Anda di halaman 1dari 2

KERANGKA ACUAN PROGRAM KESEHATAN JIWA

1. PENDAHULUAN
Menurut undang-undang republik indonesia nomor 18 tahu 2014, kesehatan jiwa
adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual
dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi
tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi bagi
komunitasnya
Orang dengan masalah kejiwaan (ODMK) adalah orang yang mempunyai
masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan, dan perkembangan, dan / kualitas hidup
sehingga memiliki resiko mengalami gangguan jiwa.
Orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan
dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna serta dapat menimbulkan penderitaan
dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia(www.hukumonline.com)

Seseorang dengan gangguan jiwa berhadapan dengan stigma, diskriminasi dan


marginalisasi. Stigma dapat mengakibatkan penderita tidak mencari pengobatan yang
sebenarnya sangat mereka butuhkan atau mereka akan mendapatkan pelayanan yang
bermutu rendah. Marginalisasi dan diskriminasi dapat meningkatkan risiko kekerasan
pada hak-hak individu, hak politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Pasien dengan gangguan jiwa berat sering memiliki gejala yang dapat menjadi
ancaman, baik terhadap keluarga, diri sendiri, maupun orang lain. Keluarga dan
masyarakat di sekitar lingkungannya cenderung melakukan tindakan paksa untuk
mengurangi atau membatasi ancaman tadi. Bentuk pemaksaan itu dapat berupa
pemasungan, yaitu mengikat tangan dan/atau kaki dengan rantai atau seutas tali atau
menguncinya pada sebuah batang kayu, atau mengurungnya dalam sebuah ruangan yang
sangat sempit. Pembatasan gerak ini atau pemasungan acapkali juga disertai dengan
penelantaran termasuk kebutuhan hidupnya yang sangat mendasar tidak diperhatikan.
Kebutuhan makan minum, buang air besar dan buang kecil, kebersihan diri dan
berpakaian yang pantas menjadi sangat sulit ia dapatkan. Pada kondisi ini sebenarnya
penderita gangguan jiwa yang dipasung adalah individu terlantar dan miskin, yang
seharusnya ditanggung oleh pemerintah.

Pemasungan di Indonesia telah dilarang sejak tahun 1977 dengan surat Menteri Dalam Negeri
No: PEM.29/6/15 tanggal 11 Nopember 1977. Surat ini ditujukan kepada Gubernur seluruh
Indonesia yang meminta kepada masyarakat untuk tidak melakukan pemasungan terhadap
penderita gangguan jiwa dan menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk menyerahkan
perawatan penderita di Rumah Sakit Jiwa. Hal ini juga agar diinstruksikan k

Anda mungkin juga menyukai