Anda di halaman 1dari 12

Kebijakan fiskal dalam perspektif islam

Dalam ekonomi konvensional kebijakan fiskal dapat diartikan


sebagai langkah pemerintah untuk membuat perubahan-
perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan (dalam
konsep makro disebut dengan goverment expenture). Tujuan
kebijakan fiskal dalam perekonomian sekuler adalah pencapaian
yang didevinisikan sebagai adanya benefit maksimal bagi
individu dalam kehidupan tantpa memendang kebutuhan
spiritual manusia. Fiskal terutama ditujukan untuk mencapai
alokasi sumber daya secara efisien stabilisasi ekonomi,
pertumbuhan dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.

Kebijakan fiskal dan keuangan mendapat perhatian serius dalam


tata perekonomian islam sejak awal. Dalam negara islam,
kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk mencapai
tujuan syariah yang dijelaskan Imam Al- Ghazali termasuk
meningkatkan kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan,
kehidupan, intelektualitas dan kepemilikan.

Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi


anggaran pendapatan dan belanja suatu negara (APBN)
kebijakan ini bersama kebijakan lainnya seperti: kebijakan
moneter dan perdagangan, diperlukan untuk mengoreksi
gangguan-gangguan yang menghambat jalan nya roda
perekonomian. Maklum sistem ekonomi kapitalis atau lebih
dikenal dengan sistem ekonomi pasar, memang sangat
bergantung pada jalannya mekanisme pasar. Bila terjadi
gangguan-gangguan terhadap jalannya mekanisme pasar maka
diperlukan berbagai macam usaha untuk mengoreksi jalannya
perekonomian, agar mekanisme pasar berjalan secara sempurna.

A. Posisi Kebijakan Fiskal


Bisa ikatakan, kebijakan fiskal memegang peranan penting dalam
sistem ekonomi islam bila dibandingkan kebijakan moneter.
Adalanya larangan tentang riba serta kewajiban tentanng
pengeluaran zakat menyiratkan tentang pentingnya kedudukan
kebijakan fiskal dibandingkan dengan kebijakan moneter.
Larangan bunga yang diberlakukan pada tahun hijriah ke 4
telah mengakibatkan sistem ekonmi islam yang dilakukan oleh
nabi terutama bersandar pada keb ijakan fiskalnya saja.
Sementara itu, negara islam yang dibangun oleh nabi tidak
mewarisi harta sebagaimana selayaknya dalam pendirian suatu
negara. Oleh karena itu, kita akanmampu melihat bagaimana
kebijakan fiskal sangat memegang peranan penting dalam
membangun negara islam tersebut.

Pada masa kenabian dan kekhalifahan setelahnya, kaum


muslimin cukup berpengalaman dalam menerapkan beberapa
instrumen baik kebijakan fiskal, yang diselenggarakan pada
lembaga baitul mal (national treasury). Dari berbagai macam
instrumrn, pajak diterapkan atas individu (jizyah dan pajak
khusus muslim), tanah kharaj, dan ushur(cukai) atas barang
impor dari negara yang mengenakan cukai terhadap kaum
muslimin, sehingga tidak memberikan beban ekonomi bagi yang
berat bagi masyarakat. Pada saat perekonomian sedang krisis
yang membawa dampak terhadap keuangan negara karena
sumber-sumber penerimaan terutama pajak merosot seiring
dengan merosotnya aktivitas ekonomi maka kewajiban-kewajiban
tersebut beralih kepada kaum muslimin. Semisal krisis ekonomi
yang menyebabkan warga negara jatuh miskin otomatis merekan
tidak dikenai beban pajak baik jizyah maupun pajak atas orang
islam, sebaliknya merekan akan disantunin negara dengan biaya
yang diambil dari orang-orang muslim yang kaya.
Sejarah islam mencatat bagaimana perkembangan peran
kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi islam mulai dari zaman
awal islam sampai kepada puncak kejayaan islam pada zaman
pertengahan.setelah jzaman pertengahan, seirang dengan
kemunduran-kemunduran dalam pemerintahan islam yang ada
pada waktu itu, maka kebijakan fiskal islami tersebut sedikit
demi sedikit mulai ditinggal dan diganti dengan kebijakan fiskal
lainnya dari sistem ekonomi yang sekarang kita kenal dengan
nama sistem ekonomi konvensional.

B. ZISWA Sebagai komponen kebijakan fiskal islam

Dalam islam kita kenal adanya konsep zakat, infak, sedekah,


wakaf dan lain-lain (ZISWA). Zakat merupakan kewajiban untuk
mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta seseorang yang
telah memenuhi syarat syariah islam guna diberikan kepada
bagian unsur masyarakat yang telah ditetapkan dalam syariah
islam. Sementara infak, sedekah, wakaf merupakan pengeluaran
sukarela yang juga sangat dianjurkan dalam islam. Dengan
demikian ZISWA merupakan unsur-unsur yang terkandung dalam
kebijakan fiskal. Unsur-unsur tersebut ada yang bersifat wajib
seperti zakat dan adapula yang bersifat sukarela seperti
sedekah, infak dan wakaf. Pembagian dalam kegiatan wajib dan
sukarela ini khas didalam sistem ekonomi islam, yang
membedakannya dari sistem ekonomi pasar. Dalam sistem
ekonomi pasar tidak ada sektor sukarela.
Sebagai salah satu kebijakan fiskal dalam islam, ZISWA
merepakan salah satu sendi utama dari sistem ekonomi islam
yang kalau mampu dilaksanakan dengan baik akan memberika
dampak ekonomi yang luar biasa. Diharapkan sistem ekobomi
islam ini mampu menjadi alternatif bagi sistem pasar yang pasar
yang ternyata menunjukkan bergbagai masalah unsur keahlian
untuk mewujudkannya apa yang dinamakan sistem ekonomi
islam.

Dalam konsep ekonomi islam, kebijaksanaan fiskal bertujuan


untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas
distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan ninli-nilai
material dan spiritual pada tingkat yang sama (Abdul Manan,
M.,1993).

1. Zakat

Dalam struktur ekonomi konvensional, unsur utama dari


kebijakan fiskal adalah unsur-unsur yang berasal dari berbagai
jenis pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah dan unsur-
unsur yang berkaitan dengan variabel pengeluaran pemerintah.

Konsep fiqih zakat menyebutkan bahwa sistem zakat berusaha


untuk mempertemukan pihak surplus muslim dengan pihak
defisit muslim. Hal ini dengan harapan terjadinya proyeksi
pemerataan pendapatan antara surplus dan defisit muslim atau
bahkan menjadikan kelompokyang deficit (mustahik) menjadi
surplus (muzaki).

Zakat merupakan komponen utama dalam sistem keuangan


publik sekaligus kebijakan fiskal yang utama dalam sistem
ekonomi islam. Zakat merupakan kegiatan yang bersifat wajib
bagi seluruh umat islam. Walaupun demikian masih komponen
lainnya yang dapat dijadikan sebagai unsur lain dalam sumber
penerimaan negara sebagaimana telah diuraikan diatas.
Komponen-komponen ini bukanlah unsur yang wajib, melainkan
kegiatan yang bersifat sukarela yang dikaitkan dengan tingkat
ketakwaan seseorang. Makin tinggi tingkat ketakwaan seseorang
maka makin besar pula kecenderungannya untuk mengeluarkan
komponen yang bersifat pengeluaran sukarela tersebut.

Zakat sendiri bukanlah satu kegiatan yan semata-mata untuk


tujuan duniawi,seperti distribusi pendapatan, stabilitas ekonomi
dan lainnya tetapi juga mempunyai implikasi untuk kehidupan
diakhirat. Hal inilah yang membadakan kebijakan fiskal dalam
islam dengan kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi pasar.

Pada zaman rasulullah, sistem manajement zakat yang dilakukan


oleh amil dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu :

Katabah, petugas untuk mencatat para wajib zakat.

Hasabah, petugas untuk menaksir, menghitung zakat.

Jubah, petugas untuk menarik, mengambil zakat dari para


muzaki.

Kahazanah, petugas untuk menghimpun dan memelihara harta


zakat.

Qasamah, petugas untuk menyalurkan zakat kepada mustahik.

2. Wakaf

Dalam hukum islam, wakaf berarti menyarahkan suatu hak milik


yang tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir
(penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun lembaga,
dengan ketentuan bahwa hasilnya digunakan sesuai dengan
syariat islam. Harta yang telah diwakafkan keluar dari hak milik
yang mewakafkan (wakif) dan bukan pula hak milik
nadzir/lembaga pengelola wakaf tapi menjadi hak milik Allah
yang harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat.
Filsafat yang terkandung dalam amalan wakaf menghendaki agar
harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil yang
dapat dinikmati oleh pihak yang berhak meneriama hasil wakaf.
Makin banyak hasil harta wakaf yang dapat dinikmati oleh yang
berhak makin besar pu;a pahala yang akan mengalir kepada
wakif.

