Menimbang : a. bahwa Sistem Jaminan Sosial Nasional yang merupakan program negara
yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan
sosial bagi seluruh rakyat;
b. bahwa untuk mewujudkan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional perlu
dibentuk badan penyelenggara yang berbentuk badan hukum dengan
prinsip nirlaba guna mengelola dana amanat yang dipergunakan
seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta;
c. bahwa amanat Pasal 5 UU No 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional belum dilaksanakan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 21, Pasal 23A, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3),
dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
150, dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4456);
1
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
2
14. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN RUANG LINGKUP
Bagian Kesatu
Asas
Pasal 2
Bagian Kedua
Tujuan
Pasal 3
BPJS bertujuan untuk menyelenggarakan program jaminan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Bagian Ketiga
Ruang Lingkup
Pasal 4
3
BAB III
STATUS DAN KEDUDUKAN
Pasal 5
BPJS merupakan badan hukum publik wali amanat berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 6
BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 berkedudukan dan berkantor pusat di Ibu Kota
Negara.
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG
Pasal 7
BPJS bertugas menyelenggarakan program jaminan sosial bagi peserta sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Pasal 8
4
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 9
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 10
5
BAB VI
KEPESERTAAN DAN IURAN
Pasal 11
Setiap Warga Negara Indonesia termasuk yang berdomisili di luar wilayah Indonesia dan orang
asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program
jaminan sosial.
Pasal 12
Pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan pekerjanya sebagai peserta kepada BPJS
secara bertahap sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
Pasal 13
Dalam hal peserta merupakan fakir miskin dan orang tidak mampu, iuran dibayar oleh
Pemerintah dalam bentuk bantuan iuran.
Pasal 14
Ketentuan mengenai besaran iuran kepesertaan diatur dengan Peraturan Presiden atas usul
DJSN berdasarkan hasil kajian dan penelitian DJSN.
BAB VII
ORGAN BPJS
Pasal 15
(1) Pimpinan BPJS terdiri dari 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua.
(2) Pimpinan BPJS diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
(3) Wakil ketua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing membawahi :
a. Pelayanan bidang Jaminan Kesehatan dan Jaminan Kecelakaan Kerja;
b. Pelayanan bidang Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan Kematian;
c. Keuangan dan Investasi;
d. Pengembangan, Sumber Daya Manusia, dan Sistem Informasi.
(4) Struktur organisasi BPJS tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari undang-
undang ini.
6
Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Untuk dapat diangkat menjadi Pimpinan BPJS, seorang calon harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Warga Negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima)
tahun;
e. berkelakuan baik;
f. lulusan pendidikan paling rendah jenjang strata 1 (satu);
g. memiliki pengalaman dan kompetensi dalam bidang jaminan sosial;
h. memiliki integritas dan kepemimpinan dalam menyelenggarakan jaminan sosial;
i. tidak merangkap jabatan di pemerintahan atau badan hukum lain;
j. tidak menjabat sebagai anggota atau pengurus partai politik;
k. tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
l. tidak sedang dalam proses penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di pengadilan;
dan/atau
m. Tidak pernah menjadi anggota direksi, komisaris, atau dewan pengawas pada suatu badan
hukum yang dinyatakan pailit karena kesalahan yang bersangkutan.
Pasal 19
(1) Seleksi untuk memperoleh calon Pimpinan BPJS dilaksanakan oleh DJSN.
(2) Dalam melaksanakan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJSN membentuk
panitia seleksi.
7
Pasal 20
(1) Panitia seleksi menetapkan 15 (lima belas) orang nama calon Pimpinan BPJS.
(2) Calon Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a. 3 (tiga) orang calon ketua;
b. 3 (tiga) orang calon wakil ketua Pelayanan bidang Jaminan Kesehatan dan Jaminan
Kecelakaan Kerja;
c. 3 (tiga) orang calon wakil ketua Pelayanan bidang Jaminan Kematian, Jaminan Hari
Tua, dan Jaminan Pensiun;
d. 3 (tiga) orang wakil ketua Keuangan dan Investasi;
e. 3 (tiga) orang wakil ketua Pengembangan, Sumber Daya Manusia, dan Sistem
Informasi.
Pasal 21
Hasil penetapan calon Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 disampaikan
kepada DJSN.
Pasal 22
(1) DJSN mengusulkan 15 (lima belas) orang calon Pimpinan BPJS kepada Presiden.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara seleksi calon Pimpinan BPJS diatur dengan
Peraturan DJSN.
Pasal 23
(1) Usul calon Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 disampaikan oleh
Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.
