Anda di halaman 1dari 22

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/309193471

PEMBEBASAN ETOS AKUNTABILITAS


PELAYANAN PUBLIK: SEBUAH ANALISIS
KRITIS HABERMASIAN ATAS...

Article June 2015

CITATIONS READS

0 19

3 authors, including:

Iwan Triyuwono Ari Kamayanti


Brawijaya University Peneleh Research Institute
25 PUBLICATIONS 13 CITATIONS 10 PUBLICATIONS 3 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ari Kamayanti on 17 October 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are added to the original document
and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.
Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan ISSN 1411 - 0393
Akreditasi No. 80/DIKTI/Kep/2012

PEMBEBASAN ETOS AKUNTABILITAS PELAYANAN PUBLIK:


SEBUAH ANALISIS KRITIS HABERMASIAN ATAS
KOLONISASI LIFEWORLD

Ridho Muhammad Purnomosidi


Ridho.mp@gmail.com
Iwan Triyuwono
Ari Kamayanti
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya

ABSTRACT

The aim of this study is to desing a construct of public accountability concept that is independent of lifeworld
colonization brought by the concept of New Public Management. This study emphasize its analysis on process-
oriented accountability and one that liberates public communication. This study will shed a light on process
responsibility, one that is not limited to information presentation but more than that, as a moral responsibility of
government executive. In this study, I approach the problem through the eyes of Habermass critical perspective.
Using Habermas's approach, I want to understand the colonization of accountability lifeworld in society. In
relation to budget accountability issues, public disc 7ussion space would be the main issue. The findings of this
study is that accountability, judging from the quality of service delivery, has eroded its meaning. That is, the
service providers have not been able to give an adequate account for the service that they are doing, such as trying
to produce a quality of service according to the wishes of the people. Therefore, the current accountability process
still needs improvement, so that public officials providing service would have a sense of public responsibility when
providing services to the public. Public accountability of service provided appears to disregard public discussion
space that creates equality in determining what is needed and what is given to the public.

Key words: accounting, accountability, public sector, budgeting, habermas.

ABSTRAK

Studi ini bertujuan menghasilkan konstruksi konsep akuntabilitas publik yang bebas dari kolonisasi
lifeworld yang dibawa oleh konsep New Public Management. Studi ini menekankan analisisnya pada
bentuk akuntabilitas yang berorientasi proses dan yang membebaskan komunikasi publik. Studi ini
akan membuka wacana pertanggungjawaban atas proses yang tidak sebatas penyajian informasi akan
tetapi lebih dari itu, sebagai sebuah pertanggungjawaban moral para pelaksana pemerintahan. Dalam
penelitian ini, saya mendekati masalah yang ada melalui kacamata perspektif kritis Habermas. Melalui
pendekatan Habermas, saya ingin memahami kolonisasi lifeworld akuntabilitas yang terjadi dalam
masyarakat. Berkaitan dengan masalah akuntabilitas anggaran, ruang diskusi publik merupakan hal
utama yang menjadi pokok permasalahan. Temuan studi ini ialah bahwa akuntabilitas, dilihat dari
kualitas pelaksanaan pelayanan, telah terkikis maknanya. Artinya, pihak pemberi layanan belum dapat
mempertanggungjawabkan pelayanan yang dilakukannya dengan baik, seperti berusaha meng-
hasilkan kualitas pelayanan sesuai dengan keinginan masyarakat. Karenanya, proses per-
tanggungjawaban yang dimiliki masih butuh pembenahan, agar aparatur pemberi layanan dapat
memiliki tanggung jawab publik ketika memberikan pelayanan kepada masyarakat. Akuntabilitas
publik atas pelayanan nampak mengabaikan ruang dikusi publik yang membuat kesetaraan dalam
menentukan apa yang dibutuhkan dan apa yang diberikan pada masyarakat.

Kata kunci: akuntansi, akuntabilitas, sektor publik, anggaran, habermas.

132
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 133

PENDAHULUAN dapat ditemukan gambaran yang holistik


Beberapa dekade lalu, akuntabilitas atas proses akuntabilitas pemerintahan.
tidak banyak diperbincangkan atau bahkan Selanjutnya, dari pemahaman tersebut dapat
tidak mendapat perhatian, namun saat ini dilakukan pembebasan akuntabilitas publik
menjadi isu hangat yang banyak dibahas atas kolonisasi rasionalitas instrumental.
baik oleh praktisi maupun akademisi, Dalam hal ini, akuntabilitas publik me-
terutama ketika berbicara tentang sektor rupakan konsep yang sampai sekarang
publik (Day dan Klein, 1987; Broadbent dan masih diperdebatkan definisinya, namun
Laughlin, 2003; Goddard, 2005; Sinclair, semua pihak sependapat bahwa ia merupa-
1995). Fenomena yang terjadi dalam per- kan komponen penting dalam pemerintah-
kembangan sektor publik saat ini ialah an. Akuntabilitas digambarkan sebagai sua-
adanya transformasi dalam akuntabilitas tu hubungan yang mencakup pemberian
publik yang bergerak di bawah pemikiran dan permintaan tanggung jawab atas suatu
new public management (NPM). Dalam pe- tindakan tertentu (Roberts dan Scapens,
mikiran ini, model pemerintahan tradisional 1985). Secara sederhana, akuntabilitas me-
dirasa tidak efisien dalam mengelola pe- rupakan pemberian informasi dan peng-
merintahan, sehingga model manajemen di ungkapan (disclosure) atas aktivitas dan
sektor privat diangkat ke sektor publik kinerja organisasi kepada pihak-pihak yang
untuk mengatasi masalah tersebut (Funnel, berkepentingan (Schiavo-Campo dan Toma-
2003; Hood, 1991; Parker dan Gould, 1999). si, 1999). Pemerintah, baik pusat maupun
Namun demikian, perubahan ini di- daerah, harus dapat memberikan informasi
pandang tidak sesuai dalam sektor publik dalam rangka pemenuhan hak-hak publik
karena mengusung spirit dari sektor privat yaitu hak untuk tahu, hak untuk mendapat
yang lebih bersifat profit-oriented (Doig dan informasi, dan hak untuk didengar aspirasi-
Wilson, 1998; Hebson et al., 2003). Lebih nya.
lanjut, hal ini diperparah oleh sifat dasar Laughlin (1990) mengatakan bahwa ti-
NPM yang berbasis rasionalitas instrumen- dak terdapat satu sistem akuntabilitas yang
tal (efektivitas dan efisiensi) untuk melaku- paling tepat bagi semua kondisi akunta-
kan justifikasi dalam pengambilan keputus- bilitas yang ada, sistem akuntabilitas perlu
an yang melibatkan berbagai stakeholder disesuaikan dengan kondisi di mana ia akan
(Miller dan Dunn, 2006). Hal inilah yang diterapkan. NPM dengan konsepnya yang
digunakan oleh pemerintah untuk meng- berbasis rasionalitas instrumental telah
kolonisasi ruang diskusi publik sehingga mengolonisasi ruang diskusi publik dan
kepentingan masyarakat menjadi ter- menghambat berlangsungnya proses akunta-
marjinalisasi. Pada akhirnya, kondisi ini bilitas. Masyarakat pun seperti sudah lelah
mendemistifikasi akuntabilitas, yaitu meng- untuk memperjuangkan hak-haknya se-
hilangkan kesakralan akuntabilitas sebagai hingga semakin menguatkan status quo
manifestasi amanah rakyat kepada pe- pemerintah. Oleh karenanya, untuk mem-
merintahnya. bebaskan akuntabilitas di Indonesia perlu
Untuk membebaskan kolonisasi ini adanya komunikasi yang tidak terdistorsi
maka dirasa perlu untuk melakukan per- antara berbagai aktor yang terlibat dalam
ubahan dalam akuntabilitas publik, ter- proses akuntabilitas. Untuk dapat mencapai
utama dalam akuntabilitas anggaran, kare- hal tersebut, perlu dipahami spirit etos
na fungsinya sebagai alat akuntabilitas uta- akuntabilitas publik maupun praktik
ma dari pemerintah (Shah dan Chen, 2007). akuntabilitas yang terjadi dalam hubungan
Dengan mengamati baik spirit yang men- masyarakat dan pemerintah agar dapat
dasari akuntabilitas publik dalam hal ini etos dipahami bagaimana bentuk kolonisasi
akuntabilitas publik (Horton, 2008), maupun NPM atas akuntabilitas publik.
praktik akuntabilitas itu sendiri, maka akan
134 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

Studi ini bertujuan menghasilkan kinerja. Pada dasarnya berbagai model


konstruksi konsep akuntabilitas publik yang anggaran ini bertujuan untuk menghubung-
bebas dari kolonisasi lifeworld yang dibawa kan antara penggunaan dana dengan hasil
oleh konsep New Public Management. Studi atau tujuan yang ingin dicapai. Tujuan yang
ini menekankan analisis pada bentuk ingin dicapai dengan penerapan anggaran
akuntabilitas yang berorientasi proses dan berbasis kinerja ialah maksimalisasi value for
yang membebaskan komunikasi publik. money. Hal ini dilakukan dengan melakukan
Studi ini akan membuka wacana per- efisiensi atas alokasi dan efisiensi atas teknis
tanggungjawaban atas proses yang tidak atau manajerial. Kedua efisiensi tersebut
sebatas penyajian informasi, tetapi lebih dari merupakan alat untuk mencapai kesejah-
itu, sebagai sebuah pertanggungjawaban teraan masyarakat apabila dilaksanakan atas
moral para pelaksana pemerintahan. pertimbangan keadilan dan keberpihakan
terhadap rakyat (Mardiasmo, 2002).
TINJAUAN TEORETIS Penting untuk menekankan bahwa
Akuntabilitas Anggaran Dan Komunikasi akuntabilitas manajerial harus didasarkan
Antara Pelaku Anggaran pada output bukan outcome, karena outcome
Sistem penganggaran publik dibentuk berada di luar kendali langsung manajer,
untuk menjalankan beberapa fungsi penting. sulit untuk didefinisikan dan diukur, dan
Fungsi-fungsi tersebut termasuk pengaturan sangat sulit untuk digunakan sebagai dasar
prioritas anggaran sesuai dengan amanat penetapan biaya. Argumen utama dalam
pemerintah; perencanaan pengeluaran da- penggunaan akuntabilitas berbasis output
lam rangka mengejar visi jangka panjang adalah: (1) tidak memungkinkan untuk
untuk pembangunan; pelaksanaan kontrol menghubungkan outcome langsung dengan
keuangan atas input untuk memastikan tindakan manajerial, dan keputusan tingkat
disiplin fiskal; manajemen operasi untuk kontrol langsung seorang manajer atas
menjamin efisiensi operasi pemerintah; dan output umumnya lebih besar daripada
sebagai alat untuk akuntabilitas kinerja outcome, (2) outcome sangat sulit untuk
pemerintah kepada masyarakat (Shah dan diidentifikasi, dan tentu saja sulit untuk
Chen, 2007). diukur. Skala waktu untuk mengukur hasil
Dalam anggaran berbasis kinerja, legis- biasanya mencakup beberapa waktu setelah
latif tidak hanya menjadi pemberi amanat program diimplementasikan, umumnya,
reformasi, namun ia juga merupakan salah tidak selaras dengan siklus anggaran yang
satu pelaksana kunci. Ia memiliki kewenang- sama, dan (3) menghitung biaya untuk
an untuk mengalokasikan sumber daya mencapai outcome lebih sulit daripada biaya
berdasarkan informasi kinerja dan untuk untuk mencapai output (Kristensen et al,
menerapkan sanksi. Dengan demikian, 2002).
disposisi terhadap pelaksanaan anggaran
perlu dibahas oleh legislatif dan eksekutif. METODE PENELITIAN
Disposisi mengacu pada sejauh mana Dalam penelitian ini, masalah yang ada
organisasi mendukung pelaksanaan refor- didekati melalui perspektif kritis Habermas.
masi dan melakukan upaya untuk me- Melalui pendekatan Habermas, penelitian
mastikan keberhasilan reformasi. ini mencoba memahami kolonisasi lifeworld
NPM melahirkan berbagai model sistem akuntabilitas yang terjadi dalam masyarakat.
anggaran yang didasarkan pada pencapaian Berkaitan dengan masalah akuntabilitas
kinerja diantaranya, zero-based budgeting anggaran, ruang diskusi publik merupakan
serta planing programming budgeting system, hal utama yang menjadi pokok permasalah-
model-model anggaran seperti ini umumnya an (Miller dan Dunn, 2006). Oleh karena itu,
lebih dikenal dengan sebutan performance- dengan menggunakan teori tindakan
based budgeting atau anggaran berbasis komunikasi Habermas, penelitian ini ber-
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 135

