Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN
Pembentukan parut akibat ulserasi kornea adalah salah satu penyebab
kebutaan dan ganguan penglihatan di seluruh dunia. Kebanyakan gangguan
penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila diagnosis penyebabnya
ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.1
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan strukturnya
yang uniform, avaskuler dan deturgenses. Deturgenses, atau keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel
dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel
dalam mekanisme dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih
berat daripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema
kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, cedera pada epitel hanya
menyebabkan edema lokal sesaat yang akan menghilang bila sel-sel epitel telah
beregenerasi.1
Ulkus kornea dapat terjadi akibat adanya trauma pada oleh benda asing,
atau penyakit yang menyebabkan masuknya bakteri atau jamur ke dalam kornea
sehingga menimbulkan infeksi atau peradangan. Ulkus kornea merupakan luka
terbuka pada kornea. Keadaan ini menimbulkan nyeri, menurunkan kejernihan
penglihatan dan kemungkinan erosi kornea.2
Ulkus kornea adalah keadaan patologik kornea yang ditandai oleh adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, diskontinuitas jaringan kornea
dapat terjadi dari epitel sampai stroma. Ulkus kornea yang luas memerlukan
penanganan yang tepat dan cepat untuk mencegah perluasan ulkus dan timbulnya
komplikasi berupa descematokel, perforasi, endoftalmitis, bahkan kebutaan.
Ulkus kornea yang sembuh akan menimbulkan kekeruhan kornea dan merupakan
penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia.2
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.

1
Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa
bakteri, jamur, dan virus dan bila terlambat didiagnosis atau diterapi secara tidak
tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut
yang luas.2
Insiden ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 juta per 100.000 penduduk di
Indonesia, sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi
karena trauma, pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak diketahui
penyebabnya.3
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus penderita ulkus kornea perforasi
okulo dekstra di bagian mata RSUP Prof. Kandou Manado.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA


Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan
kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus,
lengkung melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea
dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan
diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima
lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel
konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan
endotel. Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem
karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat
menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo.1

Gambar 1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:


1. Lapisan epitel

3
Tebalnya 50 m , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang
saling tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel
gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong
kedepan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi
sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya
dan sel polygonal didepannya melalui desmosom dan macula
okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit dan glukosa
yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan
kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar
satu dengan yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang
teratur sedang dibagian perifer serat kolagen ini bercabang;
terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang
kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit merupakan sel stroma
kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen
stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel

4
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-
40 m. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidosom dan zonula okluden.4

Gambar 2. Corneal Cross Section


Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,
masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.
Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3
bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour
aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar
dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.1

II. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat
kematian jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai

5
defek kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari
epitel sampai stroma.2,4

III. EPIDEMIOLOGI
Di Amerika insiden ulkus kornea bergantung pada penyebabnya. Insidensi
ulkus kornea tahun 1993 adalah 5,3 per 100.000 penduduk di Indonesia,
sedangkan predisposisi terjadinya ulkus kornea antara lain terjadi karena trauma,
pemakaian lensa kontak, dan kadang-kadang tidak di ketahui penyebabnya.
Walaupun infeksi jamur pada kornea sudah dilaporkan pada tahun 1879 tetapi
baru mulai periode 1950 keratomikosis diperhatikan. Banyak laporan
menyebutkan peningkatan angka kejadian ini sejalan dengan peningkatan
penggunaan kortikosteroid topikal, penggunaan obat imunosupresif dan lensa
kontak. Singapura melaporkan selama 2.5 tahun dari 112 kasus ulkus kornea 22
beretiologi jamur. Mortalitas atau morbiditas tergantung dari komplikasi dari
ulkus kornea seperti parut kornea, kelainan refraksi, neovaskularisasi dan
kebutaan. Berdasarkan kepustakaan di USA, laki-laki lebih banyak menderita
ulkus kornea, yaitu sebanyak 71%, begitu juga dengan penelitian yang dilakukan
di India Utara ditemukan 61% laki-laki. Hal ini mungkin disebabkan karena
banyaknya kegiatan kaum laki-laki sehari-hari sehingga meningkatkan resiko
terjadinya trauma termasuk trauma kornea.3

