Anda di halaman 1dari 13

PANDUAN / PEDOMAN ASESMEN NYERI

DEFINISI

1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang
merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan. (International Association for the Study of
Pain)
2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang terbatas, memiliki hubungan
temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit.
3. Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama.Nyeri kronik
adalah nyeri yang terus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali
tidak diketahui penyebabnya yang pasti.

ASESMEN NYERI
1. Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
i. Onset nyeri: akut atau kronik, traumatik atau non-traumatik.
ii. Karakter dan derajat keparahan nyeri: nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak
nyaman, kesemutan, neuralgia.
iii. Pola penjalaran / penyebaran nyeri
iv. Durasi dan lokasi nyeri
v. Gejala lain yang menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau
gangguan keseimbangan / kontrol motorik.
vi. Faktor yang memperberat dan memperingan
vii. Kronisitas
viii. Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respons terapi
ix. Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka
x. Penggunaan alat bantu
xi. Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity of
daily living)
xii. Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya fraktur yang
tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom kauda
ekuina.

b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu

c. Riwayat psiko-sosial
i.Riwayat konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika
ii.Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer) pasien
iii.Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yang berpotensi menimbulkan eksaserbasi nyeri
iv.Pembatasan /restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang berpotensi
menimbulkan stres. Pertimbangkan juga aktivitas penggantinya.
v. Masalah psikiatri (misalnya depresi, cemas, ide ingin bunuh diri) dapat menimbulkan
pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan program penanganan /
manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah psikiatri, diperlukan dukungan
psikoterapi / psikofarmaka.
vi. Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi pasien /
keluarga.

RSUD dr Rubini Mempawah 1 | P a g e


d. Riwayat pekerjaan
Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan rutin, seperti mengangkat benda berat,
membungkuk atau memutar; merupakan pekerjaan tersering yang berhubungan dengan nyeri
punggung.

e. Obat-obatan dan alergi


i. Daftar obat-obatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi
menunjukkan bahwa 14% populasi di AS mengkonsumsi suplemen / herbal, dan 36%
mengkonsumsi vitamin)
ii. Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, durasi, efektifitas, dan efek samping.
iii. Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan dengan efek
samping kognitif dan fisik

f. Riwayat keluarga
Evaluasi riwayat medis keluarga terutama penyakit genetik.

g. Asesmen sistem organ yang komprehensif


i. Evaluasi gejala kardiovaskular, psikiatri, pulmoner, gastrointestinal, neurologi, reumatologi,
genitourinaria, endokrin, dan muskuloskeletal)
ii. Gejala konstitusional: penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat malam, dan
sebagainya.

2. Asesmen nyeri
a. Asesmen nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale
i. Indikasi: digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 9 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya.
ii. Instruksi: pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan
dengan angka antara 0 10.
0 = tidak nyeri
1 3 = nyeri ringan (sedikit mengganggu aktivitas sehari-hari)
4 6 = nyeri sedang (gangguan nyata terhadap aktivitas sehari-hari)
7 10 = nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari)
Numeric Rating Scale 3

b. Wong Baker FACES Pain Scale


i. Indikasi: Pada pasien (dewasa dan anak > 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen
ii. Instruksi: pasien diminta untuk menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai
dengan yang ia rasakan. Tanyakan juga lokasi dan durasi nyeri
0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali
2 3 = sedikit nyeri
4 5 = cukup nyeri
6 7 = lumayan nyeri
8 9 = sangat nyeri
10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
Wong Baker FACES Pain Scale 4

RSUD dr Rubini Mempawah 2 | P a g e


c. COMFORT scale
i. Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang rawat intensif / kamar operasi / ruang
rawat inap yang tidak dapat dinilai menggunakan Numeric Rating Scale Wong-Baker FACES
Pain Scale.
ii. Instruksi: terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5, dengan skor total
antara 9 45.
Kewaspadaan
Ketenangan
Distress pernapasan
Menangis
Pergerakan
Tonus otot
Tegangan wajah
Tekanan darah basal
Denyut jantung basal