C. Kebijakan Belanja Ekonomi Islam

Para ulama terdahulu telah memberi kaidah-kaidah umum yang


didasarkan dari Al-Quran dan Hadist dalam memandu kebijakan
belanja pemerintah. Diantaranya:

1. Kebijakan atau belanja pemerintah harus senantiasa


mengikuti kaidah maslahah.
2. Menghindari masyaqqah kesulitan dan mudarat harus
didahulukan ketimbang melakukan pembenahan.
3. Mudarat individu dapat dijadikan alasan demi menghindari
mudarat dalam sekala umum.
4. Pengorbanan individu dapat dilakukan dan kepentingan
individu dapat dikorbankan demi menghindari kerugian dan
pengorbanan dalam skala umum.
5. Kaidah al-giurmu bil gunni yaitu kaidah yang menyatakan
bahwa ang mendapatkan menfaat harus siap menanggung
beban.
6. Kaidah ma la yatimmu al waajibu illa bihi fahua wajib yaitu
kaidah yang menyatakan bahwa sesuatu hal yang wajib
ditegakkan dan tanpa ditunjang oleh faktor penunjang
lainnya tidak dapat dibangun, maka menegakkan faktor
penunjang tersebut menjadi wajib hukumnya.
Diantara tujuan pembelanjaan dalam pemerintahan islam:

a. Pengeluaran demi memenuhi kebutuhan hajat masyarakat.


b. Pengeluaran sebagai alat redistribusi kekayaan.
c. Pengeluaran yang mengarah pada semakin bertambahnya
permintaan efektif.
d. Pengeluaran yang berkaitan dengan investasi dan produksi.
e. Pengeluaran yanng bertujuan menekan tingkat inflasi
dengan kebijakan intervensi pasar.

Kebijakan belanja umum pemerintah dalam sistem ekonomi


islam dapat dibagi menjadi tiga bagian:

1. Belanja kebutuhan operasional pemerintah yang rutin.


2. Belanja umum yang dapat dilakukan pemerintah apabila
sumber dananya tersedia.
3. Belanja umum yang berkaitan dengan proyek yang
disepakati oleh masyarakat berikut sistem pendanaannya.

Adpun kaidah syariyah yang berkaitan dengan belanja


kebutuhan operasional pemerinth yang rutin adalah mengacu
pada kaidah-kaidah yang telah disebutkan diatas, secara
terperinci pembelanjaan Negara harus didasarkan pada:

1. Kebijakan belanja rutin harus sesuai dengan azas maslahat


umum,tidak boleh dikaitkan dengan kemaslahatan
seseorang atau kelompok masyarakat tertentu, apalagi
kemaslahatan pejabat pemerintah.
2. Kaidah atau prinsip efisiensi dalam belanja rutin yaitu
mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dengan biaya
yang semurah-murahnya. Kaidah ini membawa suatu
perintah jauh dari sifat mubazir dan kikir disamping
alokasinya pada sektor-sektor yang tidak bertentangan
dengen syariah.
D. Formulasi Kebijaksanaan Fiskal Islami Di Era Modern

Kebijaksanaan fiskal tidak hanya menaruh perhatian pada


pendapatan dan pembelanjaan negara, tetapi juga pada pilihan
berbagai instrument kebijakan perpajakan dan pola
pembelanjaan negara. Cara yang berbeda dalam menaikkan dan
membelanjakan anggaran memiliki dampak ekonomi yang
berbeda.

Al Quran As-Sunnah memiliki panduan-panduan pokok dalam


kebijaksanaan fiskal,

1) Islam tidak menyukai pembelanjaan yang tidak terkendali


dalam negara. Israf atau berlebih lebihan dilarang secara
keras baik dalam Al-Quran maupun Sunnah. Larangan in
berlaku baik untuk individu maupun negara.
2) Kebijaksanaan fiskal harus mampu memenuhi sasaran
dasar sebuah tatanan sosioekonomi islami. Artinya
kebijakan fiskal islami harus memiliki orientasi ideologis,
yaitu terpenugi kesejahteraan material dan spritual.1

1 Edwin Nasution, Mustafa, Budi Setyanto, Nurul Huda, Muhammad


Arief Mufraeni dan Bey Sapta Utama, Penganalan Eksklusif Ekonomi
Islam, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm.
Kebiajakan fiskal konvensional

1. Definisi dan pengertian

Kebikjakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan


pemerintah untuk mengelola atau mengarahkan perekonomian
ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan cara
mengubah-ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Jadi,
kebijakan fiskal mempunyai tujuan yang sama persis dengan
kebijakan moneter. Perbedaan nya terletak pada instrumennya
kebijakannya. Jika dalam kebijakan moneter pemerintah
mengendalikan jumlah uang beredar, maka dalam kebijakan
fiskal pemerintah mengendalikan penerimaan dan
pengeluarannya.

Dalam buku teks teori ekonomi makro, penerimaan pemerintah


diasumsikan barasal dari pajak (tax), sehingga notasi yang
digunakan untuk penerimaan pemerintah adalah T. Sedangkan
notasi untuk pengeluaran pemerintah (government
expenditure0,seperti yang telah dibahas dalam bagian-bagian
sebelumnya, adalah G.

a. Pajak

Secara hukum, pajak dapat didefinisikan sebagai iuran wajib


kepada pemerintah yang bersifat memaksa dan legal
(berdasarkan undang-undang), sehingga pemerintah mempunyai
kekuatan hukum (misalnya denda atau kurungan penjara) untuk
menindak wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya.
Walaupun pajak sifatnya memaksa, pemerintah tidak mempunyai
kewajiban untuk membalas jasa secara langsung kepada para
pembayar pajak. Pajak dipungut untuk menjalankan roda
pemerintahan.

Secara ekonomi,pajak dapat didefinisikan sebagai pemindahan


sumber daya yang ada di sektor rumah tangga dan perusahaan
(dunia usaha) ke sektor pemerintah melalui mekanisme
pemungutan tanpa wajib memberi balas jasa lansung. Jika
pungutan pemerintah sifatnya memberikan balas jasa langsung,
maka pungutan trsebut bersifat retribusi.

1) Klasifikasi Pajak

Ada beberapa pengklasifikasian pajak yang umumnya digunakan,


yaitu pajak objektif dan pajak subjektif serta pajak langsung dan
pajak tidak langsung.

a) Pajak Objektif
Adalah pajak yang dikenakan berdasarkan aktivitas
ekonomi para wajib pajak. Misalnya pajak pertambahan
nilai (PPN) dikenakan kepada mereka yang membeli barang
dan jasa kena pajak.
b) Pajak Subjektif
Adalah pjak yang dipungut dengan melihat kemampuan
wajib pajak. Biasanya bila kemampuan wajib pajak makin
besar, beban pajak nya makin besar. Salah satu indikator
yang digunakan adalah pendapatan. Bila pendapatan (lebih
tepatnya pendapatan kena pajak) makin besar, beban
pajaknya makin besar. Tetapi bila pendapatan seseorang
masih dibawah pendapatan tidak kena pajak (PTKP), orang
tersebut tidak perlu membayar pajak pendapatan atau
pajak penghasilan (PPh).
c) Pajak Langsung
Adalah pajak yang beban pajaknya tidak dapat digeser
kepada wajib pajak yang lain (no tax incidence). Jadi
pembayaran pajak langsung diindonesia adalah pajak
penghasilan (PPh) serta pajak bumi dan bangunan (PBB).
d) Pajak Tidak Langsung
Adalah pajak yang beban pajaknya dapat digeser kepada
wajib pajak yang lain (tax incidence). Contoh yang paling
terkenal dari pajak tidak langsung adalah pajak penjualan,
yang dalam konteks indonesia dikenal sebagai PPn dan
PPnBM. Pajak ini disebut sebagai pajak tidak langsung,
sebab jika yang dikenakan pajak adalah produsen, maka
produsen dapat menggeser sebagian atau seluruh beban
pajaknya kepada konsumen.

2) Tarif Pajak

Dua jenis tarif pajak yang paling dikenal adalah pajak nominal
dan pajak persentase.

a) Pajak No2minal
Adalah pajak yang pengenaannya berdasarkan jumlah nilai
nominal tertentu.
b) Pajak Persentase
Pada Pajak persentase, beban pajaknya ditetapkan
berdasarkan persentase tertentu dari dasar pengenaan
pajak. Pajak persentase dibedakan atas:
Pajak proporsial , tarif persentasenya tetap.

2 Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu


Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia,2008),hlm.
Pajak progregsif, tarifnya makin tinggi bila dasar
pengenaan pajaknya makin tinggi. Pajak penghasilan
dikatakan progregsif bila tarifnya makin tinggi pada saat
pendapatan meningkat.
Pajak regresif adalah kebalikandari pajak progregsif. Tarif
pajik justru makin rendah pada saat penghasilan
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai