I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Banyak cara yang dilakukan salah satunya dengan menggunakan agensia hayati.
Penggunaan agensia hayati dapat menurunkan penggunaan pestisida secara berlebih yang
dapat mencemari lingkungan. Selain itu, penggunaan pestisida dapat meracuni konsumen.
Agensia hayati yang mudah digunakan adalah jamur parasit yang dapat digunakan pada
serangga Diaphorina citri yang bertindak sebagai vektor penyakit CVPD (Citrus Vein
Phloem Degeneration). Maka dari itu diperlukan isolasi dan identifikasi jamur yang telah
tersedia di Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika (BALITJESTRO) untuk
memperdalam morfologi dan kecepatan tumbuh pada masing masing isolat.
I.2. Tujuan
I.2.1. Mengetahui morfologi jamur parasit pada serangga Diaphorina citri
I.2.2. Mengetahui kecepatan tumbuh beberapa macam jamur parasit
1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Jamur
Diaphorina citri tersebar secara luas di Asia Selatan yang merupakan hama
penting pada jeruk di beberapa negara karena merupakan vektor penyakit jeruk yaitu
CVPD atau huanglongbing (Costa Lima, 1942 and Catling, 1970 cit Mead, 2014). Saat
nimfa, anakan selalu ditemukan pada pertumbuhan baru, dan bergeran secara lambat, dan
stabil ketika terganggu. Pada fase dewasa apabila terganggu dapat terbang pada jarak
pendek. Mereka biasanya ditemukan di sisi bawah daun (Mead, 2014). Menurut Capoor
et al., 1974 cit Mead (2014), gejalanya pada pertumbuhan yang terhambat, daun muda
klorosis, buah menjadi hijau kecil, keras, biji menjadi kecil dan gelap.
2
C. Media Pembiakan Jamur Parasit
Cendawan dapat dibiakan pada berbagai jenis media biakan. Beberapa cendawan
dapat tumbuh dengan baik pada medium yang mengandung beberapa bahan organik,
sedang cendawan yang lain memerlukan zat-zat tambahan tertentu. Fardiaz (1987) Cit.
Taurisia dkk., (2015) menjelaskan, bahwa secara umum media yang baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme harus memenuhi persyaratan nutrisi dan mudah
dimanfaatkan oleh organisme, mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan
derajat keasaman yang sesuai, serta tidak mengandung zat-zat yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme tersebut. Kandungan dextrose dan karbohidrat yang cukup
tinggi pada media PDA (20g), PCA (20g) dan SDA (40g) sangat berperan penting dalam
proses metabolisme jamur.
3
III. METODOLOGI
A. Waktu dan Tempat Pengamatan
Kegiatan Isolasi dan Karakater Morfologi Jamur Parasit pada Diaphorina citri
dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika
(BALITJESTRO) pada Rabu, 4 Januari 2017.
Alat yang digunakan adalah laminar, korek, kompor, petris disc, skalpel, bor
gabus, jarum ent, bunsen, alkohol,spidol, dan wrap seal. Bahan yang digunakan antara
lain PDA, terramicin, jamur patogen yang akan diisolasi.
C. Cara Kerja
4
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
5
Homop tidak
25 Tb.3 09-Jan jingga, putih putih, jingga bulat merata
Homop hijau keputihan
26 Tb.3 09-Jan hijau keputihan (KONTAM) bulat merata
Homop
27 Tb.4 09-Jan Putih hijau sembarang merata
Homop tidak
28 Tb.2 09-Jan Putih putih Bulat merata
Homop
29 Tb.4 09-Jan putih, hijau hijau sembarang merata
Homop
30 Tb.6 09-Jan Putih putih, sedikit pink Bulat merata
Homop hijau kebiruan,
31 Tb.6 09-Jan putih keputihan Bulat merata
Rerata diameter
No. Isolat hari 1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari 7
1 Tb.8 2 2.3 2.75 3 3.5 3.75 3.9
2 Tb.5 1.1 1.35 1.5 1.55 1.7 1.8 1.85
3 Tb.6 1.65 2.2 2.55 2.9 3.55 3.85 4
4 Homop Tb 3.5 4.1 4.65 4.9 5.5 5.95 6.7
5 Tuban 2.1 2.45 2.85 3.15 3.65 3.9 4.2
6 Tuban 2.4 2.95 3.35 3.65 3.85 4.15 4.45
7 Tb.4 2.2 2.4 2.65 3.1 3.45 3.8 3.95
8 Tb.3 6.05 6.35 7.15 7.65 8.25 8.7 9
9 Tb.3 2.35 2.65 3.05 3.2 3.45 3.7 4
10 Homop Tb.1 4.65 4.95 5.7 6.95 7.25 7.4 7.55
11 Homop Tb.3 2.75 2.9 3.25 3.4 3.55 3.2 3.8
12 Homop Tb.2 7.25 8.45 9 9 9 9 9
13 Homop Tb 2.7 3.1 3.6 3.75 3.8 3.85 3.9
14 Homop Tb.3 1.95 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15 2.15
15 Homop Tb 6.45 7 8.4 8.75 9 9 9
16 Homop Tb 2.8 3.1 3.8 3.9 4.15 4.3 4.5
17 Homop Tb.1 3.85 4.2 4.7 4.7 4.85 4.9 6.25
18 Homop Tb 0 1.8 3.35 3.5 3.5 3.55 3.6
19 Homop Tb 0 1.2 2.45 2.6 3.05 3.7 4.4
20 Homop Tb 0 1.2 2.1 2.35 2.5 2.65 2.75
21 Homop Tb.5 0 0 1.2 1.55 1.75 1.95 2.25
22 Homop Tb.5 0 1.65 2.6 2.95 3.35 4.05 4.55
23 Homop Tb.5 0 1.55 2.3 2.7 3.05 3.55 3.6
24 Tuban 0 0 1.75 2.05 2.25 2.85 3.05
6
25 Homop Tb.3 0 1.8 2.45 2.75 3 3.45 4.05
26 Homop Tb.3 0 1.3 1.65 2 2.45 2.65 2.8
27 Homop Tb.4 0 1.25 2 2.95 3.35 3.75 4.45
28 Homop Tb.2 0 3.4 7.35 9 9 9 9
29 Homop Tb.4 0 1.75 2.2 2.35 2.8 3.4 3.8
30 Homop Tb.6 0 0 0.7 1.9 2.2 2.7 3
31 Homop Tb.6 0 0 1 1.2 1.6 2 2.7
B. Pembahasan
Menurut Taurisisa dkk., (2015) Secara umum media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme harus memenuhi persyaratan nutrisi dan mudah dimanfaatkan oleh
organisme, mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan dan derajat keasaman yang
sesuai, serta tidak mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan mikroorganisme
tersebut. Kandungan dextrose dan karbohidrat yang cukup tinggi pada media PDA (20g)
sangat berperan penting dalam proses metabolisme jamur. PDA juga merupakan salah
satu media kultur yang paling umum digunakan karena formulasinya yang sederhana dan
merupakan media terbaik karena kemampuanya dalam mendukung pertumbuhan pada
berbagai jamur. Selain faktor media, perlakuan yang aseptis sangat mendukung
keberhasilan isolasi patogen agar menghindari terjadinya kontaminasi dengan ditandai
tumbuhnya jamur non target. Oleh karena itu, alat-alat yang digunakan dalam isolasi
disterilisasikan terlebih dahulu dan tempat isolasi disterilisasikan dengan alkohol.
Isolasi jamur patogen dari sampel tanaman sakit dilakukan dengan cara bagian
tanaman sakit antara yang bergejala dan tidak dipotong kecil-kecil. Pemilihan bagian
yang dipotong antara yang bergejala dan tidak dengan tujuan agar jamur patogen dapat
tetap tumbuh dengan manfaatkan jaringan tanaman yang sehat dan nutrisi dari media.