COMFORT Scale 5
KATEGORI SKOR TANGGAL / WAKTU

Kewaspadaa 1 tidur pulas / nyenyak


n 2 tidur kurang nyenyak
3 gelisah
4 sadar sepenuhnya dan waspada
5 hiper alert

Ketenangan 1 tenang
2 agak cemas
3 cemas
4 sangat cemas
5 panik

Distress 1 tidak ada respirasi spontan dan tidak


pernapasan ada batuk
2 respirasi spontan dengan sedikit /
tidak ada
respons terhadap ventilasi
3 kadang-kadang batuk atau terdapat
tahanan
terhadap ventilasi
4 sering batuk, terdapat tahanan /
perlawanan
terhadap ventilator
5 melawan secara aktif terhadap
ventilator, batuk
terus-menerus / tersedak

RSUD dr Rubini Mempawah 3 | P a g e


Menangis 1 bernapas dengan tenang, tidak
menangis
2 terisak-isak
3 meraung
4 menangis
5 berteriak

Pergerakan 1 tidak ada pergerakan


2 kedang-kadang bergerak perlahan
3 sering bergerak perlahan
4 pergerakan aktif / gelisah
5 pergrakan aktif termasuk badan dan
kepala

Tonus otot 1 otot relaks sepenuhnya, tidak ada


tonus otot
2 penurunan tonus otot
3 tonus otot normal
4 peningkatan tonus otot dan fleksi jari
tangan dan
kaki
5 kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari
tangan dan
kaki

Tegangan 1 otot wajah relaks sepenuhnya


wajah 2 tonus otot wajah normal, tidak terlihat
tegangan
otot wajah yang nyata
3 tegangan beberapa otot wajah terlihat
nyata
4 tegangan hampir di seluruh otot wajah
5 seluruh otot wajah tegang, meringis

Tekanan 1 tekanan darah di bawah batas normal


darah basal 2 tekanan darah berada di batas normal
secara konsisten
3 peningkatan tekanan darah sesekali
15% di atas batas normal (1-3 kali dalam
observasi selama 2 menit)
4 seringnya peningkatan tekanan darah
15% di atas batas normal (>3 kali dalam
observasi selama 2 menit)
5 peningkatan tekanan darah terus
menerus 15%

RSUD dr Rubini Mempawah 4 | P a g e


Denyut 1 denyut jantung di bawah batas normal
jantung basal 2 denyut jantung berada di batas normal
secara
konsisten
3 peningkatan denyut jantung sesekali
15% di atas batas normal (1-3 kali dalam
observasi selama 2 menit)
4 seringnya peningkatan denyut jantung
15% di atas batas normal (>3 kali dalam
observasi selama 2 menit)
5 peningkatan denyut jantung terus-
menerus 15%

Skor total

d. Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang, asesmen dan
penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon berupa ekspresi tubuh atau
verbal akan rasa nyeri.
e. Asesmen ulang nyeri: dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut:
i. Lakukan asesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik
pada pasien
ii.Dilakukan pada: pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap
empat jam (pada pasien yang sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur
menyakitkan, sebelum transfer pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
iii.Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap
5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
iv.Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit 1 jam setelah
pemberian obat nyeri.

f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba, terutama bila sampai menimbulkan
perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya diagnosis medis atau bedah yang baru
(misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri neuropatik).
3. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan umum
i. Tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu tubuh
ii.Ukurlah berat badan dan tinggi badan pasien
iii.Periksa apakah terdapat lesi / luka di kulit seperti jaringan parut akibat operasi,
hiperpigmentasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
iv.Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment), atrofi otot,
fasikulasi, diskolorasi, dan edema.
b. Status mental
i. Nilai orientasi pasien
ii. Nilai kemampuan mengingat jangka panjang, pendek, dan segera.
iii. Nilai kemampuan kognitif
iv. Nilai kondisi emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi, tidak ada harapan,
atau cemas.

RSUD dr Rubini Mempawah 5 | P a g e


c. Pemeriksaan sendi
i. Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan
ii. Nilai dan catat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak,
diskinesis, raut wajah meringis, atau asimetris.
iii.Nilai dan catat pergerakan pasif dari sendi yang terlihat abnormal / dikeluhkan oleh
pasien (saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya limitasi gerak, raut wajah
meringis, atau asimetris.
iv. Palpasi setiap sendi untuk menilai adanya nyeri
v. Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen.
d. Pemeriksaan motorik
i.Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan menggunakan kriteria di bawah ini.
Derajat Definisi
5 Tidak terdapat keterbatasan gerak, mampu melawan tahanan kuat
4 Mampu melawan tahanan ringan
3 Mampu bergerak melawan gravitasi
2 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
1 Mampu bergerak / bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi
0 Tidak terdapat kontraksi otot

e. Pemeriksaan sensorik
i. Lakukan pemeriksaan: sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum-pin prick), getaran,
dan suhu.
f. Pemeriksaan neurologis lainnya
i. Evaluasi nervus kranial I XII, terutama jika pasien mengeluh
nyeri wajah atau servikal dan sakit kepala
ii. Periksa refleks otot, nilai adanya asimetris dan klonus. Untuk
mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot.

Refleks Segmen Spinal


Biseps C5
Brakioradialis C6
Triseps C7
Tendon Patella L4
Hamstring Medial L5
Achiles S1

iii. Nilai adanya refleks Babinski dan Hoffman (hasil positif


menunjukkan lesi upper motor neuron)
iv.Nilai gaya berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum
dengan melakukan tes dismetrik (tes pergerakan jari-ke-hidung,
pergerakan tumit-ke-tibia), tes disdiadokokinesia, dan tes
keseimbangan (Romberg dan Romberg modifikasi).

g. Pemeriksaan khusus
i.Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri
tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa
pasien dengan 5 tanda ini ditemukan mengalami

RSUD dr Rubini Mempawah 6 | P a g e


hipokondriasis, histeria, dan depresi.
ii. Kelima tanda ini adalah:
Distribusi nyeri superfisial atau non-anatomik
Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik
Verbalisasi berlebihan akan nyeri (over-reaktif)
Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes / pemeriksaan nyeri.
Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindah- pindah) saat gerakan yang
sama dilakukan pada posisi yang berbeda (distraksi).

4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)


a. Membantu mencari penyebab nyeri akut / kronik pasien
b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot fokal atau difus yang terkena
c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan yang berhubungan dengan rehabilitasi,
injeksi, pembedahan, atau terapi obat.
d. Membantu menegakkan diagnosis
e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respons terhadap terapi
f. Indikasi: kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli-neuropati, radikulopati.

5. Pemeriksaan sensorik kuantitatif


a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri): getaran
b. Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri): tusukan jarum, tekanan
c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas)
d. Pemeriksaan sensasi persepsi

6. Pemeriksaan radiologi
a. Indikasi:
i.pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif tulang belakang
ii.pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang\belakang, penyakit
inflamatorik, dan penyakit vascular.
iii.Pasien dengan defisit neurologis motorik, kolon, kandung kemih, atau ereksi.
iv. Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
v. Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu
b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung pada lokasi dan
karakteristik nyeri.
i.Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang (fraktur, ketidaksegarisan
vertebra, spondilolistesis, spondilolisis, neoplasma)
ii. MRI: gold standard dalam mengevaluasi tulang belakang (herniasi diskus, stenosis,
spinal, osteomyelitis, infeksi ruang diskus, keganasan, kompresi tulang belakang,
infeksi)
iii. CT-scan: evaluasi trauma tulang belakang, herniasi diskus, stenosis spinal.
iv. Radionuklida bone-scan: sangat bagus dalam mendeteksi perubahan metabolisme
tulang (mendeteksi osteomyelitis dini, fraktur kompresi yang kecil/minimal,
keganasan primer, metastasis tulang)

7. Asesmen psikologi
a. Nilai mood pasien, apakah dalam kondisi cemas, ketakutan, depresi.
b. Nilai adanya gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan
c. Nilai adanya dukungan sosial, interaksi sosial

RSUD dr Rubini Mempawah 7 | P a g e


FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK
1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%
a. Berisi lidokain 5% (700 mg).
b. Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal.
c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya efek anestesi
(baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemik
d. Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca- herpetik, neuropati
diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis
e. Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain
f. Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area yang paling nyeri
(kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka), dipakai selama <12 jam dalam periode 24
jam.

2. Eutectic Mixture of Local Anesthetics (EMLA)


a. Mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%
b. Indikasi: anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak dan pada membrane
mukosa genital untuk pembedahan minor superfisial dan sebagai pre-medikasi untuk anestesi
infiltrasi.
c. Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal natrium saraf sensorik.
d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek anesthesia lokal pada
kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kassa oklusif dan menetap selama 1-2 jam
setelah kassa dilepas.
e. Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit dan tutuplah
dengan kassa oklusif.

3. Parasetamol
a. Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat dikombinasikan dengan
opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang lebih besar.
b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa dapat diberikan
dosis 3-4 kali 500 mg perhari.

4. Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)


a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan- sedang, anti-piretik
b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema, dan urtikaria)
karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
c. Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal, peningkatan enzim
hati.
d. Ketorolak:
i. merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk nyeri
sedang-berat
ii. bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan opioid
untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping opioid (depresi
pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk terapi multi-analgesik.

5. Efek analgesik pada Antidepresan


a. Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin sehingga
meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktivasi neuron inhibisi
nosiseptif.

RSUD dr Rubini Mempawah 8 | P a g e


b. Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik, cedera saraf perifer,
nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine, despiramin: efek antinosiseptif
perifer. Dosis: 50 300 mg, sekali sehari.

6. Anti-konvulsan
a. Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping: somnolen, gangguan
berjalan, pusing. Dosis: 400 1800 mg/hari (2-3 kali perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x
100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik. Efek
samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis: 100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).

7. Antagonis kanal natrium


a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi
b. Lidokain: dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1- 3mg/kgBB/jam
titrasi.
c. Prokain: 4-6,5 mg/kgBB/hari.

8. Antagonis kanal kalsium


a. Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif sebagai analgesik.
Dosis: 1-3ug/hari. Efek samping: pusing, mual, nistagmus, ketidakseimbangan berjalan,
konstipasi. Efek samping ini bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat
dihentikan.
b. Nimodipin, Verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala kronik. Menurunkan
kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan eskalasi dosis morfin.

9. Tramadol
a. Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek samping yang
ebih sedikit / ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS.
b. Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri kanker, osteoarthritis,
nyeri punggung bawahm neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia pasca-herpetik, nyeri pasca
operasi.
c. Efek samping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal, dan oral.
e. Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg dalam 24 jam.
f. Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama digunakan pada
pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap pengobatan atau memiliki
risiko tinggi jatuh.
Jadwal titrasi tramadol
Protokol titrasi Dosis inisial Jadwal titrasi Direkomendasikan untuk
Titrasi 10 hari 4x50mg 2 x 50mg selama 3 Lanjut usia
selama 3 hari hari. Risiko jatuh
Naikkan menjadi 3 x Sensitivitas
50mg selama 3 medikasi
hari.
Lanjutkan dengan 4 x
50mg.
Dapat dinaikkan
sampai tercapai efek

RSUD dr Rubini Mempawah 9 | P a g e


analgesik yang
diinginkan.

Titrasi 16 hari 4x25mg 2 x 25mg selama 3 Lanjut usia


selama 3 hari hari. Risiko jatuh
Naikkan menjadi 3 x Sensitivitas
25mg selama 3 medikasi
hari. Dapat dinaikkan sampai
Naikkan menjadi 4 x tercapai efek
25mg selama 3 analgesik yang
hari. diinginkan.
Naickkan menjadi 2 x
50mg dan 2 x
25mg selama 3 hari.
Naikkan menjadi 4 x
50mg.

10. Opioid
a. Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh nalokson.
b. Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan nyeri
akut.

e. Efek samping:
i. Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
Overdosis : pemberian dosis besar, akumulasi akibat pemberian secara infus, opioid
long acting
Pemberian sedasi bersamaan (benzodiazepin, antihistamin, antiemetik tertentu)
Adanya kondisi tertentu: gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia, gangguan
respirasi dan peningkatan tekanan intrakranial.
Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas intermiten

ii. Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan skor
sedasi, yaitu:
0 = sadar penuh
1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah dibangunkan
2 = sedasi sedang, sering secara konstan mengantuk, mudah dibangunkan
3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan
S = tidur normal

iii. Sistem Saraf Pusat:


Euforia, halusinasi, miosis, kekakukan otot
Pemakai MAOI : pemberian petidin dapat menimbulkan koma

RSUD dr Rubini Mempawah 10 | P a g e


iv. Toksisitas metabolit
Petidin (norpetidin) menimbulkan tremor, twitching, mioklonus multifokal, kejang
Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri pasca
bedah
Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal, terutama pada
pasien usia > 70 tahun

v. Efek kardiovaskular :
Tergantung jenis, dosis, dan cara pemberian; status volume intravascular; serta level
aktivitas simpatetik
Morfin menimbulkan vasodilatasi
Petidin menimbulkan takikardi

vi. Gastrointestinal: Mual, muntah. Terapi untuk mual dan muntah: hidrasi dan pantau
tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca-bedah, atasi kecemasan
pasien obat antiemetic.
Perbandingan Obat-Obatan Anti-Emetik

Kategori Metokloprami Droperidol Ondansentron Proklorperazin


d butirofenon fenotiazin
Durasi (jam) 4 4-6 (dosis 8-24 6
rendah)
24 (dosis
tinggi)
Efek samping:
Ekstrapiramidal ++ ++ - +
Anti-kolinergik - + - +
sedasi + + - +

Dosis (mg) 10 0,25-0,5 4 12,5


Frekuensi Tiap 4-6 jam Tiap 4-6 jam Tiap 12 jam Tiap 6-8 jam
Jalur pemberian Oral , IV, IM IV, IM Oral , IV Oral, IM
Oral

f. Pemberian Oral:
i. sama efektifnya dnegan pemberian parenteral pada dosis yang sesuai.
ii. Digunakan segera setelah pasien dapat mentoleransi medikasi oral.

g. Injeksi intramuscular:
i. merupakan rute parenteral standar yang sering digunakan.
ii. Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektifitas penyerapannya tidak dapat
diandalkan.
iii. Hindari pemberian via intramuscular sebisa mungkin.

h. Injeksi subkutan

RSUD dr Rubini Mempawah 11 | P a g e


i. Injeksi intravena:
i. Pilihan perenteral utama setelah pembedahan major.
ii. Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus-menerus (melalui infus).
iii. Terdapat risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis.

j. Injeksi supraspinal:
i. Lokasi mikroinjeksi terbaik: mesencephalic periaqueductal gray (PAG).
ii. Mekanisme kerja: memblok respons nosiseptif di otak.
iii. Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri pada pasien kanker.

k. Injeksi spinal (epidural, intratekal):


i. Secara selektif mengurangi keluarnya neurotransmitter di neuron kornu dorsalis
spinal.
ii. Sangat efektif sebagai analgesik.
iii.Harus dipantau dengan ketat

l. Injeksi Perifer
i. Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anestesi lokal
(pada konsentrasi tinggi).
ii. Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi

2. MANAJEMEN NYERI AKUT

1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu.


2. Lakukan asesmen nyeri: mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang.
3. Tentukan mekanisme nyeri:

a. Nyeri somatik:
i. Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat kima dari
sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui nosiseptor kulit.
ii. Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat tajam,
menusuk, atau seperti ditikam.
iii. Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi.

b. Nyeri visceral:
i. Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, jika terstimulasi akan
menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat difus, tumpul, seperti
ditekan benda berat.
ii. Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot polos,
distensi organ berongga / lumen.
iii. Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, bradikardia,
berkeringat.

c. Nyeri neuropatik:
i. Berasal dari cedera jaringan saraf
ii. Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat disentuh),
hiperalgesia.
iii. Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera (sementara
pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)

RSUD dr Rubini Mempawah 12 | P a g e


iv. Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi diskus,
AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.

4. Tatalaksana sesuai mekanisme nyerinya.

a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO


i. OAINS efektif untuk nyeri ringan-sedang, opioid efektif untuk nyeri sedang-berat.
ii. Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah (langkah 1 dan 2) dnegan
pemberian intermiten (pro re nata-prn) opioid kuat yang disesuaikan dengan
kebutuhan pasien.
iii. Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang- berat, dapat
ditingkatkan menjadi langkah 3 (ganti dengan opioid kuat dan prn analgesik dalam
kurun waktu 24 jam setelah langkah 1).
Iv Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang sering digunakan adalah
morfin, kodein.
v. ika pasien memiliki kontraindikasi absolut OAINS, dapat diberikan opioid ringan.
vi. Jika fase nyeri akut pasien telah terlewati, lakukan pengurangan dosis secara
bertahap
Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytic,
kortikosteroid,anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol.
Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid, fenotiazin
Topical: lidokain patch, EMLA
Subkutan: opioid, anestesi lokal.

RSUD dr Rubini Mempawah 13 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai