Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi

Konsensus internasional tahun 1995 membagi sinusitis menjadi akut dan kronik.
Rinosinusitis akut dengan batas sampai dengan 8 minggu, sedangkan rinosinusitis kronik
apabila lebih dari 8 minggu. Konsensus thaun 2004 rinosinusitis dibagi menjadi akut,
subakut, dan kronik. Rinosinusitis akut dengan batas sampai dengan 4 minggu, subakut
antara 4 minggu sampai dengan 3 bulan, serta kronik apabila lebih dari 3 bulan.1,2,3
Rinosinusitis akut sendiri juga dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Rinosinusitis akut viral, jika gejala-gejala yang muncul kurang dari 10 hari.
2. Rinosinusitis akut post infeksi viral, jika adanya peningkatan keparahan dari
gejala lebih dari 5 hari atau gejala menetap selama lebih dari 10 hari tetapi masih
kurang dari 12 minggu.
3. Rinosinusitis akut bakterial, apabila setidaknya muncul 3 dari gejala seperti sekret
yang keluar berubah warna (dominan unilateral) dan sekretnya purulen, nyeri
lokal yang hebat (dominan unilateral), demam >38C, peningkatan CRP (C-
Reactive Protein), dan double-sickening atau bertambah parahnya keluhan dari
penyakit.2
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik biasanya merupakan kelanjutan dari
sinusitis akut yang tidak diterapi secara memadai.1 Selain itu, terdapat juga klasifikasi yang
menyebutkan rinosinusitis rekuren akut. Rinosinusitis rekuren akut didefinisikan jika adanya
4 atau lebih episode sinusitis dalam satu tahun dengan adanya resolusi sempurna diantara
setiap episode.7 Sementara berdasarkan lokasi, sinusitis dapat dibagi menjadi :
1. Sinusitis maksilaris : mengenai sinus maksila, bisa menyebabkan nyeri pipi khas
yang tumpul ataupun menusuk, selain itu ada nyeri pada palpasi dan perkusi.
2. Sinusitits frontalis : mengenai sinus frontalis, bisa menyebabkan nyeri atau rasa
tertekan di atas alis mata.
3. Sinusitis etmoidalis : mengenai sinus etmoid, bisa menyebabkan nyeri atau nyeri
tekan di antara kedua mata dan diatas jembatan hidung, drainase, dan sumbatan
hidung.
4. Sinusitis sfenoidalis : mengenai sinus sfenoid, bisa menyebabkan nyeri atau rasa
tertekan dibelakang mata tapi sering menjalar ke verteks kranium.4
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rhinoskopi anterior, dan posterior. Pemeriksaan naso-
endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas ialah
adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan ethmoid anterior dan frontal) atau di
meatus superior (pada sinusitis ethmoidalis posterior dan sfenoid). Pada rinosinusitis akut,
mukosa edema dan hiperemis. Pada anak sering ada pembengkakan dan kemerahan pada
kantus medius.1
Diagnosis rinosinusitis ditegakkan apabila ditemui :
1. inflamasi hidung dan sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih
gejala, salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek
(sekret hidung anterior/ posterior):
a. nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
b. penurunan/ hilangnya penghidu
2. dan salah satu dari :
a. temuan nasoendoskopi:
- polip dan/ atau
- sekret mukopurulen dari meatus medius dan/ atau
- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius
dan/ atau1.
- gambaran tomografi komputer: perubahan mukosa di kompleks osteomeatal
dan/atau sinus.2,4
Selain itu dapat juga dinilai berdasarkan beratnya penyakit. Penyakit ini dapat dibagi
menjadi RINGAN, SEDANG dan BERAT berdasarkan skor total visual analogue scale.
Selanjutnya ditentukan apakah penyakit ini termasuk akut atau kronik. Dikatakan akut
apabila terjadi kurang dari 12 minggu dan mengalami resolusi komplit. Sedangkan kronik
apabila terjadi lebih dari 12 minggu, tanpa adanya resolusi komplit. Termasuk dalam kategori
ini yaitu rinosinusitis kronik eksaserbasi akut. Berikut adalah kriteria diagnosis rinosinusitis
