112016021
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana
Koagulopati adalah kejadian paling ditemui pada IGD. Penangan cepat dari pada
koagulopati dan pasien berdarah adalah supply transfuse yang membutuhkan pemeriksaan yang
cepat dan diagnosis to mencegah exposure yang tidak perlu untuk produk darah / hasil yang
buruk.
Pasien ICU mengonsumsi jumlah yang besar dari produk darah, dan hemostatic cacat
berkontribusi permintaan yang besar ini. Sebuah prospektif, pembelajaran observasional ICU
dewasa kini mencerminkan kejadian dan penyebab masalah koagulopati dengan populasi ICU.
Bukti laboratorium dari pada koagulopati terlihat pada 67% pada pasien, 14% pasien yang
mempunyai cacat koagulopati mebutuhkan transfuse. Yang paling banyak dilaporkan adalah liver
failure, Disseminated intravascular coagulation (DIC), transfusion, warfarin, cardioplukanry
bypass, heparin, dan defisioensi vitamin K. Trombositopenia ( <100.000/mcL) teridentifikasi
pada 38% pasien, kasus tersering adalah DIC, dilusi yang diikuti tranfsfusi besar dengan
caridoplumnary bypass, and liver failure. Perdarahan berlebih didapatkan pada 6% kematian
pasien.
Kehilangan darah yang akut mempunyai impact yang langsung langsung terhadap
volume darah dan supply oksigen ke jaringan. Respon normal kehilangan darah melibatkan
respon kardiovaskular dan respon erythropoeietic. Kehilangan darah meningkat sampe 20% dari
total volume darah bisa ditoleransi pada kesehatan individu dengan reflek vasospasme. Syok
hipovolemik lebih dari 40% kehilangan volume. Erythropoeietin meningkat pada level
hemoglobin levels <11 g/dL pada ginjak yang sehat dalam beberapa jam, tapi utk memproduksi
membutuhkan waktu berhari hari sampe minggu. Oksigen sel darah merah berkompensasi di
dalam lingkungan pada jaringan iskemik, dan okisgen lebih banyak terpisah ( Bohr effect).
Selama beberapa jam, 2,3 diphosphoglicerate di dalam sel darah merah meningkat untuk
menjaga level oksigen yang disalurkan. Hasil koagulopati dari kegagalan hemostasis normal
antara lain melibatkan factor primer dan sekunder. Faktor primer melibatkan platelets, faktor von
Willebrand, dan endothelium. Faktor sekunder melibatkan aktivasi kejadian dan formasi dari
pada fibrin complex. Gejala dari pada hemostasis primer termasuk epistaksis, gusi berdarah,
hematochezia, melena, petehiae or bruising. Gejala dari hemostatis sekunder melibatkan struktur
yang lebih dalam seperti hemarthoses atau perdarahan intramuscular.
INISIAL EVALUASI.
Evaluasi seorang pasien dengan anemia harus dengan onset yang cepat. Subakut ke
kronik anemia selalu berbahaya dengan onset dan menunjukan pada pasien dengan hematocrit <
20% tanpa gejala yang signifikan. Kronik anemia selalu sekunder untuk tidak memproduksikan.
Akut anemia selalu dating dengan gejala hemodinamik yang tidak stabil ( takikardi, heopotensi),
dyspnea, dan hasil dari pada perubahan yang cepat di dalam volume intravascular dan kapasitas
daya dukung oksigen. Anemia yang menyongsong perubahan pesat biasanya menyebabkan
perdarahan atau hemolysis.
Inisial evaluasi dari pasien berdarah akut melibatkan focus pada sejarah dan pemeriksaan
fisik dengan mengikuti sejarah dari perdarahan, sejarah dari pada perdarahan yang lama, gejala
dari hati atau penyakit ginjal, terpapar racun, list pengobatan yang detail, silsilah keluarga
dengan warisan gangguan perdarahan, konsumsi alcohol, penyakit sistemik, penyakit autoimun,
gejala B ( kehilangan berat badan, demam, keringat malam) untuk menyarankan mendasari
keganasan. Pemeriksaan fisik deitemukan takikardi, hipotensi atau sumber yang jelas dari
perdarahan atau bukti dari koagulopati ( petekie, purpura, ekimosis, perdarahan mukosa) dapat
membantu memandu penilaian awal.
Evaluasi laboratorium pada perdarahan pasien yang akut melibatkan pemeriksaan darah
lengkap, tipe dan screen, activated partial protrombin time (Aptt), protrombin time (PT). Jika
koagulopati adalah suspek, thrombin time (TT), fibrinogen dan alisan perifer untuk bukti
microangiopathic anemia hemolitik sangat penting. 62.1 menjelaskan jalur koagulasi dan factor
yang terlibat dalam test PT,Aptt, dan TT. 62.1 Percobaan ilustrasi yang digunakan dalam
pengerjaan dari perdarahan akut dan koagulasi pasien. Ingat bahwa hemoglobin dan hematokrot
akan berubah sedikit segera setelah perdarahan akut karena mereka mencerminkan volume rasio
dan hanya akan reflektif 24 jam setelah kejadian. Berapa perdarahan bias menyebabkan
peningkatan di dalam jumlah granulosit mencapai level dari 20.000/mcL or tinggi dan belum
menghasilkan sel darah putih dapat muncul dalam sirkulasi karena adanya demargination dari
granulosit pada rilis katekolamin. Demikian juga, platelet dihitung dapat mencapai 1 juta di hari
setelah perdarahan akut. Oleh karena itu, interpretasi dari penelitian laboratorium tergantung
pada waktu episode perdarahan.
5. Koreksi koagulopati
Mengancam kehidupan perdarahan pada pasien sakit kritis memerlukan koreksi yang
cepat koagulopati, terlepas dari penyebab yang mendasari. Trombositopenia / funsgi
platelet cacat diperlukan dengan platelet traansfusi. Satu factor kukurangan dapat
digunakan FFP. Vitamin K dan FFP dapat digunakan untuk memperbaiki koagulopati
yang disebabkan dari beberapa faktor kekurangan dari warfarin / penyebab lain. Jangka
panjang manajemen dapat dipertimbangkan ketika pasien stabil. Beberapa pertanyaan
yang harus dipertimbangkan. Pertama, apakah ada masalah dengan trombosit pasien ?
Kedua, apakah pasien memiliki satu faktor kekurangan / warisan koagulopati? Ketiga,
apakah pasien memiliki kekurangan vitamin K tergantung faktor (II,VII,IX,X) ?
Keempat, apakah pasien mempunyai sirkulasi koagulopati?
1. Vitamin K Deficiency
Level vitamin K yang rendah sering ditemukan pada pasien IGD dengan hasil laporan
43% kejadian. Vitamin K adalah kofaktor esentsial untuk carboxylation dari pada
koagulasi II,VII dan X dan anticoagulant protein C dan S. Tanpa vitamin K, protein ini
tidak dapat mengikat ion calcium and phospholipids, , lalu membuat mereka menjadi
tidak aktif. Manifestasi ini bermain dalam sebuah PT / INR yang berkepanjangan
( dimana pembenahannya dengan mencampur) karena half life short padafaktor VII,
tetapi akhirnya menyebabkan elevasi di dalam aPTT juga. Kejadian perdarahan besar
dihasilkan dari kekurangan vitamin K adalah jarang. Meskipun begitu, kekurangan
vitamin K harus bisa di antisipasi padap pasien sakit kritis dan supplement disediakan
pada pasien yang sakit kritis, kurang gizi atau menerima antibiotic spectrum luas.
2. Liver Disease
Perdarahan pada pasien dengan penyakit hati sering multifactorial. organ Hati berespon
terhadap semua sintesis faktor koagulasi dengan pengecualian vWF dan faktor VIII.
Disfungsi hati menurunkan faktor sintesis dan izin pembekuan diaktifkan, sebaik hasil
pada fibrinogen abnormal dan protrombin. Di dalam sakit akut pasien dengan
multisystem organ yang tidak berfungsi dari sindrom radang sistemik respon, sepsis,
DIC, or sirorsis, koagulopati selalu ada, bermanifestasi meningkat di PT, aPTT dan TT.
Pasien dengan sirosis memiliki resiko untuk hipertensi portal, dengan hasil pada varises
esophagus dan hemoroid, di mana merupakan resiko rupture spontan. Sirosis dan
hipertensi portal juga mengakibatkan splenomegaly, di mana bisa menyebabkan
sequestrasi platelet dan trombositopenia. FFP dan platelet dicadangkan untuk perdarahan
akut pasien. Vitamin K selalu tidak efektif dalam mengoreksi koagulopati karena
mendasari sintetis disfungsi.
Tujuan dari transfuse pada perdarahan akut pasien adalah menjaga platelet
>100000 mcL, fibrinogen >100 to 200 mg/Dl dan intermitten transfuse dari FFP untuk
mengganti Faktor VII. Antifibrinolitik terapi dengan epsilon aminocaproic acid (Amicar)
mungkin bermanfaat juga.
3. Renal Failure
Uremia menyebabkan platelet disfungsion dan korelasi ini dengan semua derajat dari
uremia. Asam guanidinosuccinic tidak dibersihkan dan bertindak sebagain inhibitor
fungsi trombosit dengan merangsang endotel nitrat. Site paling umum dari perdarahan
termasuk site vena sentral line, epistaxis, dan perdarahan mucosal. Condisi ini dikoreksi
dengan hemodialisa. Fungsi platelet dapat ditingkatkan dengan menggunakan
desmopressin (DDAVP) dan terkonjugasi estrogen (0.6mg/kgIV setiap hari selama 5
hari), dimana bisa meningkatkan fungsi platelet sampe 2 minggu.
1. Hemofilia A
Hemofilia A adalah gangguan koagulasi terkait X-linked yang disebabkan oleh
kekurangan F VII, yang mengarah ke gangguan jalur koagulasi intrinsic. Hemostasis
primer dipertahankan pada pasien ini tetapi perdarahan dapat terjadi jam sampai hari
setelah trauma atau operasi. Tingkat keparahan penyakit tergantung pada tingkat F VIII
( 6% sampai 30% ringan, 2% sampai 5% sedang, <1% berat). Perdarahan sering terjadi
dalam struktur struktur dalam seperti ruang sendi atau otot. Pengobatan tergantung pada
severity of dan luasnya perdarahan. DDAVP dapat digunakan pada penyakit ringan atau
sedang dengan perdarahan kecil. DDAVP meningkatkan kadar F VIII oleh tiga sampai
lima kali. Dosis khas adalah 0,3 mcg / kg IV atau subkutan dan akan meningkatkan F
VIII 5 sampai 8 jam. Pasien dengan hemophilia berat dan perdarahan diperlukan
penggantian F VIII.
F VIII konsentrat datang dalam 2 bentuk, dimurnikan dari menggenang plasma /
bentuk rekombinan. Rekombinan dari menghilangkan resiko infeksi melalui darah. F VIII
tertutup di unit, masing masing unit per kilogram berat badan yang sebenarnya akan
meningkatkan tingkat plasma sebesar 2%. Tingkat F VIII harus diperiksa sebelum
transfuse untuk memandu terapi. Tingkat faktor tujuan bervariasi dengan luasnya
perdarahan seperti perdarahan minor (25%-30%), sedang sedang sampai perdarahan
parah, prosedur bedah 50% atau mengancam kehidupan perdarahan (75%-100%). F VIII
memiliki kehidupan 8 jam setengah. Tingkat harus dipantau dan faktor redosed setiap 8
sampai 12 jam pada setengah dosis awal. Pengobatan berlanjut sampai perdarahan stabil,
dan pada pasien pasca operasi selama 10 sampai 14 hari. Tidak jarang untuk penderita
hemophilia untuk mengembangkan inhibitor yang mencegah F VIII konsentrat dari
bekerja. Dalam kasus ini, perdarahan pasien diperluakukan dengan F VIIa rekombinan di
90 mcg / kg setiap 2 jam sampai hemostasis tercapai. Sebuah hematologi terlatih harus
dikonsultasikan untuk membantu dengan manajemen pasien.
2. Hemofilia B
Hemofilia B adalah gangguan koagulasi X-linked yang melibatkan kekurangan faktor IX.
Itu tidak dapat dibedakan secara klinis dari hemophilia A. Pengobatan melibatkan faktor
IX berkonsentrasi faktor rekombinan IX. Setiap unit per kilogram berat badan yang
sebenarnya menyebabkan kenaikan 1% pada tingkat faktor. Paruh faktor IX adalah 24
jam, oleh karena itu dosis setiap 18 sampai 24 jam pada setengah memuat dosis awal.
Tujuan kadar faktor adalah untuk pasien hemophilia A dan harus dipantau juga. Inhibitor
faktor IX dapat mengembangkan, dan pengobatan pasien perdarahan, seperti pada
hemofilia A adalah dengan rekombinan faktor VIIa.
Daftar Pustaka
1. Bernard GR, Vincent JL, L aterre PF, et al. Efficacy and safety of
recombinant human activated protein C for severe sepsis, N Engl J
Med. 2001;344:699-709.
2. Chakraverty R, Davidson S, Peggs DK, et al. The incidence and cause
of coagulopathies in an intensive care population. Br J Haematol.
1996;93:460-463.
3. Drews, RE Critical issues in hematology: anemia, thrombocytopenia,
coagulopathy, and blood product transfusions in critically ill patients.
Clin Chest Med. 2003;24:607-622.
4. Hillman RS, Ault KA, Rinder HM. Blood loss anemia. In:Hematology
in Clinical Practice. 4th ed. New York : McGraw-Hill Professional,
2002:122-134.
5. Kujovich J. Hemostatic defects in end stage liver disease. Crit Care
Clin. 2005;21:563-587.
6. Levi M. Disseminated intravascular coagulation: whats new? Crit
Care Clim. 2005;21:449-467.
7. Noris M, Remuzzi G. Uremic bleeding: closing the circle after 30
years of controversies. Blood. 1999;94:2569-2574.
8. Taylor, FJB, Toh CH, Hoots WK, et al. Towards definition. Clinical
and laboratory criteria, and a scoring system for disseminated
intravascular coagulation. Thromb Haemost. 2001;86:1327-1330.