatan perencanaan karena hampir
semua perencanaan pariwisata di pulau
yang sedang dilakukan dan
dilaksanakan oleh TDA (pihak swasta)
dengan kerjasama dari kota dan negara.
Hambatan Struktural Sikap Profesionalisme para profesional tampaknya merasa
bahwa ide dan pekerjaan mereka lebih
baik dari orang lokal yang mungkin
memiliki tingkat pendidikan yang
rendah sebagaimana tercantum dalam
profil demografis, sehingga masyarakat
kurang diikutsertakan.
Hambatan Kultural 1. Faktor apatis 1. Bagi masyarakat setempat, mereka
2. Rendahnya tingkat merasa bahwa mereka mendapatkan
kesadaran kurang mendapatkan dari
pengembangan pariwisata karena
mereka melihat investor yang
mendominasi bisnis di tanah mereka
sendiri.
2. terbatasnya kapasitas masyarakat
miskin untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pariwisata, karena
pada umumnya usaha masyarakat
berskala kecil dan menengah dengan
7

sumber daya manusia yang terbatas.


Partisipasi keikutsertaan partisipasi masyarakat menghadapi
Masyarakat masyarakat dalam hambatan seperti peluang terbatas
pengambilan untuk berpartisipasi yang
keputusan mempengaruhi proses pengambilan
keputusan dalam pengembangan
pariwisata.

2. Judul : Local Community Participation in Homestay Program


Development in Malaysia
Tahun : December 2011
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : Journal of Modern Accounting and Auditing
Volume (edisi):hal : ISSN 1548-6583, Vol. 7, No. 12, 1418-1429,
Nama Penulis : Abdul Rasid Abdul Razzaq, Mohd Yusop Hadi, Mohamad
Zaid Mustafa, Amran Hamzah, Zainab Khalifah, Nor Haniza
Mohamad
Alamat URL : http://www.davidpublishing.com/davidpublishing/
Upfile/2/29/2012/2012022905846383.pdf
Tanggal Akses : 12 Oktober 2015

Ringkasan
Jurnal ini memaparkan bagaimana industri pariwisata merupakan penghasil
ekonomi terbesar kedua di kota butor Malaysia tahun 2008 dalam sektor
manufaktur ekonomi. Pemerintah telah mengakui industri pariwisata di Malaysia
sebagai mesin untuk ekonomi, sosial, politik dan pembangunan ekologi, terutama
di daerah pedesaan. Program Homestay secara aktif dipromosikan oleh
Departemen Pariwisata sebagai jenis wisata berbasis masyarakat di Malaysia.
Disadari oleh pemerintah sebagai katalis untuk pedesaan dalam pengembangan
masyarakat, khususnya dari perspektif sosial-ekonomi.
Mengembangkan kemampuan masyarakat lokal merupakan komponen
penting dalam memastikan apakah proyek pengembangan pariwisata
menguntungkan bagi masyarakat. Jika masyarakat lokal tidak dilibatkan secara
aktif dalam berpartisipasi, pihak ketiga bisa dengan mudah memanipulasi mereka,
sehingga akan adanya dominasi eksternal pada pengembangan pembangunan
pariwisata. Oleh karena itu, penelitian deskriptif ini mengeksplorasi motivasi
masyarakat lokal khususnya para perempuan dan pemuda yang terlibat dalam
Program Homestay dan kesiapan kalangan lokal masyarakat, serta kesesuaian
pelatihan yang diberikan oleh instansi pemerintah yang ditujukan dalam
memberdayakan masyarakat lokal.
8

Peran stakeholder yaitu harus memikirkan strategi dan program untuk yang
cocok untuk mendorong kaum muda berpartisipasi dalam Program Homestay.
Pendapatan dan lingkungan merupakan faktor motivasi utama untuk menjadi
operator homestay dalam program ini. Rencana jangka panjang yang tepat adalah
suatu hal penting, yang perlu stakeholder lakukan fokus pada bagaimana
mempertahankan program dan memberdayakan masyarakat. Indikator
keberhasilan dari peningkatan kapasitas masyarakat meliputi partisipasi lokal,
pengetahuan dan keterampilan masyarakat setempat, kepemimpinan, struktur
masyarakat, rasa kebersamaan, dan kemitraan eksternal. Sukses di daerah-daerah
tersebut akan menghasilkan pembangunan yang lebih efektif dari Program
Homestay di Malaysia.
Hasil temuan dari penelitian ini adalah pertama menjelaskan beberapa faktor
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program homestay seperti faktor
jenis kelamin, umur, pendapatan, dan motivasi yang menunjukkan profil
responden yang telah berpartisipasi dalam program homestay. Temuan ini
merupakan item- item yang termasuk ke dalam faktor Internal. Pada temuan 2,
adanya faktor kesiapan dari aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan antara
masyarakat lokal, bagian ini berfokus pada kesiapan operator homestay. Para
responden ditanya tentang pengetahuan mereka tentang perencanaan dan operasi
program homestay, keterampilan yang mereka peroleh untuk menjalankan program
dan juga sikap mereka terhadap program. Pada temuan ke 3 yaitu melihat dari
perspektif hasil kelayakan pelatihan diperoleh dari komunitas lokal. Bagian ini
berfokus pada kesesuaian program pelatihan dan efektivitasnya dalam
meningkatkan kapasitas operator homestay.

Analisis
Jurnal tersebut memaparkan bagaimana program homestay itu memiliki
dampak social dan ekonomi untuk masyarakat. Faktor motivasional yang
merupakan faktor internal memegang peranan penting dalam meningkatkan
paritisipasi masyarakat yaitu terkait dengan peningkatan pendapatan yang bisa
diraih oleh pihak-pihak yang ikut serta secara aktif, namun disisi lain terkait
dengan kapasitas masyarakat dalam menyediakan homestay juga perlu
diperhatikan karena kedepannnya secara langsung mereka harus mengetahui
standarisasi dan perencanaan pengelolaan homestay yang dikelola. Namun, konsep
perencaan jangka panjang yang dijelaskan dalam junal tersebut tidak dijabarkan
sama sekali sehingga tidak ada gambaran seperti apa komponen perencanaan
jangka panjang yang perlu diterapkan di wilayah tersebut.

Faktor
Keterangan
Motivasional
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan

Kapastitas
Pelatihan Partisipasi
masyarakat
Masyarakat
9

Gambar 2. Hubungan Antar Konsep Jurnal 2.

Tabel 2. Daftar Variabel Jurnal 2


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Faktor Motivasional Peningkatan Kebanyakan peserta yang ikut serta
pendapatan dalam program adalah untuk
mendapatkan penghasilan tambahan.
Hampir 54% dari responden
mengatakan bahwa mereka bergabung
karena faktor pendapatan.
Kapasitas masyarakat Peningkatan aspek keterampilan yang paling perlu
pengetahuan, sikap, ditingkatkan di masa depan adalah
dan keterampilan kemampuan komunikasi bahasa Inggris,
keselamatan dan pertolongan pertama
sangat penting dan perlu tindakan
segera dari para pemangku kepentingan.
Komunikasi merupakan hal yang
penting bagi turis karena kebanakan
dari mereka ingin mendapatkan
pengalaman sebanyak mungkin.
Pelatihan Kemampuan Stakeholder, terutama instansi
perencanaan dan pemerintah
pengeloaan yang terlibat dalam program pelatihan,
harus menekankan perencanaan
pelatihan dan manajemen, dan juga
membuat
sumber informasi lebih mudah tersedia
untuk para peserta.
Partisipasi masyarakat Keikutsertaan dalam Program homestay gagal karena
program kurangnya partisipasi lokal, lokal
kepemimpinan, pengetahuan dan
keterampilan, perencanaan yang buruk,
struktur komunitas yang tidak jelas.
10

Oleh karena itu, perencanaan jangka


panjang yang tepat merupakan
komponen penting mempertahankan
program dan memberdayakan
masyarakat.

3. Judul : Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata


Karanggeneng, Purwobinangun, Pakem, Sleman
Tahun : 2011
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : SEPA
Volume (edisi):hal : Vol. 7 No.2 ISSN : 1829-9946, halaman: 91-101
Nama Penulis : Eko Murdiyanto
Alamat URL : http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/04-
Eko-Murdiyanto-Partisipasi-Masyarakat-Dalam-
Pengembangan-Desa-Wisata-Karanggeneng-Purwobinangun-
Pakem-Sleman.pdf.
Tanggal Akses : 12 Oktober 2015

Ringkasan

Jurnal ini memaparkan bagaimana kondisi suatu desa biasa menjadi desa
wisata akan memberi dampak baik aspek ekonomi maupun sosial budaya. Oleh
karena itu perlu dilihat partisipasi masyarakat di Desa Wisata Karanggeng dalam
mengembangkan desa wisata dan arah pengembangan Desa Wisata Karanggeneng
bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Optimalisasi suatu wilayah atau desa
dewasa ini mulai banyak dilakukan orang.
Salah satu optimalisasi desa dilakukan dengan mengubah desa biasa menjadi
desa wisata. Dalam bentuk ini dilakukan pengembangan pariwisata yang tidak
dilepaskan dari ciri kegiatan masyarakat perdesaan yang telah ada, baik aspek
ekonomi maupun sosial budaya. Dalam pengembangan Dusun Karanggeneng
menjadi desa wisata, selain dilakukan identifikasi terhadap unsur-unsur yang ada
di desa juga harus diikuti dengan pemahaman terhadap karakteristik serta tatanan
sosial budaya masyarakat. Pemahaman ini dilakukan agar dapat ditemukan dan
dikenali karakter dan kemampuan masyarakat Desa Karanggeneng yang dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut. Dengan
menemukan dan mengenal karakter dan kemampuan masyarakat dapat ditentukan
jenis dan tingkatan pemberdayaan masyarakat agar tepat dan berhasil guna.
Disamping itu juga untuk menemukan dan mengenali tingkat kesediaan
masyarakat menerima kegiatan wisata yang akan dikembangkan di wilayah
tersebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat.
11

Desa Wisata Karanggeneng memiliki potensi yang besar dalam sejarah,


lingkungan alam atau kondisi geografis dan bentang alam, Sosial ekonomi dan
budaya dan Arsitektur dan struktur tata ruang bagi pengembangan desa wisata.
Terkait partisipasi, masyarakat masih malu-malu untuk berpartisipasi dalam
pemikiran, tenaga dan materi untuk pengembangan desa wisata namun siap untuk
berpartisipasi apabila diajak secara aktif oleh pengelola untuk berpartisipasi. Desa
Wisata Karanggeneng dalam kegiatannya berbasis pada pengelola dan pemuda
karang taruna.

Analisis
Jurnal ini memaparkan perlunya identifikasi terhadap unsur-unsur yang ada di
desa harus diikuti pemahaman terhadap karakteristik serta tatanan sosial budaya
masyarakat wilayah tersebut untuk menjadi desa wisata. Desa sebagai produk
wisata mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan perjalanan
wisata, baik aspek daya tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya. Secara
esensial desa wisata merupakan pengembangan suatu desa dengan memanfaatkan
kemampuan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat dan desa yang berfungsi
sebagai atribut produk wisata menjadi satu rangkaian aktivitas pariwisata yang
terpadu dan memiliki tema tertentu sesuai dengan karakteristik desa.
Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa partisipasi yang
berdasarkan inisiatif masyarakat dalam pemikiran atau mengemukakan pendapat
masih kurang, dan warga masih banyak yang tidak mau menjadi pengurus. Namun,
dari segi keinginan warga untuk mengembangkan wilayahnya untuk menjadi desa
wisata dan sumbangan berupa tenaga cukup besar. Hal tersebut menunjukkan
bahwa warga memang memiliki keinginan untuk mengembangkan desa menjadi
desa wisata, namun perlu pendekatan kuat dari pengelola agar warga bersedia
menjadi pengurus dari desa wisata itu sendiri. Jurnal tersebut memperlihatkan
partisipasi dari masyarakat yang masih relative rendah, namun dalam jurnal tidak
disebutkan faktor-faktor apa saja yang membuat pasrtisipasi masyarakat lemah
baik itu dari faktor eksternal maupun internalnya.

Pengembangan
Potensi Wilayah Atraksi Desa

Partisipasi
masyarakat
Arah
Pengembangan Pengembangan
paket wisata

: Saling mempengaruhi
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
12

Gambar 3. Hubungan Antar Konsep Jurnal 3.