Setelah itu, potongan-potongan sampel tanaman sakit didisinfestasi dengan kloroks 1 %
7
selama 3 menit untuk menghilangkan kontaminasi-kontaminasi dari mikroorganisme
lainnya yang menempel pada permukaan tanaman. Kemudian potongan sampel tanaman
sakit diletakkan pada media PDA yang telah disediakan. Inkubasikan media tersebut
selama 3 hari dalam keadaan gelap pada suhu kamar. Setelah itu, isolat tunggal jamur
dimurnikan pada media PDA yang baru. Hal ini dilakukan karena glukosa dalam media
PDA menyebabakan penurunan aktivitas untuk mendapatkan nutrient. Untuk menghindari
hal ini, perlu dilakukan isolasi spora tunggal sehingga viabilitasnya tetap bisa
dipertahankan. Menurut Taurisisa dkk., (2015) Pembentukan konidia jamur dipengaruhi
oleh kandungan protein dalam media. Protein diperlukan untuk pembentukan organel
yang berperan dalam pembentukan apikal hifa dan sintesis enzim yang diperlukan selama
proses tersebut dan enzim juga berperan dalam aktivitas perkecambahan dan protein yang
diserap dalam bentuk asam amino. Sel sel hifa yang tua akan mengalirkan nutrien ke sel
sel apikal agar hifa dapat tumbuh terus. Pembentukan cabang pada hifa dapat terbentuk
sepanjang hifa. Cabang hifa tersebut akan menjauhi hifa induk agar nutrien di lingkungan
dapat terjangkau sejauh mungkin. Pembentukan miselium terjadi karena anastomosis
pada titik temu pada cabang cabang hifa. Anastomosis ini memperluas hifa menjadi
suatu jaringan (jala) yang disebut dengan miselium. Miselium menjadikan penyerapan
nutrien dari subtrat lebih efektif sehingga miselium jamur berkembang di dalam media.
Menurut Semangun (2000) Cit. Taurisisa dkk., (2015) cendawan atau jamur yang
masih hidup dapat mempertahankan diri dari musim ke musim pada tanaman sakit yang
masih hidup, pada sisa tanaman sakit, atau pada biji. Miselium cendawan ini dapat
bertahan selama 1 tahun atau lebih dalam jaringan inang yang sakit, sedangkan konidia
dapat tetap hidup selama 17 bulan tanpa inangnya (dalam suhu kamar) dan spora
mengandung 86% air dan memungkinkan untuk bertahan beberapa tahun dalam kondisi
sangat kering. Dengan demikian, isolasi patogen dapat dilakukan melalui sampel tanaman
yang sakit.
Tubuh jamur tersusun atas komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk
jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh
buah. Menurut Karomah (2015), struktur hifa umumnya berbentuk tabung panjang, tidak
berwarna, memiliki percabangan, dan lumen berisi organel-organel dan protoplasma. Hifa
terbagi menjadi dua berdasarkan keberadaan sekat pada struktur tersebut, hifa memiliki
sekat (septat) dan hifa yang tidak memiliki sekat (aseptat). Contoh hifa cendawan yang
8
memiliki sekat adalah Fusarium, sedangkan yang tidak memiliki sekat adalah cendawan
dari kelompok zygomycota.
Semua jenis jamur parasit yang digunakan termasuk dalam divisi ascomycota.
Kelompok jamus ascomycota memiliki ciri utama yaitu menghasilkan askospora sebagai
hasil reproduksi generatif. Ascomycota ada yang bersel satu dan bersel banyak.
Ascomycota multiseluler memiliki hifa yang bersekat. Ascomycota memiliki ciri antara
lain bersifat uniseluler/multiseluler, hifa bersekat, membentuk tubuh buah askokarp/tidak,
hidup saproba/parasit/simbiosis mutualisme, trproduksi secara vegetati (pembelahan sel,
fragmentasi, konidiospora), dan generatif (menghasilkan askospora) (Permata, 2016).
9
Domain: Eukaryota
Kingdom: Fungi
Phylum: Ascomycota
Subphylum: Pezizomycotina
Class: Sordariomycetes
Subclass: Hypocreomycetidae
Order: Hypocreales
Family: Ophiocordycipitaceae
\Genus: Hirsutella
Dari hasil pengamatan makroskopik, diambil 5 dari 31 isolat yang ada untuk
diamati secara mikroskopik. Sampel yang diambil adalah sampel Homop Tb, Homop
Tb 1, Homop Tb 2, Homop Tb 3, dan Homop Tb 5 yang memiliki diameter cukup
luas. Berikut hasil pengamatan mikroskopik jamur parasit Diaphorina citri.
a. b.
Gambar 1. a. Spora isolat Homop Tb, b. Hifa bersekat isolat Homop Tb (40x/0,75)
10
Pada pengamatan mikroskopik, terlihat bahwa isolat Homop Tb telah
mengeluarkan spora pada hari pengamatan keempat. Letak spora berada tersebar dan
bentuk miseliumnya menggumpal. Hifa termati adalah hifa bersekat. Hifa bersekat
merupakan ascomycota. Banyak ascomycota adalah patogen tumbuhan, beberapa
patogen hewan, jamur, dan banyak hidup pada bahan organik mati (sebagai saprob).
Ascomycota lainnya termasuk patogen peting tanaman seperti embun tepung anggur
(Uncinula necator)m Dutch elm disease (Ophiostoma ulmi), dan apple scab (Venturia
inewualis) (Anonim, 2010).
a. b.
Gambar 2. a. Hifa isolat Homop Tb.1, b. Hifa bersekat isolat Homop Tb.1
a. b.
11
Gambar 3. a. Hifa bersekat pada isolat Homop Tb.2, b. Miselium pada isolat Homop Tb.2
a. b.
Gambar 4. a. Spora pada isolat Homop Tb.3, b. Hifa bersekat pada isolat Homop Tb.3
a. b.
Gambar 5. a. Spora isolat Homop Tb.5, b. Hifa dan spora isolat Homop Tb.5
12
Pada pengamatan mikroskopik isolat Homop Tb.5, didapatkan spora yang
banyak dan tersebar hampir menutupi miseliumnya. Meskipun diameternya belum
luas, namun telah terdapat banyak spora dalam isolat jamur parasit tersebut.
Hari pengamatan
Gambar 6. Grafik kecepatan tumbuh isolat jamur parasit Diaphorina citri berdasarkan warna
koloni putih
Berdasarkan grafik, dapat diketahui bahwa kedua isolat homop Tb.2 memiliki
pertumbuhan yang cepat. Terbukti pada pengamatan hari pertama, memiliki diameter
tertinggi dan pada pengamatan hari ketiga telah terisi penuh permukaan media. Pada
homop Tb.2 yang diganti karena kontaminasi, namun pada hari ketiga telah memenuhi
media.
13
Warna Koloni Hijau Keputihan
4
3.5
3 Tb.5 (2)
2.5 Homop Tb.3 (11)
2 Homop Tb.3 (26)
rerata diameter (cm)
1.5 Homop Tb.4 (29)
1
0.5
0
1 2 3 4 5 6 7
hari pengamatan
Gambar 7. Grafik kecepatan tumbuh isolat jamur parasit Diaphorina citri berdasarkan warna
koloni hijau keputihan
hari pengamatan
Gambar 8. Grafik kecepatan tumbuh isolat jamur parasit Diaphorina citri berdasarkan warna
koloni hijau
14
Berdasarkan grafik diatas, diketahui bahwa warna koloni hijau dimiliki isolat
homop Tb yang terdapat pada 3 isolat. Kecepatan tumbuh terlihat lebih dinamis
dengan kenaikan yang tidak signifikan.
15
C. KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengamatan mikroskopik beberapa jamur parasit diketahui
memiliki hifa bersekat.
2. Kode Homop Tb.2 memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi karena pada hari
pengamatan ketiga telah memenuhi media pada petri dish.
16
DAFTAR PUSTAKA
Driver, F., Milner, R.J. and Trueman, W.H.A. (2000). "A Taxonomic revision of
Metarhizium based on sequence analysis of ribosomal DNA". Mycological
Research. 104 (2): 135151.
Dwiastuti, M. E., W. Nawir, dan S. Wuryantini. 2007. Uji patogenitas jamur entomopatogen
Hirsutella citriformis, Beauveria bassiana, dan Metarhizium anisopliae secara
eka dan dwiinfeksi untuk mengendalikan Diaphorina citri Kuw. Jurnal
Hortikultura Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika 17 : 76.
Freimoser, F. M., Screen, S., Bagga, S., Hu, G. and St. Leger, R.J. 2003. "EST analysis of
two subspecies of Metarhizium anisopliae reveals a plethora of secreted proteins with
potential activity in insect hosts". Microbiology. 149 : 239247.
Gandjar, I. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
17
Soetopo, D dan I. Indrayani. 2007. Status teknologi dan prospek Beauveria bassiana
untuk pengendalian serangga hama tanaman perkebunan. Perspektif (6) : 29-46.
18