Oleh:
Pembimbing:
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta inayah-
Nya kepada penyusun sehingga Laporan Studi Kasus Ilmu Kesehatan Masyarakat yang
berjudul Upaya Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru
Kategori I ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana yang diharapkan.
Tujuan penyusunan laporan ini adalah sebagai ujian kasus guna memenuhi tugas
kepaniteraan klinik madya serta melatih keterampilan klinis dan komunikasi dalam
menangani kasus kedokteran keluarga secara holistik dan komprehensif.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing pada Laboratorium Ilmu
Kesehatan Masyarakat, dr. Hj. Farida Rusnianah, M.Kes. (MARS), Dipl.DK. sebagai
pembimbing klinik dan dr. Siti Haryanti sebagai pembimbing lapangan, yang memberikan
bimbingan dalam menempuh pendidikan ini. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak sehingga dalam penyusunanlaporan kasus ini dapat terselesaikan.
Penyusun menyadari bahwa laporan makalah ini belumlah sempurna. Untuk itu, saran dan
kritik dari para dosen dan pembaca sangat diharapkan demi perbaikan laporan ini. Atas saran
dan kritik dosen dan pembaca, penyusun ucapkan terima kasih.
Semoga Laporan Studi Kasus ini bermanfaat bagi dosen, penyusun, pembaca serta rekan-
rekan lain yang membutuhkan demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kedokteran.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
1. Judul
2. Kata Pengantar .................................................................................................1
3. Daftar Isi ..........................................................................................................2
4. BAB I : Pendahuluan
Latar Belakang...........................................................................................3
Tujuan........................................................................................................4
Manfaat......................................................................................................4
5. BAB II : Laporan Kasus
Identitas Penderita......................................................................................5
Anamnesa...................................................................................................5
Pemeriksaan Fisik......................................................................................7
Pemeriksaan Penunjang.............................................................................9
Resume.....................................................................................................10
Diagnosis Holistik....................................................................................10
Penatalaksanaan Holistik.........................................................................11
Prognosis .................................................................................................11
Follow Up dan Flow Sheet.......................................................................12
6. BAB III : Pembahasan Aspek Kedokteran Keluarga
Identifikasi Keluarga................................................................................14
Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan....................21
Daftar Masalah.........................................................................................22
7. BAB IV : Tinjauan Pustaka
Tuberkulosis Paru....................................................................................24
8. BAB V : Pembahasan
Dasar Penegakan Diagnosa......................................................................29
Dasar Rencana Penatalaksanaan..............................................................35
9. BAB VI : Penutup
Kesimpulan Holistik................................................................................41
10. Daftar Pustaka.................................................................................................42
2
LAPORAN STUDI KASUS
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 TUJUAN
3
Tujuan penyusunan laporan ini adalah untuk melatih keterampilan klinis dan komunikasi
dalam menangani kasus penyakit dalam terutama tuberkulosis paru dengan upaya pendekatan
kedokteran keluarga yang bersifat holistik, komprehensif, terpadu dan berkesinambungan.
1.3 MANFAAT
Manfaat penyusunan laporan ini adalah sebagai media pembelajaran dan evaluasi terhadap
aspek kedokteran keluarga dalam penanganan serta pencegahan kasus penyakit dalam
khususnya tuberkulosis paru.
4
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BAB II
LAPORAN KASUS
5
Setelah 7 bulan merasakan keluhan, pasien memeriksakan diri ke Puskesmas Pagak dan
didiagnosis tuberkulosis paru dengan pemeriksaan BTA (+). Saat ini, keluhan yang
dirasakan hanya batuk berdahak tetapi sudah jarang. Pasien juga merasakan ada perbaikan
selama proses pengobatan serta berat badan dan nafsu makan sudah mulai naik.
2 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sering batuk sebelumnya sejak 5 tahun yang lalu tetapi hilang timbul, ringan,
tidak berdahak dan sembuh sendiri dengan obat batuk yang dibelinya di Apotek. Pasien
menyangkal memiliki riwayat alergi. Sekitar 10 tahun yang lalu, pasien mengaku pernah
masuk rumah sakit dengan diagnosis malaria setelah pasien pergi bekerja ke Kalimantan.
3 Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien menyangkal adanya sakit serupa dan sakit yang lain pada anggota keluarga
lainnya serta tidak ada riwayat alergi makanan ataupun obat-obatan. Nenek pasien yang
berusia 124 tahun hanya mengeluhkan adanya penurunan pendengaran.
4 Riwayat Kebiasaan:
Tn.G memiliki riwayat merokok tetapi sudah berhenti sejak mengeluh batuk dan sesak
yaitu sekitar 1 tahun yang lalu. Riwayat minum alkohol disangkal. Tn.G dan keluarga
jarang berolah raga, jarang berekreasi dan berpergian.
5 Riwayat Pengobatan:
Sakit batuk yang dialami Tn.G sebelumnya tidak pernah diobatkan ke pelayanan
kesehatan, terkadang batuk diobati sendiri dengan obat-obatan yang dibeli di Apotek.
Sebelumnya sekitar 10 tahun yang lalu pernah berobat dan didiagnosis sakit malaria.
6 Riwayat Sosial Ekonomi
Aspek ekonomi keluarga Tn.G tergolong menengah keatas. Saat ini Tn.G hanya
menanggung perekonomian istri, ibu, dan neneknya. Pembiayaan kesehatan Tn.G dan
keluarga menggunakan BPJS sehingga dapat dijangkau. Akses pelayanan kesehatan juga
terjangkau. Aspek sosial Tn.G dan keluarga cukup baik, sering berkumpul dengan tetangga
dan temannya. Tn.G dan istri juga terbiasa berbagi masalah bersama. Selain sebagai
petani, Tn.G juga menjadi ketua RW, hal ini mencerminkan interaksi dengan tetangga
tergolong baik.