IV. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya,
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan
sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama
terjadi di permukaan anterior dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan
kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh
karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan
penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak
segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

6
pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.
Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit
polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak
sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah
ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.1
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5

V. ETIOLOGI
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies
Moraxella merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus
berbentuk sentral. Gejala klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret
yang keluar bersifat mukopurulen yang bersifat khas menunjukkan infeksi
P aeruginosa.1
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus

7
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil
dilapisan epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus. Ulkus
dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila mengalami nekrosis di
bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster, variola,
vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam
air yang tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik.
Infeksi kornea oleh acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin
dikenal pada pengguna lensa kontak lunak, khususnya bila
memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi juga biasanya
ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air atau
tanah yang tercemar.4

b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik,
organik dan organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata
maka akan terjadi pengendapan protein permukaan sehingga bila
konsentrasinya tidak tinggi maka tidak bersifat destruktif. Biasanya
kerusakan hanya bersifat superfisial saja. Pada bahan alkali antara
lain amonia, cairan pembersih yang mengandung kalium/natrium
hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi penghancuran kolagen
kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari
yang akan merusak epitel kornea.

Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis
sicca yang merupakan suatu keadan mata kering yang dapat

8
disebabkan defisiensi unsur film air mata (akeus, musin atau lipid),
kelainan permukan palpebra atau kelainan epitel yang
menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea. Pada
keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan
vitamin A dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna
dan ganggun pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya;
kortikosteroid, IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan
golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis5

VI. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)1,6

9
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah
tengah kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk
cakram dengan tepi ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan
menyebabkan perforasi kornea, karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok
pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik
kekuningan disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila
tidak diobati secara adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma
dan infiltrasi sel leukosit. Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen
yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral
kornea. ulkus sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea.
Penyerbukan ke dalam dapat mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48
jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang
dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus ini seperti cincin.
Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang
dalam. Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat
dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran
ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang menggaung dan di daerah ini
terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion yang tidak
selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.

b.. Ulkus Kornea Fungi


Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai
beberapa minggu sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.

10
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang
agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu
pada bagian epitel yang baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di
bagian sentral sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang
dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri. Pada infeksi kandida bentuk tukak
lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi neovaskularisasi akibat rangsangan
radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit
dengan perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala
kulit. Pada mata ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva
hiperemis, kornea keruh akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat
dapat berbentuk dendrit yang bentuknya berbeda dengan dendrit herpes simplex.
Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor dengan fluoresin yang lemah.
Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat pada kornea
biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus
herpes simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai
dengan tanda injeksi siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di
permukaan epitel kornea disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi.
terdapat hipertesi pada kornea secara lokal kemudian menyeluruh. Terdapat
pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes simplex kecil, ulceratif,
jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya,
kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin
stroma, dan infiltrat perineural.

Ulkus Kornea Perifer


a. Ulkus Marginal

11
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk
ulkus superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus,
toksit atau alergi dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok
arteritis nodosa, dan lain-lain. Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya
lateral. Ditemukan pada penderita leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan
lain-lain.
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah
sentral. ulkus mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui. Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori
hipersensitivitas tuberculosis, virus, alergi dan autoimun. Biasanya menyerang
satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang seluruh permukaan kornea dan
kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang sentral.
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang
berbentuk melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam,
kadang-kadang timbul perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang
dapat menjadi satu menyerupai ring ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya
tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral. Perjalanan penyakitnya menahun.

VII. MANIFESTASI KLINIS


Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri

12
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat
pada perifer kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel
kornea.4

Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion

VIII. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan
adanya riwayat trauma, benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang
bermanfaat, misalnya keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering
kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi,
virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat
penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.1
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi
siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus
berat dapat terjadi iritis yang disertai dengan hipopion.3
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.

13
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau
KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, gram atau Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi
jaringan kornea dan diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya
dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar ekstrak maltose.5

X. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang
mengandung antibiotik, anti virus, anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi
peradangan dengann steroid. Pasien dirawat bila mengancam perforasi, pasien
tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat dan perlunya obat
sistemik.4
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin
dan mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri.6
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan
umum yang kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki
dengan makanan yang bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat,
pemberian roboransia yang mengandung vitamin A, vitamin B kompleks
dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang disebabkan kuman yang virulen,
yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat diberikan vaksin tifoid
0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan hasilnya
cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan

14
sampai melebihi 39,5C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan
bertambahnya antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.7
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan.
Lesi kornea sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya.
Konjungtuvitis, dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada
hidung, telinga, tenggorok, gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya
akomodsi sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan
lumpuhnya M. konstriktor pupil, terjadi midriasis sehinggga
sinekia posterior yang telah ada dapat dilepas dan mencegah
pembentukan sinekia posterior yang baru.4
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain,
atau tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang
berspektrum luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi
subkonjungtiva. Pada pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan
salap mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan juga dapat
menimbulkan erosi kornea kembali.

15
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya
preparat komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang
dihadapi bisa dibagi :
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya
: topikal amphotericin B 1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml,
Natamycin > 10 mg/ml, golongan Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B,
thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan
sulfa, berbagai jenis anti biotik.7
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan
streroid lokal untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum
luas untuk infeksi sekunder analgetik bila terdapat indikasi.6
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA,
interferon inducer.6
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik
terhadap perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan
pada ulkus yang bersih tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.7
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan
murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau
termophore. Dengan instrumen ini dengan ujung alatnya yang
mengandung panas disentuhkan pada pinggir ulkus sampai berwarna
keputih-putihan.4

16
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak
menunjukkan perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan
yang baru yang banyak mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh.
Penutupan ulkus dengan flap konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari
sekitar limbus yang kemudian ditarik menutupi ulkus dengan tujuan memberi
perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Kalau
sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan kembali.4
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan
sulfas atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan
melakukan gerakan-gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya
baru saja, maka dapat dilakukan :
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita
obati seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya
sembuh menjadi leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.6
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak
berhasil. Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu
penglihatan, kekeruhan kornea yang menyebabkan kemunduran tajam
penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.7

17
X. PENCEGAHAN
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi
kepada ahli mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak
kecil pada kornea dapat mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang
sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa
menutup sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan
basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan
merawat lensa tersebut.7

XI. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder7

XII. PROGNOSIS 3
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat
lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada
tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu
penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin
tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan serta timbulnya
komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama
mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak
ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi.3

18
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan
dengan pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua
metode; migrasi sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan
pembentukan pembuluh darah dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat
sembuh dengan cepat melalui metode yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar,
perlu adanya suplai darah agar leukosit dan fibroblas dapat membentuk jaringan
granulasi dan kemudian sikatrik.8

19
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. DSA
Umur : 17 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : Singkil
No. Register : 49.26.52
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2017

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu
pasien di Irina F Mata RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.

Keluhan Utama: Penurunan penglihatan mata kanan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poliklinik mata RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado
dengan keluhan utama penurunan penglihatan sejak + 2 minggu yang lalu,
awalnya pasien sedang mengendarai motor dan mata pasien kemasukan debu,
karena terasa sangat gatal dan mengganggu, pasien mengucek matanya seharian.
Beberapa hari kemudian mata pasien bengkak kemerahan disertai nyeri dan
penurunan penglihatan serta sensitiv terhadap cahaya, pasien lalu berobat di
sebuah klinik di Ternate dan diberikan obat tetes mata, karena keluhan yang tidak
kunjung membaik, pasien datang ke poliklinik RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou
Manado pada tanggal 24 Januari 2017 dan saat dievaluasi visus pasien 1/ ,
pasien diberikan obat dan dijadwalkan kontrol 7 hari kemudian.

20
Pada tanggal 31 Januari 2017, saat pasien kontrol visus pasien adalah NLP
(No Light Perception). Mata merah (+), nyeri (+), mata berair (-), gatal (-),
kotoran minimal, air mata (-), melihat ganda (-), melihat pelangi disekitar sumber
cahaya (-).

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat trauma pada mata (+)
Riwayat operasi mata sebelumnya disangkal
Riwayat penyakit mata lain sebelumnya disangkal
Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal
Riwayat menggunakan obat-obatan dalam jangka waktu lama disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga pasien yang sakit seperti ini
Riwayat Diabetes Mellitus dalam keluarga disangkal
Riwayat Hipertensi dalam keluarga disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah seorang pelajar. Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan
adiknya. Biaya pengobatan pasien menggunakan jaminan dari BPJS.
Kesan : Sosial ekonomi cukup

III. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan Selasa, 31 Januari 2016 pukul 10.00 WITA di Poliklinik Mata
RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado.
Pada pemerikasaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos
mentis, dengan tanda-tanda vital tensi 120/70 mmHg, nadi 68 kali/menit, respirasi
18 kali/menit, suhu badan 37oC, berat badan 60 kg, tinggi badan 160 cm, status
gizi cukup, jantung dan paru tidak ada kelainan, abdomen datar, lemas, peristaltik
usus normal, ekstremitas hangat. Dari status psikiatrik penderita bersikap

21
kooperatif, ekspresi wajar dan respon baik. Pemeriksaan neurologis, kekuatan otot
normal, refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada.

Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis, GCS=15
Tanda vital
o TD : 120/70 mmHg
o Suhu : 370C
o Nadi : 68x/menit
o Respirasi : 18x/menit
Kepala : Mesosefal
Thoraks
o Cor : tidak ada kelainan
o Paru : tidak ada kelainan
Abdomen : tidak ada kelainan
Berat badan : 60 kg
Tinggi badan : 160 cm

Status Oftalmologis
Ulkus
kornea
perforasi
edema
OD OS

Injeksi Kornea Normal


dan Injeksi
siliar

22
Oculus Dextra Oculus Sinistra
NLP VISUS 6/6 LP Baik
Tidak Dilakukan KOREKSI Tidak dilakukan
Tidak dilakukan SENSUS COLORIS Tidak dilakukan
Gerak bola mata ke segala arah Gerak bola mata ke segala
PARASE/PARALYSE
baik arah baik
Tidak ada kelainan SUPERSILIA Tidak ada kelainan
Edema (-), spasme (-) PALPEBRA Edema (-), spasme (-)
Hiperemis (+) KONJUNGTIVA Hiperemis (-)
Injeksi Siliar (+)
SKLERA Injeksi Siliar (-)
Injeksi kornea (+)
Edema CORNEA Jernih
CAMERA OCULI
TDE Kedalaman cukup,
ANTERIOR
TDE IRIS Kripte (-), sinekia (-)
regular,
TDE PUPIL
3mm, refleks pupil (+) N
TDE LENSA Jernih
TDE FUNDUS REFLEKS (-)
n-1/palpasi TIO n/palpasi

RESUME
Seorang wanita 17 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUP. Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado dengan keluhan penglihatan mata kanan menurun kabur sejak +
2 minggu yang lalu disertai nyeri. Pasien awalnya mengalami kelilipan debu yang
membuatnya mengucak mata seharian. Pasien sudah pernah mengobati kedua
matanya waktu kontrol di poliklinik. Riwayat DM tipe II disangkal, riwayat
hipertensi disangkal . Pada pemeriksaan fisik, inspeksi didapatkan OD tampak
edema dan hiperemis, tampak ulkus kornea, OS normal. Pemeriksaan visus
didapatkan VOD: NLP dan VOS: 6/6, pemeriksaan dengan slit lamp OD sulit
untuk dievaluasi.

IV. DIAGNOSIS BANDING


OD: Uveitis, Glaukoma Akut

V. DIAGNOSIS KERJA

23
OD : Ulkus Kornea Perforasi

VI. TERAPI
Pro eviserasi OD.

VII. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanationem : Malam
Quo ad Functionam : Dubia

VIII. EDUKASI
1. Menjelaskan bahwa penderita menderita peradangan pada kornea yang
dinamakan ulkus kornea yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri.
2. Menjelaskan kepada penderita agar penderita dirawat di rumah sakit
mengingat kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan dan evaluasi
intensif di rumah sakit.
3. Menjelaskan kepada penderita supaya tidak mengucek-ngucek mata
4. Pasien diminta untuk meneteskan dan menggunakan obat secara teratur dan
menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan
istirahat yang cukup untuk mempercepat penyembuhan.
5. Menjelaskan kepada penderita komplikasi yang mungkin terjadi.

FOLLOW UP
Tanggal Perjalanan Penyakit Instruksi Dokter
31/01/2017 Perawatan Hari I Polyvinylpyrrolidone ED
S : nyeri mata kanan minimal 1 gtt / jam OD
T : 120/70 mmHg O : VOD: NLP VOS:6/6

24
N : 82 x/i TIO D: n-1/palpasi Moxifloxacin HCl ED
P : 18 x/i TIO S: n/palpasi 1 gtt/jam OD
S : 370C A : Ulkus kornea perforasi OD. Natamycin ED 5 gtt/hari
OD
Ciprofloxacin 2x750mg
Itrakonazole 2x200mg
Pro Eviserasi 2/2/2017

01/02/2017 . Perawatan Hari 2 Polyvinylpyrrolidone ED


S : nyeri mata kanan minimal 1 gtt / jam OD
T : 120/70 mmHg O : VOD: NLP VOS:6/6 Moxifloxacin HCl ED
N : 84 x/i TIO D: n-1/palpasi 2 gtt/jam OD
P : 18 x/i TIO S: n/palpasi Natamycin ED 5 gtt/hari
0
S : 36,5 C A : Ulkus kornea perforasi OD. OD
Ciprofloxacin 2x750mg
Itrakonazole 2x200mg
Pro Eviserasi 2/2/2017

02/02/2017 Perawatan Hari 3 Dilakukan eviserasi OD


S : keluhan (-) jam 10.35 WITA,
T : 120/70 mmHg O : VOD: NLP VOS:6/6 pengobatan pasca operasi:
N : 82 x/i TIO D: n-1/palpasi Ceftriaxone 2x1 gr i.v
P : 16 x/i TIO S: n/palpasi Salep mata gentamicin
0
S : 36,5 C A : Ulkus kornea perforasi OD. 2x1 app OD
Ofloxacin ED 4x1 gtt OD

03/02/2017 Perawatan Hari 4 Ceftriaxone 2x1 gr i.v


S : nyeri minimal Salep mata gentamicin
T : 120/70 mmHg O : VOD: (-) VOS:6/6 2x1 app OD
N : 92x/i A : Post eviserasi OD Ofloxacin ED 4x1 gtt OD

25
P : 18 x/i
S : 36,7 0C
06/02/2017 Perawatan Hari 7 Ceftriaxone 2x1 gr i.v
S : semalam mata terasa nyeri Salep mata gentamicin
T : 110/70 mmHg O : VOD: (-) VOS:6/6 2x1 app OD
N : 90 x/i A : Post eviserasi OD. Ofloxacin ED 4x1 gtt OD
P : 18 x/i
S : 36,6 0C

BAB III
PEMBAHASAN

Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian


jaringan kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek

26
kornea bergaung, dan diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel
sampai stroma.3
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada
kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan
fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama
palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat
progresif, regresi iris, yang meradang dapat menimbulkan fotofobia, sedangkan
iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan fenomena reflek yang
berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.4
Pada pemeriksaan fisik oftalmologis didapatkan beberapa hal sebagai
berikut. Pada konjungtiva tampak hiperemis. Tampak adanya kekeruhan sehingga
iris, pupil, dan kamera okuli anterior tidak dapat dinilai, pada sklera tampak
injeksi siliar dan injeksi kornea. Kornea tampak edema disertai ulkus dan
perforasi kornea.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut.
Infiltrat sel leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini
menyebar kedua arah yaitu melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil
dan superficial maka akan lebih cepat sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi
bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran Bowman dan sebagian stroma
maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan menyebabkan terjadinya
sikatrik.5,6
Komplikasi yang paling sering timbul berupa kebutaan parsial atau
komplit dalam waktu sangat singkat. Perforasi kornea dapat berlanjut menjadi
endoptalmitis dan panopthalmitis. Selain itu, komplikasi lain dari ulkus kornea
adalah prolaps iris, sikatrik kornea, katarak, dan glaukoma sekunder.7,8
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh
spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan
pada ulkus kornea tergantung penyebabnya, umumnya pengobatan bertujuan
untuk menghalangi hidupnya bakteri dengan antibiotika, dan mengurangi reaksi
radang dengan steroid.9
Pada pasien, pada hari perawatan pertama dan pada hari perawatan kedua,
diberikan pengobatan berupa Polyvinylpyrrolidone 1 tetes setiap jam pada okulo

27
dekstra, Moxifloxacin HCl 1 tetes setiap jam pada okulo dekstra, natamycin
diteteskan pagi dan malam pada okulo dekstra, ciprofloxacin tablet 750 mg
diminum sehari dua kali, dan itrakonazole kapsul 200 mg diminum sehari dua
kali.
Pada hari perawatan ketiga dilakukan eviserasi. Eviserasi adalah tindakan
membuang semua isi bola mata dengan tetap mempertahankan sklera, kapsul
tendon, konjungtiva, dan nervus optikus. Beberapa indikasi untuk dilakukannya
pengangkatan bola mata seperti enukleasi dan eviserasi adalah tumor yang bersifat
maligna (ganas) dimata, kebutaan atau mata yang sangat sakit, pasien yang
meminta pembuangan bola mata untuk alasan kosmetik, infeksi yang berat
intraokular dalam hal ini endoftalmitis dan trauma penetrasi.6 Sejalan dengan teori
pada pasien ini dilakukan tindakan pengangkatan bola mata kanan dengan alasan
penurunan visus NLP, rasa sakit yang ditimbulkan oleh mata dan adanya infeksi
yang berat pada mata kanan.
Setelah dilakukan eviserasi, pasien diberikan pengobatan dengan injeksi
ceftriaxone 1 mg dua kali sehari, ofloxacin diteteskan empat kali sehari, dan salep
mata gentamicin dioleskan dua kali sehari.
Eviserasi memilik beberapa keuntungan, antara lain nervus optikus pasien
tidak terganggu, sklera tetap intak sehingga dapat menjadi barier terhadap proses
supuratif, dan fisiologi normal dan gerakan orbita dapat dipertahankan.10
Prognosis penderita ini dinilai dari tiga aspek prognosis yaitu ad
vitam (hidup), ad functionam (fungsi) dan ad sanationam (sembuh). Untuk
prognosis ad vitam adalah bonam. Secara vital, penderita akan kembali seperti
semula, ia akan hidup, tidak akan meninggal akibat trauma pada matanya ataupun
karena proses pembedahan. Prognosis ad fungsionam adalah dubiosum. Secara
fungsional dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, kemungkinan besar penderita
akan mengalami gangguan, karena harus menyesuaikan hidup dengan satu mata
saja. Prognosis ad sanationam adalah malam. Penderita sembuh dari penyakitnya
namun mengalami kecacatan permanen dengan kehilangan satu matanya.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. 1. Ilyas S, Katarak, Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 5


FKUI, Jakarta. 2014.
2. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah
Mada. 2007.

29
3. Bobrow JC, Mark HB, David B et al. Section 11: Lens and Cataract.
Singapore : American Academy of Ophthalmology. 2008.
4. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Jakarta: 2007.
5. Paul Riordan-Eva, John Whitcher. Vaughan and Asbury's General
Ophthalmology. 17th ed. McGraw Hill Lange. 2007.
6. The Royal College of Ophthalmologists. Cataract Surgery Guidelines.
Scientific Department The Royal College of Ophthalmologists. 17
Cornwall Terrace Regents Park London. 2010
7. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2000
8. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
9. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisi ke
2, Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
10. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-4, 1989

30

Anda mungkin juga menyukai