upaya untuk melakukan pembebasan proses mengoordinasikan tindakan rasional ber-


komunikasi tersebut. Pemahaman atas inter- tujuan dalam pengejaran suatu tujuan.
aksi lifeworld, sistem teknis, dan mekanisme Tujuan tindakan instrumental maupun stra-
steering sosial penting untuk mencapai tegis ialah penguasaan intrumental. Men-
tujuan pembebasan komunikasi sehingga dasarkan akuntabilitas pemerintah pada
masyarakat dapat meraih kehidupan yang ukuran efektivitas dan efisiensi kinerja
lebih baik (Barone et al., 2013). Sebagaimana merupakan contoh dari tindakan rasional
yang disampaikan oleh Neuman (2003), bah- bertujuan.
wa pendekatan kritis bertujuan untuk mem- Sejalan dengan pandangan Habermas,
perjuangkan ide peneliti agar membawa maka penelitian ini pun berupaya untuk
perubahan yang substansial pada masya- mengangkat aspek tindakan komunikatif.
rakat. Ketika berbicara tentang akuntabilitas dan
Menurut pendekatan penelitian kritis, proses pertanggungjawaban kinerja pe-
kegiatan penelitian seharusnya tidak ber- merintah, tindakan komunikatif menjadi
henti pada tahap-tahap konvensional seperti bagian integral dalam proses rasionalisasi.
deksripsi, eksplanasi, penerapan, atau pe- Interaksi antara pemerintah dengan masya-
ramalan. Kegiatan penelitian seharusnya rakat merupakan komponen penting dalam
melangkah pada tahap lebih jauh lagi, yaitu pencapaian tujuan akuntabilitas sebagai alat
sampai pada tahap penyadaran dan tindak- pengendalian terutama dalam hal kinerja.
an (action) untuk mencapai tujuan pemecah- Penelitian ini dilakukan di Kabupaten
an masalah atau pemberdayaan (empower- Gowa yang terletak di Provinsi Sulawesi
ment) yang berpijak pada kesadaran kritis Selatan, karena Kabupaten Gowa memiliki
partisipan penelitian. Penelitian kritis ber- keunikan tersendiri. Daerah yang merupa-
tujuan untuk membebaskan (to emancipate) kan penyanggga kota Makassar ini mem-
dan mengubah (to transform) (Burrell dan peroleh opini Wajar Tanpa Pengecualian
Morgan, 1979; Chua, 1986). Paradigma ini dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik
memahami hakikat manusia sebagai sesuatu Indonesia untuk laporan keuangan tahun
yang dinamis dan mandiri, dan seharusnya 2013. Sayangnya di tahun yang sama daerah
bebas dari adanya unsur eksploitasi dan ini memiliki beberapa kasus korupsi yang
tekanan dari pihak tertentu. Tujuan peneliti- mengindikasikan bahwa akuntabilitas ke-
an dari paradigma kritis adalah meng- uangan mereka tidak seiring dengan akunta-
ungkap hubungan nyata (real relation) yang bilitas proses kebijakan.
ada di bawah permukaan, mengungkap Hal lain yang membuat situs Pe-
mitos dan ilusi, menghapus kepercayaan merintah Kabupaten Gowa menjadi menarik
yang salah, serta berusaha untuk membebas- untuk diteliti adalah kasus Fadli, di mana
kan masyarakat dari belenggu situasional karena kritikan atas sistem akuntabilitas
yang ada. Pemerintahan Kabupaten Gowa di bawah
Dalam metode tersebut, Habermas kepemimpinan Bupati Ichsan Yasin Limpo,
membedakan tindakan rasional bertujuan ke Fadli Rahim yang merupakan seorang
dalam tindakan instrumental dan tindakan pegawai negeri sipil (PNS) di Dinas Pari-
strategis. Dalam hal ini pengejaran ke- wisata dan Kebudayaan Pemkab Gowa, kini
pentingan dilakukan secara rasional dan dipenjara di Rumah Tahanan Gunungsari
terkalkulasi. Tindakan instrumental melibat- Makassar, menunggu sidang pengadilan di
kan seorang aktor tunggal untuk mem- Gowa. Persoalan ini dipicu akibat kritikan-
perhitungkan secara rasional alat-alat ter- nya melalui media sosial Line. Kritikan yang
baik untuk mencapai suatu tujuan, sedang- disampaikan Fadli melalui chatroom group
kan, tindakan strategis berkaitan dengan Line dimaknai berbeda oleh Pak Bupati,
proses dua atau lebih individu yang saling seperti yang disampaikan oleh Kabag
136 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

Humas Pemerintah Daerah Kab. Gowa, publik di bawah kedok New Public Manage-
Arifuddin Saeni. Kicauan Fadli dilihat ment (NPM) telah mengubah pola pelayanan
sebagai sebuah "pencemaran nama baik" dan publik (Ferlie et al., 1996; Lane, 2000; Lynn,
sebagai Aparatur Sipil Negara tindakannya 2006), serta mendorong adopsi nilai-nilai
dituding melanggar peraturan disiplin dan prinsip-prinsip manajemen sektor
pegawai dan tidak loyal terhadap atasan. swasta (Maesschalck, 2004; Maesschalck et
Karena dianggap tidak dapat membuktikan al., 2008; Pollitt dan Bouckaert, 2000).
tuduhannya, Fadli diadili setelah diproses di Nilai-nilai baru yang dibawa oleh NPM
Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) Gowa sebagian berasal dari pengakuan adanya
dan diperiksa oleh polisi dan jaksa sejak Mei kekuatan pasar dan kekuasaan pelanggan,
2014 lalu (Mangenre, 2014) yang mana hal tersebut menurut berbagai
Informan kunci dalam penelitian ini peneliti, bertentangan dengan komitmen ter-
adalah eksekutif yang melakukan pengelola- hadap kepentingan publik (Doig dan
an keuangan daerah. Mereka merupakan Wilson, 1998; Hebson et al., 2003). Nilai-nilai
pihak agen yang terkait dalam pelaksanaan yang termasuk di dalamnya ialah profita-
proses akuntabilitas publik. Pihak eksekutif bilitas, risk taking, responsif, inovasi dan
disini meliputi Kepala Dinas Pendidikan bisnis (Aldridge dan Stoker, 2002; Van der
beserta jajaran Kepala Bidang terkait, Kepala Wal et al., 2008).
BAPPEDA, dan Kepala Bagian Keuangan Literatur menunjukkan bahwa secara
Pemda Gowa. Pemilihan informan tersebut umum reformasi ini telah mengubah peran
dilakukan secara purposif berdasarkan pemerintah (Bach et al., 2007), mempe-
jabatan mereka, karena mereka diharapkan ngaruhi norma-norma yang dianut oleh
memiliki wawasan yang baik dalam hal pemerintah (Marsden, 2004), dan secara
akuntabilitas publik. Selain itu informan signifikan, dan negatif, mempengaruhi
penting lainnya ialah masyarakat sebagai akuntabilitas pelayanan publik dan etos
pihak prinsipal yang merasakan kinerja dari pelayanan publik (Rhodes, 1994). Pengaruh
para eksekutif dan seharusnya melakukan yang banyak dikutip dalam literatur ialah
fungsi kontrol. Mewakili pihak masyarakat melemahnya nilai-nilai profesional (Pollitt
dipilih dua orang yaitu ketua LSO yang dan Bouckaert, 2000; Powell et al., 1999);
berfungsi mengawasi pelaksanaan pe- penurunan semangat, motivasi, kepercaya-
merintahan Pemda Gowa serta pengamat an, komitmen, dan kepuasan kerja (Foster
akuntabilitas pemerintah yang juga me- dan Wilding, 2000; Friedson, 1994); dan
rupakan dosen akuntansi sektor publik di peningkatan stres yang disebabkan oleh
Universitas Hasanuddin Makassar. Pemilih- intensifikasi kerja (Audit Commission, 2002;
an informan tersebut diharapkan dapat Exworthy dan Halford, 1999; Randle dan
memberikan pemahaman atas kondisi Brady, 1997). Pengalaman ini dapat di-
masyarakat dalam proses akuntabilitas generalisasi di seluruh sektor publik secara
publik. internasional karena mereka yang berprofesi
pada berbagai sektor, misalnya, kesehatan,
ANALISIS DAN PEMBAHASAN pendidikan, pelayanan masyarakat, dan
Marjinalisasi Ruang Diskusi Publik pekerjaan sosial telah mengalami reformasi
Aspek penting dalam pelayanan publik serupa (Ackroyd et al., 1989; Frederickson
adalah akuntabilitas atas etos pelayanan dan Ghere, 2005; Henkel, 1991; O'Faircheal-
publik (Horton, 2008). Nilai intrinsik yang laigh et al., 1999).
termasuk di dalamnya ialah komitmen, Terdapat bukti bahwa reformasi New
integritas, imparsialitas, dan perilaku citizen- Public Management memiliki dampak ter-
ship organisasional (Foster dan Wilding, hadap etos umumnya melalui penciptaan
2000; Lawton, 1998; Needham, 2006). Refor- budaya audit (Power, 1997) dan secara khu-
masi dan perubahan kontekstual atas sektor sus berkaitan dengan kerjasama pemerintah
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 137