7 Riwayat gizi
Tn.G dan keluarga makan sehari-hari biasanya 3 kali sehari dengan nasi, sayur, dan
lauk pauk beragam. Kadang mengkonsumsi buah-buahan. Kesan status gizi saat ini cukup.
8 Keadaan lingkungan
Lingkungan sekitar rumah Tn.G tergolong rapi tetapi kurang bersih. Hal ini terkait
dengan kondisi rumah yang dekat dengan kandang sapi, kambing dan ayam. Terkadang
ayam dilepas hingga masuk ke dalam rumah. Tn.G yang terbiasa mengurus hewan ternak
sebelum sakit tidak pernah menggunakan penutup hidung atau masker.
6
2.3 PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 10 Agustus 2015)
1. Keadaan umum : tampak baik, kesadaran compos mentis (GCS
E4V5M6)
2. Antropometri
BB : 57,3 kg
TB : 160 cm
BMI : BB/TB2 = 65/(1,75)2 = 22,38 Normoweight
3. Tanda Vital
Tensi : 130/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, nadi kuat
RR : 24 x/menit, tipe thorakoabdominal
Suhu : 36,3 oC
4. Kulit : coklat, turgor baik, ikterik (-), sianosis (-), pucat (+)
5. Kepala : bentuk mesocephal, luka (-), nyeri (-), rambut tidak mudah dicabut,
papul (-), nodul (-), makula (-)
6. Mata : konjungtiva anemis (+/+), sclera ikterik (-/-), warna kelopak coklat,
radang (-/-), eksoftalmus (-), strabismus (-)
7. Hidung: nafas cuping hidung (-/-), rhinorrhea (-/-), epistaksis (-/-), deformitas
hidung (-/-), saddle nose(-/-)
8. Mulut : mukosa bibir pucat (+/+), sianosis (-/-), bibir kering (-/-)
9. Telinga : otorrhea (-/-), pendengaran berkurang (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-),
cuping teling dbn
10. Tenggorokan : tonsil membesar (-/-), pharing hiperemis (-), sekret (+)
11. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran KGB (-)
12. Thorax : normochest, simetris, pernafasan thoracoabdominal
Cor: Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bunyi jantung
tambahan (-).
Pulmo : Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan = dada kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : - - + +
suara dasar vesikuler + wheezing - ronkhi -
+ + - - - -
13. Abdomen :
Inspeksi : sejajar dinding dada, massa (-)
Auskultasi : bising usus normal
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba, turgor baik
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
7
14. Sistem Collumna Vertebralis :
Inspeksi : deformitas (-), skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : nyeri tekan (-)
15. Ekstremitas :
Akral hangat Edema
+ + - -
+ + - -
8
Keterangan :
Inspirasi : cukup
Trakhea : letak di tengah
Jantung : tidak membesar
Paru-paru : bronchovaskular pattern meningkat
tampak proses fibroinfiltratif di kedua paru bagian atas,
disertai beberapa cavitas berukuran sekitar 2 cm
Hemidiafragma kanan dan kiri baik, dome shape
Sinus costophrenicus kanan dan kiri tajam
Tulang-tulang baik dan intact, soft tissue tak tampak kelainan
Kes : Pulmonary Tuberculosis
Radiologis tampak masih aktif
2.5 RESUME
Tn.G datang untuk periksa kesehatan rutin. Awalnya mengeluh batuk berdahak sejak 1
tahun lalu. Beberapa bulan setelahnya, batuk juga disertai darah warna merah terang
berupa bercak yang keluar bersama dahak. Batuk dirasa sangat sering dan berat serta
mulut semakin barbau tidak enak. Kadang sesak jika batuk memberat. Mengeluh sering
keringat dingin malam hari, badan terasa lemas dan pusing terutama jika bekerja. Kadang
badan panas dan meriang serta berat badan dan nasfu makan menurun sejak 6 bulan
9
setelahnya. Saat ini, keluhan yang dirasakan hanya batuk berdahak tetapi sudah jarang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir tampak pucat, konjungtiva anemis dan terdapat
sekret pada tenggorokan. Pada pemeriksaan auskultasi paru suara dasar vesikuler
menurun pada lapang paru kanan dan kiri atas serta ronkhi. Pada pemeriksaan penunjang
tanggal 18 Maret 2015 pemeriksaan laboratorium BTA (+) dan rongent radiologi
Pulmonary Tuberculosis dengan gambaran radiologis tampak masih aktif. Pemeriksaan
penunjang tanggal 11 Mei 2015 pemeriksaan laboratorium BTA (-).
10
2.7.2 Non Farmakoterapi
KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi)
Membuka pintu dan jendela setiap pagi agar terjadi
pertukaran udara.
Membuka gorden jendela kamar agar sinar matahari dapat
masuk ke dalam ruangan yang dapat membunuh bakteri TB. Tindakan pasien untuk
memilih kamar tersendiri yang memiliki sirkulasi udara dan cahaya masuk yang
cukup sangat tepat terutama selama proses penyembuhan.
Memakai masker saat bekerja atau saat berinteraksi untuk
mencegah penularan dan semakin buruknya kondisi.
Motivasi agar kontrol dan minum OAT (obat anti TB)
secara teratur
KIE kepada pasien dan keluarga tentang penyakit dan
kondisi pasien. Pentingnya pencegahan dan pengobatan serta bahaya komplikasi jika
pasien dan keluarga tidak patuh terhadap anjuran dokter.
