Anda di halaman 1dari 18

1

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tetanus

1. Pengertian

Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot,

tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium

tetani

2. Etiologi

Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob

seperti pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh,

otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang

menghasilkan endotoksin.

3. Patofisiologi

Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif

yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai

ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot

sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak,

selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah

menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan

dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran

sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui

oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl -). Akibatnya

konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar

sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di

dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut

1
2

potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran

diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan

sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh : Perubahan

konsentrasi ion di ruang ekstraselular, Rangsangan yang datang mendadak misalnya

mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada orang dewasa

sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu kenaikan suhu

tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu

yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya

lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat

meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan

neurotransmitter dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15

menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk

kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat

disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung

yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya

aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.

4. Prognosa

Bila periodeperiode of onset pendek penyakit dengan cepat akan

berkembang menjadi berat

5. Manifestasi Klinik

- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka

mulut (trismus)

2
3

- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas

(fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)

- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin

seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia,

hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat

- Bila periodeperiode of onset pendek penyakit dengan cepat akan

berkembang menjadi berat

Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :

1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal

2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang

tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

6. Penatalaksanaan Medik

Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

a. eliminasi kuman

1. debridement

untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan

yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan

liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika

penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10

hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.

b. netralisasi toksin

toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.

Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif

3
4

perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :

1. nutrisi dan cairan

- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan

penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.

- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral

- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat

kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien

- pemebrsihan jalan nafas dari lendir

- pemberian xat asam tambahan

- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang

- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan

dan respon klinis.

- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin

lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu

mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.

Pengobatan rumat

Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari

pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari

berikutnya

- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus

dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan

maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :

4
5

a. Semua pakaian ketat dibuka

b. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung

c. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen

d. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

B. Asuhan Keperawatan

Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik dimana secara langsung

perawat dan klien secara bersama - sama menentukan masalah keperawatan sehingga

membuat asuhan keperawatan untuk mengatasi masalah kesehatan dengan

menggunakan lima tahap yang terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi yang dapat teratasi melalui intervensi yang dibuat dan

implementasi yang dilakukan.

Dari seluruh aspek diatas, maka dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pada klien dengan Stroke Non Haemoragic diperlukan suatu asuhan keperawatan

yang konprehensif yaitu dengan memandang klien sebagai individu yang utuh terdiri

dari bio, psiko, sosial, mental, dan spiritual yang mempunyai kebutuhan sesuai

tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.

Menurut Griffith Kenney dan Christensen ( 1986 : 85 ) Mendefinisikan proses

keperawatan sebagai aktivitas yang logis dan rasional untuk melakukan praktek

keperawatan secara sistematis. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yaitu

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dan proses

keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/informasi tentang klien

yang dibutuhkan dikumpulkan dan di analisa untuk menentukan diagnosa

keperawatan. (Gaffar, 1997 ).

5
6

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa

sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien tersebut. Pengumpulan data yang akurat

dan sistematik akan membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan

pasien serta memudahkan perumusan diagnosa keperawatan (Doenges; 2000; hal.5)

Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan

menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.

(Santosa. NI, 1989, 154)

Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan

sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan

menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi

kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari

pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil pemeriksaan

laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu dengan cara

inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa percakapan untuk

memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan klinik, dokumen yang

baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua materi, buku-buku, masalah dan

surat kabar).

Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :

a. Data subyektif

1. Biodata/Identitas

Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.

Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi

nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

alamat.

2. Keluhan utama kejang

3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)

Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :

6
7

Apakah disertai demam ?

Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka

diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya

bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..

Lama serangan

Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu

berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui

kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.

Pola serangan

Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola

serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?

Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti

Epilepsi mioklonik ?

Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan

kesadaran seperti epilepsi akinetik ?

Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara

tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?

Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.

Frekuensi serangan

Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang

terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.

Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada

umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.

Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan

Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat

menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan

lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah

kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,

7
8

kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada

penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,

Morbili dan lain-lain.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah

penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang

terjadi untuk pertama kali ?

Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda

asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi,

menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.

5. Riwayat kesehatan keluarga.

Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang

aseptik.

6. Riwayat sosial

Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya

7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan

Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?

Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :

Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang

kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan

tindakan medis ?

Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan

kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang

sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.

Pola nutrisi

8
9

Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana

kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?

Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan

anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?

Pola Eliminasi :

BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis

ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?

Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.

BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana

konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

Pola aktivitas dan latihan

Pola tidur/istirahat

Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam

berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b. Data Obyektif

1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan

darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan

didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali

normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.

2. Pemeriksaan Fisik

Kepala

Rambut

Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.

Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,

kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa

menyebabkan rasa sakit pada pasien.

9
10

Muka/ Wajah.

Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada

gangguan nervus cranial ?

Mata

Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan

ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?

Telinga

Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya

infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,

keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.

Hidung

Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan

napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?

Mulut

Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan

lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada

caries gigi ?

Tenggorokan

Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi

faring, cairan eksudat ?

Leher

Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah

pembesaran vena jugulans ?

Thorax

Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,

frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi

Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?

Jantung

10
11

Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah

bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?

Abdomen

Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?

Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda

meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?

Kulit

Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah

terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?

Ekstremitas

Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?

Bagaimana suhunya pada daerah akral ?

Genetalia

Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

c. Pemeriksaan Penunjang

Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,

pemeriksaannya meliputi :

1. Darah

Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <

200 mq/dl)

BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan

merupakan indikasi nepro toksik akibat dari

pemberian obat.

Elektrolit : K, Na

Ketidakseimbangan elektrolit merupakan

predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )

11
12

Natrium ( N 135 144 meq/dl )

2. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses desak

ruang dan adanya lesi

3. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak

melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui

fokus aktivitas kejang, hasil biasanya normal.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan

mengatasi kebutuhan spesifik klien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko

tinggi (NANDA, 1990).

Berdasarkan hasil rangkuman oleh Rosalinda Alfaro dari Gordon (1976),

Schoemaker(1999) dan Capernito (1992) diagnosa keperawatan adalah An actual or

potential health problem (of individual, family or group) that nurse can legally treat

independebly, initiating the nursing intervention necessary to prevent, resolve or

reduce the problem, yang diterjemahkan sebagai masalah kesehatan yang nyata

(Actual) atau masalah kesehatan yang potensial atau beresiko (pada individu,

keluarga atau kelompok) dimana perawat secara legal dan mandiri menanganinya

dalam bentuk tindakan keperawatan yang ditujukan untuk mencegah, mengatasi, atau

mengurangi masalah tersebut. Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa diagnosa

keperawatan terbagi menjad 3 yaitu : Diagnosa keperwatan Aktual, potensial, dan

resiko. Aktual adalah masalah yang nyata yang sudah terjadi yang perlu

ditindaklanjuti dengan segera. Potensial adalah masalah yang akan terjadi namun

mengarah kepada hal yang positif. Sedangkan resiko adalah masalah yang juga akan

terjadi tetapi cenderung kepada hal negatif .

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti

tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau diubah

12
13

melalui tindakan keperawatan.

Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :

1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang

berulang.

2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan

sekunder dari depresi pernafasan

3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret

yang berlebihan pad ajalan nafas atas.

4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya

berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai

5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

3. Perencanaan

Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,

bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan tersebut.

Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan keperawatan. (Santosa.

NI, 1989;160)

a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan

kejang berulang

Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan

Kriteria hasil :

1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang

2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman

3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.

4. Suhu 36 37,5 C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20 x/menit

5. Kesadaran composmentis

Rencana Tindakan :

INTERVENSI RASIONAL

13
14

1. 1. Penemuan faktor pencetus untuk

Identifikasi dan hindari faktor memutuskan rantai penyebaran toksin

pencetus tetanus.

2. 2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat

tempatkan klien pada tempat tidur mengurangi stimuli atau rangsangan

yang memakai pengaman di yang dapat menimbulkan kejang

ruang yang tenang dan 4. efektivitas energi yang dibutuhkan

nyaman untuk metabolisme.

3. 5. lidah jatung dapat menimbulkan

anjurkan klien istirahat obstruksi jalan nafas.

4.

sediakan disamping tempat tidur 5. tindakan untuk mengurangi atau

tongue spatel dan gudel untuk mencegah terjadinya cedera fisik.

mencegah lidah jatuh ke

belakng apabila klien kejang

5.

lindungi klien pada saat kejang

dengan :

- longgarakn pakaian

- posisi miring ke satu sisi

- jauhkan klien dari alat yang

dapat melukainya 6. dokumentasi untuk pedoman dalam

- kencangkan pengaman tempat penaganan berikutnya.

tidur

- lakukan suction bila banyak

sekret

6.

catat penyebab mulainya kejang, 7. tanda-tanda vital indikator terhadap

14
15

proses berapa lama, adanya perkembangan penyakitnya dan

sianosis dan inkontinesia, gambaran status umum klien.

deviasi dari mata dan gejala-

hgejala lainnya yang timbul.

7. 8. efek samping dan efektifnya obat

sesudah kejang observasi TTV diperlukan motitoring untuk tindakan

setiap 15-30 menit dan lanjut.

obseervasi keadaan klien 9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi

sampai benar-benar pulih dari depresi pernafasan dan kelainan irama

kejang jantung.

8.

observasi efek samping dan 11. untuk mengantisipasi kejang, kejang

keefektifan obat berulang dengan menggunakan obat

9. antikonvulsan baik berupa bolus, syringe

observasi adanya depresi pump.

pernafasan dan gangguan

irama jantung

10.

lakukan pemeriksaan neurologis

setelah kejang

11.

kerja sama dengan tim :

- pemberian obat antikonvulsan

dosis tinggi

- pemeberian antikonvulsan

(valium, dilantin,

phenobarbital)

- pemberian oksigen tambahan

15
16

- pemberian cairan parenteral

- pembuatan CT scan

b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang

penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.

Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan

penyakitnya dapat meningkat.

Kriteria Hasil :

1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan penanganannya

2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi

3. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan dna

pendidikan kesehatan yang diberikan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan 1. Tingkat pengetahuan penting untuk

klien dan keluarga modifikasi proses pembelajaran orang

2. Hindari proteksi yang dewasa.

berlebihan terhadap klien , biarkan 2. tidak memanipulasi klien sehingga ada

klien melakukan aktivitas sesuai proses kemandirian yang terbatas.

dengan kemampuannya.

3. ajarkan pada klein dan keluarga 3. kerja sama yang baik akanmembantu

tentang peraawatan yang harus dalam proses penyembuhannnya

dilakukan sema kejang

4. jelaskan pentingnya 4. status kesehatan yang baik membawa

mempertahankan status kesehatan damapak pertahanan tubuh baik sehingga

yang optimal dengan diit, istirahat, tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.

dan aktivitas yang dapat

menimbulkan kelelahan. 5. efek samping yang ditemukan secara

16
17

5. jelasakan tentang efek samping dini lebih aman dalam penaganannya.

obat (gangguan penglihatan,

nausea, vomiting, kemerahan pada 6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik

kulit, synkope dan konvusion) merupakan dasar salah satu pencegahan

6. jaga kebersihan mulut dan gigi terjadinya infeksi berulang.

secara teratur

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan

rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat bersifat mandiri

dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi dan dimonitor

kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

5. Evaluasi

Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data

subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan

keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini merupakan

langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya ( Santosa.NI,

1989;162).

17
18

18

Anda mungkin juga menyukai