(2) Dewan Perwakilan Rakyat melakukan uji kepatutan dan kelayakan terhadap Pimpinan
BPJS yang disampaikan oleh Presiden paling lambat 15 (lima belas) hari kerja.
(3) Dewan Perwakilan Rakyat memilih 5 (lima) orang dari 15 (lima belas) orang calon yang
diajukan Pimpinan BPJS sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) paling lambat 15
(lima belas) hari kerja.
(4) DPR menyampaikan hasil uji kepatutan dan kelayakan kepada Presiden paling lambat 15
(lima belas) hari kerja.
(5) Presiden mengangkat Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat
15 (lima belas) hari kerja.
8
Pasal 24
(1) Masa jabatan Pimpinan BPJS 5 (lima) tahun dan hanya dapat diangkat kembali untuk satu
kali masa jabatan.
(2) Pimpinan BPJS berhenti dari jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. sakit terus-menerus selama 6 (enam) bulan;
c. masa jabatan berakhir;
d. mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri;
e. tidak lagi memenuhi persyaratan; dan/atau
f. diberhentikan atas usul DJSN.
(3) DJSN dapat mengusulkan pemberhentian Pimpinan BPJS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f karena:
a. melalaikan kewajiban terus-menerus lebih dari 3 (tiga) bulan;
b. merugikan BPJS dan kepentingan peserta jaminan sosial karena kesalahan kebijakan
yang diambil;
c. dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan/atau
d. melakukan perbuatan tercela.
(4) Dalam hal Pimpinan BPJS berhenti sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DJSN
mengusulkan penggantinya kepada Presiden untuk meneruskan masa jabatan yang
digantikan setelah melalui uji kepatutan dan kelayakan di Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 25
9
Pasal 26
Pasal 27
Tindakan dan perbuatan Pimpinan BPJS yang harus mendapat persetujuan tertulis dari DJSN,
meliputi jenis, skala, dan nilai investasi.
BAB VIII
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 28
(1) Setiap keputusan strategis diambil dalam rapat yang dipimpin oleh ketua BPJS.
(2) Dalam hal ketua BPJS berhalangan, pimpinan rapat diserahkan kepada salah satu wakil
ketua BPJS sesuai dengan bidangnya.
(3) Rapat BPJS adalah sah dan berhak mengambil keputusan apabila dihadiri lebih dari
(satu per dua) jumlah Pimpinan BPJS.
(4) Keputusan Rapat Pimpinan BPJS diambil dengan musyawarah untuk mufakat.
(5) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
tercapai, keputusan dilakukan dalam rapat Pimpinan BPJS yang diperluas dengan
mengundang DJSN.
(6) Dalam hal musyawarah mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak tercapai,
pengambilan keputusan dilakukan dalam rapat Pimpinan BPJS melalui pemungutan suara
berdasarkan suara terbanyak.
10
BAB IX
PERTANGGUNGJAWABAN
Pasal 29
(1) Pimpinan BPJS wajib menyampaikan pertanggungjawaban keuangan yang telah diaudit
oleh akuntan publik kepada Presiden melalui DJSN setiap 1 (satu) tahun sekali.
(2) Laporan pertanggungjawaban keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipublikasikan pada paling sedikit 3 (tiga) media cetak nasional paling lambat tanggal 31
Maret tahun berikutnya.
(3) Pimpinan BPJS bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian finansial yang
ditimbulkan atas kesalahan pengelolaan dana amanat.
Pasal 30
Pasal 31
Pada akhir masa jabatan, Pimpinan BPJS wajib membuat laporan pertanggungjawaban
keuangan dan kinerja BPJS kepada Presiden melalui DJSN.
BAB X
KEKAYAAN DAN BELANJA OPERASIONAL
Bagian Kesatu
Kekayaan
Pasal 32
Pasal 33
Penambahan kekayaan berupa aset tetap dapat diambil dari hasil pengembangan dana paling
tinggi 2% (dua per seratus).
11
Bagian Kedua
Belanja Operasional
Pasal 34
(1) BPJS dapat menggunakan penerimaan iuran dan hasil pengembangan dana investasi
untuk belanja operasional tahunan.
(2) Belanja operasional tahunan dikeluarkan paling tinggi 5% (lima per seratus) dari iuran yang
diterima.
(3) Belanja operasional tahunan dikeluarkan paling tinggi 0,5% (nol koma lima per seratus)
dari hasil dana pengembangan.
Pasal 35
(1) Pimpinan BPJS dan karyawan BPJS dapat memperoleh insentif sesuai dengan kinerja
BPJS yang dibayarkan dari belanja operasional.
(2) Ketentuan mengenai indikator kinerja BPJS untuk perhitungan insentif diatur dengan
Peraturan DJSN.
(3) Ketentuan mengenai indikator kinerja karyawan BPJS diatur dengan Peraturan DJSN.
Pasal 36
Ketentuan mengenai sistem penggajian Pimpinan BPJS dan karyawan BPJS diatur dengan
Peraturan DJSN.
BAB XI
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Penyelesaian Pengaduan
Pasal 37
(1) BPJS wajib membentuk unit pengendali mutu pelayanan dan penanganan pengaduan
peserta.
(2) Frekuensi pengaduan peserta merupakan salah satu indikator kinerja BPJS.
(3) BPJS wajib menyelesaikan pengaduan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak
diterimanya pengaduan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai unit pengendali mutu dan penanganan pengaduan
peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan BPJS.
12
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi
Pasal 38
(1) Pihak yang merasa dirugikan dapat menyelesaikan sengketa melalui mekanisme mediasi.
(2) Penyelesaian yang dilakukan oleh mediator bersifat final dan mengikat.
(3) Mediator terdiri dari 3 (tiga) orang ahli di bidang jaminan sosial dan hukum dengan
(4) ketentuan sebagai berikut:
a. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak yang mengajukan keberatan;
b. 1 (satu) orang ditunjuk oleh pihak BPJS; dan
c. 1 (satu) orang ditunjuk bersama oleh kedua belah pihak.
(4) Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelesaian sengketa melalui mediasi
dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan
Pasal 39
(1) Dalam hal penyelesaian pengaduan tidak dapat diatasi oleh unit kerja penyelesaian
pengaduan dan instansi setingkat di atasnya, atau melalui mekanisme mediasi, sengketa
diajukan ke Pengadilan Negeri di wilayah tempat tinggal pemohon.
(2) Proses peradilan dilakukan hanya pada pengadilan tingkat pertama di Pengadilan Negeri
dan pengadilan banding di Pengadilan Tinggi.
(3) Putusan pengadilan tingkat banding bersifat final dan tidak dapat diajukan upaya hukum
tingkat kasasi.
(4) Jangka waktu penyelesaian sengketa tingkat Pengadilan Negeri paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kerja dan tingkat Pengadilan Tinggi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
BAB XII
LARANGAN
Pasal 40
13
BAB XIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 41
Setiap WNI termasuk yang berdomisili di luar wilayah Indonesia dan orang asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 yang menolak untuk didaftarkan oleh BPJS sebagai Peserta
dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau kurungan paling lama
6 (enam) bulan.
Pasal 42
Setiap Peserta yang tidak membayar iuran dalam jangka 6 (enam) bulan berturut-turut
dikenakan denda paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau kurungan paling lama
6 (enam) bulan.
Pasal 43
(1) Setiap pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerjanya dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
(2) Setiap pemberi kerja yang mempunyai pekerja 1 25 orang yang tidak mendaftarkan
pekerjanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah).
(3) Setiap pemberi kerja yang mempunyai pekerja 26 100 orang yang tidak mendaftarkan
pekerjanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
(4) Setiap pemberi kerja yang mempunyai pekerja 100 - 500 orang yang tidak mendaftarkan
pekerjanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah).
(5) Setiap pemberi kerja yang mempunyai pekerja diatas 500 orang yang tidak mendaftarkan
pekerjanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh
milyar rupiah).
Pasal 44
Setiap pemberi kerja yang sudah mendaftarkan pekerjanya tetapi tidak membayarkan iuran
pekerjanya sesuai dengan kewajiban pemberi kerja dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
14
Pasal 45
(1) Pimpinan BPJS yang melakukan subsidi silang antar program sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 ayat (3) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Pimpinan BPJS yang mendirikan dan/atau memiliki seluruh atau sebagian fasilitas
pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf b dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Pimpinan BPJS yang mendirikan dan/atau memiliki seluruh atau sebagian fasilitas jaminan
sosial lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) huruf c dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(4) Pimpinan BPJS yang menanamkan investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(3) huruf d dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
BAB XIV
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
(1) Presiden melalui DJSN sewaktu-waktu dapat meminta laporan keuangan dan laporan
kinerja BPJS sebagai pertimbangan kebijakan keuangan yang diambil Pemerintah.
(2) Dalam hal terdapat kebijakan fiskal dan moneter Pemerintah yang mempengaruhi tingkat
solvabilitas BPJS, Pemerintah harus mengambil kebijakan khusus untuk menjamin
kelangsungan program jaminan sosial.
Pasal 47
(1) Dalam hal terjadi wabah atau bencana alam, manfaat program jaminan sosial menjadi
kewajiban Pemerintah.
(2) Dalam hal Pemerintah belum dapat memenuhi kewajiban membayarkan manfaat program
jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS dapat terlebih dahulu
membayarkan manfaat program jaminan sosial tersebut sepanjang tidak mengancam
solvabilitasnya.
(3) Terhadap pembayaran yang dilakukan oleh BPJS sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah berkewajiban memberikan penggantian atas biaya manfaat dan biaya
administrasi program jaminan sosial paling lama 1 (satu) tahun.
15
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 48
Pasal 49
(1) Peserta Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Sipil
(TASPEN), Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES) dialihkan menjadi Peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
(2) Peserta Perusahaan Perseroan (Persero) Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK),
Perusahaan Perseroan (Persero) Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Sipil
(TASPEN), Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ASABRI), dan Perusahaan Perseroan (Persero) Asuransi Kesehatan
Indonesia (ASKES) tetap mendapatkan haknya sebagai peserta sesuai dengan program
yang diikutinya.
Pasal 50
16
Pasal 51
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 52
Pimpinan BPJS harus sudah terbentuk paling lambat 6 (enam) bulan setelah Undang-Undang
ini berlaku.
Pasal 53
17
Pasal 54
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal ...
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ...
PATRIALIS AKBAR
18
RANCANGAN
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .... TAHUN....
TENTANG
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
I. UMUM
19
Dalam pelaksanaannya, BPJS menjalankan 5 (lima) program yaitu Jaminan
Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, dan Jaminan
Kematian.
Dari sisi kepesertaan, jangkauan kepesertaan program jaminan sosial akan
diperluas. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2004 tentang SJSN, perluasan kepesertaan dilakukan secara bertahap, diawali dengan
program Jaminan Kesehatan. Jaminan sosial ini berlaku bagi Warga Negara Indonesia,
termasuk yang berdomisili di luar wilayah Indonesia dan orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, dimana mereka wajib menjadi peserta program
jaminan sosial tersebut.
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan asas manfaat adalah asas yang bersifat operasional
menggambarkan pengelolaan yang efektif dan efisien.
Huruf b
Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah asas yang bersifat ideal.
Huruf c
Yang dimaksud dengan asas kegotongroyongan adalah prinsip
kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial,
yang diwujudkan dengan kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai
dengan tingkat gaji, upah atau penghasilannya.
Huruf d
Yang dimaksud dengan asas nirlaba adalah pengelolaan usaha yang
mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana jaminan sosial untuk
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta.
Huruf e
Yang dimaksud dengan asas keterbukaan adalah mempermudah akses
informasi yang lengkap, benar dan jelas bagi setiap peserta.
Huruf f
Yang dimaksud dengan asas kehati-hatian adalah pengelolaan dana secara
cermat, teliti, aman dan tertib.
Huruf g
Yang dimaksud dengan asas akuntabilitas adalah pelaksanaan program dan
pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan asas dana amanat adalah dana yang terkumpul dari
iuran peserta merupakan titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola
sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk
kesejahteraan peserta.
20
Huruf i
Yang dimaksud dengan asas portabilitas adalah prinsip memberikan
jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan maupun
tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Huruf j
Yang dimaksud dengan asas kepesertaan bersifat wajib adalah prinsip yang
mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial, yang
dilaksanakan secara bertahap.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Badan hukum publik wali amanat adalah badan hukum yang mengelola dana amanat
sesuai dengan undang-undang tentang sistem jaminan sosial nacional
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup Jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Media elektronik termasuk di antaranya situs resmi BPJS.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
21
Huruf f
Yang dimaksud dengan mengelola dana jaminan sosial adalah hasil deviden
dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan
sosial.
Huruf g
Yang dimaksud dengan surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan
belanja.
Yang dimaksud dengan cadangan teknis adalah dana yang harus disisihkan
untuk memenuhi kewajiban BPJS kepada peserta di masa depan.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 11
Agar program jaminan sosial efektif dan efisien, program dan kepesertaannya
dilaksanakan secara bertahap dengan diawali program jaminan kesehatan.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
22
Huruf f
Cukup Jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan kompetensi ini adalah kemampuan setiap individu
yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang sesuai
dengan standar uji kepatutan dan kelayakan.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
23
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Modal awal merupakan modal kerja yang digunakan untuk operasional
penyelenggaraan BPJS.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Fasilitas jaminan sosial lainnya antara lain jasa panti jompo, penguburan
jenazah.
24
Huruf d
Yang dimaksud dengan suratsurat berharga tertentu adalah deposito on-
call, deposito berjangka dan sertifikat deposito pada bank Pemerintah, surat
berharga yang diterbitkan oleh Pemerintah.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
25
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
26