Istirahat serta asupan makanan yang cukup dan bergizi
2.8 PROGNOSIS
Prognosis kondisi Tn.G tergantung dari banyak aspek diantaranya tingkat kepatuhan serta
upaya pencegahan dan pengobatan penyakit, tetapi karena dalam proses pengobatan Tn.G
dan keluarga tergolong pasien yang patuh maka secara umum prognosisnya adalah:
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
2.9 FOLLOW UP DAN FLOW SHEET
Nama : Tn.G
Diagnosis : Tuberkulosis Paru Kategori I
Tabel 2.1. Flow Sheet
Pengobatan
Subjektif & Pemeriksaan
No Tanggal Tahap Jumlah OAT
Objektif Penunjang Tgl kembali Keterangan
pengobatan yang diberikan
1. 26-03-15 Batuk lama BTA (+) Intensive 15 tablet (5 dosis) 30-03-15 RHZE
berdahak disertai Rontgen (150/75/400/275)
bercak darah thoraks: dosis harian
kadang sesak, BB Pulmonary 3 tablet
turun, sering Tuberculosis,
pusing, keringat gambaran
dingin malam hari radiologis
11
BB: 52 kg tampak masih
TD:130/80 mmHg aktif.
Batuk berdahak
kadang masih RHZE
sesak, BB turun, (150/75/400/275)
2. 30-03-15 - Intensive 21 tablet (7 dosis) 06-04-15 dosis harian
kadang pusing
BB: 50 kg 3 tablet
TD:130/80 mmHg
Batuk berdahak
kadang masih RHZE
sesak, BB turun, (150/75/400/275)
3. 06-04-15 - Intensive 21 tablet (7 dosis) 13-04-15 dosis harian
kadang pusing
BB: 51 kg 3 tablet
TD:120/80 mmHg
Batuk dan sesak
jarang, pusing, BB RHZE
(150/75/400/275)
4. 13-04-15 masih naik turun - Intensive 21 tablet (7 dosis) 20-04-15 dosis harian
BB: 53 kg 3 tablet
TD:120/70 mmHg
Batuk dan sesak
jarang, kadang RHZE
(150/75/400/275)
5. 20-04-15 pusing, BB tetap - Intensive 21 tablet (7 dosis) 27-04-15 dosis harian
BB: 53 kg 3 tablet
TD:110/70 mmHg
Batuk berdahak
kadang masih RHZE
sesak, BB turun, (150/75/400/275)
6. 27-04-15 - Intensive 21 tablet (7 dosis) 04-05-15 dosis harian
kadang pusing
BB: 54 kg 3 tablet
TD:120/80 mmHg
Batuk berdahak
kadang sesak, BB RHZE
naik turun, kadang (150/75/400/275)
7. 04-05-15 - Intensive 21 tablet (7 dosis) 11-05-15 dosis harian
pusing
BB: 54,5 kg 3 tablet
TD:130/80 mmHg
Batuk berdahak
jarang, kadang RHZE
masih sesak, BB BTA (-) (150/75/400/275)
8. 11-05-15 Intensive 27 tablet (9 dosis) 20-05-15 dosis harian
naik turun
BB: 54 kg 3 tablet
TD:120/70 mmHg
Batuk berdahak, RH (150/150)
kadang masih dosis 3x/mgg
sesak, BB kadang 3 tablet
9. 20-05-15 - Lanjutan 15 tablet (5 dosis) 01-06-15
naik turun Jadwal:
BB: 54,5 kg Senin-Rabu-
TD:130/90 mmHg Jumat
RH (150/150)
Batuk berdahak,
dosis 3x/mgg
masih pusing, BB
3 tablet
10. 01-06-15 mulai naik - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 15-06-15
Jadwal:
BB: 56 kg
Senin-Rabu-
TD:120/80 mmHg
Jumat
Batuk berdahak RH (150/150)
mulai jarang, tidak dosis 3x/mgg
sesak, BB tetap 3 tablet
11. 15-06-15 - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 29-06-15
tapi tidak turun Jadwal:
BB: 56 kg Senin-Rabu-
TD:120/80 mmHg Jumat
12
Batuk berdahak RH (150/150)
mulai jarang, tidak dosis 3x/mgg
sesak, BB tetap 3 tablet
12. 29-06-15 - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 13-07-15
tapi tidak turun Jadwal:
BB: 56 kg Senin-Rabu-
TD:110/80 mmHg Jumat
Batuk berdahak RH (150/150)
mulai jarang, tidak dosis 3x/mgg
sesak, BB tetap 3 tablet
13. 13-07-15 - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 27-07-15
tapi tidak turun Jadwal:
BB: 56 kg Senin-Rabu-
TD:120/80 mmHg Jumat
Batuk berdahak RH (150/150)
mulai jarang, dosis 3x/mgg
sudah tidak sesak, 3 tablet
14. 27-07-15 - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 10-08-15
BB mulai naik Jadwal:
BB: 56,5 kg Senin-Rabu-
TD:120/80 mmHg Jumat
RH (150/150)
Batuk berdahak
dosis 3x/mgg
jarang, tidak sesak,
3 tablet
15. 10-08-15 BB naik - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 24-08-15
Jadwal:
BB: 57,3 kg
Senin-Rabu-
TD:130/90 mmHg
Jumat
Batuk jarang RH (150/150)
dahak sedikit, dosis 3x/mgg
tidak sesak, BB 3 tablet
16. 24-08-15 - Lanjutan 18 tablet (6 dosis) 07-09-15
naik Jadwal:
BB: 57,5 kg Senin-Rabu-
TD:120/80 mmHg Jumat
13
LAPORAN STUDI KASUS
LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
BAB III
PEMBAHASAN ASPEK KEDOKTERAN KELUARGA
Kesimpulan : Keluarga Tn.G adalah extended family yang terdiri atas 4 orang yang tinggal
dalam satu rumah. Terdapat satu orang yang sakit yaitu Tn.G usia 57 tahun dengan diagnosa
TB Paru dan riwayat penyakit malaria yang diderita sejak 10 tahun yang lalu saat bekerja di
Kalimantan. Sedangkan ibu dan nenek pasien yang sudah lanjut usia, mengaku tidak pernah
menderita sakit yang berat dan tidak pernah periksa kesehatan. Hanya saja nenek Tn.G, Ny.P
usia 124 tahun, saat ini pendengarannya sudah tidak terlalu tajam tetapi daya ingatnya masih
tergolong baik.