Tabel 3. Daftar Variabel Jurnal 3


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Potensi Wilayah Sumberdaya Alam Air bagi warga Karanggeneng
Desa Wisata merupakan berkah nyata dari Dewi Sri,
dewi yang bercocok tanam dalam
kepercayaan Hindu. Ini berawal sejak
ditemukannya kembali tiga belik
(sumber mata air) di Desa Wisata
Karanggeneng yakni belik Nyamplung,
belik Kepepet, dan Kemantren Belanda.
Arah Pengembangan Pengembangan Pelaku wisata, baik penginapan, paket
kegiatan wisata oleh pertanian, industri kecil, dan kesenian.
masyarakat Pelaku wisata akan memperoleh
tambahan modal dari kunjungan wisata,
baik modal dalam bentuk finansial
karena produksinya dapat dipasarkan
dan modal kerja lainnya karena
produksi industri kecilnya terus
bergulir.
Partisipasi masyarakat Keikutsertaan Kegiatan industri rumahtangga. Dalam
masyarakat dalam kegiatan ini wisatawan diajak untuk
pengembangan atraksi terlibat secara langsung dalam prose
desa produksi pembuatan industri
rumahtangga, seperti pembuatan gula
kelapa, pembuatan makanan ringan,
pembuatan industri rumahtangga
13

lainnya. Kegiatan ini dilakukan mulai


dari tahap persiapan, proses produksi
sampai pada pengemasan produk jadi

4. Judul : Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi


Masyarakat Lokal di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan,
Bali
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Penulis : Made Heny Urmila Dewi, Chafid Fandeli, M. Baiquni
Nama Jurnal : Jurnal Kawistara
Volume (edisi):hal : Volume 3, Nomer 2, halaman: 117-226
Alamat URL : http://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/download/3976/3251
Tanggal Akses : 29 September 2015

Ringkasan

Jurnal ini memaparkan bagaimana pengembangan desa wisata


membutuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam keseluruhan tahap
pengembangan mulai tahap perencanaan, implementasi, dan pengawasan. Akan
tetapi, dalam realitas sering terjadi pengabaian partisipasi masyarakat. Penelitian
ini bertujuan mengkaji keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan desa
wisata dan merumuskan model pengembangan desa wisata yang mengedepankan
partisipasi masyarakat lokal. Penelitian dalam tulisan ini dilakukan di desa wisata
Jatiluwih Kabupaten Tabanan, Bali. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
literatur, wawancara mendalam dan observasi non-partisipan. Metode analisis yang
digunakan adalah analisis deskriptif.
Tulisan ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Jatiluwih
mengaku tidak dilibatkan dalam identifikasi masalah dan tidak ikut terlibat dalam
pengambilan keputusan terkait pengembangan desa wisata. Keterlibatan
masyarakat lokal dalam tahap implentasi dalam arti pemanfaatan peluang terlihat
minim. Sekalipun wujud partisipasi itu ada, bentuknya lebih pada pengelolaan
usaha-usaha berskala kecil. Parameter partisipasi masyarakat dalam pengawasan
adalah keterlibatan dalam tim pengawasan berikut kewenangan yang dimiliki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat lokal dalam
melakukan pengawasan masih minim. Alasannya, karena perencanaan
pengembangan dilakukan oleh pemerintah secara top-down, sehingga masyarakat
tidak berkompetensi untuk melakukan pengawasan, di samping itu pengawasan
oleh masyarakat dimaknai oleh pemerintah sebagai tindakan memata-matai
program yang dilakukan pemerintah sehingga berujung terjadinya konflik.
Penetapan Jatiluwih sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO dinilai
strategis terutama sebagai upaya mendorong partisipasi masyarakat lokal dalam
14

pelestarian sumber daya yang berbasis kekuatan nilai-nilai budaya yang ada,
mendorong pengembangan wilayah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
lokal. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan Desa
Wisata belum berpihak kepada masyarakat Jatiluwih. Contohnya, sawah dan petani
merupakan aset pariwisata yang dijual untuk kepuasan wisatawan. Namun,
pengembangan desa wisata tidak berpihak kepada kehidupan petani. Petani tetap
miskin sementara investor meraup keuntungan besar dari aktivitas pariwisata ini.
Padahal, jika tidak ada sawah dan petani pariwisata di Jatiluwih tidak akan
berkembang. Kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada kaum kapitalis
(investor). Investor dibiarkan membangun fasilitas wisata berupa vila di tengah
hutan berdekatan dengan Pura Luhur Petali.

Analisis
Penelitian ini menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam
pengembangan desa wisata mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan
pengawasan menggunakan pedoman hidup masyarakat yang dianut. Akan tetapi,
dalam pelaksanaan pengembangan desa wisata banyak sekali tantangan yang
muncul dari pihak atas, yaitu pihak pemerintah dalam melibatkan masyarakat
terkait pengelolaan desa wisata di wilayahnya. Tergambar dengan jelas bahwa
dalam praktek pengembangan desa wisata di wilayah ini masih mengutamakan
faktor ekonomi yang menguntungkan pihak investor dan pihak eksternal lainnya,
sedangkan masyarakat lokal khususnya petani yang notabene mendiami wilayah
tersebut tetap miskin karena tidak diberdayakan. Hal tersebut sangat bertolak
belakang pada pendekatan tata kelola pemerintah yang bersih dan berkelanjutan
peran pemerintah diharapkan menjadi fasilitator dengan memberikan peran dan
manfaat yang lebih besar kepada masyarakat lokal.
Jurnal ini tidak dijelaskan faktor internal dari masyarakat di wilayah
tersebut yang menyebabkan mereka terhambat dalam proses partisipasi
pengembangan desa wisata. Faktor yang lebih menonjol yang intervensi pihak luar
yaitu pemerintah memalui kebijkan yang lebih fokus pada aspek ekonomi
sedangkan aspek budaya, lingkungan dan social yang terabaikan. Kelebihan dari
jurnal ini adalah menyajikan sebuah kerangka pengelolaan desa wisata berbasis
masyarakat yang melibatkan seluruh pihak, dari pemerintah, swasta, masyarakat
local yang selanjutnya membentuk badan pengelola dan berbagai kelompok sub-
divisinya dengan berbagai peraturan adat dan agama yang dianut oleh masyarakat
Bali dalam pelaksanaannya.
Pengembangan Desa
Wisata Berdasarkan THK
(Tri Hita Karana))

Pemerintah Masyarakat Swasta


lokal
15

Keterangan
: Mempengaruhi Badan Pengelola
: Ada Hubungan

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


sadar wisata pedagang seni hiburan akomodasi
pertunjuka
n
Gambar 4. Hubungan Antar Konsep Jurnal 4.

Tabel 4. Daftar Variabel Jurnal 4


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Pengembangan Desa Filosofi tri hita karana
Tri hita karana adalah falsafah hidup
Wisata berdasarkan agama Hindu yang
mengajarkan perlunya hubungan
harmonis antara manusia dengan
Tuhan (parahyangan), dengan
sesamanya (pawongan), dan dengan
alam lingkungannya (palemahan) guna
mencapai kesejahteraan lahir batin;
Swasta Pengembangan Sawah dan petani merupakan aset
kelompok usaha pariwisata yang dijual untuk kepuasan
bersama masyarakat wisatawan. Namun, pengembangan
desa wisata tidak berpihak kepada
kehidupan petani. Petani tetap miskin
sementara investor meraup keuntungan
besar dari aktivitas pariwisata ini.
Padahal, jika tidak ada sawah dan petani
pariwisata di Jatiluwih tidak akan
berkembang.
16

Pemerintah penataan dan Pembangunan vila tersebut telah


konservasi lingkungan melanggar radius kesucian pura (kurang
fisik kawasan yang dari dua kilometer dari Pura Luhur
menjadi ciri khas desa Petali) dan melanggar Peraturan Bupati
wisata Tabanan Nomor 9 tahun 2005
khususnya pasal 14 ayat (5). Lokasi dan
desain vila nampak arogan dan kontras
dengan lingkungan sekitar

Masyarakat lokal Badan pengelola Masuknya kaum kapitalis dalam


pengembangan desa wisata membangun
area kompetisi ekonomi. Kompetisi
tidak saja dalam perebutan lapangan
pekerjaan juga dalam hal modal.
Kelompok kapitalis lokal bersaing
dengan pemodal kuat dari luar desa
bahkan berasal dari luar Bali. Jika
kondisi ini dibiarkan akan menimbulkan
ketidakadilan ekonomi antara
masyarakat lokal dengan pendatang.

5. Judul : Pengembangan Masyarakat Untuk Pariwisata Di Kampung


Wisata Toddabojo Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun : 2011
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Volume (edisi):hal : Vol. 22 No. 1, halaman: 49-64
Nama Penulis : Andi Maya Purnamasari
Alamat URL : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808675/Jurnal-
Kepatihan.pdf.
Tanggal Akses : 12 Oktober 2015

Ringkasan

Jurnal ini memaparkan penelitian yang bertujuan untuk mengidentifikasi cara


meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kampung Toddabojo melalui konsep
pemberdayaan masyarakat pada umumnya. Tantangan utama adalah belum adanya
kapasitas yang cukup pada masyarakat untuk secara mandiri dapat mengelola
17

pembangunan di daerahnya termasuk pembangunan pariwisata berbasis


masyarakat dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk pengembangan
masyarakat. Berdasarkan agenda UNDP dan WTO (2000) untuk pariwisata
berkelanjutan, terlihat bahwa pariwisata berbasis masyarakat fokus pada dampak
sosial-budaya. Prinsip-prinsip tersebut diantaranya: mengenali, mendukung, dan
mempromosikan kepemilikan masyarakat terhadap pariwisata; melibatkan anggota
masyarakat dari awal dalam semua aspek; menggalakkan kebanggaan masyarakat;
meningkatkan kualitas hidup; menjamin kelestarian lingkungan; mempertahankan
karakter unik dan budaya daerah setempat; pembelajaran lintas budaya;
menghormati perbedaan budaya dan menghargai martabat manusia;
mendistribusikan manfaat secara merata di antara anggota masyarakat; kontribusi
pendapatan untuk kegiatan masyarakat.
Melalui produk wisata yang ditawarkan, maka arahan yang paling tepat adalah
mengangkat karakter asli Kampung Toddabojo dalam strategi pengembangan
produk wisatanya, dan kemudian disusun kerangka pengembangannya berdasarkan
produk wisatanya, sehingga kegiatan pariwisata di Kampung Toddabojo dapat
menjadi bentuk pariwisata yang berkelanjutan. Untuk mendukung hal tersebut
peningkatan kualitas masyarakat harus menjadi perhatian utama, misalnya dengan
melakukan pelatihan atau penyuluhan tentang cara menghasilkan nilai tambah dari
produk pertanian dan peternakan, serta pelatihan terkait pengembangan pariwisata,
sehingga pada akhirnya mampu menciptakan produk- produk kepariwisataan yang
mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif di pasar internasional.

Analisis
Penelitian ini memaparkan mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang bisa dijadikan sebagai desa wisata, namun masyarakat belum memiliki
kapasitas yang cukup untuk mengelolanya sehingga perlu diketahui caranya agar
kesejahteraan masyarakat meningkat melaui konsep pemberdayaan. Kriteria
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dibagi menjadi 3 kriteria utama
yaitu, kriteria ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan. Kriteria ekonomi terdiri
dari; (1) membuka kesempatan dan pekerjaan dengan kegiatan ekonomi baru, (2)
tidak menghilangkan kegiatan ekonomi yang sudah ada, (3) menciptakan
hubungan ekonomi antar sektor, (4) meningkatkan taraf hidup dan memberikan
manfaat pada masyarakat local, (5) memberikan kontribusi untuk kegiatan
masyarakat, (6) menyediakan pasar untuk melibatkan masyarakat dalam promosi
barang dan jasa wisata, (7) peningkatan kualitas infrastruktur dan fasilitas umum.
Kriteria sosial budaya terdiri dari; (1) melibatkan masyarakat dalam setiap
tahap perencanaan, (2) menciptakan kesempatan pendidikan bagi masyarakat
lokal, (3) mendukung peranan lembaga masyarakat, (4) menciptakan kebanggaan
masyarakat dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap pariwisata, (5) melestarikan
keunikan budaya dan karakteristik lokal, (6) memberi nilai tambah pada budaya
lokal, (7) menawarkan barang dan jasa wisata yang bertanggung jawab terhadap
kehidupan sosial dan lingkungan. kriteria lingkungan yaitu; (1) memanfaatkan
sumber daya alam secara berkelanjutan, tetapi tidak mengeksploitasi, (2)
memperkecil dampak lingkungan, (3) meningkatkan konservasi sumber daya alam
18

dan lingkungan, (4) merefleksikan hasil monitoring untuk menjamin keberlanjutan


dan keseimbangan lingkungan hidup dan sumber daya. Dari sekian kriteria
tersebut berdasarkan hasil penelitian dapat dianalisis bahwa daerah Toddabojo
sudah sesuai dengan kriteria desa wisata, namun dari segi pelibatan masyarakat
dalam perencanaan dan membuat masyarakat merasa memiliki wilayah tersebut,
dan penyediaan pasar belum bisa tercapai. Penelitian tersebut tidak menjelaskan
secara lebih jauh kapasitas apa saja yang belum dimiliki oleh masyarakt yang perlu
ditingkatkan, karena kedepannya akan berpengaruh terhadap kegiatan partisipasi
masyarakat sendiri. Kemudian dari segi pendekatan, penelitian ini menggunakan
pnedekatan yang sebelumnya digunakan dalam penelitian di daerah lain dan di
adopsi di wilayah Toddabajo, namun peru diperhatikan apakah karakteristik
wilayah dan masyarkatnya sesuai dan cocok dengan pendekatan yang digunakan.

Kriteria Kriteria Kriteria


ekonomi sosial lingkungan
budaya

Keterangan
: Mempengaruhi
Prinsip Pengembangan : Ada Hubungan
Pariwisata berbasis
masyarakat (Kampung
Wisata Petanian
Toddobajo)
Gambar 5. Hubungan Antar Konsep Jurnal 5.

Tabel 5. Daftar Variabel Jurnal 5


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Kriteria ekonomi Membuka Penduduk Kampung Toddabojo,
Kesempatan dan sebagian besar bermatapencaharian
Pekerjaan Dengan sebagai petani, dan hingga saat ini
Kegiatan Ekonomi masih menjadikan kegiatan pertanian
Baru sebagai sektor utama dalam kegiatan
ekonomi. Meskipun sebagian besar
masyarakat tidak memiliki pengalaman
apapun di bidang pariwisata, dengan
bekal pelatihan yang diadakan oleh
Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP
Nagauleng) selain bertani, beberapa
sudah dapat menjadi pemandu wisata,
Kriteria sosial budaya Pelibatan masyarakat Saat ini masyarakat mulai terlibat dalam
dalam setiap tahap kegiatan pariwisata, namun belum
19

perencanaan seluruhnya, sebagian hanya terlibat


dalam menjaga kelestarian lingkungan
dan perbaikan kondisi lingkungan.
Sebagian lainnya, yang mengikuti
pelatihan di LKP Nagauleng, terlibat
dalam kegiatan kesenian dan produksi
kerajian, namun secara umum
masyarakat Kampung Toddabojo belum
terlibat pada tahap perencanaan
pariwisata di daerahnya.
Kriteria lingkungan Pemanfaatan sumber pemanfaatan sumber daya alam di
daya alam secara Kampung Wisata Toddabojo hanya
berkelanjutan sebatas untuk memenuhi kebutuhan
pangan, pemanfaatan sumber daya air
untuk keperluan sehari-hari dan irigasi,
dan memanfaatkan panorama alam yang
indah untuk kegiatan wisata.
Pemanfaatan sumber daya alam masih
dalam batas sewajarnya dan tidak
berlebihan.

6. Judul : Perencanaan Desa Wisata Dengan Pendekatan Konsep


Community Based Tourism (CBT) Di Desa Bedono,
Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak
Tahun : 2015
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : Jurnal Ruang
Volume (edisi):hal : Volume 1 Nomor 2, ISSN 1851-3881, halaman: 61-70
Nama Penulis : Muhammad SyafiI, Djoko Suwandono
Alamat URL : http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ruang/article/view/85
Tanggal Akses : 12 Oktober 2015

Ringkasan

Jurnal ini memaparkan penelitian yang bertujuan untuk memberikan


rekomendasi strategi pengembangan dan pengelolaan desa wisata di kawasan
pesisir Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak dengan pendekatan
Community Based Tourism (CBT). Desa Bedono merupakan salah satu desa di
wilayah pesisir Kabupaten Demak yang memiliki potensi wisata mangrove dan
wisata religi, dengan adanya komunitas mangrove bahari dan komunitas nelayan
20

Monosari yang sangat potensial dalam pengembangan berbasis masyarakat.


Community Based Tourism merupakan konsep untuk mengelola dan
mengembangkan daerahnya sendiri untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat
lokal dan keberlanjutan kebudayaan lokal dan sumberdaya alam. Pada penelitian
ini digunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan dibagi dalam tiga kegiatan
yang dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan maka diperoleh strategi
pengembangan desa wisata Bedono yang direkomendasikan yaitu: (1) melibatkan
masyarakat didalam pengembangan desa wisata mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan dan juga evaluasi, (2) mengembangkan program desa wisata yang
khas sesuai potensi alam dan budaya masyarakat, (3) membentuk lembaga atau
organisasi masyarakat untuk pengelolaan desa wisata berbasis masyarakat, (4)
membangun koordinasi antara pemerintah dan juga kelompok masyarakat dengan
peningkatan kapasitas lembaga desa wisata, (5) pendampingan kepada masyarakat
untuk mengawal proses, (6) peningkatan kemampuan SDM masyarakat Desa
Bedono dngan mengadakan pelatihan terutama bidang pariwisata, (7) memberikan
penyuluhan, pengarahan dan penjelasan kepada masyarakat, khususnya yang
bertempat tinggal di sekitar obyek wisata, tentang pentingnya pariwisata atau
manfaat pembangunan pariwisata bagi upaya menunjang pembangunan
perekonomian daerah serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan yang
bertempat tinggal di sekitar obyek pariwisata. Melalui desa wisata dengan
dilibatkannya masyarakat sebagai pengelola buka hanya bertujuan untuk
memberdayakan masyarakat desa tetapi dalam rangka untuk menjaga
keberlangsungan ekonomi masyarakat dengan menjadikan desa sebagai tujuan
wisata naun demi menjaga kelestarian ekosistem mangrove yang ada dan juga
pelestarian nilai-nilai budaya religi yang berlaku di masyarakat.

Analisis
Jurnal ini memaparkan mengenai komunitas local yang memiliki potensi
dalam pengembangan berbasis komunitas dengan penerapan konsep CBT
(Community Based Tourism) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal,
kebudayaan, dan sumber daya alam. Sebelumnya dianalisis terlebih dahulu
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada di wilayah perencanaan
kemudian tahap selanjutnya adalah penyusunan strategi menggunakan analisis
SWOT. Menurut skema pengelolaan, seluruh pihak dari pihak pemerintah
kabupaten, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, membantu memberikan
arahan dan dukungan pada berbagai kelompok yang dibentuk dalam level
masyarakat lokal agar tercipta daya saing yang kuat. Namun, dalam jurnal ini
bagian metodologi kurang jelas terkait responden yang diikutsertakan serta
metode-metode lainnya yang dipakai, cenderung langsung penyajian analisis
SWOT. Selain itu, dalam jurnal hasis analisis banyak diinterpretasikan dengan
gambar bagan yang membantu pembaca untuk memahami perencanaan yang akan
dilaksanakan, namun disisi lain gambar tersbeut kurang jelas dan penjelasan dari
gambar tersebut pun kurang sehingga pesan tidak tersampaikan.
21

Strategi Pengembangan Desa Wisata


Bedono Berdasarkan Analisis
SWOT

Partisipasi Lembaga Potensi


masyarak pengelola wilayah
at an

Keterangan
Desa wisata : Mempengaruhi
Bedono : Ada Hubungan

Gambar 6. Hubungan Antar Konsep Jurnal 6.

Tabel 6. Daftar Variabel Jurnal 6


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Strategi 7 Strategi Berdasarkan analsisi SWOT yang
Pengembangan Desa pengembangan Desa dilakukan, seluruh pihak dari pihak
Wisata Beerdasarkan Wisata pemerintah kabupaten, pemerintah
Analisis SWOT kecamatan, pemerintah desa, perlu
membantu memberikan arahan dan
dukungan pada berbagai kelompok yang
dibentuk dalam level masyarakat lokal
agar tercipta daya saing yang kuat.
Partisipasi Partisipasi masyarakat Masyarakat menyediakan rumahnya
Masyarakat dalam pelaksanaan an sebagai tempay penginapan para
evaluasi pengunjung yang ingin bermalam.
Lembaga pengelola Pembentukan Pelaksanaan promosi desa wisata
kelompok sadar Bedono dengan menggunakan promosi
wisata media cetak, media elekyronik, media
internet, dan media lainnya.
Potensi wilayah Sumberdaya alam dan Terdapatnya pantai morosari, makam
budaya syeikh Abdullah Mudzakir, ekosistem
mangrove, tradisi social budaya lokal,
dan kuliner mangrove.

7. Judul : Identifikasi Kapasitas Komunitas Lokal dalam


22

Pemanfaatan Potensi Ekowisata Bagi Pengembangan


Ekowisata di Kawah Cibuni
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota
Volume (edisi):hal : Vol. 23 No. 2, halaman: 85-102
Nama Penulis : Andelissa Nur Imran
Alamat URL :
http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-
content/uploads/2014/02/03-
Jurnal-6-Andelisa.pdf
Tanggal Akses : 29 September 2015

Ringkasan
Jurnal ini menggambarkan ekowisata sebagai bagian dari kegiatan wisata
yang bertujuan untuk mengagumi keindahan alam dan budaya dengan tidak
memberikan dampak negatif pada lingkungan (konservasi) dan memberikan
keuntungan terhadap komunitas lokal secara ekonomi. Kawah Cibuni yang terletak
di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung, merupakan salah satu objek wisata yang
memiliki keindahan alam dan budaya yang masih asli, didukung dengan kondisi
alamnya yang hijau, alami, dan terdapat penduduk asli yang menempati daerah
tersebut. Kawah Cibuni dikenal karena memiliki sumber air panas dan kawah-
kawah kecil yang masih aktif di sekitarnya. Kawah Cibuni memiliki kriteria
sebagai lokasi ekowisata yang ikut melibatkan peran komunitas lokal dalam
pengembangannya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi kapasitas komunitas
lokal dalam pemanfaatan potensi ekowisata bagi pengembangan ekowisata di
Kawah Cibuni. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai komunitas
lokal di Kawah Cibuni dan selanjutnya menggunakan metode analisis kualitatif
dimana ada 3 tahap yang harus dilalui, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Pelibatan komunitas lokal dalam proses perencanaan, pengembangan, dan
pengelolaan kawasan wisata erat kaitannya dengan konsep ekowisata dan
sekaligus dapat membantu meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal.
Komunitas lokal secara turun temurun merupakan penghuni di Kawah Cibuni dan
sudah sejak lama pula kawasan tersebut ramai oleh pengunjung. Selama ini,
Kawah Cibuni belum mendapatkan pengelolaan khusus dari pengelola wisatanya,
sehingga membuat komunitas tersebut terjun langsung dalam mengelola kawasan
tersebut.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Kawah Cibuni akhirnya membuat
pengelola wisata mulai berpikir untuk memfokuskan pembangunan kegiatan
wisata di Kawah Cibuni. Kegiatan pembangunan wisata ini tentunya melibatkan
komunitas lokal karena mereka sudah menghuni tempat tersebut sejak dulu.
Kapasitas komunitas yang dimiliki warga Kawah Cibuni sudah cukup mampu
untuk ikut serta dalam pengembangan kawasan ekowisata di Kawah Cibuni.
23

Mereka memiliki modal dasar yang dapat digunakan dalam membantu


pengembangan ekowisata di Kawah Cibuni. Pengadaan fasilitas pendukung wisata
dilakukan sendiri oleh komunitas lokal tersebut, seperti menyediakan tempat
sampah, membangun mushola dan toilet umum, serta mendirikan warung. Mereka
juga menyediakan tempat untuk menginap bagi para wisatawan yang ingin
bermalam di Kawah Cibuni. Akan tetapi, hal ini belum didukung oleh financial
yang mencukupi. Komunitas lokal masih menggunakan dana mereka masing-
masing untuk melakukan kegiatan konservasi di Kawah Cibuni.

Analisis
Jurnal ini memaparkan identifikasi kapasitas yang dimiliki komunitas lokal
dalam pemanfaatan potensi ekowisata di wilayah tersebut. Partisipasi lokal
merupakan komponen penting dari pembangunan berkelanjutan pada umumnya
(untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang, sekaligus
melindungi sumber daya alam) dan ekowisata secara khusus. Penelitian ini melihat
peran komunitas lokal dalam pengembangan ekowisata secara garis besar. Kedua:
penelitian ini melihat dari sudut kapasitas komunitas dalam pengembangan
ekowisata dengan mencakup; kapasitas komunitas dilihat pengembangan
kepemimpinan (Leadership Development), pengorganisasian komunitas
(Community Organizing), kolaborasi kerjasama, dan hubungan antar organisasi.
Selanjutnya melihat dari sisi modal komunitas dalam pengembangan
ekowisata seperti; modal fisik, modal finansial, modal lingkungan, modal
teknologi, modal manusia, dan modal sosial, dan terakhir melihat implikasi dari
perkembangan pariwisata terhadap kapasitas komunitas. Ketiga: Mengidentifikasi
Peran Komunitas Lokal dalam Pengembangan Ekowisata, dengan mencakup;
Peran komunitas lokal dalam menjaga pelestarian lingkungan dan budaya lokal,
dan menganalisis keterlibatan dan peran komunitas lokal dalam pengembangan
ekowisata kawah cibuni. Terakhir yaitu keempat : Penelitian ini melihat dari sudut
pandang bagaimana persepsi pihak luar terhadap komunitas lokal kawah Cibuni.
Penelitian tersebut menggambarkan bagaimana pentingnya pelestarian
lingkungan dan budaya lokal yang dipegang oleh komunitas sejak lama dan
diterapkan dalam pengelolaan ekowisata yang berhubungan dengan kegiatan
konservasi. Adapum hal yang patut dijadikan acuan adalah masyarakat di wilayah
tersebut diberdayakan dan tidak merasa dihilangkan haknya karena masih bisa
membangun pemukiman di wilayah tersebut, namun di tanah yang sudah
dipersiapkan sebelumnya yang tidak akan mengganggu keindahan dari tempat
wisata tersebut. Sehingga, dari pihak pengelola dan pihak masyarakat sama- sama
saling bekerjasama dalam pengelolaan kawasan wisata Cibuni.

Pelestarian
Kapasitas Partisipasi lingkungan dan
Ekowisa
Komunitas masyaraka budaya
ta
t
Keterangan
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
24

Gambar 7. Hubungan Antar Konsep Jurnal 7


Tabel 7. Daftar Variabel Jurnal 7
Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Kapasitas masyarakat kapasitas komunitas Komunitas lokal secara turun temurun
dilihat pengembangan merupakan penghuni di Kawah Cibuni
kepemimpinan dan sudah sejak lama pula kawasan
(Leadership tersebut ramai oleh pengunjung.Selama
Development), ini, Kawah Cibuni belum mendapatkan
pengorganisasian pengelolaan khusus dari pengelola
komunitas wisatanya, sehingga membuat
(Community komunitas tersebut terjun langsung
Organizing), dalam mengelola kawasan tersebut.
kolaborasi kerjasama,
dan hubungan antar
organisasi
Ekowisata Pelestarian Dilarang buang air kecil sembarangan,
lingkungan tidak boleh bertindak ceroboh terutama
Pelestarian di area kawah, dilarang membuang
budaya sampah sembarangan, dan dilarang
melakukan tindakan-tindakan perusakan
dan pencemaran lingkungan.
Partisipasi masyarakat Pengelolaan oleh Komunitas lokal secara turun temurun
masyarakat merupakan penghuni di Kawah Cibuni
dan sudah sejak lama pula kawasan
tersebut ramai oleh pengunjung. Selama
ini, Kawah Cibuni belum mendapatkan
pengelolaan khusus dari pengelola
wisatanya, sehingga membuat
komunitas tersebut terjun langsung
dalam mengelola kawasan tersebut.

8. Judul : Model Pemberdayaan Masyarakat Desa dan


Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pengembangan
Desa Wisata di Depok
Tahun : 2011
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Penulis : Tuty Herawati
25

Nama Jurnal : Jurnal Ekonomi dan Bisnis


Volume (edisi):hal : Volume 10, Nomer 2, Halaman: 168-175
Alamat URL : http://jurnalpnj.com/index.php/ekbis/article/view/412.
Tanggal Akses : 29 September 2015

Ringkasan
Jurnal ini memaparkan salah satu alternatif untuk mengembangkan ekonomi
kerakyatan adalah dengan mengembangkan desa wisata. Subagyo (1991)
mendefinisikan desa wisata sebagai bentuk desa yang memiliki ciri khusus
didalamnya, baik alam dan budaya serta berpeluang dijadikan komoditi bagi
wisatawan. Wujud desa wisata itu sendiri, bahwa desa sebagai objek dan subyek
pariwisata. Sebagai objek, merupakan tujuan kegiatan pariwisata, sedangkan
sebagai subyek adalah sebagai penyelenggara, apa yang dihasilkan oleh desa akan
dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung dan peran aktif masyarakat sangat
menentukan kelangsungan desa wisata itu sendiri. Analisa data dilakukan secara
kualitatif sesuai dengan jenis data yang diteliti.
Data primer yang diperoleh dari para responden akan diinventarisasi dan
dikelompokkan guna menemukan indikasi-indikasi khusus yang berkenaan dengan
kasus. Data yang telah dikelompokkan akan dikaitkan satu dan lainnya serta
diinterpretasikan dengan perspektif bidang sosiologi, psikologi dan hukum dalam
konteks peran serta kelompok masyarakat dan pemerintah daerah dalam pariwisata
sebagai bentuk pengentasan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat
di di Depok. Pengembangan Desa Wisata di Depok sebagai salah satu obyek
wisata sejalan dengan pergeseran pola pariwisata dewasa ini yang lebih
menghargai lingkungan, yang akan memicu kesadaran akan pembangunan
pariwisata berwawasan lingkungan yang mempertimbangkan pemanfaatan sumber
daya yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Berdasarkan hasil survey Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Sawangan
Baru Kecamatan Sawangan Depok, kelurahan tersebut mempunyai potensi
menjadi desa wisata memiliki memiliki ciri khusus didalamnya, baik alam dan
budaya serta kegiatan perekonomian yang unik dan menarik yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan sebagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi,
akomodasi, makanan, minuman dan kebutuhan wisata lainnya yang berpeluang
dijadikan komoditi bagi wisatawan. Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan
Sawangan mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi Desa Wisata dengan
beberapa pertimbangan, sebagai berikut: mendukung program pemerintah Kota
Depok dalam pembangunan kepariwisataan dengan menyediakan obyek wisata
alternatif, dan menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar desa
wisata.
Hasilnya akan dapat digunakan dalam program pengembangan desa yang
tentunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sawangan Baru memiliki sumber
daya alam serta usaha pengolahan belimbing dan rumput laut menjadi berbagai
makanan dan minuman segar seperti jus, syrup, permen dodol, manisan dan lain
sebagainya, memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi penduduk
desa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat
26

desa, adanya desa wisata akan membuka berbagai lapangan kerja, mulai dari
penyediaan akomodasi, tempat makan, pengembangan sentra industri yang akan
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, menimbulkan rasa bangga bagi
penduduk untuk tetap tinggal di kelurahannya sehingga mengurangi urbanisasi.
Selama ini masyarakat desa seringkali meninggalkan desa untuk mencari kerja
atau mencari kehidupan yang lebih modern ke kota.
Pengembangan desa wisata maka hal ini akan dapat dikurangi karena tentunya
masyarakat desa akan meningkat rasa percaya diri dan kebanggaannya bila banyak
wisatawan yang kagum dan mengunjungi desa mereka, berdekatan dengan objek
wisata lainnya yang sudah dikenal seperti Mesjid Kubah Emas, Taman rekreasi
Permata Buana dan Taman Rekreasi Aquatic Telaga Golf Sawangan Untuk
menjadi Desa Wisata, Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Sawangan Baru masih
mempunyai banyak kekurangan, yaitu sulit diakses mengingat sebagian besar jalan
di Depok macet, serta kurang memadainya kualitas terminal dan Stasiun Kereta
Api yang sangat bermanfaat bagi wisatawan yang tidak menggunakan kendaraan
pribadi serta belum tersedia akomodasi dan tenaga kerja yang memadai

Analisis
Jurnal ini memaparkan karakteristik sebuah wilayah untuk dikembangkan
sebagai desa wisata dan peran masyarakat dalam program pemberdayaan
masyarakat yang diimplementasikan di wilayah tersebut. Sumber daya alam
berupa kebun belimbing, kebun jambu, kebun sayuran, serta kesenian daerah
setempat yang terdapat di daerah itu dinilai dapat menjadi komoditas dalam
pengembangan desa wisata. Namun, dalam segi penulisan jurnal ini belum banyak
mengungkapkan permasalahan khusus di wilayah yang ditelitinya, hanya
mengungkapkan secara umum terutama dalam bagian pendahuluan yang terlihat
sedikit janggal karena penulisan yang kurang jelas serta kurang menyeluruh terkait
konteks yang diteliti dan bagian tinjauan pustaka yang dirasa terlalu banyak.
Kemudian perlu ditinjau kembali terkait dengan pengembangan desa wisata di
wilayah tersebut, karena Depok merupakan wilayah kota yang cukup ramai dan
apakah model pembangunan pariwisata terbuka yang dicanangkan akan cocok
dengan karakteristik masyarakat desa tersebut juga target wisatawan yang nanti
akan berkunjung.

Potensi Penduduk
wilayah semakin
Penanggulan meningkat
gan
Desa wisata kemiskinan
Lapangan
kerja terbatas
: Saling mempengaruhi
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
27

Gambar 8. Hubungan Antar Konsep Jurnal 8.

Tabel 8. Daftar Variabel Jurnal 8


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Potensi wilayah KUB (Kelompok Yang menarik di Kelurahan Sawangan
Usaha Bersama) Baru ini selain terdapat Kelompok
Usaha Bersama (KUB) minuman segar
dari buah buahan juga terdapat KUB
pengolahan minuman dan makanan dari
Rumput Laut ini merupakan ciri lain
yang menarik wisatawan untuk melihat
langsung pengolahan makanan dan
minuman tersebut serta bisa langsung
mencicipi dan membelinya untuk
dibawa sebagai oleh oleh.
Penanggulangan Perluasan lapangan Adanya desa wisata akan membuka
kemiskinan kerja berbagai lapangan kerja, mulai dari
penyediaan akomodasi, tempat makan,
pengembangan sentra industri yang
akan dapat meningkatkan taraf hidup
masyarakat desa.

9. Judul : Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat Terhadap


Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di
Kampung Batusuhunan, Sukabumi
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal :-
Volume (edisi):hal : ISSN : 2302 - 7517, Vol. 02, No. 03, halaman: 146 -159
Nama Penulis : Emma Hijriati dan Rina Mardiana
Alamat URL : http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9422
Tanggal Akses : 29 September 2015

Ringkasan
28

Ekowisata adalah perjalanan wisata yang bertanggung jawab terhadap


kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat. Peran aktif dalam
mengelola potensi ekowisata ini penting karena pengetahuan alam dan potensi
budaya memiliki nilai jual sebagai daya tarik ekowisata. Perkembangan ekowisata
mempengaruhi masyarakat pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis perubahan kondisi ekologi, sosial, dan
ekonomi di Kampung Batusuhunan setelah adanya ekowisata berbasis masyarakat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran ekowisata berbasis
masyarakat Batusuhunan memberikan perubahan bagi masyarakat terutama dalam
aspek ekologi dan sosial. Pada aspek ekologi, penduduk telah memiliki kesadaran
untuk melindungi lingkungan dengan membuang sampah pada tempatnya dan
mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Dalam aspek sosial, terjadi
peningkatan kerjasama masyarakat terutama di bidang ekowisata. Kegiatan sosial
di masyarakat sering diadakan sejalan dengan perkembangan ekowisata. Pada
ekonomi, kesempatan kerja yang berasal dari sektor ekowisata bisa menjadi
penghasilan tambahan bagi keluarga. Peningkatan pendapatan digunakan oleh
masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya pendidikan. Namun,
perubahan dalam standar hidup tidak dapat dirasakan oleh masyarakat
Batusuhunan karena pengembangan ekowisata baru saja dimulai dan baru berjalan
selama sekitar 3 tahun.
Pengembangan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata didorong oleh
adanya harapan dari beberapa pihak untuk kemajuan ekonomi masyarakat dan
wilayah ekowisata. Masyarakat Batusuhunan sebagai aktor utama dari kegiatan
ekowisata di Curug Cigangsa memiliki harapan yang tinggi dalam aspek ekonomi
dibandingkan dengan aspek ekologi juga sosial budaya. Hal ini terjadi karena
masyarakat menginginkan adanya peningkatan pendapatan baik untuk masing-
masing individu maupun untuk Kampung Batusuhunan secara keseluruhan.
Harapan terhadap aspek ekonomi yang menjadi pendorong paling besar pada
masyarakat untuk menyetujui pengembangan kawasan ekowisata.

Analisis
Jurnal ini menjelaskan mengenai perubahan kondisi ekologi, social dan
ekonomi setelah adanya kegiatan ekowisata. Pada awal tahap perencanaan ada
diskusi terlebih dahulu antara pihak pemerintah dan pihak masyarakat desa terkait
pembukaan wilayah untuk wisata di daerah ini dengan konsep Ekowisata Islami
yang merupakan konsep akhir yang disetujui bersama baik oleh pemerintah dan
masyarakat. Tahap pelaksanaan pun dilaksanakan bersama-sama oleh masyarakat
beradsarkan dana swadaya, dan pada tahap evaluasi masyarakat dilibatkan secara
bersama dalam musyawarah besar. Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat
di Kampung Batusuhunan memberikan perubahan berupa pengaruh yang positif
bagi masyarakat batusuhunan khususnya pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.
Pada aspek ekologi, perubahan masyarakat semenjak adanya ekowisata adalah
kesadaran untuk menjaga lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempat
sampah khusus dan mulai melakukan gaya hidup ramah lingkungan.
29

Pada aspek ekonomi, peluang pekerjaan yang diperoleh dari sektor ekowisata
dapat menjadi tambahan penghasilan bagi keluarga. Peningkatan pendapatan
digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya
pendidikan. Namun, perubahan taraf hidup belum dapat dirasakan oleh masyarakat
Batusuhunan setelah adanya ekowisata. Berdasarkan hasil analisis dari jurnal
tersebut, penerapan konsep Ekowisata Islami merupakan hal yang baik karena
selain dapat menerapkan norma dan aturan yang dianut masyarakat, mereka juga
dapat menerapkan konsep tersebut dalam menjaga lingkungan secara berkelanjutan
dan memeproleh hasil tambahan ari kegiatan wisata yang dikelola secara bersama.

Kondisi setelah
Kondisi awal Pengembangan
ekowisata
sebelum Ekowisata
ekowisata

Pengelolaan ekowisata
berbasis masyarakat

Ekologi Sosial Ekonomi

Gambar 9. Hubungan Antar Konsep Jurnal 9. Keterangan


: Mempengaruhi
: Ada Hubungan

Tabel 9. Daftar Variabel Jurnal 9


Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung
Pengembangan Perencanaan, Pada awalnya, pemerintah yang
ekowisata pelaksanaan, dan menginisiasi masyarakat untuk
evaluasi bersama-sama membuka kawasan
Curug Cigangsa sebagai tempat wisata.
30

Namun masyarakat menolak untuk


pembangunan area wisata karena
khawatir akan ada pengaruhpengaruh
negative yang dibawa oleh wisatawan
ke dalam kampung mereka. Namun,
setelah ada perbincangan lebih
mendalam antara pemerintah, tokoh
masyarakat, dan masyarakat Kampung
Batusuhunan akhirnya pembukaan
kawasan wisata disetujui tetapi dengan
syarat bahwa jenis wisata yang
ditawarkan adalah Ekowisata Islami
sehingga segala tingkah laku wisatawan
yang ada harus sesuai dengan kaidah-
kaidah islam.
Pengelolaan berbasis Ekowisata islami Segala peraturan yang terdapat di lokasi
masyarakat ekowisata telah disesuaikan dengan
kaidah- kaidah islam dan adat
masyarakat setempat di lokasi
ekowisata ini. Walaupun belum
sepenuhnya mengikuti kaidah islam,
akan tetapi segala norma yang dibuat
sudah berpedoman pada kaidah-kaidah
islam.
Ekologi Tingkkat kelestarian Keadaan sanitasi dan air bersih di
Kampung Batusuhunan saat ini (2013)
tidak jauh berbeda dengan keadaan tiga
tahun lalu (2010) sebelum adanya
ekowisata. Menurut masyarakat
setempat, air di kampung ini masih
bersih dan belum tercemar sehingga
penggunaan air bersih dan MCK
(Mandi Cuci Kakus) diambil dari sungai
dan air tanah.
Sosial Tingkat kerjasama Ekowisata yang dikelola berbasis
masyarakat masyarakat memberikan kesempatan
masyarakat setempat sebagai pelaku
utama dalam kegiatan ekowisata.
Aktivitas dalam bidang ekowisata dapat
31

mempengaruhi masyarakat dalam


tingkat kerjasama yang biasa
masyarakat lakukan sebelum adanya
ekowisata.

Ekonomi Tingkat pendapatan Kampung Batusuhunan merupakan


rumah tangga salah satu kampung di Kecamatan
Surade yang tingkat perekonomiannya
tergolong rendah sehingga salah satu
cara untuk meningkatkan perekonomian
kampung ini pemerintah daerah
menetapkan sebagai kawasan
ekowisata. Sebelum adanya ekowisata,
rata-rata tingkat pendapatan masyarakat
adalah Rp 1 367 353. Namun, untuk
menggolongkan tingkat pendapatan
dengan ukuran rata-rata tersebut tidak
dapat mewakili gambaran seluruh
responden di kampung ini.

10. Judul : Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap


Pendapatan Masyarakat di Pulau Tidung
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Digital
Nama Jurnal : Jurnal Online Institut Teknologi Nasional
Volume (edisi):hal : No.x Vol. xx
Nama Penulis : Achadiat Dritasto, Annisa Ayu Anggraeni
Alamat URL : http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaloka/article/view/102
Tanggal Akses : 29 September 2015

Ringkasan

Pulau Tidung merupakan salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang


berkembang ke arah pariwisata bahari. Adanya kegiatan wisata ini memberikan
dampak ekonomi bagi masyarakat seperti peningkatan pendapatan, peningkatan
kesempatan kerja, dan peluang usaha. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan wisata terhadap
pendapatan masyarakat di Pulau Tidung. Dalam menganalisis dampak ekonomi
32

dari kegiatan wisata di Pulau Tidung menggunakan Keynesian Income Multiplier


dengan melihat dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa keberadaan wisata di Pulau Tidung telah
memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian masyarakat lokal walaupun
dampak yang dirasakan masih terbilang kecil.
Karakteristik sosial ekonomi wisatawan dilihat dari umur, pendidikan terakhir,
jenis pekerjaan, pendapatan per bulan, asal daerah, cara kedatangan wisatawan,
dan jumlah rombongan. Berdasarkan umur sebanyak 40% wisatawan yang datang
ke Pulau Tidung berusia 21-25 tahun. Hal ini terjadi karena wisatawan yang datang
didominasi oleh mahasiswa, baik pada hari biasa maupun hari-hari libur.
Sementara itu, wisatawan lainnya sebanyak 30% berusia 15-20 tahun, 16% berusia
26-30 tahun, dan 14% berusia >30 tahun. Lalu berdasarkan daerah asal, pulau
Tidung paling banyak dikunjungi dari daerah Jakarta yang presentasenya mencapai
57%, sedangkan daerah lainnya presentasenya lebih kecil dari daerah Jakarta.
Berdasarkan pekerjaan, pulau tidung banyak dikunjungi oleh mahasiswa.
Berdasarkan pendapatan wisatawan rata-rata pendapatan perbulan wisatawan
adalah antara Rp 500 000 Rp 1 500 000 perbulan yaitu sebanyak 50%.
Berdasarkan cara kedatangan wisatawan ke Pulau Tidung sebanyak 82%
wisatawan yang datang ke Pulau Tidung bersama kelompok atau rombongan.
Sebanyak 98% unit usaha yang ada di Pulau Tidung merupakan penduduk asli
yang ikut memanfaatkan peluang usaha seiring berkembangnya kegiatan wisata di
Pulau Tidung. Jenis usaha yang dimiliki masyarakat yang ada di Pulau Tidung,
diantaranya adalah sebanyak 64% memiliki usaha jasa penginapan (homestay),
11% memiliki usaha kios warung, 6% memiliki usaha jasa catering, 5% memiliki
usaha warung makan, 4% memiliki usaha penyewa alat, 3% memiliki usaha
pemandu wisata, 2% memiliki usaha transportasi kapal, dan 1% memiliki usaha
souvenir. Pemilik unit usaha di Pulau Tidung mulai bertambah banyak semenjak
kegiatan wisata di Pulau Tidung ini mulai berkembang yaitu sekitar tahun 2009.
Kegiatan wisata bahari di Pulau Tidung akan menimbulkan dampak terhadap
masyarakat sekitar. Dampak yang muncul dari suatu kegiatan wisata, yaitu
munculnya dampak ekonomi. Dampak ekonomi tersebut dapat bersifat positif dan
negatif. Dampak positif yang muncul dari adanya dampak ekonomi dapat bersifat
langsung (direct). Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain
yang akan timbul, seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak
langsung berupa aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha
penerima dampak langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Dampak
lanjutan ini dapat diartikan sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan
pendapatan masyarakat lokal.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata pada dasarnya dilihat
dari keseluruhan pengeluaran wisatawan untuk akomodasi, konsumsi (baik
konsumsi dari rumah maupun di lokasi wisata), biaya perjalanan ke lokasi wisata,
pembelian souvenir, serta pengeluaran lainnya. Keseluruhan dari biaya
pengeluaran wisatawan akan diestimasi dari jumlah keseluruhan kunjungan
wisatawan dengan rata-rata pengeluaran dalam satu kali kunjungan wisata. Secara
umum kegiatan wisata yang ada di Pulau Tidung telah memeberikan dampak
33

ekonomi kepada masyarakat walaupun dampak yang dirasakan terbilang cukup


kecil. Dampak ekonomi ini terjadi karena adanya perputaran uang antara
wisatawan, unit usaha, dan tenaga kerja. Semakin banyaknya wisatawan yang
datang ke Pulau Tidung memberikan dampak berupa pendapatan yang lebih
banyak kepada unit usaha.

Analisis
Hasil yang penulis dapat dari penelitian tersebut adalah keberadaan wisata di
Pulau Tidung telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian
masyarakat lokal walaupun dampak yang dirasakan masih terbilang kecil. Terbukti
dari nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0.28, Nilai Ratio Income Multiplier
I sebesar 1.35, dan Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1.59. Kebanyakan
unit usaha yang ada di Pulau Tidung merupakan penduduk asli yang ikut
memanfaatkan peluang usaha seiring berkembangnya kegiatan wisata di Pulau
Tidung. Adapun jenis usahanya seperti usaha jasa penginapan (homestay usaha
kios warung, usaha jasa catering, usaha warung makan, usaha penyewa alat, usaha
pemandu wisata, usaha transportasi kapal, dan usaha souvenir. Namun,
berdasarkan hasil penelitian kebanyakan didasarkan pada dampak ekonomi
berbentuk pariwisata, yang secara langsung berdampak pada pendapatan, yang
berdampak negative tidak dijelaskan secara lebih jauh meskipun sudah disingung
sebelumnya.

Kegiatan Dampak
wisata ekonomi

Keterangan
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan

Dampak Dampak ekonomi Dampak


ekonomi tidak langsung: ekonomi
langsung: lanjutan:
Kesempatan kerja
Upah tenaga dengan Pemenuhan
kerja mengoptimalkan dan kebutuhan
aktif dalam kegiatan sehari hari
wisata
Neraca Pembayaran
Pemerataan
pendapatan

Gambar 10. Hubungan Antar Konsep Jurnal 10.


Tabel 10. Daftar Variabel Jurnal 10
34

Variabel Sub Variabel Fakta Pendukung


Kegiatan wisata Seluruh tenaga kerja yang terkait dalam
kegiatan wisata ini adalah penduduk
atau warga asli Pulau Tidung. Adapun
manfaat yang dapat dirasakan oleh
tenaga kerja lokal dengan semakin
berkembangnya kegiatan wisata di
Pulau Tidung adalah dalam hal
peningkatan pendapatan dan
peningkatan lapangan kerja
Dampak ekonomi Dampak ekonomi Dampak ekonomi langsung dari
langsung kegiatan wisata yang ada di Pulau
Dampak ekonomi Tidung berasal dari aktifitas ekonomi
tidak langsung yang terjadi antara wisatawan dengan
Dampak ekonomi masyarakat lokal yang memiliki unit
lanjutan usaha di lokasi wisata tersebut.
Keberadaan unit usaha di suatu lokasi
wisata membantu para wisatawan
untuk memenuhi kebutuhan mereka
selama melakukan kegiatan wisata.
Rata-rata pengeluaran wisatawan
yang berkunjung ke Pulau Tidung
adalah sebesar Rp. 459.667,-.
Dampak ekonomi tidak langsung
(indirect impact) berasal dari tenaga
kerja yang bekerja pada unit usaha
yang berada di Pulau Tidung. Untuk
upah tenaga kerja memiliki proporsi
paling besar yaitu sebanyak 39,72%,
bahan baku sebesar 33,72%,
pemeliharaan alat sebesar 6,52%,
biaya lainnya sebesar 18,7%, dan
transportasi lokal sebesar 1,35%.
Dampak ekonomi lanjutan (induced
impact) merupakan dampak ekonomi
yang diperoleh berdasarkan
pengeluaran yang dikeluarkan oleh
tenaga kerja lokal yang berada di
Pulau Tidung. Sebagian besar
35

pengeluaran tenaga kerja lokal di


Pulau Tidung digunakan untuk biaya
kebutuhan sehari-hari yaitu sebesar
37,73%.

RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN

Partisipasi Masyarakat
Makna partisipasi menurut Arnstein (1969) dalam Dewi et al. (2013) adalah
sebagai kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada
masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.
Dijelaskan bahwa partisipasi merupakan redistribusi kekuatan, yang memungkinkan
kaum terpinggirkan secara ekonomi dan politik untuk dilibatkan dalam perencanaan
pembangunan masa depan. Makna partisipasi yang mengacu pada pendapat Arnstein
adalah kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada
masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.
Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan
pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam
Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian seharihari, partisipasi
merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga
masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang
dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang
bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai
keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian
dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.
Pemikiran tentang partisipasi masyarakat juga diutarakan oleh Slamet (2003),
menurut beliau makna partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan
sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan/ implementasi, pengawasan
dan evaluasi, juga ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.
Penekanannya disini bahwa partisipasi dalam pembangunan bukan hanya berarti ikut
menyumbangkan sesuatu input ke dalam proses pembangunan, tetapi termasuk ikut
memanfaatkan dan menikmati hasil- hasil pembangunan. Sehingga dapat dikatakan
keberhasilan pembangunan nasional dietentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat,
baik dalam menyumbangkan masukan (input) maupun dalam menikmati hasilnya.
Berdasarkan definisi atau pengertian tentang partisipasi dalam pembangunan
seperti diuraikan diatas, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi
lima jenis:
1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input
tersebut dan ikut menikmati hasilnya
2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
36

3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara lansung.
4. Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya.
Kemungkinan adanya jenis partisipasi yang lain masih ada, tetapi seperti halnya
dengan jenis ke-5, partisipasi semacam itu tidak dikehendaki oleh masyarakat, karena
tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan (hasil) pembangunan
berarti pula bahwa masyarakat tidak naik tingkat hidup atau tingkat kesejahteraannya
(Slamet 2003).
Secara umum partisipasi dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat
bukanlah sekadar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek
pembangunan. Pandangan ini serupa dengan Abe (2002) yang berpendapat bahwa
partisipasi masyarakat merupakan hak, bukan kewajiban. Orientasi pembangunan
kepariwisataan perlu menempatkan fakta di atas sebagai pertimbangan pokok dalam
menumbuhkembangkan kapasitas dan kapabilitas pada masyarakat (Beeton 2006).
Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan pelayanan sekaligus merealisasikan
peran sentral masyarakat dalam aktivitas pembangunan kepariwisataan sesuai dengan
harapan dan kemampuan yang dimiliki.
Pengembangan desa wisata di Indonesia lebih banyak difasilitasi negara,
sedangkan masyarakat cenderung pasif. Akibatnya, kapasitas lokal di dalam
merespon inovasi yang disponsori oleh negara melalui pembangunan desa wisata
masih menghadapi sejumlah persoalan krusial (Damanik 2009). Bottom up planning
memaksa komunitas lokal untuk berpikir dan bergerak guna merancang dan
memutuskan pola pembangunan pariwisata yang memihak kepentingan komunal.
Mubyarto (1988) menegaskan bahwa partisipasi merupakan kesediaan membantu
berhasilnya program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti harus
mengorbankan kepentingan sendiri.
Partisipasi intinya adalah sikap sukarela dari masyarakat untuk membantu
keberhasilan program pembangunan. Selain itu, partisipasi juga dapat dimaknai
sebagai bentuk keterlibatan mental sekaligus emosional seseorang dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk ikut serta menyumbangkan kemampuan dalam
mencapai tujuan kelompok dan ikut bertanggung jawab atas tujuan kelompok,
termasuk pelaksanaan program-program tersebut. Pelibatan ini membuat masyarakat
merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap proses keberlanjutan program
pembangunan. Pendekatan partisipatif yang dilaksanakan diharapkan akan
memberikan ruang bagi perkembangan aktivitas yang berorientasi kompetisi dan
tanggung jawab sosial oleh anggota komunitas itu sendiri. Pentingnya partisipasi
dalam pembangunan memberikan arti bahwa segala hal yang berkaitan dengan
pengambilan kebijakan ekonomi, seperti menarik investor luar, maka harus
melibatkan warga (Bryson 1995).