pada dewasa dan anak, baik akut maupun kronik:
1. Rinosinusitis Akut pada Dewasa
Diagnosis: berdasarkan gejala, pemeriksaan radiologis tidak diperlukan (tidak
direkomendasikan untuk foto polos sinus paranasal).
Gejala:
a. Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior atau posterior):
- nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
- penurunan/ hilangnya penghidu
Dengan interval bebas gejala bila terjadi rekurensi
Dengan validasi peranamnesis tentang gejala alergi seperti bersin, ingus encer,
hidung gatal dan mata gatal berair.
2. Rinosinusitis Akut pada Anak
Gejala: Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah satunya hidung tersumbat/
obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior atau posterior):
- nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
- penurunan/ hilangnya penghidu
Pemeriksaan:
a. Pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus
b. Pemeriksaan mulut: post nasal drip
c. Infeksi gigi geligi tidak ada
d. Pemeriksaan nasoendoskopi
Pencitraan:
Tidak disarankan untuk foto polos sinus paranasal
Bisa dilakukan tomohrafi komputer, dengan keadaan dibawah ini:
a. Penyakit parah
b. Pasien imunocompromised
c. Komplikasi berat orbita atau intrakranial
3. Rinosinusitis Kronik pada Dewasa
Gejala lebih dari 12 minggu: Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah
satunya hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior
atau posterior):
- nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
- penurunan/ hilangnya penghidu
Dengan validasi peranamnesis tentang gejala alergi, ingus, hidung gatal, mata
gatal berair, jika positif harus dilakukan pemeriksaan alergi. Tidak
direkomendasikan untuk foto sinus paranasal atau tomografi komputer.
4. Rinosinusitis Kronik pada Anak
Gejala lebih dari 12 minggu: Onset tiba-tiba dari dua atau lebih gejala, salah
satunya hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau pilek (sekret hidung anterior
atau posterior):
- nyeri wajah/ rasa tertekan di wajah
- penurunan/ hilangnya penghidu
Diagnostik tambahan:
a. Pertanyaan entang alergi dan tes alergi
b. Faktor predisposisi lain seperti imunocompromised
Pemeriksaan:
a. Pemeriksaan rongga hidung: edema, hiperemis, pus
b. Pemeriksaan mulut: post nasal drip
c. Infeksi gigi geligi tidak ada
d. Nasoendoskopi
Pencitraan:
Tidak disarankan untuk foto polos sinus paranasal
Bisa dilakukan tomohrafi komputer, dengan keadaan dibawah ini:
a. Penyakit parah
b. Pasien imunocompromised
c. Komplikasi berat orbita atau intrakranial.2,4
CT-Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai
secara anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan
dan perluasannya. CT scan mampu memberikan gambaran yang bagus terhadap penebalan
mukosa, air-fluid level, struktur tulang, dan kompleks osteomeatal. Namun karena mahal
hanya dikerjakan sebagai penunjang diagnosis sinusitis kronis yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi sinus. 5
MRI sinus lebih jarang dilakukan dibandingkan CT scan karena pemeriksaan ini tidak
memberikan gambaran terhadap tulang dengan baik.6 Namun, MRI dapat membedakan sisa
mukus dengan massa jaringan lunak di mana nampak identik pada CT scan. Oleh karena itu,
MRI akan sangat membantu untuk membedakan sinus yang terisi tumor dengan yang diisi
oleh sekret.5
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
Hal ini lebih mudah diamati bila sinusitis terjadi pada satu sisi wajah, karena akan nampak
perbedaan antara sinus yang sehat dengan sinus yang sakit. Pemeriksaan ini sudah jarang
dilakukan karena sangat terbatas kegunaannya.5
Endoskopi nasal kaku atau fleksibel dapat digunakan untuk pemeriksaan sinusitis.
Endoskopi ini berguna untuk melihat kondisi sinus ethmoid yang sebenarnya,
mengkonfirmasi diagnosis, mendapatkan kultur dari meatus media dan selanjutnya dapat
dilakukan irigasi sinus untuk terapi. Ketika dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
kontaminasi dari hidung, kultur meatus media sesuai dengan aspirasi sinus yang mana
merupakan baku emas. Karena pengobatan harus dilakukan dengan mengarah kepada
organisme penyebab, maka kultur dianjurkan.5,7
Diagnosis banding
Diagnosis banding sinusitis adalah luas, karena tanda dan gejala sinusitis tidak sensitif
dan spesifik. Infeksi saluran nafas atas, polip nasal, penyalahgunaan kokain, rinitis alergika,
rinitis vasomotor, dan rinitis medikamentosa dapat datang dengan gejala pilek dan kongesti
nasal. Rhinorrhea cairan serebrospinal harus dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat
cedera kepala. Pilek persisten unilateral dengan epistaksis dapat mengarah kepada neoplasma
atau benda asing nasal.6,8
Tension headache, cluster headache, migren, dan sakit gigi adalah diagnosis alternatif
pada pasien dengan sefalgia atau nyeri wajah. Pasien dengan demam memerlukan perhatian
khusus, karena demam dapat merupakan manifestasi sinusitis saja atau infeksi sistem saraf
pusat yang berat, seperti meningitis atau abses intrakranial.6,8,10
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan sinusitis adalah:
a. Mempercepat penyembuhan
b. Mencegah komplikasi
c. Mencegah perubahan menjadi kronik
Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di kompleks osteo-meatal sehingga
drainase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami. Sinusitis akut dapat diterapi dengan
pengobatan (medikamentosa) dan pembedahan (operasi).5
Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial,
untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium
sinus. Antibiotik yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksisilin. Jika diperkirakan
kuman telah resisten atau memproduksi beta-laktamase, maka dapat diberikan amoksisilin-
klavulanat atau jenis sefalosporin generasi ke-2. Pada sinusitis antibiotik diberikan selama
10-14 hari walaupun gejala klinik sudah menghilang. Pada sinusitis kronik diberikan
antibiotik yang sesuai untuk kuman gram negatif dan anaerob. Dekongestan lokal berupa obat
tetes hidung diberikan untuk memperlancar drainase hidung.5
Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan,
seperti analgetik, mukolitik, dan steroid oral/topical. Antihistamin tidak rutin diberikan
karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi
berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2. Imunoterapi dapat dipertimbangkan
jika pasien menderita kelainan alergi yang berat.5,7
Irigasi sinus atau Proetz displacement juga merupakan terapi tambahan yang dapat
bermanfaat.Indikasinya adalah apabila terapi di atas gagal dan ostium sinus sedemikian
edematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi dilakukan dengan mengalirkan larutan
salin hangat. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium normal.5,7
Diatermi gelombang pendek selama 10 hari dapat membantu penyembuhan sinusitis
dengan memperbaiki vaskularisasi sinus. Dianjurkan unutk menghilangkan faktor
predisposisi dan kausanya jika ethmoiditis diakibatkan oleh kelainan gigi.5,7
Pembedahan (operasi) pada pasien sinusitis akut jarang dilakukan kecuali telah terjadi
komplikasi ke orbita atau intrakranial. Selain itu nyeri yang hebat akibat sekret yang tertahan
oleh sumbatan dapat menjadi indikasi untuk melakukan pembedahan. Ethmoidektomi
dilakukan dengan 3 teknik yaitu ethmoidektomi eksternal, ethmoidektomi intranasal, dan
ethmoidektomi transantral. Keputusan terhadap teknik yang akan digunakan bergantung pada
pilihan operator dan luasnya penyakit. Lebih dari 1 teknik dapat dikombinasikan selama
operasi.7
1. Rinosinusitis akut pada dewasa2,4

Gambar 1. Penatalaksanaan rinosinusitis akut pada dewasa


2. Rinosinusitis akut pada anak2,4
Gambar 2. Penatalaksanaan rinosinusitis akut pada anak
3. Rinosinusitis kronik pada dewasa2,4

Gambar 3. Penatalaksanaan rinosinusitis kronik pada dewasa


4. Rinosinusitis kronik pada anak2,4
Gambar 4. Penatalaksanaan rinosinusitis kronik pada anak
Pencegahan
Sulit untuk mencegah ethmoiditis untuk menyebar ke organ lain. Tetapi bagaimana
pun membersihkan sekret hidung dapat mencegah infeksi bakteri. Membersihkan hidung bisa
dengan cara minum banyak cairan, membatasi susu, dan mencuci sinus dengan cairan garam
fisiologi. Dalam kasus alergi, seseorang harus menghindari alergen yang dapat menimbulkan
reaksi alergi. Bila ada inflamasi kronis pada infeksi, semprot hidung dapat membantu
mencegah kerusakan mukosa membran seiring dengan waktu.8,9
Komplikasi
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab terjadinya komplikasi, antara lain :
1. Terapi yang tidak adekuat
2. Daya tahan tubuh yang rendah
3. Virulensi kuman
4. Penanganan tindakan operasi terlambat dilakukan.4
Komplikasi berat biasa terjadi pada sinusitis akut atau kronis dengan eksaserbasi akut.
Komplikasi yang seing terjadi adalah:
1. Komplikasi orbita
Sinus paranasal berada dekat dengan orbita. Sinus yang paling sering adalah sinus
etmoid. Penyebaran terjadi melalui trrombofeblitis dan perikontinuitatum.
Kelainan yang timbul adalah edema palpebra, selultis orbita, abses subperiosteal,
abses orbita dan lambat laun terjadi trombosis sinus kavernosus. Trombosis sinus
kaveronous harus diobati seumur hidup dan menyebabkan gerak mata terbatas,
proptosis, dan penglihatan berkurang. Komplikasi dari bagaian tengah orbita dapat
menyebabkan kebutaan.
2. Komplikasi intrakranial
Komplikasi intrakranial biasanya jarang terjadi namun sangat berbahaya berupa
meningitis, abses ekstradural atau subdural, abses otak dan trombosis sinus
kavernosus. Komplikasi intrakranial dari sinusitis biasanya melewati penyebaran
hematogen misalnya trombosis sinus kavernous dan meningitis atau penyebaran
secara langsung seperti abses epidural dan abses parenkhimal. Trombosis sinus
kavernosus ditandai dengan optalmoplegia, kemosis, hilangnya penglihatan.
Epidural abses biasanya sulit terdiagnosais, dan mungkin terdeteksi dengan CT
Scan. Harus selalu diingat bahwa diagnosis karsinoma sinus pranasal adalah
berbeda dengan sinusitis.
Sinusitis kronis juga dapat menyebabkan komplikasi diantaranya:
1. Osteomielitis dan abses subperiosteal
Tersering disebabkan sinusitis frontal dan banyak pada anak-anak. Jika terjadi
pada sinus maksila dapat menyebabkan fistula oroantal atau fistula pada pipi.
2. Kelainan paru
Seperti bronkitis kronik dan bronkiektasis. Adanya ini disebut sinobronkitis. Juga
dapat menyebabkan kambuhnya asma bronkial yang sukar disembuhkan sebelum
sinusitisnya disembuhkan.1,8,9,10
Gambaran destruksi tulang secara radiologis, neuropati saraf kranial, nyeri persisten,
epistaksis, gejala klinis yang terus-menerus dapat dicurigai kemungkinan adanya suatu
karsinoma12. Bila ada riwayat alergi yang lama, infeksi bakteri, gangguan struktural, dinding
sinus menipis dan drainase terhambat. Hai ini dapat berkembang menjadi sinusitis kronis.10

Prognosis
Sinusitis tidak menyebabkan mortalitas namun komplikasi dari sinusitis dapat
menyebabkan morbiditas dan pada kasus yang jarang dapat mengakibatkan kematian. Sekitar
40% dari akut sinusitis akan sembuh sendiri tanpa pemberian antibiotik. Pada viral sinusitis,
tingkat kesembuhan spontannya sebesar 98%. Pasien dengan terapi antibiotik yang adekuat
biasanya menunjukkan perbaikan.8,10
Tingkat kekambuhan setelah terapi yang sukses adalah kurang dari 5%. Sinusitis yang
tidak ditangani atau ditangani tidak sempurna dapat berujung pada komplikasi seperti
meningitis, orbital cellulitis, abses orbita, atau abses otak.8,10

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher Edisi 7. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2011.
2. Fokkens W, et al. EPOS 2012: European position paper on rhinosinusitis and nasal
polyps 2012 A summary for otorhinolaryngologists. 2012.
3. Snow JB, Ballenger JJ. Ballengers Otolaryngology Head and Neck Surgery. Spain
2003. DC Bekcer. Page 760-64
4. Adams, Boies, Highler. Dalam buku ajar penyakit THT. EGC. Jakarta 1997. Hal 240-
59.
5. Cummings, C.W., 2006. Radiology of Nasal Cavities and Paranasal. In: Cummings
Otolaryngology Head and Neck Surgery 4th Edition. Los Angeles: Mosby Elsevier
6. J. Irish, B. Papsin. 2007. Acute and Chronic Sinusitis. In: Current Diagnosis &
Treatment: Otolaryngology Head and Neck Surgery 2nd edition. New York: Lange
7. Mercandetti, M., 2011. Surgical Treatment of Acute Ethmoid Sinusitis Historical
Overview. Available in: http://emedicine.medscape.com/article/862183-overview [4
April 2012]
8. Brook, I., 2012. Acute Sinusitis. Available in:
http://emedicine.medscape.com/article/232670-overview [Accessed on 4 April 2012]
9. Ballenger, J.J., and J.B. Snow, 2003. Sinusitis and Polyposis. In: Ballengers
Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery 16th Edition. Hamilton: BC Decker; 760-
764
10. Shah, N.J., 1999. Complications of Sinusitis. Bombay Hospital Journal volume 41 no
4
11. Brook, I., 2005. Bacteriology of Acute and Chronic Ethmoid Sinusitis. Journal of
Clinical Microbiology volume 43 no 7; 3479-3480

Anda mungkin juga menyukai