MONA EL SAHAWI
I34120032
Dosen Pembimbing:
Dr. Ir. Titik Sumarti MC, MS
PERNYATAAN
Dengam imi saya, menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul Partisipasi
Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata dan Dampaknya Terhadap
Peningkatan Ekonomi Masyarakat benar-benar hasil karya saya sendiri yang
belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga
manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan dalam naskah.
Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
bersedia mempertanggung jawabkan pernyataan ini.
Mona El Sahawi
NIM. I3420032
2
ABSTRAK
MONA EL SAHAWI. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Desa Wisata
Dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Ekonomi Masyarakat. Di bawah
bimbingan TITIK SUMARTI.
Indonesia sendiri memiliki berbagai potensi daya tarik wisata. Oleh karena itu,
berbagai potensi daya tarik wisata dikembangkan agar masyarakat mendapat
manfaat terkait potensi desa yang ada dengan menjadikannya kawasan desa
wisata. Desa wisata merupakan salah satu bentuk penerapan pembangunan
pariwisata berbasis masyarakat yang berkelanjutan. Pengembangan desa wisata
yang berbasis lokal memerlukan kepedulian dan partisipasi masyarakat sendiri
untuk senantiasa berinovasi dan kreatif dalam mengembangkan desanya.
Selanjutnya, kegiatan pengembangan desa wisata dapat memberikan kehidupan
yang standart pada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat
dari tempat tujuan wisata. Peningkatan ekonomi dari pengembangan desa wisata
sendiri dapat berupa dampak langsung dan dampak tidak langsung. Tulisan ini
bertujuan untuk mengidentifikasi konsep partisipasi masyarakat, pengembangan
desa wisata, partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata,
pengembangan wisata terhadap peningkatan ekonomi, dan menganalisis
partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dan dampaknya terhadap
peningkatan ekonomi masyarakat.
Oleh:
MONA EL SAHAWI
I34120032
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh,
Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Tanggal Pengesahan
6
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya
penulisan laporan studi pustaka yang berjudul Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa Wisata dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Ekonomi
Masyarakat, ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan MK Studi Pustaka
(KPM 403) Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, dapat diselesaikan dengan
baik.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Titik Sumarti MC,
MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan
selama penulisan laporan studi pustaka ini berjalan. Penulis pun menyampaikan
ucapan terima kasih kepada keluarga dan teman-teman atas doa dan dukungan
selama proses penulisan laporan studi pustaka. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi, dan juga
bermanfaat bagi pembaca lain.
Bogor, Desember 2015
Mona El Sahawi
NIM. I34120032
7
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR........................................................................................
ix
DAFTAR TABEL.............................................................................................
ix
PENDAHULUAN............................................................................................
1
Latar Belakang..................................................................................................
1
Tujuan...............................................................................................................
3
Metode Penulisan..............................................................................................
3
SIMPULAN......................................................................................................
44
Hasil Rangkuman Pembahasan.........................................................................
44
Kerangka Analisis.............................................................................................
47
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian Skripsi...................................
48
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
49
LAMPIRAN.....................................................................................................
53
Riwayat Hidup..................................................................................................
53
9
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Hubungan Antar Konsep Jurnal 16
Gambar 2. Hubungan Antar Konsep Jurnal 28
Gambar 3. Hubungan Antar Konsep Jurnal 311
Gambar 4. Hubungan Antar Konsep Jurnal 44
Gambar 5. Hubungan Antar Konsep Jurnal 57
Gambar 6. Hubungan Antar Konsep Jurnal 60
Gambar 7. Hubungan Antar Konsep Jurnal 73
Gambar 8. Hubungan Antar Konsep Jurnal 86
Gambar 9. Hubungan Antar Konsep Jurnal 928
Gambar 10. Hubungan Antar Konsep Jurnal 102
Gambar 12. Kerangka Analisis.........................................................................
52
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Variabel jurnal 16
Tabel 2. Variabel jurnal 29
Tabel 3. Variabel junral 312
Tabel 4. Variabel jurnal 45
Tabel 5. Variabel jurnal 518
Tabel 6. Variabel jurnal 620
Tabel 7. Variabel jurnal 73
Tabel 8. Variabel jurnal 826
Tabel 9. Variabel jurnal 929
Tabel 10. Variabel jurnal 1033
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan sektor pariwisata merupakan salah satu upaya dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat baik di tingkat lokal maupun global. Di
Indonesia, industri pariwisata mengalami perkembangan pesat. Pada tahun 2008
kepariwisataan Indonesia berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
sebesar Rp. 153,25 trilyun atau 3,09% dari total PDB Indonesia. Pertumbuhan PDB
pariwisata pun sejak tahun 2001 selalu menunjukkan angka pertumbuhan yang lebih
tinggi dibandingkan PDB nasional. Walaupun masih menunjukkan angka sementara,
pada tahun 2009 pertumbuhan PDB pariwisata mencapai 8,18%, sedangkan PDB
nasional hanya 4,37%. Pada tahun yang sama, devisa dari pariwisata merupakan
kontributor terbesar ketiga devisa negara, setelah minyak dan gas bumi serta minyak
kelapa sawit. Peringkat ini menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat sejak
tahun 2006 yang hanya menempati peringkat ke-6 dari 11 komoditi sumber devisa
Negara (BPS 2010)1. Data lainnya menunjukkan bahwa dari tahun 2000 hingga
tahun 2014 BPS mencatat jumlah wisatawan mancanegara yang berwisata ke
Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya, dan pada tahun 2014 mencapai 9
435 411 orang2.
Kebijakan pembangunan kepariwisataan yang dijalankan pemerintah
diarahkan pada pengembangan pariwisata sebagai sektor andalan dan unggulan
dalam arti luas untuk mampu menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong
ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian rakyat,
memperluas lapangan pekerjaan, dan kesempatan berusaha serta meningkatkan
kesejahteraan rakyat dengan memelihara kepribadian bangsa, nilai-nilai agama serta
kelestarian fungsi dan mutu lingkungan hidup3. Salah satu prinsip kepariwisataan
yang terkandung dalam Undang-undang No 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan
adalah memberdayakan masyarakat setempat dimana masyarakat berhak berperan
dalam proses pembangunan kepariwisataan dan berkewajiban menjaga dan
melestarikan daya tarik wisata; serta membantu terciptanya suasana aman, tertib,
bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata.
Keikutsertaan masyarakat juga dijelaskan secara eksplisit dijelaskan dalam UU RI
No 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan yang menyatakan bahwa pembangunan
1 http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/edaj/article/view/3844/3474
[diakses pada 16 November 2015]
3
http://journal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Pembangunan/article/view/
48. [diakses pada 24 Oktober 2015]
2
Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan studi pustaka berjudul Partisipasi Masyarakat Dalam
Pengembangan Desa Wisata dan Dampaknya Terhadap Peningkatan Ekonomi
Masyarakat ini adalah melakukan penelusuran data sekunder yang akan digunakan
dalam penyusunan proposal penelitian. Adapun rincian tujuan penelitian ini yaitu:
a. Mengidentifikasi konsep partisipasi.
b. Mengidentifikasi konsep pengembangan desa wisata.
c. Mengidentifikasi konsep partisipasi dalam pengembangan desa wisata.
d. Mengidentifikasi konsep pengembangan desa wisata terhadap peningkatan
ekonomi.
e. Menganalisis partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata dan
dampaknya terhadap kemajuan ekonomi masyarakat.
Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam proses penyusunan studi pustaka terkait
partisipasi masyarakat dan pengembangan desa wisata ini menggunakan metode
analisis data sekunder dengan mengumpulkan beragam bahan referensi hasil
penelitian ataupun text books sebagai penambah wawasan dan teori. Bahan referensi
hasil penelitian dapat berupa skripsi, artikel-jurnal, laporan proceeding, thesis,
ataupun disertasi baik nasional maupun internasional. Selanjutnya kajian pustaka
diringkas, dilakukan analisis dan sintesis berdasarkan teori sehingga menjadi suatu
tulisan ilmiah yang berisi tinjauan teoritis tinjauan faktual dari hasil pembahasan.
Studi pustaka ini juga menghasilkan kerangka pemikiran serta pertanyaan penelitian
yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya.
RINGKASAN PUSTAKA
Ringkasan
Penelitian ini menjelaskan tentang konsep partisipasi masyarakat dalam
pembangunan pariwisata yang dimulai di beberapa negara maju. Selain itu,
dijelaskan juga bahwa penerapan konsep ini tidak terlepas dari segala
permasalahan yang dapat mempengaruhinya. Seperti adanya hambatan dalam
pengembangan wisata di pulau tujuan. Tulisan ini menggambarkan serta
menjelaskan bagaimana hambatan partisipasi masyarakat yang terjadi dalam
pengembangan pariwisata di Pulau Tioman, Malaysia. Penelitian ini menggunakan
metode studi kuantitatif melibatkan 345 orang lokal di beberapa desa yang terletak
di pulau tersebut. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hambatan
internal (budaya/cultural) dan eksternal (operasional dan struktural) yang
menghambat partisipasi masyarakat. Selain itu, ditemukan bahwa cuaca juga
merupakan penghalang eksternal yang dilihat oleh masyarakat. Karena mereka
dipisahkan di beberapa desa dan sebagian besar bergantung pada transportasi air,
kondisi cuaca mempengaruhi gerakan mereka untuk berpartisipasi dalam
pengembangan pariwisata di pulau tersebut.
Partisipasi lokal sangat penting untuk keberhasilan industri pariwisata karena
mereka dapat dianggap sebagai salah satu produk pariwisata dan masukan mereka
dalam proses pengambilan keputusan pembangunan pariwisata harus menjadi titik
fokus (Choi & Sirikaya 2005). Namun, penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa masyarakat setempat gagal berpartisipasi dan bahkan memaksimalkan
manfaat dari pariwisata (Scheyvens 2003; Perancis 1998). Dalam mengorganisir
fakta yang berkaitan dengan hambatan partisipasi masyarakat dalam proses
pengambilan keputusan pembangunan pariwisata di negara berkembang, (Tosun
5
2000) telah membagi mereka menjadi tiga judul utama: (i) keterbatasan
operasional, (ii) keterbatasan struktural dan, (iii) keterbatasan budaya. Sebagian
besar keterbatasan ini terjadi di negara berkembang meskipun mereka tidak ada di
setiap tujuan wisata.
Keterbatasan operasional meliputi sentralisasi publik Administrasi pariwisata,
kurangnya koordinasi dan kurangnya informasi. Untuk keterbatasan struktural,
diantaranya sikap profesional, kurangnya keahlian, dominasi elit, kurangnya
sistem hukum yang tepat, kurangnya sumber daya manusia yang terlatih dan biaya
yang relatif tinggi dan kurangnya sumber daya keuangan. Terakhir, keterbatasan
budaya mencakup wilayah terbatasnya kapasitas masyarakat miskin, apatis, dan
rendahnya tingkat kesadaran masyarakat setempat.
Hambatan budaya adalah rintangan tertinggi yang membatasi partisipasi
masyarakat. Temuan baru menunjukkan bahwa cuaca penghalang lain yang
menghambat partisipasi masyarakat lokal karena mereka dipisahkan di beberapa
desa dan sebagian besar bergantung pada transportasi air. Temuan menunjukkan
bahwa budaya merupakan faktor internal, sementara operasional dan struktural
adalah hambatan eksternal yang menghambat partisipasi masyarakat.
Hambatan internal terkait dengan faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
masyarakat setempat sementara hambatan eksternal berada di luar yurisdiksi
mereka. Dalam rangka mendorong partisipasi lokal, semua pemangku kepentingan
yang terlibat dalam pengembangan pariwisata perlu bekerja sama. Untuk faktor
internal yaitu hambatan budaya, masyarakat setempat harus memiliki semangat
untuk mengubah sikap mereka dan melihat pariwisata sebagai sesuatu yang
memotivasi mereka. Selain itu, masyarakat setempat juga harus mengatasi
keterbatasan kapasitas bagi mereka untuk berpartisipasi. Masyarakat setempat
perlu menyadari hak-hak mereka untuk menyuarakan pendapat terkait lingkungan
hidup mereka karena mereka adalah salah satu yang akan terkena dampak
pembangunan pariwisata. Untuk faktor eksternal yaitu hambatan operasional dan
struktural, pemangku kepentingan lain lokal, sektor swasta, serta LSM perlu
mengubah persepsi mereka dan menciptakan ruang bagi masyarakat lokal untuk
berpartisipasi dalam pengembangan pariwisata. Prinsip pembagian kekuasaan
perlu dilakukan untuk mengembangkan pulau dengan cara yang berkelanjutan
yang dapat memuaskan setiap pihak yang terlibat.
Analisis
Hasil pemikiran dalam penelitian ini adalah adanya sembilan faktor
penghambat yang dirumuskan kedalam beberapa tipe-tipe hambatan seperti; Tipe
hambatan operational: 1). Keengganan pemegang saham terhadap berbagi
kekuasaan, 2). Sentralisasi administrasi publik, 3). Kurangnya informasi; Tipe
Hambatan structural: 4). Dominasi Elite, 5). Kurangnya sumber daya keuangan,
6). Sikap profesional, 7). Kurangnya hukum yang sesuai sistem; Tipe hambatan
cultural: 8). Terbatasnya kemampuan masyarakat orang miskin 9). Apatis dan
rendahnya tingkat kesadaran di komunitas lokal. Namun, dalam jurnal tersebut
tidak dijelaskan secar lebih jauh siapa-siapa saja pihak eksternal yang bepengaruh
6
terhadap partisipasi masyarakat serta budaya apa yang mengekang mereka untuk
ikut serta, dan secara lebih jauh dampaknya terhadap masyarakat.
Keterangan
: Mempengaruhi
Gambar 1. Hubungan Antar Konsep Jurnal 1. : Ada Hubungan
Ringkasan
Jurnal ini memaparkan bagaimana industri pariwisata merupakan penghasil
ekonomi terbesar kedua di kota butor Malaysia tahun 2008 dalam sektor
manufaktur ekonomi. Pemerintah telah mengakui industri pariwisata di Malaysia
sebagai mesin untuk ekonomi, sosial, politik dan pembangunan ekologi, terutama
di daerah pedesaan. Program Homestay secara aktif dipromosikan oleh
Departemen Pariwisata sebagai jenis wisata berbasis masyarakat di Malaysia.
Disadari oleh pemerintah sebagai katalis untuk pedesaan dalam pengembangan
masyarakat, khususnya dari perspektif sosial-ekonomi.
Mengembangkan kemampuan masyarakat lokal merupakan komponen
penting dalam memastikan apakah proyek pengembangan pariwisata
menguntungkan bagi masyarakat. Jika masyarakat lokal tidak dilibatkan secara
aktif dalam berpartisipasi, pihak ketiga bisa dengan mudah memanipulasi mereka,
sehingga akan adanya dominasi eksternal pada pengembangan pembangunan
pariwisata. Oleh karena itu, penelitian deskriptif ini mengeksplorasi motivasi
masyarakat lokal khususnya para perempuan dan pemuda yang terlibat dalam
Program Homestay dan kesiapan kalangan lokal masyarakat, serta kesesuaian
pelatihan yang diberikan oleh instansi pemerintah yang ditujukan dalam
memberdayakan masyarakat lokal.
8
Peran stakeholder yaitu harus memikirkan strategi dan program untuk yang
cocok untuk mendorong kaum muda berpartisipasi dalam Program Homestay.
Pendapatan dan lingkungan merupakan faktor motivasi utama untuk menjadi
operator homestay dalam program ini. Rencana jangka panjang yang tepat adalah
suatu hal penting, yang perlu stakeholder lakukan fokus pada bagaimana
mempertahankan program dan memberdayakan masyarakat. Indikator
keberhasilan dari peningkatan kapasitas masyarakat meliputi partisipasi lokal,
pengetahuan dan keterampilan masyarakat setempat, kepemimpinan, struktur
masyarakat, rasa kebersamaan, dan kemitraan eksternal. Sukses di daerah-daerah
tersebut akan menghasilkan pembangunan yang lebih efektif dari Program
Homestay di Malaysia.
Hasil temuan dari penelitian ini adalah pertama menjelaskan beberapa faktor
yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam program homestay seperti faktor
jenis kelamin, umur, pendapatan, dan motivasi yang menunjukkan profil
responden yang telah berpartisipasi dalam program homestay. Temuan ini
merupakan item- item yang termasuk ke dalam faktor Internal. Pada temuan 2,
adanya faktor kesiapan dari aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan antara
masyarakat lokal, bagian ini berfokus pada kesiapan operator homestay. Para
responden ditanya tentang pengetahuan mereka tentang perencanaan dan operasi
program homestay, keterampilan yang mereka peroleh untuk menjalankan program
dan juga sikap mereka terhadap program. Pada temuan ke 3 yaitu melihat dari
perspektif hasil kelayakan pelatihan diperoleh dari komunitas lokal. Bagian ini
berfokus pada kesesuaian program pelatihan dan efektivitasnya dalam
meningkatkan kapasitas operator homestay.
Analisis
Jurnal tersebut memaparkan bagaimana program homestay itu memiliki
dampak social dan ekonomi untuk masyarakat. Faktor motivasional yang
merupakan faktor internal memegang peranan penting dalam meningkatkan
paritisipasi masyarakat yaitu terkait dengan peningkatan pendapatan yang bisa
diraih oleh pihak-pihak yang ikut serta secara aktif, namun disisi lain terkait
dengan kapasitas masyarakat dalam menyediakan homestay juga perlu
diperhatikan karena kedepannnya secara langsung mereka harus mengetahui
standarisasi dan perencanaan pengelolaan homestay yang dikelola. Namun, konsep
perencaan jangka panjang yang dijelaskan dalam junal tersebut tidak dijabarkan
sama sekali sehingga tidak ada gambaran seperti apa komponen perencanaan
jangka panjang yang perlu diterapkan di wilayah tersebut.
Faktor
Keterangan
Motivasional
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
Kapastitas
Pelatihan Partisipasi
masyarakat
Masyarakat
9
Ringkasan
Jurnal ini memaparkan bagaimana kondisi suatu desa biasa menjadi desa
wisata akan memberi dampak baik aspek ekonomi maupun sosial budaya. Oleh
karena itu perlu dilihat partisipasi masyarakat di Desa Wisata Karanggeng dalam
mengembangkan desa wisata dan arah pengembangan Desa Wisata Karanggeneng
bagi peningkatan pendapatan masyarakat. Optimalisasi suatu wilayah atau desa
dewasa ini mulai banyak dilakukan orang.
Salah satu optimalisasi desa dilakukan dengan mengubah desa biasa menjadi
desa wisata. Dalam bentuk ini dilakukan pengembangan pariwisata yang tidak
dilepaskan dari ciri kegiatan masyarakat perdesaan yang telah ada, baik aspek
ekonomi maupun sosial budaya. Dalam pengembangan Dusun Karanggeneng
menjadi desa wisata, selain dilakukan identifikasi terhadap unsur-unsur yang ada
di desa juga harus diikuti dengan pemahaman terhadap karakteristik serta tatanan
sosial budaya masyarakat. Pemahaman ini dilakukan agar dapat ditemukan dan
dikenali karakter dan kemampuan masyarakat Desa Karanggeneng yang dapat
dimanfaatkan dalam pengembangan aspek perekonomian desa tersebut. Dengan
menemukan dan mengenal karakter dan kemampuan masyarakat dapat ditentukan
jenis dan tingkatan pemberdayaan masyarakat agar tepat dan berhasil guna.
Disamping itu juga untuk menemukan dan mengenali tingkat kesediaan
masyarakat menerima kegiatan wisata yang akan dikembangkan di wilayah
tersebut sebagai bentuk partisipasi masyarakat.
11
Analisis
Jurnal ini memaparkan perlunya identifikasi terhadap unsur-unsur yang ada di
desa harus diikuti pemahaman terhadap karakteristik serta tatanan sosial budaya
masyarakat wilayah tersebut untuk menjadi desa wisata. Desa sebagai produk
wisata mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan perjalanan
wisata, baik aspek daya tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya. Secara
esensial desa wisata merupakan pengembangan suatu desa dengan memanfaatkan
kemampuan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat dan desa yang berfungsi
sebagai atribut produk wisata menjadi satu rangkaian aktivitas pariwisata yang
terpadu dan memiliki tema tertentu sesuai dengan karakteristik desa.
Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan bahwa partisipasi yang
berdasarkan inisiatif masyarakat dalam pemikiran atau mengemukakan pendapat
masih kurang, dan warga masih banyak yang tidak mau menjadi pengurus. Namun,
dari segi keinginan warga untuk mengembangkan wilayahnya untuk menjadi desa
wisata dan sumbangan berupa tenaga cukup besar. Hal tersebut menunjukkan
bahwa warga memang memiliki keinginan untuk mengembangkan desa menjadi
desa wisata, namun perlu pendekatan kuat dari pengelola agar warga bersedia
menjadi pengurus dari desa wisata itu sendiri. Jurnal tersebut memperlihatkan
partisipasi dari masyarakat yang masih relative rendah, namun dalam jurnal tidak
disebutkan faktor-faktor apa saja yang membuat pasrtisipasi masyarakat lemah
baik itu dari faktor eksternal maupun internalnya.
Pengembangan
Potensi Wilayah Atraksi Desa
Partisipasi
masyarakat
Arah
Pengembangan Pengembangan
paket wisata
: Saling mempengaruhi
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
12
Ringkasan
pelestarian sumber daya yang berbasis kekuatan nilai-nilai budaya yang ada,
mendorong pengembangan wilayah, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
lokal. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pengembangan Desa
Wisata belum berpihak kepada masyarakat Jatiluwih. Contohnya, sawah dan petani
merupakan aset pariwisata yang dijual untuk kepuasan wisatawan. Namun,
pengembangan desa wisata tidak berpihak kepada kehidupan petani. Petani tetap
miskin sementara investor meraup keuntungan besar dari aktivitas pariwisata ini.
Padahal, jika tidak ada sawah dan petani pariwisata di Jatiluwih tidak akan
berkembang. Kebijakan pemerintah lebih berpihak kepada kaum kapitalis
(investor). Investor dibiarkan membangun fasilitas wisata berupa vila di tengah
hutan berdekatan dengan Pura Luhur Petali.
Analisis
Penelitian ini menjelaskan pentingnya partisipasi masyarakat dalam
pengembangan desa wisata mulai dari tahap perencanaan, implementasi, dan
pengawasan menggunakan pedoman hidup masyarakat yang dianut. Akan tetapi,
dalam pelaksanaan pengembangan desa wisata banyak sekali tantangan yang
muncul dari pihak atas, yaitu pihak pemerintah dalam melibatkan masyarakat
terkait pengelolaan desa wisata di wilayahnya. Tergambar dengan jelas bahwa
dalam praktek pengembangan desa wisata di wilayah ini masih mengutamakan
faktor ekonomi yang menguntungkan pihak investor dan pihak eksternal lainnya,
sedangkan masyarakat lokal khususnya petani yang notabene mendiami wilayah
tersebut tetap miskin karena tidak diberdayakan. Hal tersebut sangat bertolak
belakang pada pendekatan tata kelola pemerintah yang bersih dan berkelanjutan
peran pemerintah diharapkan menjadi fasilitator dengan memberikan peran dan
manfaat yang lebih besar kepada masyarakat lokal.
Jurnal ini tidak dijelaskan faktor internal dari masyarakat di wilayah
tersebut yang menyebabkan mereka terhambat dalam proses partisipasi
pengembangan desa wisata. Faktor yang lebih menonjol yang intervensi pihak luar
yaitu pemerintah memalui kebijkan yang lebih fokus pada aspek ekonomi
sedangkan aspek budaya, lingkungan dan social yang terabaikan. Kelebihan dari
jurnal ini adalah menyajikan sebuah kerangka pengelolaan desa wisata berbasis
masyarakat yang melibatkan seluruh pihak, dari pemerintah, swasta, masyarakat
local yang selanjutnya membentuk badan pengelola dan berbagai kelompok sub-
divisinya dengan berbagai peraturan adat dan agama yang dianut oleh masyarakat
Bali dalam pelaksanaannya.
Pengembangan Desa
Wisata Berdasarkan THK
(Tri Hita Karana))
Keterangan
: Mempengaruhi Badan Pengelola
: Ada Hubungan
Ringkasan
Analisis
Penelitian ini memaparkan mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah
yang bisa dijadikan sebagai desa wisata, namun masyarakat belum memiliki
kapasitas yang cukup untuk mengelolanya sehingga perlu diketahui caranya agar
kesejahteraan masyarakat meningkat melaui konsep pemberdayaan. Kriteria
pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dibagi menjadi 3 kriteria utama
yaitu, kriteria ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan. Kriteria ekonomi terdiri
dari; (1) membuka kesempatan dan pekerjaan dengan kegiatan ekonomi baru, (2)
tidak menghilangkan kegiatan ekonomi yang sudah ada, (3) menciptakan
hubungan ekonomi antar sektor, (4) meningkatkan taraf hidup dan memberikan
manfaat pada masyarakat local, (5) memberikan kontribusi untuk kegiatan
masyarakat, (6) menyediakan pasar untuk melibatkan masyarakat dalam promosi
barang dan jasa wisata, (7) peningkatan kualitas infrastruktur dan fasilitas umum.
Kriteria sosial budaya terdiri dari; (1) melibatkan masyarakat dalam setiap
tahap perencanaan, (2) menciptakan kesempatan pendidikan bagi masyarakat
lokal, (3) mendukung peranan lembaga masyarakat, (4) menciptakan kebanggaan
masyarakat dan rasa kepemilikan masyarakat terhadap pariwisata, (5) melestarikan
keunikan budaya dan karakteristik lokal, (6) memberi nilai tambah pada budaya
lokal, (7) menawarkan barang dan jasa wisata yang bertanggung jawab terhadap
kehidupan sosial dan lingkungan. kriteria lingkungan yaitu; (1) memanfaatkan
sumber daya alam secara berkelanjutan, tetapi tidak mengeksploitasi, (2)
memperkecil dampak lingkungan, (3) meningkatkan konservasi sumber daya alam
18
Keterangan
: Mempengaruhi
Prinsip Pengembangan : Ada Hubungan
Pariwisata berbasis
masyarakat (Kampung
Wisata Petanian
Toddobajo)
Gambar 5. Hubungan Antar Konsep Jurnal 5.
Ringkasan
Analisis
Jurnal ini memaparkan mengenai komunitas local yang memiliki potensi
dalam pengembangan berbasis komunitas dengan penerapan konsep CBT
(Community Based Tourism) untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal,
kebudayaan, dan sumber daya alam. Sebelumnya dianalisis terlebih dahulu
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada di wilayah perencanaan
kemudian tahap selanjutnya adalah penyusunan strategi menggunakan analisis
SWOT. Menurut skema pengelolaan, seluruh pihak dari pihak pemerintah
kabupaten, pemerintah kecamatan, pemerintah desa, membantu memberikan
arahan dan dukungan pada berbagai kelompok yang dibentuk dalam level
masyarakat lokal agar tercipta daya saing yang kuat. Namun, dalam jurnal ini
bagian metodologi kurang jelas terkait responden yang diikutsertakan serta
metode-metode lainnya yang dipakai, cenderung langsung penyajian analisis
SWOT. Selain itu, dalam jurnal hasis analisis banyak diinterpretasikan dengan
gambar bagan yang membantu pembaca untuk memahami perencanaan yang akan
dilaksanakan, namun disisi lain gambar tersbeut kurang jelas dan penjelasan dari
gambar tersebut pun kurang sehingga pesan tidak tersampaikan.
