CA SERVIKS
E Protein Perananya
E4 Mengikat sitokeratin
L Protein Peranannya
- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan
high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun
kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker
anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor
ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau
resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan kanker
serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59,
66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan sekitar 50%
kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan
Ivb Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau
leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes
itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel
abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan
tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki
sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining
c. HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-
samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes
Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi
ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan
dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif
cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV
dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan
menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV
juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro
Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV
Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan
HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui
keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus
tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV
Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV.
Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan
untuk mendeteksi 37 genotipe HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American
Cancer Society, the American College of Obstetricians and
Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan
protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
-
Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah
melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang
lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama
dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
-
Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-
sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30
tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps
smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan
tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan
mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV
yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
-
Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan
menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base
method setiap 1-3 tahun.
-
Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps
smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka
pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
-
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah
dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.
d. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya
gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker
serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi
pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan
untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi
sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan
sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan
CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale &
charette, 1999).
b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini
dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-
kasus kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan
dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu
yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10
tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik,
karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%.
Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan
sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal
dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju.
Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun
(WHO,1986).
k. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan
kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau
berkurang.
Kriteria :
Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
Ekspresi wajah rileks.
Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi,
imajinasi,message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein dan tetap
sesuai diit ( Rendah Garam ).
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.
DAFTAR PUSTAKA