dengan swasta (Hebson et al., 2003) dan pemikiran Plato dan Aristoteles, dan pe-
contracting out (Painter, 2000). Konsep NPM mikiran terbaru para idealis Inggris, ter-
membatasi diskursus publik pada topik utama T.H. Green (O'Toole, 1990). Fokus dari
yang tidak kritis dan mengabaikan topik tulisan mereka adalah pegawai senior pe-
penting seperti pembuatan kebijakan (Stone, merintahan di Inggris dan perkembangan
2002). Justifikasi efisiensi ekonomi diguna- etos akuntabilitas pelayanan publik sejak
kan untuk melakukan intervensi seperti reformasi pelayanan publik pada abad ke-19
privatisasi serta outsourcing, dan menge- hingga saat ini. Kekhawatiran terhadap cita-
sampingkan partisipasi publik dengan alas- cita etis, termasuk pelayanan kepada masya-
an akan menghambat produktifitas. Klaim rakat, menjadi ciri utama perkembangan ini
tersebut menyebabkan minat baru dalam (Thomas, 1989). Pada awalnya, etos akunta-
akuntabilitas dan etos pelayanan publik bilitas ini diadopsi oleh kelompok elit
(Clarke et al., 2000; Needham, 2006; Seddon, pegawai pemerintahan, tetapi kemudian ia
1996) dan upaya untuk mempertajam fokus- mulai merambah ke berbagai pekerja sektor
nya dalam menanggapi reformasi tersebut publik (Audit Commission, 2002).
(Aldridge dan Stoker, 2002; Brereton dan Seiring berjalannya waktu, upaya untuk
Temple, 1999; Needham, 2006). mendefinisikan etos tersebut mengalami
Hal yang memprihatinkan berkaitan masalah. Lebih lanjut, selain studi yang di-
dengan pelaksanaan akuntabilitas dan etos lakukan oleh Pratchett dan Wingfield (1996)
pelayanan publik karena Habermas (2001) dan Hebson et al. (2003), bukti empiris ada-
mengidealkan suatu kondisi di mana masya- nya etos ini sangat langka dan karakternya
rakat memiliki akses yang luas untuk sangat sulit dijelaskan. Kerangka yang di-
mendiskusikan akuntabilitas publik, guna identifikasi oleh Pratchett dan Wingfield
mendapatkan posisi yang setara dengan (1994) diuraikan dengan memasukkan
pemerintah. Ia mendorong lifeworld yang akuntabilitas, perilaku birokratif (ditunjuk-
steril dari kolonisasi. Ia membayangkan kan melalui kejujuran, integritas, imparsia-
masyarakat komunikatif sebagai tempat litas, dan objektivitas), kepentingan publik,
perbedaan kepentingan dibicarakan lewat motivasi dan loyalitas.
cara-cara yang elegan, serta tidak menutupi Individu yang bekerja dalam bidang
ruang gerak masing-masing pihak. Itu pelayanan publik, dikatakan terikat oleh dan
semua bisa berlangsung di ruang publik termotivasi oleh etos pelayanan publik
yang terbuka dan steril dari tekanan ideologi (Lawton, 1998; Vandenabeele et al., 2006).
yang hanya meniupkan angin surga. Konsep ini ditandai oleh seperangkat nilai-
nilai seperti kejujuran, integritas, akunta-
Akuntabilitas dan Etos Pelayanan Publik: bilitas, dan ketulusan, serta seperangkat
Sebuah Realitas yang Mengabaikan Ruang proses yang melibatkan, misalnya, perekrut-
Diskusi Terbuka an dan promosi berdasarkan prestasi. Hal ini
Terdapat berbagai tradisi akuntansi mengasumsikan bahwa mereka yang men-
yang berbeda yang mencerminkan konvensi jalankan etos ini akan peduli untuk mem-
konstitusional, nilai-nilai politik, dan rezim perjuangkan kepentingan publik daripada
hukum yang berbeda. Konsep etos pelayan- kepentingan pribadi (House of Commons
an publik mulai muncul di Inggris, me- Public Administration Select Committee,
nyusul laporan dari Northcote dan Trevel- 2002). Dalam hal ini, Idris, Kepala Dinas
yan (1854) mengenai pegawai pemerintahan. Pendidikan Pemuda dan Olah Raga Kabu-
Banyak peneliti yang telah mengeksplorasi paten Gowa mengungkapkan:
etos tersebut dari perspektif sejarah Di satu sisi mesin administrasi me-
(O'Toole, 1990; Plant, 2003; Thomas, 1989) nawarkan begitu banyak kesempatan
dan menemukan akarnya dalam konsep kepada masyarakat untuk mengajukan
tugas publik yang diartikulasikan dari keinginannya, di sisi lain keputusan
138 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

administrasi dan pelaksanaannya tidak digma kerja, mempercayai, dan ber-


selalu mampu melayaninya atau me- komitmen pada paradigma kerja ter-
mahaminya, oleh karena itu, men- sebut, semua itu akan melahirkan sikap
dahulukan prioritas RENSTRA .... dan perilaku kerja mereka yang khas.
Dalam hal ini, akuntabilitas peme- Dalam hal ini permasalahan umum
rintah Kabupaten Gowa mendukung ke- dalam etos kerja adalah pemerintah
beradaan dan pentingnya etos pelayanan daerah selaku penanggung jawab pe-
publik, etos ini menggambarkan keadaan ngelolaan keuangan daerah dituntut
untuk menyampaikan laporan per-
yang ada, memberikan panduan tindakan,
tanggungjawaban atas aktivitas dan
dan menginspirasi mereka yang bekerja di kinerja pelayanan kepada stakeholder-
organisasi pelayanan publik. Namun, dapat nya untuk menciptakan akuntabilitas
kita amati pengaruh dari rasionalitas kinerja yang mencerminkan etos kerja
instrumental dalam formulasi etos pelayan- yang dimiliki. Hal ini mengharuskan
an publik tersebut. Terlihat bahwa ukuran pemerintah memenuhi akuntabilitas
efisiensi dan efektivitas pencapaian outcome dengan memperhatikan beberapa hal,
menjadi penentu dalam pengambilan ke- antara lain akuntabilitas anggaran yang
putusan. Hal ini menunjukkan bahwa klaim menggambarkan seberapa jauh efekti-
etos pelayanan publik sebagai suatu hal yang vitas kerja pemerintah dalam mencapai
tujuannya.
selalu baik, dapat dikatakan masih diper-
Hal di atas sejalan dengan pandangan
debatkan. Etos akuntabilitas pemerintah
Anoraga (2009), bahwa etos kerja merupa-
Kabupaten Gowa saat ini dapat dikatakan
kan suatu pandangan dan sikap suatu
telah mendorong perilaku kekanak-kanak-
bangsa atau manusia terhadap kerja. Bila
an, loyalitas sesat, birokratis, membangun
individu-individu dalam komunitas me-
kerajaan, atau mendahulukan kepentingan
mandang kerja sebagai suatu hal yang luhur
pusat dengan mengorbankan kepentingan
dan sakral bagi eksistensi manusia, maka
masyarakat (Lawton, 1998). Dalam hal ini
etos kerjanya akan cenderung tinggi. Se-
Syarifuddin, seorang pemerhati sektor pu-
baliknya, sikap dan pandangan terhadap
blik menyatakan:
...setiap manusia memiliki spirit (roh)
kerja sebagai sesuatu yang bernilai rendah
keberhasilan, yaitu motivasi murni bagi kehidupan, akan mengakibatkan etos
untuk meraih dan menikmati keber- kerja dengan sendirinya menjadi rendah.
hasilan. Roh inilah yang menjelma Hal yang sama diungkapkan Sinamo (2005)
menjadi perilaku yang khas seperti kerja yang memandang bahwa etos kerja me-
keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rupakan fondasi dari sukses yang sejati dan
rasional, bertanggung jawab dan se- otentik. Pandangan ini dipengaruhi oleh
bagainya. Lalu perilaku yang khas ini kajiannya terhadap studi-studi sosiologi
berproses menjadi kerja yang positif, sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20
kreatif dan produktif. Akuntabilitas
dan penulisan-penulisan manajemen dua
pelayanan publik pemerintah Kabu-
paten Gowa seharusnya merupakan
puluh tahun belakangan ini yang semuanya
jelmaan dari prinsip ini, sehingga pem- bermuara pada satu kesimpulan utama
da senantiasa mendahulukan masya- bahwa keberhasilan di berbagai wilayah
rakat di atas kepentingannya. kehidupan ditentukan oleh perilaku manu-
Dalam kaitannya antara anggaran dan sia, terutama perilaku kerja. Sebagian orang
etos kerja, Syarifuddin menjelaskan: menyebut perilaku kerja ini sebagai moti-
...etos kerja adalah seperangkat perilaku vasi, kebiasaan (habit) dan budaya kerja.
positif yang berakar pada keyakinan Sinamo (2005) lebih memilih menggunakan
fundamental yang disertai komitmen istilah etos karena menemukan bahwa kata
total pada paradigma kerja yang inte- etos mengandung pengertian tidak saja
gral. Jika seseorang, suatu organisasi, sebagai perilaku khas dari sebuah organisasi
atau suatu komunitas menganut para-
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 139