Pengembangan Desa Wisata


37

Inskeep (1991) mengatakan bahwa desa wisata merupakan bentuk pariwisata,


yang sekelompok kecil wisatawan tinggal di dalam atau di dekat kehidupan
tradisional atau di desa-desa terpencil dan mempelajari kehidupan desa dan
lingkungan setempat. Nuryanti (1992) mendefinisikan desa wisata merupakan suatu
bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi, dan fasilitas pendukung yang disajikan
dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi
yang berlaku. Ditegaskan pula bahwa komponen terpenting dalam desa wisata, adalah
(1) akomodasi, yakni sebagian dari tempat tinggal penduduk setempat dan atau/ unit-
unit yang berkembang sesuai dengan tempat tinggal penduduk, dan (2) atraksi, yakni
seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta latar fisik lokasi desa yang
memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipan aktif, seperti kursus
tari, bahasa, lukis, dan hal-hal lain yang spesifik.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata membuat suatu program yang bernama
Pariwisata Inti Rakyat (PIR) atau dengan istilah lainnya yaitu community-based
tourism. Menurut PIR, Desa Wisata adalah suatu kawasan pedesaan yang
menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari
kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki
arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan
perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk
dikembangkannya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya : atraksi, akomodasi,
makanan-minuman, dan kebutuhan wisata lainnya. Berdasarkan pengembangan
pariwisata dan kualitas dari objek dan daya tarik wisata yang dijadikan sebagai
kriteria utama, pariwisata berbasis masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi 7
(tujuh) sebagaimana terdapat dalam Development of Community Based Tourism:
Final Report, 2003 (Purnamasari, 2011) yaitu:
1. Basic Visitor facilities. Tipe ini terdiri atas fasilitas pariwisata yang sangat
mendasar seperti akomodasi home stay dan restoran yang melayani pengunjung.
Tipe ini biasanya diperuntukkan bagi desa yang terletak di rute yang menuju
objek dan daya tarik wisata. Tipe ini tidak melibatkan organisasi kemasyarakatan
dan pada tipe ini, manfaat ekonomi yang diterima masyarakat lokal masih
sedikit.
2. Basic visitor facilities plus tourism theme. Pada tipe ini, biasanya disediakan
fasilitas dasar dengan tema tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan jumlah
pengunjung, misalnya dengan menetapkan tema pertanian organik atau wisata
alam. Tipe pengembangan pariwisata ini masih berskala kecil dan biasanya
merupakan inisiatif dari pengusaha lokal.
3. Handicraft Villages. Pengembangan tipe ini biasanya dilakukan pada desa-desa
yang berfungsi sebagai pusat lokasi produksi dan penjualan barang hasil
kerajinan, dan juga merupakan desa yang masih kurang atau bahkan tidak
memiliki atraksi lainnya. Pengelolaannya cenderung berdasarkan pada ikatan
keluarga atau kelompok dan menggunakan tenaga kerja lokal.
4. Hotels and Villages Communities. Masyarakat di daerah ini berada di sekitar
hotel atau resort yang pembangunannya terintegrasi. Masyarakat mendapat
manfaat langsung dan tidak langsung dari pengembangan pariwisata tipe ini.
38

Manfaat yang dapat langsung dirasakan masyarakat yaitu terbukanya lapangan


pekerjaan dan pelatihan baik di hotel maupun di pusat penjualan barang produksi
kerajinan, sedangkan manfaat lainnya adalah pembangunan infrastruktur berupa
jalan, pembangunan sarana pendidikan dan kesehatan, dll.
5. Traditional Tourism Villages. Pengembangan pariwisata tipe ini menonjolkan
budaya dan adat istiadat perdesaan, gaya hidup masyarakat, dan arsitektur
tradisional yang dikemas dalam lingkungan yang menarik.
6. Community Close To primary Tourism Attraction. Daya tarik dari desa ini adalah
atraksi wisata alam dan buatan yang dipadukan sehingga menarik wisatawan dan
mendatangkan keuntungan bagi masyarakat.
7. Integrated and Organized Community Based Tourism. Tipe ini terorganisasi dan
terintegrasi dengan pengembangan pariwisata berbasis masyarakat.
Adapun karakteristik pariwisata berbasis masyarakat yang diterapkan Saint
Lucida Heritage dalam Purnamasari (2011), antara lain: melibatkan perencanaan
partisipatif dalam setiap tahapan; menciptakan kesempatan pendidikan dan pelatihan
bagi masyarakat lokal; mendukung lembaga masyarakat; mendorong kohesi sosial;
menciptakan kebanggaan masyarakat; meningkatkan pengembangan individu dalam
mengurangi aliran desa-kota; meningkatkan nilai tambah untuk budaya dan tradisi
lokal; menyediakan keuntungan infrastruktur; menciptakan kesempatan dan pekerjaan
dengan kegiatan ekonomi baru; tidak mengubah kegiatan ekonomi yang sudah ada;
menciptakan hubungan ekonomi antar sektor; menyediakan pasar untuk promosi
barang dan jasa; berkontribusi untuk pembangunan yang seimbang; memanfaatkan
sumber daya alam secara berkelanjutan, tetapi tidak mengeksploitasi; memperkecil
dampak lingkungan; mendorong masyarakat agar tidak konsumtif dalam
menggunakan sumber daya.
Kaitannya dengan konsep pengembangan desa wisata, Pearce (1995)
mengartikan pengembangan desa wisata sebagai suatu proses yang menekankan cara
untuk mengembangkan atau memajukan desa wisata. Secara lebih spesifik,
pengembangan desa wisata diartikan sebagai usaha-usaha untuk melengkapi dan
meningkatkan fasilitas wisata untuk memenuhi kebutuhan wisatawan. Selain itu,
komponen penting yang perlu ada dalam pengembangan desa wisata itu sendiri
adalah
1. Partisipasi masyarakat lokal
2. Sistem norma setempat
3. Sistem adat setempat
4. Budaya setempat Prasiasa (2011) dalam Suprihardjo et. Al (2014).
Adapun pendapat lain yang menyatakan bahwa komponen desa wisata yaitu
1. Memiliki keunikan, keaslian, sifat khas
2. Letaknya berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa
3. Berkaitan dengan kelompok atau masyarakat berbudaya yang secara hakiki
menarik minat pengunjung
4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana dasar, maupun
sarana lainnya Gumelar (2010) dalam Suprihardjo et. Al (2014).
39

Partisipasi Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata


Pembangunan berbasis masyarakat (community based tourism-CBT)
merupakan model pembangunan yang memberikan peluang yang sebesar-besarnya
kepada masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan pariwisata.
CBT merupakan sebuah kegiatan pembangunan pariwisata yang dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat. Ide kegiatan dan pengelolaan dilakukan seluruhnya
oleh masyarakat secara partisipatif, dan manfaatnya dirasakan langsung oleh
masyarakat lokal. Dengan demikian, dalam CBT peran masyarakat lokal sebagai
pemangku kepentingan merupakan unsur terpenting dalam pengembangan desa
wisata (Dewi 2013).
Desa wisata merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan pariwisata
berbasis masyarakat yang berkelanjutan. Melalui pengembangan desa wisata
diharapkan terjadi pemerataan yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata
yang berkesinambungan. Konsep pengembangan desa wisata dapat digunakan
sebagai salah satu alat untuk pengembangan masyarakat dalam bidang pariwisata
berkelanjutan.
Berdasarkan agenda WTO (2000) untuk pariwisata berkelanjutan, terlihat
bahwa pariwisata berbasis masyarakat fokus pada dampak sosial-budaya. Prinsip-
prinsip tersebut diantaranya: mengenali, mendukung, dan mempromosikan
kepemilikan masyarakat terhadap pariwisata; melibatkan anggota masyarakat dari
awal dalam semua aspek; menggalakkan kebanggaan masyarakat; meningkatkan
kualitas hidup; menjamin kelestarian lingkungan; mempertahankan karakter unik dan
budaya daerah setempat; pembelajaran lintas budaya; menghormati perbedaan budaya
dan menghargai martabat manusia; mendistribusikan manfaat secara merata di antara
anggota masyarakat; kontribusi pendapatan untuk kegiatan masyarakat. Sedangkan
menurut Drake (1991) dalam Purnamasari (2011), beberapa prinsip dalam penerapan
pariwisata berbasis masyarakat adalah sebagai berikut: small scale, tahapan dimulai
dari lapis paling bawah, menekankan pada pemenuhan basic needs dan self reliance;
proses pengambilan keputusan dilakukan oleh masyarakat dan otoritas tertinggi ada
di tangan masyarakat lokal, memegang prinsip-prinsip kesamaan sekaligus perbedaan
dan ketimpangan, optimalisasi pemanfaatan sumber daya lokal, tidak mengabaikan
identitas masyarakat lokal, menekankan pada human capital bukan financial capital,
dan menekankan pada manfaat dan distribusi produksi bukan akumulasi
modal/capital.
Keunikan tradisi dan budaya yang melekat pada komunitas tersebut
merupakan unsur penggerak utama kegiatan desa wisata. Di lain pihak, komunitas
lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan suatu objek wisata menjadi
bagian dari sistem ekologi yang saling kait mengait. Keberhasilan pengembangan
desa wisata tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan masyarakat lokal
(Wearing 2001) dalam Dewi (2013). Masyarakat lokal berperan sebagai tuan rumah
40

dan menjadi pelaku penting dalam pengembangan desa wisata dalam keseluruhan
tahapan mulai tahap perencanaan, pengawasan, dan implementasi. Ilustrasi yang
dikemukakan Wearing (2001) dalam Dewi (2013) tersebut menegaskan bahwa
masyarakat lokal berkedudukan sama penting dengan pemerintah dan swasta sebagai
salah satu pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata.
Adiyoso (2009) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat merupakan
komponen terpenting dalam upaya pertumbuhan kemandirian dan proses
pemberdayaan. Pengabaian partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan desa
wisata menjadi awal dari kegagalan tujuan pengembangan desa wisata (Nasikun,
1997). Menurut Timothy (1999) ada dua perspektif dalam melihat partisipasi
masyarakat dalam pariwisata. Kedua perspektif tersebut adalah partisipasi masyarakat
lokal dalam proses pengambilan keputusan, dan berkaitan dengan manfaat yang
diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata. Timothy menekankan perlunya
melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dengan mengakomodasi
keinginan dan tujuan masyarakat lokal dalam pembangunan serta kemampuannya
dalam menyerap manfaat pariwisata.
Masyarakat yang berada di wilayah pengembangan harus didorong untuk
mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan pembangunan pariwisata untuk
meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal. Selain mengikutsertakan
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan, Timothy memandang pentingnya
mengikutsertakan pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, swasta, dan anggota
masyarakat lainnya untuk turut ambil bagian dalam pengambilan keputusan dan
melihat pentingnya pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat, terutama dalam menerima manfaat pariwisata.
Dengan demikian, perencanaan pembangunan pariwisata harus mengakomodasi
keinginan dan kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi serta memperoleh
nilai manfaat yang maksimal dari pembangunan pariwisata. Partisipasi masyarakat
lokal sangat dibutuhkan dalam pengembangan desa wisata karena masyarakat lokal
sebagai pemilik sumber daya pariwisata yang ditawarkan kepada wisatawan.

Pengembangan Desa Wisata Terhadap Peningkatan Ekonomi

Menurut Undang-undang RI Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan di


jelaskan bahwa kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat
setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.
Sedangkan menurut Wardiyanta (2006), kepariwisataan memiliki dua aspek
kelembagaan dan aspek substansial yaitu sebuah aktivitas manusia. Dilihat dari
sisikelembagaannya, pariwisata merupakan lembaga yang dibentuk sebagai upaya
untuk memenuhi kebutuhan rekreatifnya.
Sebagai sebuah lembaga, pariwisata dapat dilihat dari sisi manajemennya,
yakni bagaimana perkembangannya dari mulai direncanakan, dikelola sampai
dipasarkan pada pembeli yakni wisatawan. Sedangkan jika dilihat dari sisi manfaat
pariwisata, menurut Marpaung (2002), sesuai perkembangan kepariwisataan
41

bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun warga setempat.


Menurut Tibout yang dikutip oleh Yoeti (2008) dampak pariwisata bagi
perekonomian lokal pun sangat tinggi, karena uang yang dibelanjakan wisatawan
merupakan uang segar (fresh money) bagi perekonomian lokal yang dapat
mempengaruhi perekonomian setempat dan dapat langsung dinikmati oleh
masyarakat. Dampak pariwisata dilihat dari segi perekonomian nasional (macro
economic) dapat dilihat dari dua segi (Yoeti, 2008) yaitu:
1. Dampak langsung yang ditimbulkan pariwisata dilihat dari segi
ekonomi (the direct effect that tourism usually has on the economy).
Indikator untuk hal ini diantaranya:
a. Neraca Pembayaran (Its effect on Balance of Payment)
b. Kesempatan kerja (Its effect on employment)
c. Pemerataan Pendapatan (Its effect on the redistribution of income)
2. Dampak secara tidak langsung (The Indirect Effect) yang ditimbulkan
kegiatan pariwisata sebagai suatu industri. Di antaranya berupa:
a. Hasil pelipatgandaan (Multiplier Effect) yang ditimbulkannya.
b. Pemasaran terhadap produk-produk tertentu yang berkaitan dengan
pariwisata.
c. Penerimaan pajak pemerintah.
d. Dampak peniruan yang dapat mempengaruhi masyarakat banyak.
Wisata dapat memberikan kehidupan yang standart pada warga setempat
melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Perkembangan
infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya munguntungkan wisatawan dan warga
setempat, sebaliknya kepariwasataan dikembangankan melalui penyediaan tempat
tujuan wisata. Hal tersebut dilakukan melalui penyediaan tempat tujuan wisata, yang
dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf perkembangan
ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang masuk dalam pendapatan untuk
wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata.
Dalam proses pembangunan ekonomi di wilayah pedesaan warga hendaknya tidak
saja dijadikan objek, melainkan sebagai subyek dalam menentukan arah
perkembangan masyarakat, sehingga jika warga masyarakat menolak investasi yang
masuk, maka pemerintah juga tidak dapat memaksakan kehendaknya (Raharjana
2012).
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah
dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) dalam wilayah tersebut (Arsyad 2004). Setiap upaya pembangunan
ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis
peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tesebut,
pemerintah daerah dan masyarakat harus secara bersamasama mengambil inisiatif
pembangunan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah beserta partisipasi
masyarakatnya dan dengan menggunakan sumberdaya-sumberdaya yang ada harus
mampu menaksir potensi sumberdaya-sumberdaya yang diperlukan untuk merancang
dan membangun perekonomian daerah.
42

Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Desa Wisata Dan Dampaknya


Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat

Partisipasi masyarakat lokal merupakan komponen penting dari pembangunan


berkelanjutan pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan
mendatang, sekaligus melindungi sumber daya alam. Istilah partisipasi lokal di sini
adalah kemampuan masyarakat lokal untuk mempengaruhi hasil dari proyek-proyek
pembangunan seperti pengembangan wisata yang berdampak pada mereka (Drake
1991) dalam Purnamasari (2011). Masyarakat lokal dapat berpartisipasi dalam
pengembangan desa wisata mulai dari awal perencanaan, implementasi, monitoring,
dan evaluasi. Penerapan ekowisata sendiri perlu melibatkan masyarakat lokal karena
ini berkaitan dengan peningkatan kualitas dan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat
lokal. Oleh karena itu, agar tercipta sumberdaya alam yang lestari sekaligus
meningkatnya kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat, maka dalam
pengembangan desa wisata sangat memerlukan partisipasi masyarakat lokal.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
disebutkan bahwa penyelenggaraan kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan azas,
manfaat, usaha bersama dan kekeluargaan, asli dan merata, perikehidupan dalam
keseimbangan, dan kepercayaan pada diri sendiri. dalam melaksanakan program atau
proyek pembangunan, diperlukan adanya peran serta atau partisipasi masyarakat,
sehingga proyek ataupun program pembangunan tersebut tepat sasaran yang
mencapai target sebagaimana yang telah direncanakan sebelumnya. Peran masyarakat
yang tercantum dalam UU No. 9 Tahun 1990 adalah masyarakat memiliki
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan serta dalam
penyelenggaraan kepariwisataan, dan dalam rangka proses pengambilan keputusan,
Pemerintah dapat mengikutsertakan masyarakat sebagaimana yang dimaksud dalam
poin 1 melalui penyampaian saran, pendapat, dan pertimbangan. Partisipasi
masyarakat dapat diartikan dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses
perencanaan, pelaksanaan atau pengelolaan, pengawasan dan evaluasi dalam usaha
pengembangan industri pariwisata, sehingga rasa memiliki dan tanggung jawab
tumbuh pada masyarakat terhadap objek wisata yang ada di daerahnya.
Brandon (1993) dalam Dalimunthe (2007) mengatakan perencanaan dan
pengembangan pariwisata harus melibatkan masyarakat secara optimal melalui
musyawarah dan mufakat setempat. Bentuk Partisipasi masyarakat meliputi enam
kriteria, yakni:
1. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses
perencanaan dan pengembangan ekowisata.
2. Membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk
mendapat keuntungan dan berperan aktif dalam kegiatan ekowisata.
3. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk melakukan
pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
43

4. Meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang


berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.
5. Mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat pendapatan
(leakage) serendah-rendahnya, dan
6. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

Namun, dalam pelaksanaannya terdapat faktor eksternal dan internal yang


mempengaruhi partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Faktor internal adalah faktor
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat berasal dari dalam masyarakat itu sendiri
seperti mencakup: umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan pengetahuan.
Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
berasal dari luar masyarakat itu sendiri, dimana mencakup: lingkungan, cuaca,
stakeholder yang terlibat (pemerintah daerah, pengurus kelurahan (RT/RW), tokoh
masyarakat dan fasilitator). Faktor penghambat dan pendukung sendiri mencakup
faktor internal dan faktor ekternal pada sub-bab sebelumnya. Namun, pada faktor
penghambat Tosun (2000) telah membagi hambatan partisipasi mayarakat kedalam
tiga bagian hambatan operasional, hambatan struktural dan, hambatan
budaya/cultural. Pada penelitian sebelumnya Mustapha et al. (2013) telah
mengkatagorikan ketiga tipe hambatan.
1. Tipe hambatan operational seperti: keengganan pemegang saham terhadap
berbagi kekuasaan, sentralisasi administrasi publik, dan kurangnya informasi.
2. Tipe Hambatan structural yaitu: Dominasi Elite, Kurangnya sumber daya
keuangan, Sikap profesional, dan Kurangnya hukum yang sesuai sistem.
3. Tipe hambatan cultural yaitu: Terbatasnya kemampuan masyarakat orang
miskin, apatis, dan rendahnya tingkat kesadaran di komunitas lokal.
Dari beberapa hasil literatur yang telah saya baca masih banyak serta beragam faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat seperti: dilibatkannya
masyarakat secara langsung, adanya keinginan, kemampuan dan kemauan dari
masyarakat untuk dilibatkan, serta adanya motivasi akan pendapatan dan terjaganya
lingkungan (pendukung), kekurangan SDM, modal sosial, dan kurang optimalnya
peranan stakeholder (penghambat).
Melalui pengembangan Desa Wisata, masyarakat di pedesaan, khususnya
pedesaan yang memiliki potensi daya tarik berupa alam maupun budaya, diberi
wawasan mengenai Kepariwisataan, diberi kemampuan untuk mengambil manfaat
dari keberadaan potensi dan daya tarik desanya. Pariwisata adalah suatu kegiatan
yang memiliki dampak dinamis yang luas dimana berbagai usaha dapat tercipta
melalui kegiatan pariwisata. Komponen utama dalam kegiatan pariwisata adalah daya
tarik wisata yang didukung oleh komponen lainnya, antara lain; transportasi,
akomodasi, restoran, atraksi budaya dan cenderamata. Komponen tersebut
menyediakan fasilitas dan layanan secara langsung dalam memenuhi kebutuhan
wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi pariwisata. Selanjutnya dari kegiatan
komponen pariwisata tersebut akan timbul kegiatan usaha lainnya yang merupakan
dampak yang secara tidak langsung terkait dengan kegiatan pariwisata, seperti; usaha
penyedia BBM, usaha penyedia bahan makanan seperti sayursayuran untuk restoran,
44

usaha perabot interior untuk hotel, usaha penyedia bahan properti untuk atraksi seni
budaya, usaha penyedia bahan baku pembuatan cenderamata, usaha penukaran uang
(money changer), usaha penyedia obat-obatan (drug store), dan masih banyak lagi
dampak ikutan yang akan muncul untuk memenuhi kebutuhan wisatawan (Soekarya
2011).
Meningkatnya kunjungan wisatawan ke desa wisata tentu akan berdampak pada
meningkatnya perekonomian masyarakat pedesaan (Soekarya 2011). Dampak yang
muncul dari suatu kegiatan wisata, yaitu munculnya dampak ekonomi. Dampak
positif yang muncul dari adanya dampak ekonomi dapat bersifat langsung (direct).
Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul,
seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa
aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak
langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Dampak lanjutan ini dapat diartikan
sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan masyarakat lokal.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata pada dasarnya dilihat
dari keseluruhan pengeluaran wisatawan untuk akomodasi, konsumsi (baik konsumsi
dari rumah maupun di lokasi wisata), biaya perjalanan ke lokasi wisata, pembelian
souvenir, serta pengeluaran lainnya. Keseluruhan dari biaya pengeluaran wisatawan
akan diestimasi dari jumlah keseluruhan kunjungan wisatawan dengan rata-rata
pengeluaran dalam satu kali kunjungan wisata. Untuk mewujudkan desa wisata yang
diinginkan diperlukan adanya political will dari pimpinan pemerintah daerah beserta
aparatnya, khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota dan upaya-upaya antara lain:
1. Menyamakan persepsi antar Pejabat yang menangani Pariwisata dan Pejabat Dinas
terkait termasuk tokoh-tokoh masyarakat, mengenai pengembangan desa wisata
dan manfaatnya sehingga terwujud suatu komitmen dan kemauan yang kuat untuk
mengembangkan desa wisata
2. Menjalin koordinasi yang erat antar para Kepala Dinas yang menangani Pariwisata
dengan dinas terkait dan tokoh masyarakat/agama/budaya serta kelompok-
kelompok masyarakat yang ada untuk sama-sama berperan dalam mewujudkan
Desa Wisata (siapa melakukan apa)
3. Melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui pelatihan-pelatihan keterampilan
agar masyarakat mampu mengambil manfaat dari kedatangan wisatawan dengan
berusaha di bidang penyediaan berbagai kebutuhan bagi wisatawan, termasuk
pelatihan untuk peningkatan kemampuan dalam bidang pemasaran desa wisata
(Soekarya 2011).
45

SIMPULAN

Hasil Rangkuman dan Pembahasan

Salah satu prinsip kepariwisataan yang terkandung dalam Undang-undang No


10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan adalah memberdayakan masyarakat setempat
dimana masyarakat berhak berperan dalam proses pembangunan kepariwisataan dan
berkewajiban menjaga dan melestarikan daya tarik wisata; serta membantu
terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian
lingkungan destinasi pariwisata. Keikutsertaan masyarakat juga dijelaskan secara
eksplisit dijelaskan dalam UU RI No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang
menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat serta mampu menghadapi
tantangan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Pengembangan wisata
sendiri tentunya melalui beberapa tahapan dari tahapan (1) perencanaan, (2)
pelaksanaan, (3) pengelolaan atau pemanfaatan, (4) menikmati hasil dan (5) evaluasi.
Semua tahapan tersebut tidak terlepas dari adanya peran atau kontribusi yang
diberikan oleh beberapa pihak terutama masyarakat sekitar kawasan wisata. Brandon
(1993) dalam Dalimunthe (2007) mengatakan perencanaan dan pengembangan
pariwisata harus melibatkan masyarakat secara optimal melalui musyawarah dan
mufakat setempat. Bentuk Partisipasi masyarakat meliputi enam kriteria, yakni:
1. Melibatkan masyarakat setempat dan pihak-pihak terkait lain dalam proses
perencanaan dan pengembangan ekowisata.
2. Membuka kesempatan dan mengoptimalkan peluang bagi masyarakat untuk
mendapat keuntungan dan berperan aktif dalam kegiatan ekowisata.
3. Membangun hubungan kemitraan dengan masyarakat setempat untuk melakukan
pengawasan dan pencegahan terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
4. Meningkatkan keterampilan masyarakat setempat dalam bidang-bidang yang
berkaitan dan menunjang pengembangan ekowisata.
5. Mengutamakan peningkatan ekonomi lokal dan menekan tingkat pendapatan
(leakage) serendah-rendahnya, dan
6. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

Secara umum partisipasi dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat
bukanlah sekadar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek
pembangunan. Hal ini menandakan bahwa ada atau tidaknya partisipasi dari
masyarakat merupakan salah satu kunci penting dari suatu keberhasilan program
pengembangan wisata di suatu kawasan. Dalam penerapannya partisipasi masyarakat
dipengaruhi faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor internal maupun eksternal.
46

Faktor internal adalah faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat


berasal dari dalam masyarakat itu sendiri seperti mencakup umur, status warga, jenis
kelamin, status pekerjaan, tingkat pendidikan atau tingkat pengetahuan, agama,
budaya dll. sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang mempengaruhi partisipasi
masyarakat berasal dari luar kendali masyarakat itu sendiri, seperti mencakup kondisi
lingkungan sosial dan masyarakat, kondisi cuaca, peraturan, perizinan, finansial,
keterlibatan stakeholder (pemerintah daerah, pengurus kelurahan (RT/RW), tokoh
masyarakat dan fasilitator) dll.
Selain faktor internal dan eksternal adapula faktor penghambat dan
pendukung. Terkait faktor penghambat dan pendukung sendiri mencakup faktor
internal dan faktor ekternal itu sendiri yang mampu memberikan masyarakat berupa
dorongan atau sebaliknya untuk berpartisipasi masyarakat. Menurut, Tosun (2000)
hambatan partisipasi mayarakat dibagi kedalam tiga bagian: (1) hambatan
operational seperti, keengganan pemegang saham terhadap berbagi kekuasaan,
sentralisasi administrasi publik, dan kurangnya informasi. (2) Tipe hambatan
structural yaitu: Dominasi Elite, Kurangnya sumber daya keuangan, Sikap
profesional, dan Kurangnya hukum yang sesuai sistem. (3) Tipe hambatan
cultural/budaya yaitu: Terbatasnya kemampuan masyarakat orang miskin, Apatis, dan
rendahnya tingkat kesadaran di komunitas lokal.
Melalui pengembangan Desa Wisata, masyarakat di pedesaan, khususnya
pedesaan yang memiliki potensi daya tarik berupa alam maupun budaya, diberi
wawasan mengenai Kepariwisataan, diberi kemampuan untuk mengambil manfaat
dari keberadaan potensi dan daya tarik desanya. Pariwisata adalah suatu kegiatan
yang memiliki dampak dinamis yang luas dimana berbagai usaha dapat tercipta
melalui kegiatan pariwisata. Komponen utama dalam kegiatan pariwisata adalah daya
tarik wisata yang didukung oleh komponen lainnya, antara lain; transportasi,
akomodasi, restoran, atraksi budaya dan cenderamata. Komponen tersebut
menyediakan fasilitas dan layanan secara langsung dalam memenuhi kebutuhan
wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi pariwisata.
Melalui partsipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata, secara
langsung maupun tidak langsung dapat berdampak pada peningkatan ekonomi di
wilayah pengembangan desa wisata itu sendiri. Dampak positif yang muncul dari
adanya dampak ekonomi dapat bersifat langsung (direct). Selain dampak positif
langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul, seperti dampak tidak
langsung (indirect impact). Menurut Tibout yang dikutip oleh Yoeti (2008) dampak
pariwisata bagi perekonomian lokal pun sangat tinggi, karena uang yang dibelanjakan
wisatawan merupakan uang segar (fresh money) bagi perekonomian lokal yang dapat
mempengaruhi perekonomian setempat dan dapat langsung dinikmati oleh
masyarakat. Dampak pariwisata dilihat dari segi perekonomian nasional (macro
economic) dapat dilihat dari dua segi (Yoeti, 2008) yaitu:
1. Dampak langsung yang ditimbulkan pariwisata dilihat dari segi
ekonomi (the direct effect that tourism usually has on the economy).
Indikator untuk hal ini diantaranya:
Neraca Pembayaran (Its effect on Balance of Payment)
Kesempatan kerja (Its effect on employment)
47

Pemerataan Pendapatan (Its effect on the redistribution of income)


2. Dampak secara tidak langsung (The Indirect Effect) yang ditimbulkan
kegiatan pariwisata sebagai suatu industri. Di antaranya berupa:
Hasil pelipatgandaan (Multiplier Effect) yang ditimbulkannya.
Pemasaran terhadap produk-produk tertentu yang berkaitan dengan
pariwisata.
Penerimaan pajak pemerintah.
Dampak peniruan yang dapat mempengaruhi masyarakat banyak.
48

Kerangka Analisis

Faktor Penghambat Partisipasi


Hambatan operasional
Hambatan structural
Dampak Ekonomi (Yeoti
Hambatan kultural
2008):
Dampak Ekonomi Langsung
Faktor Internal: Kesempatan kerja dengan
Umur mengoptimalkan dan aktif
jenis kelamin dalam kegiatan wisata
status pekerjaan Neraca Pembayaran
Tingkat pendidikan Pemerataan pendapatan
tingkat pengetahuan, Kriteria Terjadinya Partisipasi Masyarakat Dampak Ekonomi Tidak
dalam Pengembangan wisata/pariwisata langsung
sikap, perilaku.
(Brandon 1993) dan Tahapan partisipasi Hasil pelipatgandaan yang
agama
budaya dll menurut Cohen dan Uphoff (1979) ditimbulkan
Melibatkan Pemasaran produk lokal
masyarakat setempat dalam proses Membangun kemitraan
perencanaan dan pengembangan ekowisata Dampak Ekonomi Lanjutan
(Brandon 1993), atau perencanaan (Cohen
dan Uphoff 1979)
Faktor Eksternal: Pengelolaan/pemanfa
atan (Cohen dan Uphoff 1979)
kondisi lingkungan
Menikmati hasil Pengembangan wisata
kondisi sosial dan
(Cohen dan uphoff 1979) berkelanjutan
masyarakat,
kondisi cuaca, Keterlibatan stakeholder
peraturan Pemerintah daerah.
perizinan Pengurus kelurahan (RT/RW)
modal finansial Tokoh masyarakat Ket:
keterlibatan Kantor/balai pengelola wisata : terdiri dari
stakeholder : berpengaruh
: berhubungan
: berkorelasi

Gambar 12. Kerangka Analisis


49

Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi

Berdasarkan kerangka analisis, maka dapat dirumuskan masalah


penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana faktor internal berpengaruh terhadap tingkat partisipasi
masyarakat dalam pengembangan desa wisata?
2. Bagaimana faktor eksternal berpengaruh terhadap tingkat partisipasi
masyarakat dalam pengembangan desa wisata?
3. Bagaimana pengaruh tingkat partisipasi masyarakat dalam pengembangan
desa wisata terhadap tingkat ekonomi masyarakat?
50

Daftar Pustaka
Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Solo: Pondok Edukasi.

Adiyoso, W. 2009. Menggugat Perencanaan Partisipatif dalam Pemberdayaan


Masyarakat. Jakarta: ITS Press.

Arsyad, Lincolin. 2004. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta [ID]: Sekolah Tinggi


Ilmu Ekonomi YKPN.

Beeton, S. 2006. Community Development Through Tourism, Australia: Landlinks


Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Perkembangan Wisatawan Mancanegara


Berdasarkan Jumlah Kedatangan ke Indonesia Menurut Pintu Masuk 1997-
2008. [Internet]. Dapat dilihat di: www.bps.go.id/booklet/booklet_okt2009.pdf

Bryson, J. M., 1995, Strategic Planning for Public and Non Pro_ t Organizations : A
guide to Strengthening and Sustaining Organizational Achievement, Jossey-
Bass Publishers: San Francisco.

Dalimunthe N. 2007. Partisipasi masyarkat dalam pengembangan potensi wisata


bahari Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. [tesis]. [Internet]. [dikutip
12 Oktober 2015]. Medan [ID]: Universitas Sumatera Utara 142 Hal. Dapat
diunduh dari: repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7119/1/08E00254.pdf

Damanik, J., 2009, Isu-Isu Krusial Dalam Pengelolaan Desa Wisata Dewasa
Ini, Jurnal Kepariwisataan Indonesia 5 (3): 127-137.

Dewi Made HU, Fandeli Chafid, Baiquni M. 2013. Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali.
[Jurnal KAWISTARA: Vol 3 N0 2]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober
2015]. Yogyakarta [ID]: UGM. Dapat diunduh dari:
http://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/download/3976/3251

Dritasto A, Anggraeni AA. 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap
Pendapatan Masyarakat Di Pulau Tidung. [Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional: Vol 10 No 20]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015].
Bandung [ID]: Itenas. Dapat diunduh dari:
http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaloka/article/view/102

Herawati, T. 2011. Model Pemberdayaan Masyarakat Desa Dan Penanggulangan


Kemiskinan Melalui Pengembangan Desa Wisata Di Depok. [Jurnal Ekonomi
dan Bisnis: Vol 10 No 2]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015]. Jakarta
51

[ID]: PNJ. Dapat diunduh dari:


http://jurnalpnj.com/index.php/ekbis/article/view/412.

Hijriati E, Mardiana R. 2014. Pengaruh Ekowisata Berbasis Masyarakat Terhadap


Perubahan Kondisi Ekologi, Sosial dan Ekonomi di Kampung Batusuhunan,
Sukabumi. . [Jurnal: Vol 2 No 3]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015].
Bogor [ID]: IPB. Dapat diunduh dari:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9422

Imran Andelissa Nur. 2012. Identifikasi Kapasitas Komunitas Lokal dalam


Pemanfaatan potensi Ekowisata Bagi Pengembangan Ekowisata di Kawah
Cibuni. [Jurnal: Vol 23 No 2]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015].
Bandung [ID]: ITB. Dapat diunduh dari: http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-
content/uploads/2014/02/03-Jurnal-6-Andelisa.pdf

Inskeep, E. 1991. Tourism Planning, and Integrated and Sustainable Development


Approach. New York: Van Nostrand Reinhold. [Internet]. [dikutip tanggal 7
November 2015]. Dapat diunduh di:
http://www.intechopen.com/download/pdf/35710.

Mardikanto, T. 2003. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta : UNS


PRESS.

Marpaung, H. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung [ID]: Alfabeta

Mubyarto, 1988, Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila, Jakarta: LP3ES.


Murdiyanto E. 2011. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata
Karanggeneng, Purwobinangun, Pakem, Sleman. [Jurnal: Vol 7 No 2].
[Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015]. Yogyakarta [ID]: UNS. Dapat
diunduh dari: http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/04-Eko-
Murdiyanto-Partisipasi-Masyarakat-Dalam-Pengembangan-Desa-Wisata-
Karanggeneng-Purwobinangun-Pakem-Sleman.pdf.
Mustapha NA, Azman I , Ibrahim Y. 2013. Barriers To Community Participation In
Tourism Development In Island Destination; Tioman Island. [Journal of
Tourism, Hospitality & Culinary Arts: Vol 5 No 1]. [Internet]. [dikutip tanggal
29 Oktober 2015]. Malaysia. Dapat diunduh dari:
[http://www.jthca.org/Download/pdf/V5%20IS1/chap%205.pdf

Nasdian, FT. 2012. Pengembangan Masyarakat. Bogor [ID]: IPB Press.

Nasikun. 1997. Model Pariwisata Pedesaan: Pemodelan Pariwisata Pedesaan untuk


Pembangunan Pedesaan yang Berkelanjutan. dalam Prosiding Pelatihan dan
52

Lokakarya Perencanaan Pariwisata Berkelanjutan. Bandung: Institut Teknologi


Bandung.

Nugraheni, Endang. 2002. Sistem Pengelolaan Ekowisata Berbasis Masyarakat di


Taman Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun). [Tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nuryanti, W. 1999. Heritage, Tourism and Local Communities. Yogyakarta: UGM


Press.

Pearce, D. 1995. Tourism a Community Approach. 2nd: Harlow Longman.

Purnamasari, AM. 2011. Pengembangan Masyarakat Untuk Pariwisata Di Kampung


Wisata Toddabojo Provinsi Sulawesi Selatan. [Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Kota: Vol 22 No 1]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015]. Yogyakarta
[ID]: UNY. Dapat diunduh dari:
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131808675/Jurnal-Kepatihan.pdf.

Raharjana, DT. 2012. Membangun pariwisata bersama rakyat: Kajian partisipasi lokal
dalam membangun Desa wisata di dieng plateau. [Jurnal Kawistara: Vol 2 No
3]. [Internet].[dikutip tanggal 14 Desember 2015]. Yogyakarta [ID]: UGM.
Dapat diunduh dari: http://journal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/3935/3216

Razzaq Abdul RA, Hadi MY, Zaid Mohamad, Hamzah Amran, Khalifah Zainab,
Mohamad NH. 2011. Local Community Participation in Homestay Program
Development in Malaysia. [Journal Of Modern Accounting and Auditing: Vol 7
No 12]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:
http://www.davidpublishing.com/davidpublishing/Upfile/2/29/2012/201202290
5846383.pdf

Slamet M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan Pemikiran Prof.


Margono Slamet; Meningkatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Perdesaan.....editor. Buku. [Cetak]. Bogor [ID]. IPB Press. ISBN 979-493-095-
4. Dipinjam di Perpustakaan LSI- IPB.

Soekarya T. 2011. Peningkatan Ekonomi Kerakyatan Melalui Pengembangan Desa


Wisata. Jakarta: Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata.

SyafiI M, Suwandono D. 2015. Perencanaan Desa Wisata Dengan Pendekatan


Konsep Community Based Tourism (CBT) Di Desa Bedono, Kecamatan
Sayung, Kabupaten Demak. [Jurnal Ruang: Vol 1 No 2]. [Internet]. [ dikutip
tanggal 12 Oktober 2015]. Semarang [ID]: Undip. Dapat diunduh dari:
http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/ruang/article/view/85
53

Timothy, D. J. 1999. Participatory Planning a View of Tourism in Indonesia dalam


Annals of Research. [Jurnal: Vol 26 No 2]. [Internet]. [dikutip tanggal 12
Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:
http://www.publishingindia.com/GetBrochure.aspx?
query=UERGQnJvY2h1cmVzfC80MjYucGRmfC80MjYucGRm.
Tosun, C. (2000). Limits to Community Participation in the Tourism Development
Process in Developing Countries. [Internet] Tourism Management, 21, 613-633.
]. [dikutip tanggal 12 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:
http://www.ingentaconnect.com/content/els/02615177/2000/00000021/0000000
6/art00009

[UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 Tentang


Kepariwisataan.

[UU] Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 Tentang


Kepariwisataan.

Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta.

World Tourism Organization. 2000. WTO News Issue 2. Madrid.


Yoeti, OA. 2008 Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung [ID]: Angkasa.
54

LAMPIRAN

Riwayat Hidup

Mona El Sahawi dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 27 Juli 1995


yang merupakan anak tunggal dari pasangan Hamid El Shahawi dan Diah
Shadiah. Menempuh pendidikan formal di TK Budiarti pada tahun 1999-2001,
SDN Pasirhalang 1 pada tahun 2001-2007, SMP Negeri 1 Sukaraja pada tahun
2007-2010, SMA Negeri 1 Sukabumi pada tahun 2010-2012. Dari SMP
hingga SMA penulis aktif di berbagai kegiatan organisasi di Kota Sukabumi.
Pada tahun 2012, penulis dinyatakan lulus seleksi perguruan tinggi negeri
melalui jalur undangan di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Ekologi Manusia,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat.
Selama penulis menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor, penulis
aktif dalam perkuliahan, berbagai kegiatan kepanitiaan dan organisasi.
Dibeberapa kesempatan penulis pernah di amanahkan untuk menjadi public
relation dan staff sponshorship dalam kegiatan SJ Fest pada tahun 2014 dan
2015 dan sekarang merupakan anggota dari staff Taman Baca Sanggar Juara.
Selain itu penulis juga aktif sebagai ketua divisi marketing Majalah
Komunitas Fema tahun 2014-2015.

Anda mungkin juga menyukai