14
B. Penilaian Status Sosial dan Kesejahteraan Hidup
Denah rumah keluarga Tn.G :
H a l a m a n D e p a n
H
a Teras Depan
l H
a Kamar 1 a
(kamar tidur + Ruang l
m tepat setrika)
a Tamu a
Teras
n Tempat Sholat Samping m
a
s Gu- Kamar Ibu Kamar 2 n
a Da- dang & Nenek (kamar Tn.G
m pur Tn.G Ruang saat sakit)
Tung Keluarga / s
p ku Kamar 3
Ruang Ruang a
i Dapur Kompor & (kamar Tn.G
Tamu 2 TV
& Ny.S) m
n Tempat Makan
p
g Kamar Mandi Keterangan: i
WC n
= Pintu
Gudang Kayu g
= Jendela
Kandang Kambing dan
Kandang Sapi
Ayam
15
Pola Konsumsi Makanan Keluarga
Kebiasaan makan dan penerapan pola gizi seimbang :
Tn.G dan keluarga makan sehari-hari biasanya 3 kali sehari dengan nasi, sayur, dan
lauk pauk beragam. Kadang mengkonsumsi buah-buahan. Penerapan pola gizi Tn.G
dan keluarga cukup baik dan seimbang.
Pola Dukungan Keluarga
a. Faktor pendukung terselesaikannya masalah dalam keluarga:
Dalam menyelesaikan masalah, Tn.G dan istri terbiasa berbagi bersama. Tingkat
pendidikan dan pengetahuan Tn.G dan keluarga yang tergolong baik juga sangat
berpengaruh dalam pemecahan masalah khususnya mengenai kesehatan dan
penyakit yang dialami. Sehingga Tn.G sangat koopertif dan mengikuti segala
masukan dokter dalam proses terapi demi kesehatan dan kesembuhannya. Hal ini
juga didukung dengan tingkat ekonominya yang tergolong cukup dan akses
kesehaan yang terjangkau.
b. Faktor penghambat terselesaikannya masalah dalam keluarga:
Tidak ada faktor penghambat dalam pemecahan masalah di keluarga Tn.G yang
terlalu besar. Hanya saja jarak dan kondisi anak-anak Tn.G yang berjauhan dan
sudah berkeluarga membuat komunikasi sedikit terbatas. Tetapi hal ini dapat
diminimalkan dengan komunikasi melalui media elekronik.
16
Aspek ekonomi keluarga Tn.G tergolong menengah keatas. Saat ini Tn.G hanya
menanggung perekonomian istri, ibu, dan neneknya. Pembiayaan kesehatan Tn.G dan
keluarga menggunakan BPJS sehingga dapat dijangkau. Akses pelayanan kesehatan juga
terjangkau. Aspek sosial Tn.G dan keluarga cukup baik, sering berkumpul dengan tetangga
dan temannya. Tn.G dan istri juga terbiasa berbagi masalah bersama. Selain sebagai
petani, Tn.G juga menjadi ketua RW, hal ini mencerminkan interaksi dengan tetangga
tergolong baik.
B Fungsi Fisiologis dengan APGAR Score
Adaptation : kemampuan anggota keluarga beradaptasi dengan anggota keluarga yang
lain, serta penerimaan, dukungan, dan saran dari anggota keluarga yang lain.
Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara
anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut
Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal-hal baru yang dilakukan
anggota keluarga lain
Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota
Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu
yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain.
Penilaian :
o Hampir selalu : 2 poin
o Kadang kadang : 1 poin
o Hampir tak pernah : 0 poin
Penyimpulan :
o Nilai rata-rata < 5 : kurang
o Nilai rata-rata 6-7 : cukup/sedang
o Nilai rata-rata 8-10 : baik
Tabel 3.3. APGAR score Tn.G (57 tahun)
APGAR Tn.G terhadap keluarga 2 1 0
A Saya puas bahwa saya dapat kembali ke keluarga bila menghadapi masalah
P Saya puas dengan cara keluarga saya membahas dan membagi masalah dengan saya
G Saya puas dengan cara keluarga saya menerima dan mendukung keinginan saya
untuk melakukan kegiatan baru atau arah hidup yang baru
A Saya puas dengan cara keluarga saya mengekspresikan kasih sayangnya dan
merespon emosi saya seperti kemarahan, perhatian dll
R Saya puas dengan cara keluarga saya dan saya membagi waktu bersama-sama
Untuk Tn.G APGAR score dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adaptation : Tn.G puas terhadap dukungan dan saran yang diberikan
keluarganya jika menghadapi masalah. Meskipun ada beberapa anggota
17
keluarga yang berjauhan tetapi masih tetap saling mendukung dan
memberikan saran melalui media sosial.
2. Partnership : komunikasi Tn.G dengan keluarganya berjalan baik. Sanak
saudara Tn.G juga sesekali menjenguk, berkumpul dan berkomunikasi
melalui telvon.
3. Growth : keluarga Tn.G, tidak terlalu memberi batasan terhadap segala
aktifitas Tn.G baik pekerjaan atau kegiatan-kegiatan, dan saling
bekerjasama dalam menjalani usaha.
4. Affection : Tn.G puas dengan kasih sayang dan perhatian yang diberikan
keluarganya, terutama dari istri pasien.
5. Resolve : Tn.G merasa puas dengan waktu luang yang diberikan
anggota keluarganya, tetapi untuk waktu luang bersama anaknya terdapat
hambatan karena terkait lokasi yang berjauhan dan pekerjaan.
Total APGAR score Tn.G = 9
18
Total APGAR score Ny.S = 9
19
pengajian serta istri yang juga meluangkan waktu untuk mengajar mengaji
anak-anak penduduk dan tetangganya.
Economic Kondisi ekonomi keluarga Tn.G tergolong menengah keatas. Tn.G juga
-
saat ini hanya menanggung perekonomian istri, ibu, dan neneknya.
Educational Tingkat pendidikan dan pengetahuan Tn.G dan keluarga tergolong baik,
khususnya mengenai kesehatan dan penyakit yang dialaminya. Sehingga
-
Tn.G sangat koopertif dan mengikuti segala masukan dokter dalam proses
terapi demi kesehatan dan kesembuhannya.
Medical Dalam pembiayaan kesehatan Tn.G dan keluarga menggunakan BPJS
-
sehingga dapat dijangkau. Akses pelayanan kesehatan juga terjangkau.
Kesimpulan : Tidak ada fungsi patologis keluarga Tn.G yang menjadi hambatan.
D Genogram dalam Keluarga
Ibu Tn.G, Ny.P usia 124 tahun memiliki 5
Ny.P
saudara yang seluruhnya masih hidup
Ny.T
Keterangan:
Ny.P Ny.T
Keterangan:
20
Tingkat pendidikan dan pengetahuan Tn.G dan keluarga tergolong baik, khususnya
mengenai kesehatan dan penyakit yang dialaminya. Sehingga Tn.G sangat koopertif dan
mengikuti segala masukan dokter dalam proses terapi demi kesehatan dan
kesembuhannya. Pasien dan keluarga juga memahami bagaimana potensi penularan serta
pencegahan penyakit TB.
b. Sikap
Sikap keluarga terhadap kondisi Tn.G cukup baik, terutama istrinya. Keluarga
memahami keadaan kesehatan Tn.G, saling memberikan perhatian, dukungan dan
semangat serta saling mengingatkan dalam menjaga kesehatannya.
c. Tindakan
Tindakan keluarga terhadap kondisi Tn.G cukup baik, terutama istri dan ibunya.
Selama proses penyembuhan, Tn.G tidur di kamar terpisah dengan istrinya dan Tn.G
juga sering menggunakan masker jika berkumpul dan bekomunikasi dengan keluarga
terutama saat sering mengeluh batuk.
3.2.1.2 Faktor Non Perilaku
a. Lingkungan
Lingkungan sekitar rumah Tn.G tergolong rapi tetapi kurang bersih. Hal ini terkait
dengan kondisi rumah yang dekat dengan kandang sapi, kambing dan ayam. Terkadang
ayam dilepas hingga masuk ke dalam rumah. Tn.G yang terbiasa mengurus hewan ternak
sebelum sakit tidak pernah menggunakan penutup hidung atau masker.
b. Pelayanan kesehatan
Tarif pelayanan kesehatan terjangkau karena menggunakan fasilitas jaminan kesehatan
nasional dan tergolong masyarakat ekonomi menengah ke atas serta akses pelayanan
kesehatan jaraknya dekat.
-Lingkungan sekitar rumah Tn.G tergolong rapi tetapi kurang bersih. Hal ini terkait dengan
kondisi rumah yang dekat dengan kandang sapi, kambing dan ayam. Terkadang ayam
dilepas hingga masuk ke dalam rumah. Tn.G yang terbiasa mengurus hewan ternak
sebelum sakit tidak pernah menggunakan penutup hidung atau masker. Hal ini menjadi
permasalahan lingkungan dan kebersihan yang secara tidak langsung kemungkinan
memiliki keterkaitan dengan penyakit yang dialami Tn.G.
-Terdapat hambatan minimnya waktu luang bersama anaknya karena terkait lokasi yang
berjauhan, pekerjaan dan sudah berumah tangga sendiri.
22
A. LAPORAN STUDI KASUS
B. LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
C.
D. BAB IV
E. TINJAUAN PUSTAKA
F.
4.1 TUBERKULOSIS
4.1.1 Definisi
G. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
bakteri jenis mycobacterium tuberculosis. Infeksi dapat bersifat lokal dan sistemik,
namun sebagian besar kasus infeksi bermanifestasi sebagai tuberkulosis pada organ
paru (NN, 2010) dan biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Amin, 2006; GTNP
TB, 2009; PDPI, 2006).
4.1.2 Etiologi
H. Penyebab TB adalah Mycobacterium tuberculosis yang merupakan bakteri berbentuk
batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri berukuran
lebar 0,3 0,6 mm dan panjang 1 4/ um. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri
dari lapisan lemak (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat,
lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi (PDPI, 2006).
I. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti
arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut
menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan
tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid,
polisakarida dan protein (PDPI, 2006).
J. Sifat lain kuman M. tuberculosis adalah aerob. Dengan sifat tersebut tergambar bahwa
kuman lebih menyukai tempat yang banyak oksigennya. Didalam organ paru, daerah yang
banyak kandungan atau tinggi tekanan oksigennya adalah bagian apikal dari paru-paru,
sehingga pada tempat tersebut menjadi tempat predileksi dari kuman TB (Chandra, 2010).
4.1.3 Cara Penularan
K. Cara penularan kuman TB sebagian besar melalui inhalasi basil yang mengandung
droplet nuclei yang khususnya didapat dari penderita paru yang batuk berdahak atau batuk
berdarah, bersin, berbicara dengan memproduksi percikan yang sangat kecil pada BTA
positif, sehingga kepadatan penduduk dalam suatu wilayah sangat mempengaruhi penularan
dan mempermudah terjadinya penyebaran kuman secara cepat. Cara penularan ini (inhalasi)
mengakibatkan sebagian besar manifestasi klinis infeksi TB terdapat pada organ paru,
sedangkan Penularan TB kulit dan jaringan lunak dapat terjadi melalui inokulasi langsung.
23
Faktor utama dalam perjalanan infeksi adalah kedekatan dan durasi kontak serta derajat
infeksius penderita dimana semakin dekat seseorang berada dengan penderita, makin banyak
kuman TB yang mungkin akan dihirupnya (Kabo, 2010).
4.1.4 Patogenesis
L. Tuberkulosis Primer
M. Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di
jaringan paru sehingga akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang disebut
sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja
dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan terlihat
peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan
tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer akan mengalami salah satu keadaan yaitu:
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya (biasanya bronkus lobus medius sehingga
menyebabkan epituberkulosis)
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya
atau tertelan
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya
tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh
secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imunitas yang adekuat, penyebaran ini
akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis
tuberkulosa, Typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat menimbulkan
tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal, genitalia dan
sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
Meninggal (Amin, 2006).
N. Tuberkulosis Post-Primer
O. Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian
tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post primer
mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa,
localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya. Bentuk tuberkulosis
inilah yang terutama menjadi problem kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi
24
sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang
dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil. Selanjutnya sarang
pneumonik ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :
1. Diresopsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang tadi mula mula meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya dapat juga
sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas
bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kavitas akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik). Nasib kaviti ini :
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang
pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan diatas.
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kavitas lagi.
c. Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau
kavitas menyembuh dengan cara
mem-bungkus diri, akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir
sebagai kavitas yang terbungkus,
dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped)
(Amin, 2006).
P.
4.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis Gambar 4.1 Perkembangan sarang tuberkulosis post
A. Tuberkulosis Paru primer dan perjalanan penyembuhannya (Amin, 2006)
Q. TB paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura.
R. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA), TB paru dibagi atas:
S. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik
menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif
25
T. Tuberkulosis paru BTA (-) adalah:
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan
radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. tuberculosis (+)
U. Berdasarkan tipe pasien, ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu :
a. Kasus baru: pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps): pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.
V. Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi
aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan
:
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll). Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik
selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
c. Kasus defaulted atau drop out : pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut
atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.
d. Kasus gagal : pasien BTA positif yang tetap positif atau kembali positif pada akhir bulan
ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau pasien dengan hasil BTA negatif
gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.
e. Kasus kronik / persisten : pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.
B. Tuberkulosis Ekstra Paru
W. Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain. Diagnosis
sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus
yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang
kuat dan konsisten dengan TB ekstra paru aktif.
4.1.6 Progresifitas dan Komplikasi (Rasad, 2005)
X. Perburukan ( perluasan ) penyakit
1. Pleuritis : terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen. Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi
26
pleura bisa terdeteksi dengan foto toraks PA dengan tanda meniscus sign/ellis line, apabila
jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi pleura sudah bisa dilihat bila ada
penambahan 5 ml dari jumlah normal. Penebalan pleura di apikal relatif biasa pada TB
paru atau bekas TB paru. Pleuritis TB bisa terlokalisir dan membentuk empiema. CT
Toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas dari pleuritis TB dan empiema.
2. Penyebaran miliar : akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang sebesar l-2mm
atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar secara merata di kedua belah paru. Pada foto
toraks, tuberkulosis miliaris ini menyerupai gambaran 'badai kabut (Snow storm
apperance). Penyebaran seperti ini juga dapat terjadi pada Ginjal, Tulang, Sendi, Selaput
otak atau meningen, dsb.
3. Stenosis bronkus : stenosis bronkus dengan akibat atelektasis lobus atau segmen paru
yang bersangkutan sering menempati lobus kanan (sindroma lobus medius)
4. Kavitas (lubang) : timbulnya lubang ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang
sering tipis berbatas licin atau tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungkin terlihat
cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat
tidak berubah-ubah pada pemeriksaan berkala (follow up) dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses lama yang sudah tenang.
Y. Komplikasi yang dapat terjadi sebelum, selama, atau setelah selesai pengobatan
adalah : batuk darah (profus), keadaan umum buruk, pneumotoraks, empiema, efusi pleura
masif atau bilateral, dan gagal nafas. Sedangkan pembagian komplikasi berdasarkan
waktunya adalah :
o Komplikasi dini: pleuritis , efusi pleura, empiema, laryngitis
o Komplikasi lanjut: TB usus, Obstruksi jalan nafas , Fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas dewasa, meningitis TB.
27
o LAPORAN STUDI KASUS
o LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
o
o BAB V
o PEMBAHASAN
o
5.1 DASAR PENEGAKAN DIAGNOSA TUBERKULOSIS (NN, 2010)
o Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.
5.1.1 Gejala klinik
o Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan
gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala
respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).
1. Gejala respiratorik
a. Batuk kering > 3 minggu
b. Batuk dengan dahak atau darah
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
oGejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala
yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
a. Demam
b. Gejala sistemik lain : malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun
3. Gejala tuberkulosis ekstra paru : gejala tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang
rongga pleuranya terdapat cairan.
5.1.2 Pemeriksaan Fisik
o Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtivitis, anemis, kulit pucat karena anemia, demam subfebril, badan kurus atau berat
badan menurun. Pada pemeriksaan fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ
yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
28
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali)
menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2), serta daerah apeks lobus inferior
(S6).
o Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosa (efusi pleura), kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari
banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara
napas yang melemah sampai tidak
terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat
pembesaran kelenjar getah bening,
tersering di daerah leher (pikirkan
kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran Gambar 5.1 Letak TB pada paru : apeks lobus
superior dan apeks lobus inferior
kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess
5.1.3 Pemeriksaan Bakteriologik
b. Bahan pemeriksaan : Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus / BJH)
c. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):
Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Pagi ( keesokan harinya )
Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-
turut.
oBahan pemeriksaan / spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan / ditampung
dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
oBahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau
untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum
dikirim ke laboratorium. Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
29
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan
telah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan
laboratorium. Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan
pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
Kertas saring ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak
Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat aman (dalam dus)
Bahan dahak dalam kertas saring kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.
Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.
o Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar / BAL, urin, faeces
dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.
o Pemeriksaan Mikroskopik :
- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen
- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening)
olnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasiliti foto toraks,
kemudian bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
bila 3 kali negatif BTA negatif.
oInterpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi
WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :
30
BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang
BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang
BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang
BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang
o Pemeriksaan biakan kuman :
oPemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara :
Egg base media : Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh
Agar base media : Middle brook
o Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan
dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than
tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik
dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin
maupun pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.
5.1.4 Pemeriksaan Radiologik
o Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Namun dapat juga dilakukan fotolateral,
top-lordotik, oblik atau dengan menggunakan CT-Scan, hal ini dikarenakan foto toraks
tuberkulosis dapat memberikan gambaran yang mirip dengan pneumonia, karsinoma bronkus
atau mungkin abses paru sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest imitator.
o Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
Bayangan bercak milier
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
o Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :
Fibrotik
Kalsifikasi
Schwarte atau penebalan pleura
o Luluh paru (Destroyed Lung) :
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru. Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis / multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut.
Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktivitas proses penyakit
31
o Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
Lesi minimal : Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kavitas
Lesi luas : Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
o
o
o
o
o
o
o
o
o Gambar 5.2. Rontgen paru pada pasien TB
32
aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfosit juga
kurang spesifik untuk menilai perjalanan infeksi TB.
4. Uji Tuberkulin : Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu
diagnostik penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna
bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali.
Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.
5.1.6 Alur Diagnosis
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
33
Etambutol (E)
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian ; makrolid, amoksilin + asam klavulanat
Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara lain :
Kapreomisin
Sikloserino PAS (dulu tersedia)
Derivat rifampisin dan INH
Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
o
o Paduan terapi
34
R H
H 3
Z R
E 3
)
o 2
R
H
Z
S
(
R
H
Z
E
)
o 2
R
H
Z
S
(
R
H
Z
E
)
o o Kambuh o 2 o 5
o Gagal R H
pengobatan H R
Z E
E o 5
S H
/ 3
1 R
R 3
H E
Z 3
E o
o 2
R
H
Z
E
S
/
1
R
H
Z
E
o o TB paru BTA o 2 o 6
(-), lesi R H
minimal H E
Z
a
a t
35
t a
a u
u 2
2 H
R R
3 /
H 4
3 H
Z
o o Kasus o Pertimbangkan untuk
Kronik (BTA menggunakan OAT lini
masih (+) kedua, sesuai hasil uji
setelah resistensi kuman (minimal
pengobatan 3 obat sensitif dengan H
ulang yang tetap diberikan), H dapat
disupervisi) diberikan seumur hidup
(WHO).
o Keterangan :
o Kategori I : Apabila BTA tetap (+) selama 2 bulan, maka fase awal
diperpanjang menjadi 4 minggu lagi.
o Kategori II : apabila sputum BTA masih (+) pada minggu ke-12 minggu,
maka 4 jenis obat dilanjutkan 1 bulan lagi, bila pada akhir bulan ke 4 BTA
masih positif, maka semua obat dihentikan 2 3 hari dan dilakukan uji
resistensi obat.
o Kategori III : Pasien TBP dengan BTA (-) dan lesi paru yang tidak luas (lesi
minimal)
o Kategori IV : TBC kronik. Pada pasien mungkin dijumpai resistensi ganda,
sputumnya harus diuji resistensi obat. Untuk seumur hidup diberikan INH
saja atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan multi drug resistance
(MDR)
5.2.2 Efek Samping OAT
o Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping.
Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan
kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek
samping yang terjadi dapat ringan atau berat bila efek samping ringan dan dapat diatasi
dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.
o
o Efek o Ke o Tatalaksana
samping m
un
gk
in
an
O
A
T
36
pe
ny
eb
ab
o Minor / o OAT diteruskan
ringan
Tidak nafsu makan, mual, sakit o Ri o Obat diminum
perut fa malam sebelum
Nyeri sendi m tidur.
Kesemutan s/d rasa terbakar di pis o Beri aspirin
kaki in /allopurinol.
Warna kemerahan pada air seni o o Beri vitamin B6
o Py (piridoksin) 1 x 100
raz mg/perhari.
ina o Beri penjelasan,
mi tidak perlu diberi
d apa-apa.
o IN
H
o
o Ri
fa
m
pis
in
o Mayor / berat o Hentikan obat penyebab
Gatal dan kemerahan o Se o Beri antihistamin &
o pada kulit m dievaluasi ketat
Tuli ua o
Gangguan keseimbangan jen o Streptomisin
(vertigo dan nistagmus) is dihentikan ganti
O etambutol
Ikterik / Hepatitis Imbas Obat
AT o Streptomisin
(penyebab lain disingkirkan)
o dihentikan ganti
Muntah dan confusion
o Str etambutol
(suspected drug-induced pre-
ept o
icteric hepatitis)
o o Hentikan semua
Gangguan penglihatan mi OAT sampai ikterik
Kelainan sistemik, termasuk sin hilang & boleh
syok dan purpura o Str diberikan
ept hepatoprotektor
o o Hentikan semua
mi OAT & lakukan uji
sin fungsi hati
o o
o Se o Hentikan
ba ethambutol
gia o Hentikan rifampisin
n o
be
sar
O
AT
o
o Se
ba
gia
n
be
37
sar
O
AT
o
o
o Et
ha
m
bu
tol
o Ri
fa
m
pis
in
Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung dapat diatasi secara simptomatik
Pasien dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya rash pada kulit, umumnya disebabkan
oleh INH dan rifampisin. Dalam hal ini dapat dilakukan pemberian dosis rendah dan
desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan
pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bisa dilakukan terhadap obat lainnya
Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal
ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll
karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena thiacetazon
Bila suatu obat harus diganti, maka paduan obat harus diubah hingga jangka waktu
pengobatan perlu dipertimbangkan kembali dengan baik.
5.2.3 Pengobatan Suportif / Simptomatik
o Pada pengobatan pasien TB perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis
baik dan tidak ada indikasi rawat inap, pasien dapat dibeikan rawat jalan. Selain OAT kadang
perlu pengobatan tambahan atau suportif / simtomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh
atau mengatasi gejala/keluhan.
o Pasien rawat jalan :
a. Makan makanan yang bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan (pada
prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali untuk penyakit
komorbidnya)
b. Bila demam dapat diberikan obat penurun panas/demam
c. Dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak napas atau keluhan lain.
o Pasien rawat inap :
o Indikasi rawat inap :
o TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb :
38
- Batuk darah (profus)
- Keadaan umum buruk
- Pneumotoraks
- Empiema
- Efusi pleura masif / bilateral
- Sesak napas berat (bukan karena efusi pleura)
o
o TB di luar paru yang mengancam jiwa :
- TB paru milier
- Meningitis TB
o 5.2.4 Terapi Bedah
o lndikasi operasi
1. Indikasi mutlak
a. Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetetapi dahak tetap positif
b. Pasien batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara
konservatif
2. lndikasi relatif
a. Pasien dengan dahak negatif dengan batuk darah berulang
b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
c. Sisa kavitas yang menetap.
o 5.2.5 Tindakan Invasif (Selain Pembedahan)
Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD (Water Sealed Drainage)
o 5.2.6 Kriteria Sembuh
BTA mikroskopik negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan) dan
telah mendapatkan pengobatan yang adekuat.
Pada foto toraks, gambaran radiologik serial tetap sama/ perbaikan.
Bila ada fasilitas biakan, maka kriteria ditambah biakan negatif.
o 5.2.7 Evaluasi Pengobatan
o Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping
obat, serta evaluasi keteraturan berobat (PDPI, 2006; NN,2010;Chandra,2010).
o Evaluasi klinik
Pasien dievaluasi tiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya tiap 1 bulan
Evaluasi : respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya
komplikasi penyakit
Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.
39
o
o Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik
Sebelum pengobatan dimulai
Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)
Pada akhir pengobatan
Bila ada fasiliti biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi
o Evaluasi radiologik (0 - 2 6/9 bulan pengobatan)
o Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)
Pada akhir pengobatan
o Evaluasi efek samping secara klinik
Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah , serta
asam urat untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan
Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid
Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)
Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri (bila
ada keluhan)
Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut. Yang
paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila pada
evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman.
o Evalusi keteraturan berobat (PDPI,2006)
Evaluasi keteraturan berobat dan diminum / tidaknya obat tersebut. Dalam hal ini maka
sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat.
Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya.
Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.
o Evaluasi pasien yang telah sembuh (Djohan, 2009)
o Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh tetap dievaluasi minimal dalam 2 tahun
pertama setelah sembuh, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang
dievaluasi adalah mikroskopik BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopik BTA dahak 3,6,12
40
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh. Evaluasi foto toraks
6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh.
o 5.2.8 Pencegahan (Mansjoer, 2005)
1. Pencegahan Primer
a. Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara:
b. Kebersihan Lingkungan
2. Pencegahan Sekunder
a. Case finding
b. Perawatan khusus penderita dan mengobati penderita.
3. Pencegahan Tertier
a. Membuat stategi menyembuhkan penderita TB Paru yaitu pemberian paduan obat
efektif dengan konsep Directly Observed Treatment Short-course (DOTS).
b. Penderita dengan initial drug resitance yang tinggi terhadap INH diberi obat etambutol
karena jarang initial resitance terhadap INH. Streptomisin dapat dipakai pada populasi
tertentu untuk meningkatkan complance pengobatan.
c. Memberi pengobatan secara teratur dan supervisi yang ketat dalam jangka waktu 9-12
bulan pada acquired resistance (penderita kambuh setelah pengobatan).
41
o LAPORAN STUDI KASUS
o LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
o
o BAB VI
o PENUTUP
o
o KESIMPULAN HOLISTIK
42
- DAFTAR PUSTAKA
-
- Amin Z, Bahar S. 2006. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II, Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 998-1005, 1045-9.
- Anonym. 2003. Prevalence and Incidence of Tuberculosis, (Cureresearch), Available:
http://www.Cureresearch.com/Tuberculosis/Prevalence.htm
- Chandra P, Evelyn P. 2010. Tuberculosis. Available from:
http://www.en.wikipedia.org/wiki/Tuberculosis
- Djohan PA. 2009. Epidemiologi TBC di Indonesia. 22 Juli 2009. Available from
http://www.tbcindonesia_or_Id.html.
- Gerakan Terpadu Nasional Penanganan TB (GTNP TB). 2007. Buku Pedoman Nasional
Penanggulangan TB. edisi 2. cetakan pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
- Joshua Burrill, FRCR, Christopher J. Williams, FRCR, Gillian Bain, FRCR, et all . 2007.
Tuberculosis ; Radiological Review. Radiographics Vol 27 No.5 Pg.1255-1265.
- Kabo P. 2010. Pengobatan TBC. Available from
http://www.medicastore.com/med/index.php
- Mansjoer.A, dkk. 2005. Tuberkulosis Paru. Dalam : Kapita selekta kedokteran, cetakan
ke-7, Jakarta : Media Aesculapius: 427-476.
- NN. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Diunduh dari:
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BPN_2007.pdf.
- Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia, Citra Grafika, Jakarta.
- Price. A,Wilson. L. M. 2004. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC : 852-64.
- Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta..
43