atau komunitas, tetapi juga mencakup moti- kan masyarakat nah di sini tampak-
vasi yang menggerakkan mereka, karakter- nya pemerintah tidak pernah mau tahu
istik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode hal tersebut sepanjang aturan dan regu-
etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, lasi akuntabilitas telah mereka kerjakan.
aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prin- Dalam hal ini, tampak bahwa etos yang
sip-prinsip, dan standar-standar. dirasakan oleh individu dalam suatu organi-
Melalui berbagai diskursus di atas baik sasi bergantung pada siapa pemimpinnya
secara etimologis maupun praktis dapat dan siapa saja anggotanya (O'Toole, 1993)
disimpulkan bahwa etos kerja merupakan dan akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang
seperangkat sikap atau pandangan men- dimiliki oleh mereka sendiri (Chapman,
dasar yang dipegang sekelompok manusia 2000). Ia akan berkembang dari waktu ke
untuk menilai kerja sebagai suatu hal yang waktu, dan karakter historisnya ter-
positif bagi peningkatan kualitas kehidupan, dokumentasi dengan baik (Chapman, 1993;
sehingga mempengaruhi perilaku kerjanya. Horton, 2008; O'Toole, 1990; Plant, 2003).
Oleh karenanya, pemerintah seharusnya Keberlangsungan etos akuntabilitas seperti
akuntabel atas etos kerja yang dimiliki ter- ungkapan Arman di atas akan berlanjut
masuk anggaran yang dibelanjakan untuk terus pada generasi pejabat publik yang akan
menjalankan etos tersebut. Dengan kata lain, datang, dan ia terinternalisasi menjadi nilai
etos ini dalam praktiknya belum tentu etis intrinsik yang memotivasi kerja pegawai
meskipun ia disepakati sebagai sesuatu yang pemerintahan. Oleh karenanya, perlu ada-
etis secara organisasional. Hal inilah yang nya kontrol masyarakat untuk merubah
dikomentari Arman selaku pemerhati pe- paradigma pegawai pemerintahan Kabu-
merintah: paten Gowa atas etos akuntabilitas yang
Pelayanan publik yang berkualitas berkembang saat ini. Syarifuddin, informan
mempunyai arti yang penting apabila saya mengemukakan:
pemberian pelayanan yang dilakukan Tanggung jawab masyarakat untuk me-
secara sederhana, mudah dan dilakukan lakukan kontrol terhadap lembaga pe-
secara wajar dan profesional. Untuk merintah merupakan wujud dari bentuk
meningkatkan kualitas pelayanan pu- partisipasi masyarakat. Hal ini amat
blik, pemerintah Kabupaten Gowa penting memperoleh perhatian kita ber-
harus mengubah posisi dan peran da- sama, karena akuntabilitas itu sendiri
lam memberikan layanan publik. Dari tidak hanya diperlukan bagi pemerintah
yang suka mengatur dan memerintah saja, akan tetapi juga bagi masyarakat.
berubah menjadi suka melayani, dari Akuntabilitas bagi masyarakat seharus-
yang suka menggunakan pendekatan nya dibarengi dengan adanya sarana
kekuasaan, berubah menjadi suka me- akses yang sama bagi seluruh masya-
nolong menuju ke arah yang fleksibel rakat untuk melakukan kontrol ter-
kolaborasi dan dialogis, dan dari cara- hadap pemerintah. Jika akses dan
cara yang sloganis menuju cara-cara saluran ini diberikan oleh pemerintah,
kerja yang realistik pragmatis. maka sarana tersebut bisa dimanfaatkan
Ia selanjutnya menambahkan bahwa: untuk berperan serta dalam melakukan
Akuntabilitas dari sudut pandang pe- kontrol. Akses dan saluran ini perlu
merintah pada dasarnya sudah diang- diadakan oleh pemerintah agar semua
gap etis oleh mereka karena mereka kelompok masyarakat mempunyai hak
telah memenuhi aturan akuntabilitas dan kesempatan yang sama dalam
yang ada. Namun demikian, akunta- memanfaatkan saluran tersebut.
bilitas pemerintah Kabupaten Gowa Ketiadaan kendali kekuatan hegemonik
tersebut masih perlu dipertanyakan dalam diskursus sangat penting untuk men-
karena apakah hal itu telah sesuai capai keadaan komunikasi yang ideal,
dengan keinginan publik? atau telah menurut pandangan Habermas (2001) bah-
sesuai dengan informasi yang diharap- wa pembebasan diskursus dari struktur aksi
140 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

dan interaksi yang bersifat koersif diperlu- kapitalisme liberal di abad 18. Kategori public
kan agar dapat tercipta keadaan komunikasi sphere semacam ini dapat ditemui dalam
yang ideal, hal ini tampaknya hanya dapat realitas sejarah masyarakat Inggris, Perancis
terjadi dalam keadaan tindakan komunikatif dan Jerman. Pada masa sebelum itu, me-
murni. Menurut Habermas (2001) semua mang bisa dikatakan tidak ada ruang sosial
stakeholder harus transparan terhadap diri yang layak disebut public sebagai lawan
mereka sendiri dan orang lain mengenai apa dari private. Dengan berkembangnya kon-
yang sebenarnya mereka lakukan, jika perlu, sep negara kebangsaan, lembaga perwakil-
mereka menerjemahkan ekspresi non-verbal an, perekonomian, dan tidak ketinggalan
mereka ke dalam bentuk ungkapan linguis- lahirnya media cetak menyebabkan awal
tik. Berkaitan dengan etos akuntabilitas, berkembangnya kemunculan public sphere di
terdapat penelitian yang menunjukkan bah- masyarakat tertentu di Eropa Barat. Public
wa dalam praktiknya, dialog antar stake- sphere ini memunculkan kelompok-ke-
holder masih jauh dari keadaan komunikasi lompok sosial tertentu atas dasar pendidi-
yang ideal (Unerman dan Bennett, 2004). kan, kelas kepemilikan (biasanya pada
Sebagai pemikir sosial, Habermas di- kalangan pria) dan berproses melalui ber-
kaitkan dengan konsep public sphere. Me- bagai media seperti jurnal, pamflet, dan
nurut Habermas (2001), public sphere di- surat kabar termasuk di dalamnya lingkung-
konseptualisasikan sebagai suatu realitas an tertentu seperti bar, coffee house dan
kehidupan sosial di mana terjadi suatu berbagai club. Pertukaran informasi aktual
proses pertukaran informasi dan berbagai yang berlangsung terus menerus dalam
pandangan berkenaan dengan pokok per- sebuah diskusi, dan seringkali dihangatkan
soalan yang tengah menjadi perhatian dengan perdebatan merupakan gejala baru
umum sehingga dalam proses tersebut ter- yang menurut Habermas amatlah berarti.
ciptalah konsensus bersama. Dengan di- Kedua, konsep public sphere memasuki
hasilkannya konsensus bersama maka pada warna baru dengan mulai memudarnya
gilirannya akan membentuk kebijakan kelompok borjuis dalam konteks masyarakat
negara yang ideal dan pada akhirnya akan industri yang semakin maju, dan munculnya
membentuk tatanan masyarakat yang ideal demokrasi massa. Dengan adanya demo-
secara keseluruhan. Public sphere mensyarat- krasi massa, publik yang semula diwakili
kan keaktifan dari warga masyarakat untuk oleh kalangan elit terpelajar yang terbatas,
memanfaatkan hak-haknya dan terlibat ikut mulai dimasuki oleh masyarakat yang ke-
berpikir di dalam suatu wacana yang sedang banyakan tidak begitu berpendidikan.
hangat pada suatu waktu tertentu, khusus- Sementara negara, dalam kepentingannya
nya yang berkaitan dengan permasalahan untuk mengendalikan pertentangan kapital
politik. Seiring perkembangan masyarakat menjadi makin terintervensi. Menurut
yang semakin pesat, proses terbentuknya Habermas (2001), batas antara wilayah
wacana menuju opini publik dapat dilaku- publik dan privat, baik dalam pengertian
kan melalui media massa. ekonomi, politik maupun budaya makin
Gagasan Habermas di atas memang bisa tipis. Organisasi besar dan kelompok ke-
dikatakan merupakan sebuah cita-cita ideal pentingan menjadi partner politik kunci bagi
dalam konteks historis pada masa itu yang negara, dalam menghasilkan bentuk poli-
kalau kita bandingkan dengan konteks tik feodal baru yang makin menggantikan
zaman sekarang tentu prosesnya tidak se- peran-peran yang semula dijalankan oleh
sederhana itu. Pemikiran Habermas ter- masyarakat. Berkembangnya karakteristik
sebut dapat kita pahami dalam dua per- kepemilikan media massa, khususnya ketika
spektif. Pertama, Habermas mencoba meng- kekuatan komersial mengubah fungsi
gambarkan munculnya ruang publik di komunikasi publik menjadi public relation
kalangan calon kaum borjuis dalam spirit dan makin menguatnya periklanan dan
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 141

hiburan, maka fungsi kritis media massa komunikasi tertentu sebagai variabel
makin terkikis. Publik lalu terkotak-kotak terbentuknya demokrasi.
sedemikian rupa, sehingga kehilangan daya Dalam hal ini, Peters (1993) berkomentar
ikatnya. Berkaitan dengan hal ini Habermas bahwa dasar pemahaman Habermas tentang
(2001) mengemukakan: demokrasi dan public sphere tidaklah murni
If all participants in dialogue have the same dikendalikan oleh tradisi liberal Anglo-Ame-
opportunity to employ communicatives, that rican dengan ide dasarnya tentang market
is, to initiate communication and continue it place of ideas. Dalam hal ini Habermas (1984)
through speaking and responding of asking menjelaskan:
questions and giving answers, then equally The result may be a joint understanding that
distributing opportunities for employing the participants are closer to each other than
constatives that is, equally distributing they may seem, or differences may be
the opportunities to put forth interpre- identified, equally important when deciding
tations, assertions, explanations, and justi- on further action. The clarification can give
fications and to establish or refute their rise to a superior reflection and weighing of
claims to validity can be a way of creating values and norms. This can in turn reveal
a basis on which no prejudice or unexamined new possibilities and may lead to a wish for
belief will remain exempt from themati- new priorities. For a positive, dynamic
zation and critique in the long run. process to occur the participants must have
Kisah memudarnya public sphere tampak an open attitude and seek to understand the
jelas dalam penelitian ini, sehingga perlu other and be willing to change their own
dipertanyakan kembali konsep public sphere point of view when new insight is obtained.
dalam konteks etos akuntabilitas publik. Berkaitan dengan pandangan Habermas
Dalam hal ini konsep public sphere menjadi di atas, dengan menempatkan akuntabilitas
sesuatu yang berharga guna memahami etos pelayanan publik sebagai ''a way of life''
proses sosial pemerintah Kabupaten Gowa (Lawton, 1998) berarti menyadari bahwa ia
di mana media massa menjadi salah satu merupakan subjek dari perubahan dan me-
kekuatan dalam konstelasi kekuatan-kekuat- rupakan konstruksi yang dinamis. Penelitian
an yang menentukan dalam masyarakat. ini menunjukkan bahwa etos akuntabilitas
Untuk menyediakan public sphere dalam pemerintah Kabupaten Gowa mulai terkikis,
pengertian etos akuntabilitas, berarti peme- karena masyarakat tidak menjadi jantung
rintah harus menyediakan sebuah ruang be- etos tersebut, serta akuntabilitas lebih fokus
rupa wacana, lembaga-lembaga, suatu ruang terhadap akuntabilitas outcome daripada
topografik, di mana orang dalam perannya proses. Seharusnya, berdasarkan proses
sebagai warga memiliki akses masuk di komunikatif di atas, etos akuntabilitas men-
dalam sebuah dialog kemasyarakatan yang jadi jiwa dari pelayanan publik yang di-
sedang mempersoalkan sesuatu demi ke- lakukan pemerintah. Dalam hal ini, Nee-
pentingan umum. Dengan kata lain, akses dham (2006) menempatkan masyarakat se-
menuju dunia politik dalam pengertian yang bagai pusat pemerintahan. Sementara,
luas perlu diperhatikan oleh pemerintah Aldridge dan Stoker (2002) menyebutnya
Kabupaten Gowa, sehingga ia tidak lagi sebagai etos pelayanan publik baru. Ber-
terkolonisasi oleh rasionalitas instrumental kaitan dengan hal ini Arman sebagai salah
yang sepertinya telah menguasai sistem- satu ketua LSM pemerhati pemerintah
lifeworld akuntabilitas pemerintah Kabu- mengungkapkan:
paten Gowa saat ini. Berkaitan dengan hal Penyelenggaraan pelayanan publik
tersebut, Syarifuddin mengungkapkan: yang dilaksanakan oleh aparatur pe-
...ruang yang demikian ini, dengan merintah dalam berbagai sektor pe-
kondisi komunikasi tertentu yang me- layanan, terutama yang menyangkut
warnainya, menjadi sesuatu hal yang pemenuhan hak sipil dan kebutuhan
penting dalam demokrasi. Fungsi public dasar masyarakat, kinerjanya masih
sphere adalah memenuhi persyaratan jauh dari yang diharapkan. Hal ini
142 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

dapat dilihat antara lain dari banyaknya kehidupan organisasi dan masyarakat, se-
pengaduan dan keluhan dari masya- hingga keberadaannya sangat dipengaruhi
rakat dan dunia usaha, baik melalui oleh faktor-faktor pembentuk interaksi ter-
surat pembaca maupun media pe- sebut sebagai bagian dari kinerja organisasi.
ngaduan lainnya, seperti menyangkut
Faktor-faktor tersebut seperti kewenangan
prosedur dan mekanisme kerja pe-
layanan yang berbelit-belit, dan tidak
diskresi, orientasi terhadap perubahan, bu-
transparan, kurang informatif, dan ku- daya paternalisme, etika pelayanan, sistem
rang akomodatif, sehingga tidak men- insentif, semangat kerja sama (Dwiyanto,
jamin kepastian, serta masih banyak 2006), sistem kultur atau budaya yang sudah
praktek pungutan liar dan tindakan- tertanam selama puluhan tahun. Bahkan,
tindakan yang berindikasi penyimpang- akarnya mungkin dapat ditelusuri pada
an dan KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme). sistem pemerintahan kolonial Belanda
Buruknya kinerja pelayanan publik ini (Kumorotomo, 2005), sistem insentifnya,
antara lain dikarenakan belum ter- sistem pertanggungjawabannya, dan struk-
laksananya transparansi dan akunta-
tur kekuasaannya (Osborne dan Plastrik,
bilitas dalam anggaran dan penyeleng-
garaan pelayanan publik. (dicetak miring
2000), informasi yang relevan dan reliabel
merupakan penegasan saya). (Sulistiyani dan Rosidah, 2003), monitoring
Hal ini berarti bahwa akuntabilitas etos dan insentif (LAN dan BPKP, 2000), sedang-
kerja, seharusnya berfokus pada kinerja, kan Crosby dan Bryson (2005) mengemuka-
praktik kerja yang bertanggung jawab, dan kan faktor yang mempengaruhi kinerja
komitmen terhadap kesejahteraan masya- suatu organisasi dalam melaksanakan pe-
rakat. Semua langkah ini ketika dijalankan kerjaan adalah faktor yang bersifat internal
bersama-sama akan membantu untuk men- dan eksternal. Oleh karena itu, motivasi
ciptakan budaya baru dalam pelayanan pelayanan publik terdapat di dalam diri
publik berdasarkan sikap can do dan will individu yang terlepas dari konteksnya.
do, sikap yang lebih mampu mengelola Dalam hal ini Arman mengatakan:
risiko secara tepat dan mengakhiri budaya ...dengan semakin besarnya tugas yang
diemban oleh aparatur pemerintah
saling menyalahkan. Kita membutuhkan
Kabupaten Gowa dalam memberikan
budaya akuntabilitas dan etos pelayanan pelayanan kepada masyarakat, hendak-
publik baru yang lebih berfokus pada proses. nya semakin meningkatkan akunta-
Dalam hal ini, dimensi normatif akunta- bilitas publik pemerintahan untuk bisa
bilitas etos pelayanan publik pemerintah menghadirkan pelayanan yang me-
Kabupaten Gowa harus didasarkan pada muaskan, tentunya menjadi harapan
tersedianya ruang diskusi publik yang luas, seluruh masyarakat. Oleh karenanya,
dengan kondisi komunikasi tertentu yang tuntutan memiliki aparatur yang ber-
mewarnainya, untuk mendorong muncul- kompetensi sesuai dengan kebutuhan
nya demokrasi yang sesungguhnya tanpa organisasi sangatlah besar ... sehingga
pekerjaan yang dihasilkan bisa ber-
hegemoni tertentu. Public sphere demikian
kualitas dan akuntabel. Karena bila
diperlukan untuk memenuhi persyaratan tidak, maka pelayanan yang diberikan
komunikasi tertentu sebagai media ter- dan merupakan kebutuhan setiap
bentuknya demokrasi. masyarakat untuk hidup dilingkungan-
nya tidak mampu dilaksanakan dengan
Akuntabilitas Dan Etos Pelayanan Publik: baik. Sebab, buruknya kinerja pelayan-
Kolonisasi Lifeworld an publik antara lain juga dikarenakan
Akuntabilitas merupakan fenomena oleh belum terlaksananya transparansi
sosial yang terjadi di tengah-tengah ke- dan akuntabilitas dalam penyelenggara-
hidupan sosial masyarakat. Ia merupakan an pelayanan publik. Untuk itu
produk dari interaksi sosial manusia dalam pelayanan publik harus dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel oleh
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 143

setiap unit pelayanan yang terdapat di Sayangnya, bagi Habermas, ilmu pengetahu-
Kabupaten Gowa. Karena kualitas an beserta teori-teorinya sudah terlanjur
kinerja dalam pelayanan publik me- berada di menara gading dan ketika di-
miliki implikasi yang luas dalam libatkan dalam praktik kehidupan sehari-
memenuhi kebutuhan masyarakat.
hari, manusia malah terkurung oleh belitan
Lebih lanjut, peran dalam organisasi
rasionalitas yang menjadi landasan teori-
dan identitas diri merupakan hal yang
teori tersebut. Mereka dibius oleh sebuah
penting, sebagaimana yang disampaikan
daya yang menempatkan tujuan di atas
Perry dan Vandenabeele (2008), sehingga
segala-galanya dan dibuatnya percaya bah-
pejabat publik melihat peran mereka sendiri
wa yang mesti diusahakan adalah sarana
secara berbeda. Memang, taksonomi identi-
dan cara mencapai yang seampuh-ampuh-
tas telah dikembangkan yang mencirikan
nya. Daya itu bernama rasionalitas instru-
berbagai jenis pejabat publik (Brewer et al.,
mental, ibu kandung dari teknologi yang
2000; Le Grand, 2003). Karenanya tampak
sifatnya ideologis.
bahwa akuntabilitas pelayanan publik di
Memprihatinkan memang, dan itulah
pemerintah Kabupaten Gowa tidak jelas
sebabnya Habermas mengidealkan suatu
dalam membedakan hubungan antara
kondisi di mana manusia tak saling sikut dan
akuntabilitas dan opini tentang politisi,
gencet demi kepentingan dan tujuan instru-
peran pemerintah dan pegawai pemerintah,
mental masing-masing. Dia membayangkan
motivasi pribadi dengan kepentingan
masyarakat komunikatif tempat perbedaan
masyarakat. Seperti yang diungkapkan Idris
kepentingan dibicarakan lewat cara-cara
Kepala Dinas Pendidikan
yang elegan dan tidak menutup ruang gerak
Bagi saya akuntabilitas itu adalah
gambaran mengenai apa yang sudah
masing-masing pihak. Itu semua bisa ber-
kita capai berdasarkan aturan yang su- langsung di ruang publik yang terbuka dan
dah ditentukan. Kita tidak perlu me- steril dari tekanan ideologi yang hanya
ngambil atau membuat sebuah model meniupkan angin surga. Agar kondisi itu
baru dalam menyampaikan pesan ke- terwujud di pemerintah Kabupaten Gowa,
pada masyarakat. LAKIP misalnya Habermas (2001) menyampaikan bahwa
adalah ketentuan pemerintah mengenai perlu adanya sebuah teori yang merangkul
bagaimana kita harus akuntabel ... ya itu sisi praksis. Dia tidak mau teori me-
sudah cukup. Terlepas apakah hal ter- ngandung ideologi yang memukau manusia,
sebut dapat dimengerti oleh masyarakat
dan yang paling penting, teori tersebut mesti
atau tidak.
mengkritisi dirinya terlebih dahulu sebelum
Hal ini berbeda secara mendasar dengan
mengarahkan pisau analisisnya kepada
jiwa etos pelayanan publik, di mana etos
objek.
pelayanan publik, berkaitan dengan karakter
Para penerjemah karya Habermas
dari suatu organisasi dan membawa ideologi
menekankan kegunaan dan efektifitas dari
aspiratif dan normatif yang dimaksudkan
penyajian sebuah kontrafaktual, idealisasi
untuk mengikat dan memotivasi mereka
yang diperlukan oleh model komunikasi ini
yang menjadi bagian organisasi tersebut.
mungkin saja gagal. Namun, model ideal
Dalam hal ini, Habermas ingin agar suatu
tersebut memungkinkan adanya sebuah
pandangan tidak hanya sekedar menjelas-
pemahaman yang sistematis dari berbagai
kan permasalahan dengan sedemikian rupa.
macam kegagalan yang mungkin terjadi dan
Menurut Habermas (2001), seorang politisi
memberikan norma atau standar untuk
seharusnya tidak hanya merenung di ruang
mengkritiknya (Fultner, 2001: 21). Dalam
perpustakaan lalu memberi saran pe-
dunia nyata bukan hanya aspek dari ke-
nyelesaian masalah lewat diskusi. Hal
adaan komunikasi yang ideal gagal tercapai,
terpenting yang luput dari cara seperti itu,
tetapi juga pihak tertentu dapat secara
menurut dia, adalah sisi praksis kehidupan.
144 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

strategis merancang dan mempertahankan dibentuk secara kontrafaktual (Habermas,


pseudo-konsensus, sebuah simulakrum 2001).
komunikasi yang ideal, yang kemungkinan Menurut Unerman (2007), kerangka pe-
hanya untuk mencapai kepentingan mereka mikiran Habermas bertumpu pada berbagai
sendiri (Fultner, 2001: 22). Saran ini ber- asumsi termasuk imperatif kategoris Kanti-
esonansi dengan interaksi antar stakeholder an yang dapat diringkas sebagai berikut,
yang tampaknya merupakan simulakrum actions which are considered acceptable to
akuntabilitas sejati (Archel et al., 2011). Dapat someone with power, wealth and privilege
diperkirakan bahwa upaya untuk mem- would only be considered morally acceptable
if that person would consider these actions to
validasi secara empiris keberadaan keadaan
be equally morally acceptable if they lost
komunikasi yang ideal akan gagal, terdapat their power and wealth, and were looking at
sebuah pengakuan yang jelas bahwa ke- (and experiencing) the outcomes of these
adaan empiris, bahkan dalam konteks actions from the position of the least
komunikatif terstruktur, akan berbeda privileged members of society.
secara signifikan dari keadaan komunikasi Jika proses berpikir tersebut diterapkan
yang ideal (Fultner, 2001). Memang, ke- dalam konteks pemerintah Kabupaten Gowa
rangka pemikiran Habermas telah dikritik dan kelompok stakeholder yang beragam,
karena terlalu ideal, melibatkan kesulitan maka para pengambil keputusan (eksekutif)
konseptual (Cooke, 2003). Habermas (2001) harus mengadopsi praktik-praktik yang etis,
sendiri mengakui dan memprediksi adanya di mana secara empatis mempertimbangkan
kritik atas kerangka pemikirannya, apakah keputusan mereka akan sama apa-
We know that institutionalized actions as a bila mereka diturunkan dari posisi kekuasa-
rule do not correspond to this model of pure an. Dengan kata lain, keputusan mereka
communicative action, although we cannot apakah tidak akan berubah misalnya, jika
help but always act counterfactually as
mereka menjadi stakeholder yang paling kecil.
thought this model were realized. On this
inevitable fiction rests the humanity of social
Terlepas dari apakah hal tersebut benar
intercourse among people who are still terjadi dalam praktik, tidak menjadi masa-
human, that is, who have not yet become lah. Aspek dari kerangka teoritis ini dapat
completely alienated from themselves and berguna, setidaknya untuk membuat teori
their self-objectifications. mengenai alasan mengapa keputusan sosial
Sebagai seorang teoritisi yang jelas ingin yang tidak bertanggung jawab dapat terjadi;
mengubah praktik dan mengeksplorasi cara jelas bahwa eksekutif tidak berempati
untuk mencapai perbaikan melalui teori, dengan para stakeholder mereka yang paling
demikianlah Habermas berkomentar. Per- kecil. Lebih lanjut, keadaan komunikasi yang
tanyaan yang belum terjawab ialah apakah ideal dan ketergantungannya pada etika
mungkin untuk merancang keadaan Kantian dapat digunakan sebagai pem-
komunikasi yang ideal? Persoalannya ada- banding dari apa yang dapat terjadi. Me-
lah semua komunikasi mensyaratkan bahwa mang, konsep keadaan komunikasi yang
setidaknya dua pihak mencapai kesepakat- ideal adalah utopis, menjadikan manifestasi-
an mengenai suatu hal, atau jika diperlukan, nya sangat sulit dalam proses keterlibatan
secara diskursif tiba pada suatu kesepakat- organisasi dengan para stakeholder. Namun,
an. Masalah lain untuk mencapai komuni- kita dapat secara normatif membayangkan
kasi ideal adalah diperlukannya saling potensi keadaan komunikasi yang ideal
pengertian, berarti menciptakan suatu kon- berkembang dalam praktik.
sensus rasional. Selanjutnya, perlu dipahami Kontrol hegemonik atas stakeholder
bahwa sebuah konsensus sejati dapat di- merupakan bukti terbaru yang menunjuk-
bedakan dengan konsensus yang palsu kan bahwa pelibatan stakeholder tidak lain
melalui pengamatan atas kesepakatan yang hanya merupakan sebuah simulakrum
(Archel et al., 2011). Oleh karena itu, upaya
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 145

untuk membuat konsep keterlibatan stake- akuntabilitas dan imparsialitas, dan


holder sebagaimana keadaan komunikasi tujuan untuk meningkatkan kebaikan
Habermasian yang ideal memiliki rintangan bersama. Dengan demikian, hal ini
yang berat untuk dilalui oleh akuntabilitas menunjukkan sistem kepercayaan yang
dapat menjelaskan mengapa individu
publik. Model Habermasian ini menyoroti
termotivasi olehnya, bagaimana mereka
dan menerangi kekurangan dari proses memberikan pelayanan publik sesuai
keterlibatan stakeholder dan dianggap se- dengan nilai-nilai tersebut, dan dengan
bagai alat yang ampuh untuk penelitian cara apa mereka akan mencapainya.
akuntansi kritis (Broadbent et al., 1991; Berkaitan dengan pernyataan di atas,
Power dan Laughlin, 1996). Habermas memberikan pandangan yang
Terdapat aplikasi yang lebih luas dari berguna bagi akuntansi melalui metodologi
berbagai karya Habermas, secara spesifik implisitnya yang memungkinkan tidak ha-
dalam konteks teori akuntansi dan perubah- nya pemahaman tentang sisi sosial dan
an kebijakan akuntansi, yang membantu teknis, tetapi juga mengenai cara di mana
menyediakan sarana untuk menilai di mana perubahan dan perkembangan dapat
kita berada dalam hal keterlibatan stakeholder berjalan (Laughlin, 1987).
dan hubungannya dengan masyarakat dan Argumen dari Habermas (1987) ialah
untuk membangun jalan ke depan untuk bahwa masyarakat modern dapat secara
melaksanakan perbaikan baik dalam tekno- teoritis didefinisikan sebagai campuran dari
logi keterlibatan stakeholder (proses) dan berbagai konsep lifeworld, lembaga dan
dalam hal rekonsiliasi keinginan masyarakat mekanisme steering, dan sistem (Broadbent et
dan dorongan akuntabilitas stakeholder oleh al., 1991). Sistem teknis dapat dilihat sebagai
organisasi publik melalui praktik organisasi. ekspresi dalam bentuk organisasi fungsi-
Teori kritis Habermas berusaha untuk me- onal, dapat didefinisikan, dan nyata (Broad-
nyediakan sarana untuk memahami hubu- bent et al., 1991). Seiring dengan berkembang-
ngan antara dunia sosial dan teknologi nya masyarakat, Habermas menunjukkan
sosial. Secara khusus, Habermas berbicara bahwa kemampuan komunikasi (tindakan
tentang keterkaitan antara lifeworld, sistem komunikatif) dan diskursif juga ber-
teknis, dan mekanisme steering (Barone et al., kembang, di mana masyarakat dan organi-
2013). Dia membawa konsep ini bersama- sasi (dan sistem mereka) menjadi lebih
sama, it is the social reality which gives these mampu melakukan diskusi (Broadbent et al.,
systems meaning and attempts to guide their 1991). Dengan kata lain, masyarakat (life-
behaviour through steering mechanisms world), lembaga sosial dan mekanisme
(Laughlin, 1987). Berkaitan dengan hal ini, steering dan sistem sosial seharusnya ber-
Syarifuddin menjelaskan: kembang melalui evolusi menggunakan
...diskusi mengenai akuntabilitas dan proses diskursif yang ditetapkan (yaitu
etos pelayanan publik mengarahkan keadaan komunikasi yang ideal).
kita untuk mendefinisikannya sebagai 'a
Evolusi yang didorong oleh keadaan
way of life' yang mencakup seperangkat
nilai-nilai yang dipegang oleh individu, komunikasi yang ideal ini seharusnya meng-
bersama dengan proses organisasi dan arah pada perubahan dalam lifeworld sosial,
prosedur yang membentuk dan di- skema interpretatif (lifeworld mikro) dan
bentuk oleh nilai-nilai tersebut. Nilai selanjutnya menimbulkan perubahan pada
tersebut terwujud dalam tujuan organi- lembaga dan sistem steering (di tingkat
sasi yang diarahkan pada kepentingan masyarakat), serta pada desain pola dasar
publik di atas kepentingan pribadi. Oleh dan sub-sistem (di tingkat steering dan
karena itu, etos pelayanan publik organisasi). Dalam konteks model konsep-
merupakan nilai-nilai individu, seperti tual preskriptif ini, keadaan komunikasi
kejujuran dan altruisme, aturan dan
yang ideal bermetamorfosis dari utopis yang
proses organisasi yang menciptakan
146 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

ideal menjadi mekanisme perubahan yang sebagai mekanisme akuntabilitas organisasi


kuat dan sarana untuk mencapai per- dari sistem yang diarahkan melalui mekanis-
sesuaian antara nilai sosial, lembaga sosial, me steering sosial, yang kemudian diinter-
mekanisme dan organisasi steering (ter- pretasikan secara organisasional.
masuk mekanisme akuntabilitas mereka). Saat ini akuntabilitas pemerintah Kabu-
Sementara itu, ketika kemampuan dis- paten Gowa masih jauh dari situasi lingku-
kursif dan komunikatif semakin berkem- ngan ideal berkaitan dengan akuntabilitas
bang, terdapat kemungkinan bahwa diferen- etos pelayanan publik, karena banyaknya
siasi akan semakin meningkat antara life- panduan mandatory dari pemerintah pusat,
world, sistem teknis dan mekanisme steering, sehingga sulit untuk menciptakan akunta-
yang berakibat mengarahkan organisasi. bilitas sukarela yang melibatkan stakeholder.
Sementara itu, steering dalam ruang organi- Dalam konteks keterlibatan stakeholder, se-
sasi dapat berkembang hingga menjadi di harusnya tersedia lifeworld yang mengarah-
luar kendali (Broadbent et al., 1991) dan kan semua elemen-elemen stakeholder untuk
dapat menjadi terpisah dari lifeworld dan terlibat. Lifeworld ini seharusnya merupakan
konteks sosial, serta sistem ideal yang ada. seperangkat pengaturan diskursif yang
Kondisi ini menggambarkan suatu keadaan dapat memberikan ruang bagi suara dari
terciptanya kolonisasi yaitu konteks di mana partisipan tertentu (misalnya masyarakat
organisasi bertindak untuk mendominasi kecil). Lifeworld ini, selanjutnya, akan men-
dan mengkolonisasi lifeworld melalui pen- jadi lifeworld kontraktual yang timbul dari
ciptaan sistem kolonisasi. Keadaan seperti komunikasi yang ideal. Lifeworld ideal ter-
ini mencerminkan hasil yang berlawanan sebut kemudian dapat membuat seperang-
dari penyesuaian hubungan yang seharus- kat sistem baru yaitu mekanisme steering
nya terjadi melalui proses komunikatif yang mengarahkan keterlibatan stakeholder.
diskursif. Tidak seperti akuntabilitas privat,
Berdasarkan kerangka pemikiran ber- akuntabilitas pelayanan publik di pemerin-
basis Habermasian ini, kita dapat me- tah Kabupaten Gowa bersifat mandatory dan
ngembangkan sebuah rasionalitas keterlibat- kaku, serta masih kental nuansa rasionalitas
an stakeholder di pemerintah Kabupaten instrumental. Seperti yang diungkapkan
Gowa, dengan menggabungkan gagasan Karim Kepala Dinas Keuangan dan Aset
keterlibatan stakeholder sebagai keadaan Daerah:
komunikasi ideal yang potensial dan meng- Kami membuat pertanggungjawaban
konseptualisasikan sistem steering dan life- berdasarkan ketentuan yang di atur dan
world. Meskipun akuntansi tidak pernah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Bagi
secara khusus disebutkan oleh Habermas kami aturan itu sudah cukup jelas, dan
karenanya tidak diperlukan bentuk
(Laughlin, 1987), namun teorinya memberi-
akuntabilitas tambahan untuk kepenti-
kan pandangan yang berguna dalam pe- ngan masyarakat.
mahaman akuntansi dan hubungannya Berdasarkan ungkapan di atas, akunta-
dengan masyarakat, serta sebagai sarana bilitas dilaksanakan hanya sebatas untuk
penting dalam mengembangkan rekomen- memenuhi ketentuan regulasi saja dan
dasi untuk perbaikan kebijakan akuntansi. mereka (aparat pemerintahan) memandang
Keterlibatan stakeholder dalam pandangan bahwa hal tersebut sudah cukup untuk
Habermasian, dapat dilihat sebagai bentuk sebuah akuntabilitas. Jadi, dapat dikatakan
akuntabilitas dan komunikasi langsung bahwa akuntabilitas pemerintah Kabupaten
antara organisasi dengan kelompok stake- Gowa tidak dijalankan secara sukarela,
holder mereka. Dalam konteks teori Haber- meskipun berdasarkan diskursus di atas,
masian, keterlibatan stakeholder dapat dijelas- organisasi publik didorong untuk memper-
kan pada tingkat sistem. Dengan kata lain, timbangkan kepentingan stakeholder dalam
keterlibatan stakeholder dapat diartikan
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 147

hal ini masyarakat luas, namun keterlibatan pemangku kepentingan dalam kasus pe-
stakeholder secara khusus tetap saja tidak laksanaan pelayanan publik. Pelayanan pu-
ditekankan. Lebih lanjut, upaya untuk me- blik, setidaknya untuk kelompok stakeholder
nanamkan akuntabilitas stakeholder dalam tertentu, dapat dilihat sebagai situasi krisis
aturan di pemerintah Kabupaten Gowa dan teori Habermasian sangat tepat diguna-
tampak tidak berkembang sebagaimana kan pada masa krisis (Habermas, 1976).
konsep ruang publik yang diusung Lebih lanjut, terdapat tuntutan kepada
Habermas. Seperti yang dikemukakan pemerintah untuk menghasilkan laporan
Syarifuddin: kinerja dan menyampaikan akuntabilitas
Bagi saya, profesional accountability kepada stakeholder yang beragam sesuai
demands that professionals in the public dengan kebutuhan masyarakat. Memang,
service should balance the code of their tekanan sosial pada pemerintah Kabupaten
professions with the larger context of
Gowa menunjukkan bahwa lifeworld sosial
protecting the public interest. Contoh Di
Rumah Sakit Wahidin Makassar pada
menuntut adanya tambahan pelaporan dan
sekitar bulan Maret tahun 2015, para akuntabilitas kinerja pemerintah. Tampak-
dokter mogok melawan pemerintah nya dengan mengacu pada ide-ide Haber-
dengan tidak memberikan pelayanan masian, saat ini steering masih lemah ketika
kesehatan pada masyarakat karena terkait dengan keterlibatan stakeholder.
institusi telah mengatur skala honorari- Oleh karenanya, peer pressure, yaitu
um praktek para dokter. Menurut saya, tekanan mimetik pada pemerintah untuk
hal ini bertentangan dengan kepenting- meniru praktik terbaik berkaitan dengan
an umum dan bisa dikatakan tidak keterlibatan stakeholder, menjadi sesuatu
akuntabel atau contoh lain pada RS
yang penting sebab pedoman wajib peme-
Haji sekitar bulan April 2015, para
pelayan medis mogok melayani pasien
rintah pusat mengenai praktik pelaporan
karena aspirasi mereka tidak ditam- telah mengkolonisasi praktik akuntabilitas
pung oleh kepala rumah sakit dan itu sendiri. Jadi, dalam hal ini diperlukan
mereka meminta direktur diturunkan... suatu usaha agar pemerintah lepas dari
Sehubungan dengan kondisi di atas, kerangkeng besi aturan yang ada sesuai
tampak bahwa jika proses keterlibatan stake- pandangan Webber.
holder di pemerintah Kabupaten Gowa tidak Lifeworld mengenai keterlibatan stake-
dipertimbangkan akan menyebabkan reaksi holder bersifat kompleks, namun terdapat
keras dari publik yang sadar akuntabilitas. kemungkinan untuk membuat beberapa
Kondisi di atas merupakan suatu gambaran saran mengenai pandangan masyarakat ter-
snapshot dalam ruang mikro (yaitu rumah hadap keterlibatan stakeholder dalam kasus
sakit) yang menyadarkan kita bahwa masya- yang diteliti. Analisis atas kasus akunta-
rakat (dalam hal ini para medis) meng- bilitas pelayanan publik pemerintah Kabu-
inginkan adanya akuntabilitas proses ketika paten Gowa berdasarkan pengamatan atas
pimpinan menghasilkan sebuah kebijakan. artikel, media dan objek penelitian me-
Absennya sebuah akuntabilitas mempe- nunjukkan bahwa terdapat ekspektasi
ngaruhi ruang makro yaitu pelayanan masyarakat di mana mereka seharusnya
kepada masyarakat dalam hal ini pasien, terlibat sebagai stakeholder utama.
yang dapat berdampak fatal bagi pelayanan Perhatian utama Habermas ialah ter-
publik secara keseluruhan. dapat dominasi teknis atas lifeworld sosial
Selanjutnya, bagian ini akan meng- dan hal ini dapat berlaku dalam akuntansi
ekspos elemen yang sebenarnya dari konteks sebagai bidang teknis keahlian dan kebija-
sosial (lifeworld) dan proses yang memandu kan yang sedang berkembang (Laughlin,
sistem (steering mechanism) sehingga me- 1987). Dalam kasus akuntabilitas pelayanan
nimbulkan aspek tangible yaitu keterlibatan publik tampak bahwa kelangkaan mekanis-
148 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

me steering yang berkaitan secara khusus dalam memberikan pelayanan kepada


dengan keterlibatan stakeholder telah mem- masyarakat. Akuntabilitas publik atas
buka ruang yang kemudian dikolonisasi pelayanan nampak mengabaikan ruang
oleh diskursus hegemoni pemerintah. diskusi publik yang membuat kesetaraan
Dalam istilah Habermasian, pemerintah dalam menentukan apa yang dibutuhkan
Kabupaten Gowa telah menciptakan inter- dan apa yang diberikan pada masyarakat.
pretasi mereka sendiri atas mekanisme Lifeworld keterlibatan stakeholder bersifat
steering berdasarkan keuntungan finansial kompleks, namun terdapat kemungkinan
dan kesejahteraan mereka semata, sehingga untuk membuat beberapa terobosan untuk
mereka mengkolonisasi setiap diskursus dan melibatkan stakeholder. Analisis atas kasus
pengambilan keputusan. Dengan demikian, akuntabilitas pelayanan publik menunjuk-
terjadi diferensiasi dalam akuntabilitas dan kan bahwa terdapat ekspektasi masyarakat
etos pelayanan publik baik dari sistem ke- di mana mereka seharusnya terlibat sebagai
terlibatan stakeholder yang tidak berkembang stakeholder utama.
dan tidak memadai, maupun dari konteks Hal yang dominan menjelaskan akunta-
lifeworld sosial di mana mereka beroperasi. bilitas pelayanan publik adalah etos pelayan-
Studi ini mencoba menawarkan solusi an. Situasi yang tercipta menunjukkan
untuk mendorong keterbukaan komunikasi bahwa masih sangat dibutuhkan kesadaran
di pemerintah Kabupaten Gowa dengan yang tinggi dari aparatur pelaksana pe-
mengedepankan akuntabilitas proses dari- layanan publik untuk bisa mempertanggung
pada akuntabilitas outcome. Studi ini me- jawabkan pekerjaan yang telah dibebankan
ngemukakan gagasan bahwa dampak jang- kepada mereka. Dengan tingkat kesadaran
ka pendek terkait proses ini mencerminkan yang baik, aparatur akan berusaha me-
sejauh mana akuntabilitas anggaran dapat laksanakan pekerjaan pelayanan publik
menjadi sarana baik untuk mencapai tujuan yang dibebankan dengan sesungguhnya.
akhir itu sendiri, dengan membuka ruang Namun sebaliknya, apabila tingkat kesadar-
yang sebelumnya tertutup kepada masya- an yang dimiliki rendah maka aparatur akan
rakat umum. Dalam hal ini, akuntabilitas melaksanakan tugas pelayanan dengan se-
outcome atas belanja publik tampak tidak sukanya saja. Selain itu, rasa sadar yang
mampu menjelaskan perilaku koruptif tinggi akan mengingatkan aparatur pada
dalam pengelolaan keuangan. Demikian tugas dan kewajibannya yang dapat me-
pula, inisiatif akuntabilitas outcome tidak lahirkan akuntabilitas pelayanan kepada
dapat mengukur siapa yang bertanggung publik. Kisah memudarnya public sphere me-
jawab atas pelayanan dan hasil pembangun- rupakan konsep yang berharga guna me-
an. Hal ini dikarenakan banyaknya pihak mahami proses sosial di mana komunikasi
yang terlibat dalam outcome sebuah program. terbuka atas akuntabilitas menjadi salah satu
kekuatan dalam konstelasi kekuatan yang
SIMPULAN menentukan.
Akuntabilitas yang dilihat dari kualitas
pelaksanaan pelayanan telah terkikis makna- DAFTAR PUSTAKA
nya. Artinya, pihak pemberi layanan belum Ackroyd, S., J. Hughes, dan K. Soothill. 1989.
dapat mempertanggungjawabkan pelayan- Public Sector Services and Their Mana-
an yang dilakukannya dengan cukup baik, gement. Journal of Management Studies 26
seperti berusaha menghasilkan kualitas (6): 60319.
pelayanan sesuai dengan keinginan masya- Aldridge, R. dan G. Stoker. 2002. Public Value
rakat. Karenanya, proses pertanggung- Management: Advancing Public Service
jawaban yang dimiliki masih butuh pem- Ethos. UK: New Local Government
benahan, agar aparatur pemberi layanan Network. London.
dapat memiliki tanggung jawab publik
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 149

Anoraga, P. 2009. Psikologi Kerja. Rineka Chua, W. F. 1986. Radical Development in


Cipta. Jakarta. Accounting Thought. The Accounting
Archel, P., J. Husillos, dan C. Spence. 2011. Review 61(4): 601-632
The Institutionalisation of Unaccounta- Clarke, J., S. Gewirtz, dan E. McLaughlin.
bility: Loading the Dice of Corporate 2000. New Managerialism, New Welfare?
Social Responsibility Discourse. Accoun- UK: Open Univ. Press. Buckingham.
ting, Organizations and Society 36: 327 Cooke, M. 2003. The Weaknesses of Strong
343. Intersubjectivism: Habermas's Concep-
Audit Commission. 2002. Recruitment and tion of Justice. European Journal of
Retention. Public Sector National Report. Political Theory 2: 281-305
Audit Commission. UK. London. Crosby, B. dan J. Bryson. 2005. A Leadership
Bach, S., I. Kessler, dan P. Heron. 2007. The Framework for Cross-Sector Collabora-
Consequences of Assistant Roles in the tion. Public Management Review 7(2): 177-
Public Services: Degradation or Em- 201.
powerment? Human Relations 60(9): Day, P. dan R. Klein. 1987. Accountabilities:
126792 Five Public Services. Tavistock. London.
Barone E., N. Ranamagar, dan J. F. Solomon. Doig, A. dan J. Wilson. 1998. What Price New
2013. A Habermasian Model of Stake- Public Management? Political Quarterly
holder (Non) Engagement and Corpo- 69(3): 26780.
rate (Ir) Responsibility Reporting. Dwiyanto, A. 2006. Reformasi Birokrasi Publik
Accounting Forum 37(3): 163-181. di Indonesia. Gajah Mada University
Brereton, M. dan M. Temple. 1999. The New Press. Yogyakarta.
Public Service Ethos: An Ethical Exworthy, M. dan S. Halford. 1999. Professi-
Environment for Governance. Public onals and the New Managerialism., UK:
Administration 77(3): 45574. Open Univ. Press. Buckingham.
Brewer, G. A., S. C. Selden, dan R. L. Facer. Ferlie, E., A. Pettigrew, L. Ashburner, dan L.
2000. Individual Conceptions of Public Fitzgerald. 1996. The New Public Manage-
Service Motivation. Public Administra- ment in Action. UK: Oxford Univ. Press.
tion Review 60(3): 25465. Oxford.
Broadbent, J. dan R. Laughlin. 2003. Control Foster, P. dan P. Wilding. 2000. Whither
and Legitimation in Government Welfare Professionalism? Social Policy
Accountability Processes: The Private and Administration 34(2): 14359.
Finance Initiative in the UK. Critical Frederickson, G. H. dan R. K. Ghere. 2005.
Perspectives on Accounting 14: 23-48. Ethics in Public Management. New York:
_____, ______________, dan S. Read. 1991. M.E. Sharpe.
Recent Financial and Administrative Friedson, E. 1994. Professionalism Reborn., UK:
Changes in the NHS: A Critical Theory Polity Press. Cambridge.
Analysis. Critical Perspectives on Accoun- Fultner, B. 2001. Translators introduction.
ting 2: 129. dalam J. Habermas. On The Pragmatics of
Burrell, G. dan G. Morgan. 1979. Sociological Social Interaction: Preliminary Studies in
Paradigms and Organizational Analysis. the Theory of Communicative Action. Ed.,
Heinemann Educational Books Ltd. UK: Polity Press in association with
London. Blackwell Publishing, Ltd. Cambridge.
Chapman, R. A. 1993. Ethics in public service. Funnell, W. 2003. Enduring Fundamentals:
Edinburgh, UK: Univ. Press. Edinburgh. Constitutional Accountability and Audi-
_______. 2000. Ethics in Public Service for the tors-General in the Reluctant State.
New Millennium. Aldershot, UK: Ash- Critical Perspectives on Accounting 14:
gate Publishing. 107-132.
150 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

Goddard, A. 2005. Accounting and NPM in Lane, J. 2000. New Public Management.
UK Local Government - Contributions London, UK: Routledge.
toward Governance and Accountability. Laughlin, R. C. 1987. Accounting Systems in
Financial Accountability and Management Organisational Context: A Case for
21(2): 191-214. Critical Theory. Accounting, Organi-
Habermas, J. 1976. Legitimation crisis. Trans. zations and Society 12(5): 479502.
T. McCarthy., UK: Heinemann. London. ________. 1990. A Model of Financial
_____. 1984. The Theory of Communicative Accountability and the Church of
Action, Vol. 1: Reason and Rationalisation England. Financial Accountability &
of Society. Trans. T. McCarthy. UK: Management 6(2).
Heinemann. London. Lawton, A. 1998. Ethical Management for the
_____. 1987. The Theory of Communicative Public Services. UK: Open Univ. Press.
Action, Vol. 2: The Critique of Functional Buckingham.
Reason. Trans. T. McCarthy. UK: Heine- Le Grand, J. 2003. Motivation, Agency, and
mann. London. Public Policy: Of Knights and Knaves,
_____. 2001. On the pragmatics of social Pawns and Queens. UK: Oxford Univ.
interaction: Preliminary studies in the Press. Oxford.
theory of communicative action. Trans. B. Lynn, L E., Jr. 2006. Public Management: Old
Fultner., UK: Polity Press in association and New. Routledge. New York.
with Blackwell Publishing, Ltd. Cam- Maesschalck, J. 2004. The Impact of New
bridge. Public Management Reforms On Public
Hebson, G., D. Grimshaw, dan M. Marching- Servants Ethics: Towards A Theory.
ton. 2003. Ppps and the Changing Public Public Administration 82(2) 46589.
Sector Ethos: Case Study Evidence from _____., Z. Van der Wal, dan L. Huberts. 2008.
the Health and Local Authority Sectors. Public Service Motivation and Ethical
Work, Employment and Society 17(3): 481 Conduct. dalam J. L. Perry dan A.
501. Hondeghem. Motivation in Public Mana-
Henkel, M. 1991. The New Evaluative State. gement: The Call of Public Services. Ed. UK:
Public Administration 69: 12136. Oxford Univ. Press. Oxford.
Hood, C. 1991. A Public Management for All Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik.
Seasons? Public Administration 69(1): 3- Penerbit Andi. Yogyakarta.
19. Marsden, D. 2004. The Role of Performance
Horton, S. 2008. History and Persistence of Related Pay in Renegotiating of the
an Ideal. dalam J. L. Perry dan A. Effort Bargain: The Case of the British
Hondeghem. Motivation in Public Public Service. Industrial Labor Relations
Management: The Call of Public Service. Review 57(3): 35070.
Ed., UK: Oxford Univ. Press. Oxford. Miller, D. Y. dan W. N. Dunn. 2006. A Critical
House of Commons Public Administration Theory of New Public Management. Uni-
Select Committee, 2002 versity of Pittsburgh.
Kristensen J. K., W. S. Groszyk, dan B. Needham, C. 2006. Customer Care and
Bhler. 2002. Outcome focused Manage- Public Service Ethos. Public Adminis-
ment and Budgeting. OECD Journal on tration 84(4): 84560.
Budgeting 1(4): 7-34. Neuman, W.L. 2003. Social Research Methods:
Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Qualitative and Quantitative Approaches.
Birokrasi Publik, Sketsa Pada Masa Tran- Mass: Allyn and Bacon. Boston.
sisi. Pustaka Pelajar. Jogjakarta Northcote, Sir S. dan Sir C. Trevelyan. 1854.
LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Report on the Organisation of the Per-
Governance.: Lembaga Administrasi manent Civil Service. UK: Her Majestys
Negara. Jakarta Stationery Office. London.
Pembebasan Etos Akuntabilitas Pelayanan Publik: ... Purnomosidi, Triyuwono, Kamayanti 151

OFaircheallaigh, C, J. Wanna, and P. Weller. ____, dan R. Laughlin. 1996. Habermas, Law
1999. Public Sector Management in and Accounting. Accounting, Organi-
Australia: New Challenges, New Direc- zations and Society 21(5): 441465.
tions.: Macmillan Education. South Pratchett, L. dan M. Wingfield. 1994. The
Yarra, Australia. Public Service Ethos in Local Government:
OToole, B. 1990. T.H. Green and the Ethics A Research Report., UK: Commission for
of Senior Officials in the British Central Local Democracy with Institute of
Government. Public Administration 68: Chartered Secretaries and Adminis-
33752. trators. London.
____. 1993. The Loss of Purity: The ___________. dan ___________. 1996. Petty
Corruption of Public Service in Britain. Bureaucracy and Woolly-Minded
Public Policy and Administration 8: 16. Liberalism? The Changing Ethos of
Osborne, D. dan P. Plastrik. 2000. Memangkas Local Government Officers. Public
Birokrasi.: PPM. Jakarta. Administration 74: 63956.
Painter, M. 2000. Contracting, the Enterprise Randle, K. dan N. Brady. 1997. Manage-
Culture and Public Sector Ethics. dalam rialism and Professionalism in the
R. A. Chapman. Ethics in Public Service Cinderella Service. Journal of Vocational
for the New Millennium. Ed., UK: Ashgate Education and Training. 49(1): 12139.
Publishing. Aldershot. Rhodes, R. 1994. The Hollowing Out Of the
Parker, L. dan G. Gould. 1999. Changing State: The Changing Nature of the Public
Public Sector Accountability: Critiquing Service in Britain. The Political Quarterly
New Directions. Accounting Forum 23(2) 65(2): 13851.
109-135. Roberts, J. dan R. Scapens. 1985. Accounting
Perry, J. L. dan W. Vandenabeele. 2008. Systems and Systems of Accountability -
Behavioral Dynamics: Institutions, Understanding Accounting Practices in
Identities, and Selfregulation. dalam J. L. their Organisational Context. Accoun-
Perry dan A. Hondeghem. Motivation in ting, Organisations and Society 10(4): 443-
Public Management: The Call of Public 456.
Services. Ed., UK: Oxford Univ. Press. Schiavo-Campo, S. dan Tomasi, D. 1999.
Oxford. Managing Government Expenditure. Asia
Peters, J. D. 1993. Distrust of Representation: Development Bank. Manila.
Habermas on the Public Sphere. Media, Seddon, T. 1996. Pay, Professionalism and
Culture and Society 15(4). Politics: Changing Teachers? Changing
Plant, R. 2003. A Public Service Ethic and Education?, Australia: Australian Coun-
Political Accountability. Parliamentary cil for Educational Research. Melbourne.
Affairs 56: 56079. Shah, A. dan C. Shen. 2007. A Primer on
Pollitt, C. dan G. Bouckaert. 2000. Public Performance Budgeting. dalam A. Shah.
Management Reform: A Comparative Budgeting and Budgetary Institutions. Ed.
Analysis., UK: Oxford Univ. Press. Chapter 5: 137-178., DC: World Bank.
Oxford. Washington.
Powell, M. J., D. M. Brock, dan B. Hinings. Sinamo, J. 2005. Delapan Etos Kerja Profesi-
1999. The Changing Professional onal.: Grafika Mardi Yuana. Bogor
Organization. dalam D. M. Brock, B. Sinclair, A. 1995. The Chameleon of
Hinings, and M. J. Powell. Restructuring Accountability. Accounting Organizations
the Professional: Accounting Health Care and Society 20: 21937.
and Law. Ed., UK: Routledge. London. Stone, D. 2002. Policy Paradox: The Art of
Power, M. 1997. The Audit Society - Rituals of Political Decision Making. W.W. Norton.
Verification., UK: Oxford Univ. Press. New York.
Oxford.
152 Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Volume 19, Nomor 1, Maret 2015 : 132 152

Sulistiyani, A. T. dan Rosidah. 2003. Manaje- bility or Reinforcing Capitalist Hege-


men Sumber Daya Manusia.: Graha Ilmu. mony? Accounting, Organisations and
Yogyakarta. Society 29: 685707.
Thomas, R. 1989. The British Philosophy of Van der Wal, Z., G. de Graaf, dan K.
Administration: A Comparison of British Lasthuizen. 2008. Whats Valued Most?
and American Ideas 19001939., UK: Similarities and Differences between the
Centre for Business and Public Sector Organizational Values of the Public and
Ethics. Cambridge. Private Sector. Public Administration
Unerman, J. 2007. Organisational Motives for 86(2): 46582.
Stakeholder Engagement and Dialogue. Vandenabeele, W., S. Scheepers, dan A.
dalam J. Unerman, J. Bebbington, dan B. Hondeghem. 2006. Public Service Moti-
ODwyer. Sustainability Accounting and vation in an International Comparative
Accountability. Ed. UK: Routledge. Perspective: The UK and Germany.
___________, dan M. Bennett. 2004. Increased Public Policy and Administration 21(1): 13
Stakeholder Dialogue and the Internet: 31.
Towards Greater Corporate Accounta-

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai