Kata Pengantar..............................................................................................................................i
Daftar Isi......................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................................1
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Bronkiektasis...........................................................................................2
B. Etiologi Bronkiektasis................................................................................................3
C. Patofisiologi bronkiektasis.........................................................................................3
D. Manifestasi klinis.......................................................................................................5
E. Pemeriksaan diagnostik.............................................................................................6
F. Penatalaksanaan...8
G. Asuhan Keperawatan.....
.......9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan..16
B. Saran....16
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
B.Tujuan
TINJAUAN TEORITIS
A.Pengertian Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi bronkus
yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Bronkiektasis berarti suatu dilatasi yang tak
dapat pulih lagi dari bronchial yang disebabkan oleh episode pneumonitis berulang dan
memanjang, aspirasi benda asing, atau massa yang menghambat lumen bronchial dengan
obstruksi ( Hudak & Gallo,1997). Bronkiektasis adalah dilatasi permanen abnormal dari salah
satu atau lebih cabang-vabang bronkus yang besar ( Barbara E, 1998).
Bronkietaksis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan
oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing,
muntahan, atau benda-benda dari saluran pernafasan atas, dan tekanan akibat tumor, pembuluh
darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. Individu mungkin mempunyai
predisposisi terhadap bronkietaksis sebagai akibat infeksi pernafasan pada masa kanak-
kanaknya, campak, influenza, tuberkulosis, dan gangguan immunodefisiensi. Setelah
pembedahan, bronkiektaksis dapat terjadi ketika pasien tidak mampu untuk batuk secara
efektif, dengan akibat lender menyumbat bronchial dan mengarah pada atelektasis. (sumber
buku pustaka)
B.Klasifikasi Bronkiektasis
Berdasarkan atas bronkografi dan patologi bronkiektasis dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Bronkiektasis silindris
2. Bronkiektasis fusiform
1. Infeksi
D. Patofiologi Bronkiektasis
Kuman berkembang
Dx: - tidak efektif bersihan jalan nafas b/d peningkatan produksi secret
- gangguan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen dan kerusakan alveoli
- perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual, muntah, produksi sputum
1. Batuk kronik
Batuk kronik karena pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak.
Spesimen sputum akan secara khas membentuk lapisan menjadi tiga lapisan dari atas:
lapisan atas berbusa, lapisan tengah yang bening, dan lapisan bawah berpartikel tebal.
Bronkiektaksis tidak mudah didiagnosis karena gejala-gejalanya dapat tertukar dengan
bronchitis kronik.
2. Hemoptisis
3. Jari tabuh
Jari tabuh karena insufiensi pernafasan. Pasien hampir pasti mengalami infeksi paru berulang.
1. Batuk yang menahun dengan sputum yang banyak terutama pada pagi hari, setelah
tiduran dan berbaring.
2. Batuk dengan sputum menyertai batuk pilek selama 1-2 minggu atau tidak ada gejala
sama sekali ( Bronkiektasis ringan )
3. Batuk yang terus menerus dengan sputum yang banyak kurang lebih 200 - 300 cc,
disertai demam, tidak ada nafsu makan, penurunan berat badan, anemia, nyeri pleura, dan
lemah badan kadang-kadang sesak nafas dan sianosis, sputum sering mengandung bercak
darah,dan batuk darah.
4. Ditemukan jari-jari tabuh pada 30-50 % kasus.
1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum meliputi volume sputum, warna sputum, sel-sel dan bakteri dalam
sputum. Bila terdapat infeksi volume sputum akan meningkat, dan menjadi purulen dan
mengandung lebih banyak leukosit dan bakteri. Biakan sputum dapat menghasilkan flora
normal dari nasofaring, streptokokus pneumoniae, hemofilus influenza, stapilokokus aereus,
klebsiela, aerobakter,proteus, pseudomonas aeroginosa. Apabila ditemukan sputum berbau
busuk menunjukkan adanya infeksi kuman anaerob.
c. Pemeriksaan urine
Ditemukan dalam batas normal, kadang ditemukan adanya proteinuria yang bermakna
yang disebabkan oleh amiloidosis. Imunoglobulin serum biasanya dalam batas normal kadang
bisa meningkat atau menurun.
d. Pemeriksaan EKG
EKG biasa dalam batas normal kecuali pada kasus lanjut yang sudah ada komplikasi
korpulmonal atau tanda pendorongan jantung.
e. Spirometri
Spirometri pada kasus ringan mungkin normal tetapi pada kasus berat ada kelainan
obstruksi dengan penurunan volume ekspirasi paksa 1 menit atau penurunan kapasitas vital,
biasanya disertai insufisiensi pernafasan yang dapat mengakibatkan :
3. Hipoksemia
4. Hiperkapnia
Biasanya ditemukan corakan paru menjadi lebih kasar dan batas-batas corakan
menjadi kabur, mengelompok,kadang-kadang ada gambaran sarang tawon serta gambaran
kistik dan batas-batas permukaan udara cairan. Paling banyak mengenai lobus paru kiri,
karena mempunyai diameter yang lebih kecil kanan dan letaknya menyilang
mediastinum,segmen lingual lobus atas kiri dan lobus medius paru kanan.
g. Pemeriksaan bronkografi
Bronkografi tidak rutin dikerjakan namun bila ada indikasi dimana untuk mengevaluasi
penderita yang akan dioperasi yaitu penderita dengan pneumoni yang terbatas pada suatu
tempat dan berulang yang tidak menunjukkan perbaikan klinis setelah mendapat pengobatan
konservatif atau penderita dengan hemoptisis yang pasif. Bronkografi dilakukan setelah
keadaan stabil, setelah pemberian antibiotik dan postural drainage yang adekuat sehingga
bronkus bersih dari sekret.
4) Polusi udara
2) Inspeksi warna kulit dan warna menbran mukosa: pucat/ sianosis/ ikterik
1) Gas darah arteri (GDA) menunjukkan PaO2 rendah dan PaCO2 tinggi
2) Sinar X dada memunjukkan peningkatan kapasitas paru dan volume cadangan
5) Tes fungsi paru untuk mengetahui penyebab dispneu dan menentukan apakah fungsi
abnormal paru ( obstruksi atau restriksi).
6) Tes hemoglobolin
1. Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sekret atau
sekresi kental
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen dan kerusakan
alveoli
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah,produksi
sputum, dispneu.
Kriteria hasil :
Menujukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas ( batuk yang efektif, dan
mengeluarkan secret).
Rencana Tindakan :
Tachipneu biasanya ada pada beberapa derajat dapat ditemukan pada penerimaan atau selama
stress/ proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
disbanding inspirasi
Derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /tak dimanisfestasikan
adanya bunyi nafas. Misalnya mengi, krekels, ronchi.
3. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman,Tinggi kepala tempat tidur dan duduk pada sandaran
tempat tidur
5. Observasi karakteriktik batuk dan Bantu tindakan untuk efektifan upaya batuk
Mengetahui keefektifan batuk.
6. Tingkatan masukan cairan sampai 3000ml/hari sesuai toleransi jantung serta berikan hangat
dan masukan cairan antara sebagai penganti makan
Misalnya, debu, asap, dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Kriteria :
GDA dalam batas normal, warna kulit membaik, frekuensi nafas 12- 24x/mt, bunyi nafas
bersih, tidak ada batuk, frekuensi nadi 60-100x/mt, tidak dispneu.
Rencana Tindakan :
Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk
menurunkan kolaps jalan nafas.
Sputum menganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak
efektif.
Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung
6. Berikan oksigen tambahan dan pertahankan ventilasi mekanik dan Bantu intubasi
Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan
untuk penyelamatan hidup.
Kriteria hasil :
Pasien tidak mengalami kehilangan berat badan lebih lanjut atau mempertahankan berat
badan.
Rencana tindakan :
1. Pantau masukan dan keluaran tiap 8 jam, jumlah makanan yang dikonsumsi serta timbang
berta badan tiap minggu.
2. Ciptakan suasana yang menyenangkan ,lingkungan yang bebas dari bau selama waktu
makan
suasana dan lingkungan yang tak sedap selama waktu makan dapat meyebakan anoreksia
3. Rujuk pasien ke ahli diet untuk memantau merencanakan makanan yang akan dikonsumsi
Dapat membantu pasien dalam merencanakan makan dengan gisi yang sesuai.
4. Dorong klien untuk minum minimal 3 liter cairan perhari, jika tidak mendapat infus.
A.KESIMPULAN
Dari pengertian di atas dapat diketahui apa itu bronkiektasis, penyebab, tanda dan
gejala, bagaimana cara penatalaksanaan serta tindakan keperawatan yang bisa dilakukan, oleh
karena itu individu yang mengalami bronkiektasis atau mengalami tanda dan gejala dari
bronkiektasis segera melakukan tindakan lanjut, yaitu dengan datang kedokter maupun rumah
sakit untuk memeriksakan keadaannya, dan juga untuk mendapatkan penyuluhan keesehatan
tentang bronkiektasis.
B.SARAN
Dalam makalah kami ini mungkin terdapat kekurangan, oleh karena itu saran dari
semua dosen pengajar dan teman-teman yang membangun kami untuk lebih baik kedepannya.
Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara E.,(1999), Rencana Asuhan keperawatan Medikal- Bedah Volume I, EGC, Jakarta
DISUSUN OLEH:
TINGKAT: III B
T.A. 2010