21
Keterangan
Desa wisata : Mempengaruhi
Bedono : Ada Hubungan
Ringkasan
Jurnal ini menggambarkan ekowisata sebagai bagian dari kegiatan wisata
yang bertujuan untuk mengagumi keindahan alam dan budaya dengan tidak
memberikan dampak negatif pada lingkungan (konservasi) dan memberikan
keuntungan terhadap komunitas lokal secara ekonomi. Kawah Cibuni yang terletak
di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung, merupakan salah satu objek wisata yang
memiliki keindahan alam dan budaya yang masih asli, didukung dengan kondisi
alamnya yang hijau, alami, dan terdapat penduduk asli yang menempati daerah
tersebut. Kawah Cibuni dikenal karena memiliki sumber air panas dan kawah-
kawah kecil yang masih aktif di sekitarnya. Kawah Cibuni memiliki kriteria
sebagai lokasi ekowisata yang ikut melibatkan peran komunitas lokal dalam
pengembangannya, dengan tujuan untuk mengidentifikasi kapasitas komunitas
lokal dalam pemanfaatan potensi ekowisata bagi pengembangan ekowisata di
Kawah Cibuni. Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai komunitas
lokal di Kawah Cibuni dan selanjutnya menggunakan metode analisis kualitatif
dimana ada 3 tahap yang harus dilalui, yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
Pelibatan komunitas lokal dalam proses perencanaan, pengembangan, dan
pengelolaan kawasan wisata erat kaitannya dengan konsep ekowisata dan
sekaligus dapat membantu meningkatkan kesejahteraan komunitas lokal.
Komunitas lokal secara turun temurun merupakan penghuni di Kawah Cibuni dan
sudah sejak lama pula kawasan tersebut ramai oleh pengunjung. Selama ini,
Kawah Cibuni belum mendapatkan pengelolaan khusus dari pengelola wisatanya,
sehingga membuat komunitas tersebut terjun langsung dalam mengelola kawasan
tersebut.
Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Kawah Cibuni akhirnya membuat
pengelola wisata mulai berpikir untuk memfokuskan pembangunan kegiatan
wisata di Kawah Cibuni. Kegiatan pembangunan wisata ini tentunya melibatkan
komunitas lokal karena mereka sudah menghuni tempat tersebut sejak dulu.
Kapasitas komunitas yang dimiliki warga Kawah Cibuni sudah cukup mampu
untuk ikut serta dalam pengembangan kawasan ekowisata di Kawah Cibuni.
23
Analisis
Jurnal ini memaparkan identifikasi kapasitas yang dimiliki komunitas lokal
dalam pemanfaatan potensi ekowisata di wilayah tersebut. Partisipasi lokal
merupakan komponen penting dari pembangunan berkelanjutan pada umumnya
(untuk memenuhi kebutuhan generasi sekarang dan mendatang, sekaligus
melindungi sumber daya alam) dan ekowisata secara khusus. Penelitian ini melihat
peran komunitas lokal dalam pengembangan ekowisata secara garis besar. Kedua:
penelitian ini melihat dari sudut kapasitas komunitas dalam pengembangan
ekowisata dengan mencakup; kapasitas komunitas dilihat pengembangan
kepemimpinan (Leadership Development), pengorganisasian komunitas
(Community Organizing), kolaborasi kerjasama, dan hubungan antar organisasi.
Selanjutnya melihat dari sisi modal komunitas dalam pengembangan
ekowisata seperti; modal fisik, modal finansial, modal lingkungan, modal
teknologi, modal manusia, dan modal sosial, dan terakhir melihat implikasi dari
perkembangan pariwisata terhadap kapasitas komunitas. Ketiga: Mengidentifikasi
Peran Komunitas Lokal dalam Pengembangan Ekowisata, dengan mencakup;
Peran komunitas lokal dalam menjaga pelestarian lingkungan dan budaya lokal,
dan menganalisis keterlibatan dan peran komunitas lokal dalam pengembangan
ekowisata kawah cibuni. Terakhir yaitu keempat : Penelitian ini melihat dari sudut
pandang bagaimana persepsi pihak luar terhadap komunitas lokal kawah Cibuni.
Penelitian tersebut menggambarkan bagaimana pentingnya pelestarian
lingkungan dan budaya lokal yang dipegang oleh komunitas sejak lama dan
diterapkan dalam pengelolaan ekowisata yang berhubungan dengan kegiatan
konservasi. Adapum hal yang patut dijadikan acuan adalah masyarakat di wilayah
tersebut diberdayakan dan tidak merasa dihilangkan haknya karena masih bisa
membangun pemukiman di wilayah tersebut, namun di tanah yang sudah
dipersiapkan sebelumnya yang tidak akan mengganggu keindahan dari tempat
wisata tersebut. Sehingga, dari pihak pengelola dan pihak masyarakat sama- sama
saling bekerjasama dalam pengelolaan kawasan wisata Cibuni.
Pelestarian
Kapasitas Partisipasi lingkungan dan
Ekowisa
Komunitas masyaraka budaya
ta
t
Keterangan
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
24
Ringkasan
Jurnal ini memaparkan salah satu alternatif untuk mengembangkan ekonomi
kerakyatan adalah dengan mengembangkan desa wisata. Subagyo (1991)
mendefinisikan desa wisata sebagai bentuk desa yang memiliki ciri khusus
didalamnya, baik alam dan budaya serta berpeluang dijadikan komoditi bagi
wisatawan. Wujud desa wisata itu sendiri, bahwa desa sebagai objek dan subyek
pariwisata. Sebagai objek, merupakan tujuan kegiatan pariwisata, sedangkan
sebagai subyek adalah sebagai penyelenggara, apa yang dihasilkan oleh desa akan
dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung dan peran aktif masyarakat sangat
menentukan kelangsungan desa wisata itu sendiri. Analisa data dilakukan secara
kualitatif sesuai dengan jenis data yang diteliti.
Data primer yang diperoleh dari para responden akan diinventarisasi dan
dikelompokkan guna menemukan indikasi-indikasi khusus yang berkenaan dengan
kasus. Data yang telah dikelompokkan akan dikaitkan satu dan lainnya serta
diinterpretasikan dengan perspektif bidang sosiologi, psikologi dan hukum dalam
konteks peran serta kelompok masyarakat dan pemerintah daerah dalam pariwisata
sebagai bentuk pengentasan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat
di di Depok. Pengembangan Desa Wisata di Depok sebagai salah satu obyek
wisata sejalan dengan pergeseran pola pariwisata dewasa ini yang lebih
menghargai lingkungan, yang akan memicu kesadaran akan pembangunan
pariwisata berwawasan lingkungan yang mempertimbangkan pemanfaatan sumber
daya yang berkelanjutan untuk generasi mendatang.
Berdasarkan hasil survey Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Sawangan
Baru Kecamatan Sawangan Depok, kelurahan tersebut mempunyai potensi
menjadi desa wisata memiliki memiliki ciri khusus didalamnya, baik alam dan
budaya serta kegiatan perekonomian yang unik dan menarik yang mempunyai
potensi untuk dikembangkan sebagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi,
akomodasi, makanan, minuman dan kebutuhan wisata lainnya yang berpeluang
dijadikan komoditi bagi wisatawan. Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan
Sawangan mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi Desa Wisata dengan
beberapa pertimbangan, sebagai berikut: mendukung program pemerintah Kota
Depok dalam pembangunan kepariwisataan dengan menyediakan obyek wisata
alternatif, dan menggali potensi desa untuk pembangunan masyarakat sekitar desa
wisata.
Hasilnya akan dapat digunakan dalam program pengembangan desa yang
tentunya sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sawangan Baru memiliki sumber
daya alam serta usaha pengolahan belimbing dan rumput laut menjadi berbagai
makanan dan minuman segar seperti jus, syrup, permen dodol, manisan dan lain
sebagainya, memperluas lapangan kerja dan lapangan berusaha bagi penduduk
desa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat
26
desa, adanya desa wisata akan membuka berbagai lapangan kerja, mulai dari
penyediaan akomodasi, tempat makan, pengembangan sentra industri yang akan
dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat desa, menimbulkan rasa bangga bagi
penduduk untuk tetap tinggal di kelurahannya sehingga mengurangi urbanisasi.
Selama ini masyarakat desa seringkali meninggalkan desa untuk mencari kerja
atau mencari kehidupan yang lebih modern ke kota.
Pengembangan desa wisata maka hal ini akan dapat dikurangi karena tentunya
masyarakat desa akan meningkat rasa percaya diri dan kebanggaannya bila banyak
wisatawan yang kagum dan mengunjungi desa mereka, berdekatan dengan objek
wisata lainnya yang sudah dikenal seperti Mesjid Kubah Emas, Taman rekreasi
Permata Buana dan Taman Rekreasi Aquatic Telaga Golf Sawangan Untuk
menjadi Desa Wisata, Kelurahan Pasir Putih dan Kelurahan Sawangan Baru masih
mempunyai banyak kekurangan, yaitu sulit diakses mengingat sebagian besar jalan
di Depok macet, serta kurang memadainya kualitas terminal dan Stasiun Kereta
Api yang sangat bermanfaat bagi wisatawan yang tidak menggunakan kendaraan
pribadi serta belum tersedia akomodasi dan tenaga kerja yang memadai
Analisis
Jurnal ini memaparkan karakteristik sebuah wilayah untuk dikembangkan
sebagai desa wisata dan peran masyarakat dalam program pemberdayaan
masyarakat yang diimplementasikan di wilayah tersebut. Sumber daya alam
berupa kebun belimbing, kebun jambu, kebun sayuran, serta kesenian daerah
setempat yang terdapat di daerah itu dinilai dapat menjadi komoditas dalam
pengembangan desa wisata. Namun, dalam segi penulisan jurnal ini belum banyak
mengungkapkan permasalahan khusus di wilayah yang ditelitinya, hanya
mengungkapkan secara umum terutama dalam bagian pendahuluan yang terlihat
sedikit janggal karena penulisan yang kurang jelas serta kurang menyeluruh terkait
konteks yang diteliti dan bagian tinjauan pustaka yang dirasa terlalu banyak.
Kemudian perlu ditinjau kembali terkait dengan pengembangan desa wisata di
wilayah tersebut, karena Depok merupakan wilayah kota yang cukup ramai dan
apakah model pembangunan pariwisata terbuka yang dicanangkan akan cocok
dengan karakteristik masyarakat desa tersebut juga target wisatawan yang nanti
akan berkunjung.
Potensi Penduduk
wilayah semakin
Penanggulan meningkat
gan
Desa wisata kemiskinan
Lapangan
kerja terbatas
: Saling mempengaruhi
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
27
Ringkasan
28
Analisis
Jurnal ini menjelaskan mengenai perubahan kondisi ekologi, social dan
ekonomi setelah adanya kegiatan ekowisata. Pada awal tahap perencanaan ada
diskusi terlebih dahulu antara pihak pemerintah dan pihak masyarakat desa terkait
pembukaan wilayah untuk wisata di daerah ini dengan konsep Ekowisata Islami
yang merupakan konsep akhir yang disetujui bersama baik oleh pemerintah dan
masyarakat. Tahap pelaksanaan pun dilaksanakan bersama-sama oleh masyarakat
beradsarkan dana swadaya, dan pada tahap evaluasi masyarakat dilibatkan secara
bersama dalam musyawarah besar. Pengembangan ekowisata berbasis masyarakat
di Kampung Batusuhunan memberikan perubahan berupa pengaruh yang positif
bagi masyarakat batusuhunan khususnya pada aspek ekologi, sosial, dan ekonomi.
Pada aspek ekologi, perubahan masyarakat semenjak adanya ekowisata adalah
kesadaran untuk menjaga lingkungan dengan cara membuang sampah pada tempat
sampah khusus dan mulai melakukan gaya hidup ramah lingkungan.
29
Pada aspek ekonomi, peluang pekerjaan yang diperoleh dari sektor ekowisata
dapat menjadi tambahan penghasilan bagi keluarga. Peningkatan pendapatan
digunakan oleh masyarakat untuk kebutuhan hidup sehari-hari dan biaya
pendidikan. Namun, perubahan taraf hidup belum dapat dirasakan oleh masyarakat
Batusuhunan setelah adanya ekowisata. Berdasarkan hasil analisis dari jurnal
tersebut, penerapan konsep Ekowisata Islami merupakan hal yang baik karena
selain dapat menerapkan norma dan aturan yang dianut masyarakat, mereka juga
dapat menerapkan konsep tersebut dalam menjaga lingkungan secara berkelanjutan
dan memeproleh hasil tambahan ari kegiatan wisata yang dikelola secara bersama.
Kondisi setelah
Kondisi awal Pengembangan
ekowisata
sebelum Ekowisata
ekowisata
Pengelolaan ekowisata
berbasis masyarakat
Ringkasan
Analisis
Hasil yang penulis dapat dari penelitian tersebut adalah keberadaan wisata di
Pulau Tidung telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian
masyarakat lokal walaupun dampak yang dirasakan masih terbilang kecil. Terbukti
dari nilai Keynesian Income Multiplier sebesar 0.28, Nilai Ratio Income Multiplier
I sebesar 1.35, dan Nilai Ratio Income Multiplier Tipe II sebesar 1.59. Kebanyakan
unit usaha yang ada di Pulau Tidung merupakan penduduk asli yang ikut
memanfaatkan peluang usaha seiring berkembangnya kegiatan wisata di Pulau
Tidung. Adapun jenis usahanya seperti usaha jasa penginapan (homestay usaha
kios warung, usaha jasa catering, usaha warung makan, usaha penyewa alat, usaha
pemandu wisata, usaha transportasi kapal, dan usaha souvenir. Namun,
berdasarkan hasil penelitian kebanyakan didasarkan pada dampak ekonomi
berbentuk pariwisata, yang secara langsung berdampak pada pendapatan, yang
berdampak negative tidak dijelaskan secara lebih jauh meskipun sudah disingung
sebelumnya.
Kegiatan Dampak
wisata ekonomi
Keterangan
: Mempengaruhi
: Ada Hubungan
Partisipasi Masyarakat
Makna partisipasi menurut Arnstein (1969) dalam Dewi et al. (2013) adalah
sebagai kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada
masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.
Dijelaskan bahwa partisipasi merupakan redistribusi kekuatan, yang memungkinkan
kaum terpinggirkan secara ekonomi dan politik untuk dilibatkan dalam perencanaan
pembangunan masa depan. Makna partisipasi yang mengacu pada pendapat Arnstein
adalah kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat untuk mengatasi persoalannya pada
masa kini guna mencapai kehidupan yang lebih baik pada masa mendatang.
Verhangen (1979) dalam Mardikanto (2003) menyatakan bahwa, partisipasi
merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan
pembagian: kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Theodorson dalam
Mardikanto (1994) mengemukakan bahwa dalam pengertian seharihari, partisipasi
merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga
masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang
dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh yang
bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagai
keikutsertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian
dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.
Pemikiran tentang partisipasi masyarakat juga diutarakan oleh Slamet (2003),
menurut beliau makna partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan
sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan-kegiatan
pembangunan baik dari tahap perencanaan, pelaksanaan/ implementasi, pengawasan
dan evaluasi, juga ikut serta memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.
Penekanannya disini bahwa partisipasi dalam pembangunan bukan hanya berarti ikut
menyumbangkan sesuatu input ke dalam proses pembangunan, tetapi termasuk ikut
memanfaatkan dan menikmati hasil- hasil pembangunan. Sehingga dapat dikatakan
keberhasilan pembangunan nasional dietentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat,
baik dalam menyumbangkan masukan (input) maupun dalam menikmati hasilnya.
Berdasarkan definisi atau pengertian tentang partisipasi dalam pembangunan
seperti diuraikan diatas, maka partisipasi dalam pembangunan dapat dibagi menjadi
lima jenis:
1. Ikut memberi input proses pembangunan, menerima imbalan atas input
tersebut dan ikut menikmati hasilnya
2. Ikut memberi input dan menikmati hasilnya.
36
3. Ikut memberi input dan menerima imbalan tanpa ikut menikmati hasil
pembangunan secara lansung.
4. Menikmati/memanfaatkan hasil pembangunan tanpa ikut memberi input.
5. Memberi input tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya.
Kemungkinan adanya jenis partisipasi yang lain masih ada, tetapi seperti halnya
dengan jenis ke-5, partisipasi semacam itu tidak dikehendaki oleh masyarakat, karena
tanpa adanya partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan (hasil) pembangunan
berarti pula bahwa masyarakat tidak naik tingkat hidup atau tingkat kesejahteraannya
(Slamet 2003).
Secara umum partisipasi dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat
bukanlah sekadar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek
pembangunan. Pandangan ini serupa dengan Abe (2002) yang berpendapat bahwa
partisipasi masyarakat merupakan hak, bukan kewajiban. Orientasi pembangunan
kepariwisataan perlu menempatkan fakta di atas sebagai pertimbangan pokok dalam
menumbuhkembangkan kapasitas dan kapabilitas pada masyarakat (Beeton 2006).
Hal ini dilakukan untuk dapat meningkatkan pelayanan sekaligus merealisasikan
peran sentral masyarakat dalam aktivitas pembangunan kepariwisataan sesuai dengan
harapan dan kemampuan yang dimiliki.
Pengembangan desa wisata di Indonesia lebih banyak difasilitasi negara,
sedangkan masyarakat cenderung pasif. Akibatnya, kapasitas lokal di dalam
merespon inovasi yang disponsori oleh negara melalui pembangunan desa wisata
masih menghadapi sejumlah persoalan krusial (Damanik 2009). Bottom up planning
memaksa komunitas lokal untuk berpikir dan bergerak guna merancang dan
memutuskan pola pembangunan pariwisata yang memihak kepentingan komunal.
Mubyarto (1988) menegaskan bahwa partisipasi merupakan kesediaan membantu
berhasilnya program sesuai dengan kemampuan setiap orang tanpa berarti harus
mengorbankan kepentingan sendiri.
Partisipasi intinya adalah sikap sukarela dari masyarakat untuk membantu
keberhasilan program pembangunan. Selain itu, partisipasi juga dapat dimaknai
sebagai bentuk keterlibatan mental sekaligus emosional seseorang dalam situasi
kelompok yang mendorongnya untuk ikut serta menyumbangkan kemampuan dalam
mencapai tujuan kelompok dan ikut bertanggung jawab atas tujuan kelompok,
termasuk pelaksanaan program-program tersebut. Pelibatan ini membuat masyarakat
merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap proses keberlanjutan program
pembangunan. Pendekatan partisipatif yang dilaksanakan diharapkan akan
memberikan ruang bagi perkembangan aktivitas yang berorientasi kompetisi dan
tanggung jawab sosial oleh anggota komunitas itu sendiri. Pentingnya partisipasi
dalam pembangunan memberikan arti bahwa segala hal yang berkaitan dengan
pengambilan kebijakan ekonomi, seperti menarik investor luar, maka harus
melibatkan warga (Bryson 1995).
dan menjadi pelaku penting dalam pengembangan desa wisata dalam keseluruhan
tahapan mulai tahap perencanaan, pengawasan, dan implementasi. Ilustrasi yang
dikemukakan Wearing (2001) dalam Dewi (2013) tersebut menegaskan bahwa
masyarakat lokal berkedudukan sama penting dengan pemerintah dan swasta sebagai
salah satu pemangku kepentingan dalam pengembangan pariwisata.
Adiyoso (2009) menegaskan bahwa partisipasi masyarakat merupakan
komponen terpenting dalam upaya pertumbuhan kemandirian dan proses
pemberdayaan. Pengabaian partisipasi masyarakat lokal dalam pengembangan desa
wisata menjadi awal dari kegagalan tujuan pengembangan desa wisata (Nasikun,
1997). Menurut Timothy (1999) ada dua perspektif dalam melihat partisipasi
masyarakat dalam pariwisata. Kedua perspektif tersebut adalah partisipasi masyarakat
lokal dalam proses pengambilan keputusan, dan berkaitan dengan manfaat yang
diterima masyarakat dari pembangunan pariwisata. Timothy menekankan perlunya
melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan dengan mengakomodasi
keinginan dan tujuan masyarakat lokal dalam pembangunan serta kemampuannya
dalam menyerap manfaat pariwisata.
Masyarakat yang berada di wilayah pengembangan harus didorong untuk
mengidentifikasi tujuannya sendiri dan mengarahkan pembangunan pariwisata untuk
meningkatkan pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal. Selain mengikutsertakan
masyarakat lokal dalam pengambilan keputusan, Timothy memandang pentingnya
mengikutsertakan pemangku kepentingan, yaitu pemerintah, swasta, dan anggota
masyarakat lainnya untuk turut ambil bagian dalam pengambilan keputusan dan
melihat pentingnya pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal untuk
meningkatkan kapasitas masyarakat, terutama dalam menerima manfaat pariwisata.
Dengan demikian, perencanaan pembangunan pariwisata harus mengakomodasi
keinginan dan kemampuan masyarakat lokal untuk berpartisipasi serta memperoleh
nilai manfaat yang maksimal dari pembangunan pariwisata. Partisipasi masyarakat
lokal sangat dibutuhkan dalam pengembangan desa wisata karena masyarakat lokal
sebagai pemilik sumber daya pariwisata yang ditawarkan kepada wisatawan.
usaha perabot interior untuk hotel, usaha penyedia bahan properti untuk atraksi seni
budaya, usaha penyedia bahan baku pembuatan cenderamata, usaha penukaran uang
(money changer), usaha penyedia obat-obatan (drug store), dan masih banyak lagi
dampak ikutan yang akan muncul untuk memenuhi kebutuhan wisatawan (Soekarya
2011).
Meningkatnya kunjungan wisatawan ke desa wisata tentu akan berdampak pada
meningkatnya perekonomian masyarakat pedesaan (Soekarya 2011). Dampak yang
muncul dari suatu kegiatan wisata, yaitu munculnya dampak ekonomi. Dampak
positif yang muncul dari adanya dampak ekonomi dapat bersifat langsung (direct).
Selain dampak positif langsung yang muncul, ada dampak lain yang akan timbul,
seperti dampak tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung berupa
aktivitas ekonomi lokal dari suatu pembelanjaan unit usaha penerima dampak
langsung dan dampak lanjutan (induced impact). Dampak lanjutan ini dapat diartikan
sebagai aktivitas ekonomi lokal lanjutan dari tambahan pendapatan masyarakat lokal.
Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan wisata pada dasarnya dilihat
dari keseluruhan pengeluaran wisatawan untuk akomodasi, konsumsi (baik konsumsi
dari rumah maupun di lokasi wisata), biaya perjalanan ke lokasi wisata, pembelian
souvenir, serta pengeluaran lainnya. Keseluruhan dari biaya pengeluaran wisatawan
akan diestimasi dari jumlah keseluruhan kunjungan wisatawan dengan rata-rata
pengeluaran dalam satu kali kunjungan wisata. Untuk mewujudkan desa wisata yang
diinginkan diperlukan adanya political will dari pimpinan pemerintah daerah beserta
aparatnya, khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota dan upaya-upaya antara lain:
1. Menyamakan persepsi antar Pejabat yang menangani Pariwisata dan Pejabat Dinas
terkait termasuk tokoh-tokoh masyarakat, mengenai pengembangan desa wisata
dan manfaatnya sehingga terwujud suatu komitmen dan kemauan yang kuat untuk
mengembangkan desa wisata
2. Menjalin koordinasi yang erat antar para Kepala Dinas yang menangani Pariwisata
dengan dinas terkait dan tokoh masyarakat/agama/budaya serta kelompok-
kelompok masyarakat yang ada untuk sama-sama berperan dalam mewujudkan
Desa Wisata (siapa melakukan apa)
3. Melakukan pembinaan kepada masyarakat melalui pelatihan-pelatihan keterampilan
agar masyarakat mampu mengambil manfaat dari kedatangan wisatawan dengan
berusaha di bidang penyediaan berbagai kebutuhan bagi wisatawan, termasuk
pelatihan untuk peningkatan kemampuan dalam bidang pemasaran desa wisata
(Soekarya 2011).
45
SIMPULAN
Secara umum partisipasi dapat dimaknai sebagai hak warga masyarakat untuk
terlibat dalam proses pengambilan keputusan pada setiap tahapan pembangunan,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pelestarian. Masyarakat
bukanlah sekadar penerima manfaat atau objek belaka, melainkan sebagai subjek
pembangunan. Hal ini menandakan bahwa ada atau tidaknya partisipasi dari
masyarakat merupakan salah satu kunci penting dari suatu keberhasilan program
pengembangan wisata di suatu kawasan. Dalam penerapannya partisipasi masyarakat
dipengaruhi faktor-faktor yang dapat mendukung maupun menghambat. Faktor-faktor
tersebut meliputi faktor internal maupun eksternal.
46
Kerangka Analisis
Daftar Pustaka
Abe, A. 2002. Perencanaan Daerah Partisipatif. Solo: Pondok Edukasi.
Bryson, J. M., 1995, Strategic Planning for Public and Non Pro_ t Organizations : A
guide to Strengthening and Sustaining Organizational Achievement, Jossey-
Bass Publishers: San Francisco.
Damanik, J., 2009, Isu-Isu Krusial Dalam Pengelolaan Desa Wisata Dewasa
Ini, Jurnal Kepariwisataan Indonesia 5 (3): 127-137.
Dewi Made HU, Fandeli Chafid, Baiquni M. 2013. Pengembangan Desa Wisata
Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal Di Desa Wisata Jatiluwih Tabanan, Bali.
[Jurnal KAWISTARA: Vol 3 N0 2]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober
2015]. Yogyakarta [ID]: UGM. Dapat diunduh dari:
http://jurnal.ugm.ac.id/kawistara/article/download/3976/3251
Dritasto A, Anggraeni AA. 2013. Analisis Dampak Ekonomi Wisata Bahari Terhadap
Pendapatan Masyarakat Di Pulau Tidung. [Jurnal Online Institut Teknologi
Nasional: Vol 10 No 20]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015].
Bandung [ID]: Itenas. Dapat diunduh dari:
http://ejurnal.itenas.ac.id/index.php/rekaloka/article/view/102
Raharjana, DT. 2012. Membangun pariwisata bersama rakyat: Kajian partisipasi lokal
dalam membangun Desa wisata di dieng plateau. [Jurnal Kawistara: Vol 2 No
3]. [Internet].[dikutip tanggal 14 Desember 2015]. Yogyakarta [ID]: UGM.
Dapat diunduh dari: http://journal.ugm.ac.id/kawistara/article/view/3935/3216
Razzaq Abdul RA, Hadi MY, Zaid Mohamad, Hamzah Amran, Khalifah Zainab,
Mohamad NH. 2011. Local Community Participation in Homestay Program
Development in Malaysia. [Journal Of Modern Accounting and Auditing: Vol 7
No 12]. [Internet]. [dikutip tanggal 29 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:
http://www.davidpublishing.com/davidpublishing/Upfile/2/29/2012/201202290
5846383.pdf
LAMPIRAN
Riwayat Hidup