Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PENDAHULUAN

CA SERVIKS

1. Pengertian Kanker Serviks


Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah
peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis. Kanker serviks
merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke
arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang senggama atau
vagina. Kanker leher rahim biasanya menyerang wanita berusia 35-55
tahun.Sebanyak 90% dari kanker leher rahim berasal dari sel skuamosa
yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil
lendir pada saluran servikal yang menuju ke Rahim (arjoso, 2009).
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari
metaplasia epitel di daerah skuamokolumner junction yaitu daerah
peralihan mukosa vagina dan mukosa kanalis servikalis.
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau
leher rahim, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan
pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara rahim (uterus) dan liang
senggama atau vagina.
Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga
kankermulut rahim merupakan salah satu penyakit keganasan di bidang
kebidanandan penyakit kandungan yang masih menempati posisi tertinggi
sebagaipenyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba,
2008).Kanker seviks uteri adalah tumor ganas primer yang berasal dari
sel epitel skuamosa. Sebelum terjadinya kanker, akan didahului oleh
keadaan yang disebut lesi prakanker atau neoplasia intraepitel serviks
(NIS) (Darwinian,2009).

2. Etiologi dan Faktor Predisposisi Kanker Serviks


a. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah virus yang disebut Human
Papilloma (HPV). HPV tersebar luas, dapat menginfeksi kulit dan mukosa
epitel. HPV dapat menyebabkan manifestasi klinis baik lesi yang jinak
maupun lesi kanker. Tumor jinak yang disebabkan infeksi HPV yaitu
veruka dan kondiloma akuminata sedangkan tumor ganas anogenital
adalah kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis. Sifat onkogenik
HPV dikaitkan dengan protein virus E6 dan E7 yang menyebabkan
peningkatan proliferasi sel sehingga terjadi lesi pre kanker yang kemudian
dapat berkembang menjadi kanker
- Morfologi HPV
Human papilloma virus (HPVs) adalah virus DNA famili
papillomaviridae. HPV virion tidak mempunyai envelope, berdiameter
55 nm, mempunyai kapsid ikosahedral. Genom HPV berbentuk
sirkuler dan panjangnya 8 kb, mempunyai 8 open reading frames
(ORFs) dan dibagi menjadi gene early (E) dan late (L). Gen E
mengsintesis 6 protein E yaitu E1, E2, E4, E5, E6 dan E7, yang
banyak terkait dalam proses replikasi virus dan onkogen, sedangkan
gen L mengsintesis 2 protein L yaitu L1 dan L2 yang terkait dengan
pembentukan kapsid. Virus ini juga bersifat epiteliotropik yang
dominan menginfeksi kulit dan selaput lendir dengan karakteristik
proliferasi epitel pada tempat infeksi.

E Protein Perananya

E1 Mengontrol pembentukan DNA virus dan mempertahankan efisomal

E2 E Mengontrol pembentukan / transkripsi / transformasi

E4 Mengikat sitokeratin

E5 Transformasi melalui reseptor permukaan (epidermal growt factor, platelet


derivat growth factor, p123)

E6 Immortalisasi / berikatan dengan p 53, trans activated / kontrol transkripsi

E7 Immortalitas / berikatan dengan Rb1,p107,p130

L Protein Peranannya

L1 Protein sruktur / mayor Viral Coat Protein

L2 Protein sruktur / minor Viral Coat Protein

- Klasifikasi
HPV dibagi menjadi 2 yaitu virus tipe low-risk (resiko rendah) dan
high-risk (resiko tinggi) yang dihubungkan dengan resiko keganasan.
a. HPV tipe low-risk (resiko rendah).
Tipe low-risk cendrung menyebabkan tumor jinak meskipun
kadangkala dapat menyebabkan kanker antara lain kanker
anogenital yaitu tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72, dan 81
b. HPV tipe high-risk (resiko tinggi)
Tipe high-risk (resiko tinggi) cenderung menyebabkan tumor
ganas. Lebih dari 30 tipe HPV yang diklasifikasikan onkogenik atau
resiko tinggi (high- risk) sebab hubungannya dengan kanker
serviks yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 34, 35, 39, 45, 51, 52, 56, 58, 59,
66, 68 dan 82. HPV tipe 16 paling sering dijumpai dan sekitar 50%
kanker serviks invasif dijumpai HPV tipe 18, 45, 31, 33, 52 dan

58.6 Infeksi persisten HPV-16, HPV-18, HPV-31, HPV-45 sering


menyebabkan kanker serviks
b. Faktor predisposisi
- Pola hubungan seksual
Studi epidemiologi mengungkapkan bahwa resiko terjangkit
kanker serviks meningkat seiring meningkatnya jumlah pasangan.
Aktifitas seksual yang dimulai pada usia dini, yaitu kurang dari 20
tahun,juga dapat dijadkan sebagai faktr resko terjadinya kanker
servks. Hal ini diuga ada hubungannya dengan belum matannya
daerah transformas pada usia tesebut bila sering terekspos.
Frekuensi hubungnga seksual juga berpengaruh pada lebih tingginya
resiko pada usia tersebut, tetapi tidak pada kelompok usia lebih tua.
- Paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering
melahirkan. Semakin sering melahirkan, maka semakin besar resiko
terjangkit kanker serviks. Pemelitian di Amerika Latin menunjukkan
hubungan antara resiko dengan multiparitas setelah dikontrol dengan
infeksi HPV.
- Merokok
Beberapa penelitian menemukan hubungan yang kuat antara
merokok dengan kanker serviks, bahkan setelah dikontrol dengan
variabel konfounding seperti pola hubungan seksual. Penemuan lain
memperkuatkan temuan nikotin pada cairan serviks wanita perokok
bahkan ini bersifat sebagai kokarsinogen dan bersama-sama dengan
karsinogen yang telah ada selanjutnya mendorong pertumbuhan ke
arah kanker.
- Kontrasepsi oral
Penelitian secara perspektif yang dilakukan oleh Vessey dkk tahun
1983 (Schiffman,1996) mendapatkan bahwa peningkatan insiden
kanker serviks dipengaruhi oleh lama pemakaian kontrasepsi oral.
Penelitian tersebut juga mendapatkan bahwa semua kejadian kanker
serviks invasive terdapat pada pengguna kontrasepsi oral. Penelitian
lain mendapatkan bahwa insiden kanker setelah 10 tahun pemakaian
4 kali lebih tinggi daripada bukan pengguna kontrasepsi oral. Namun
penelitian serupa yang dilakukan oleh peritz dkk menyimpulkan
bahwa aktifitas seksual merupakan confounding yang erat kaitannya
dengan hal tersebut.
WHO mereview berbagai peneltian yang menghubungkan
penggunaan kontrasepsi oral dengan risko terjadinya kanker serviks,
menyimpulkan bahwa sulit untuk menginterpretasikan hubungan
tersebut mengingat bahwa lama penggunaan kontraseps oral
berinteraksi dengan factor lain khususnya pola kebiasaan seksual
dalam mempengaruhi resiko kanker serviks. Selain itu, adanya
kemungkinan bahwa wanita yang menggunakan kontrasepsi oral lain
lebih sering melakukan pemeriksaan smera serviks,sehingga displasia
dan karsinoma in situ nampak lebih frekuen pada kelompok tersebut.
Diperlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan asosiasi antara
lama penggunaan kontrasepsi oral dengan resiko kanker serviks
karena adanya bias dan faktor confounding.(Setiawan,2002 &
American Cancer Society, 2012).
- Defisiensi gizi
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi
tertentu seperti betakaroten dan vitamin A serta asam folat,
berhubungna dengan peningkatan resiko terhadap displasia ringan
dan sedang.. Namun sampai saat ini tdak ada indikasi bahwa
perbaikan defisensi gizi tersebut akan menurunkan resiko.
(Setiawan,2002 & American Cancer Society, 2012).
- Sosial ekonomi
Studi secara deskrptif maupun analitik menunjukkan hubungan
yang kuat antara kejadian kanker serviks dengan tingkat social
ekonomi yang rendah. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang
menunjukkan bahwa infeksi HPV lebih prevalen pada wanita dengan
tingkat pendidkan dan pendapatan rendah. Faktor defisiensi nutrisi,
multilaritas dan kebersihan genitalia juga dduga berhubungan dengan
masalah tersebut. (Setiawan,2002; American Cancer Society, 2012;
Martaadisoebrata,1981).
- Pasangan seksual
Peranan pasangan seksual dari penderita kanker serviks mulai
menjadi bahan yang menarik untuk diteliti. Penggunaan kondom yang
frekuen ternyata memberi resiko yang rendah terhadap terjadinya
kanker serviks. Rendahnya kebersihan genetalia yang dikaitkan
dengan sirkumsisi juga menjadi pembahasan panjang terhadap
kejadian kanker serviks. Jumlah pasangan ganda selain istri juga
merupakan factor resiko yang lain. (Setiawan,2002 & American
Cancer Society, 2012).

3. Klasifikasi kanker serviks


Menurut ( Novel S Sinta,dkk,2010), klasifikasi kanker dapat di bagi
menjadi tiga, yaitu (1) klasifikasi berdasarkan histopatologi, (2) klasifikasi
berdasarkan terminologi dari sitologi serviks, dan (3) klasifikasi berdasarkan
stadium stadium klinis menurut FIGO (The International Federation of
Gynekology and Obstetrics) :
a. Klasifikasi berdasarkan histopatologi :
- CIN 1 (Cervical Intraepithelial Neoplasia), perubahan sel-sel abnormal
lebih kurang setengahnya. berdasarkan pada kehadiran dari dysplasia
yang dibatasi pada dasar ketiga dari lapisan cervix, atau epithelium
(dahulu disebut dysplasia ringan). Ini dipertimbangkan sebagai low-
grade lesion (luka derajat rendah).
- CIN 2, perubahan sel-sel abnormal lebih kurang tiga perempatnya,
dipertimbangkan sebagai luka derajat tinggi (high-grade lesion). Ia
merujuk pada perubahan-perubahan sel dysplastic yang dibatasi pada
dasar duapertiga dari jaringan pelapis (dahulu disebut dysplasia
sedang atau moderat).
- CIN 3, perubahan sel-sel abnormal hampir seluruh sel. adalah luka
derajat tinggi (high grade lesion). Ia merujuk pada perubahan-
perubahan prakanker pada sel-sel yang mencakup lebih besar dari
duapertiga dari ketebalan pelapis cervix, termasuk luka-luka ketebalan
penuh yang dahulunya dirujuk sebagai dysplasia dan carcinoma yang
parah ditempat asal.
b. Klasifikasi berdasarkan terminologi dari sitologi serviks :
- ASCUS (Atypical Squamous Cell Changes of Undetermined
Significance) Kata "squamous" menggambarkan sel-sel yang tipis dan
rata yang terletak pada permukaan dari cervix. Satu dari dua pilihan-
pilihan ditambahkan pada akhir dari ASC: ASC-US, yang berarti
undetermined significance, atau ASC-H, yang berarti tidak dapat
meniadakan HSIL (lihat bawah).
- LSIL (Low-grade Squamous Intraepithelial Lesion) berarti perubahan-
perubahan karakteristik dari dysplasia ringan diamati pada sel-sel
cervical.
- HSIL (High Grade Squamous Intraepithelial Lesion) merujuk pada
fakta bahwa sel-sel dengan derajat yang parah dari dysplasia terlihat.
c. Klasifikasi berdasarkan stadium klinis :
- FIGO, 1978 mengklasifikasi Ca Cervix menurut tingkat keganasan
klinik:
Tingkat Kriteria
0 KIS (Karsinoma in Situ) atau karsinoma intra epitel, membrana
basalis masih utuh.
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
Ia uteri
Karsinoma mikro invasif: bila membrana basalis sudah rusak dan
tumor sudah memasuki stroma tdk> 3mm dan sel tumor tidak
terdapat dalam pembuluh limfe/pembuluh darah. Kedalaman
Ib occ invasi 3mm sebaiknya diganti dengan tdk> 1mm.
Ib occult = Ib yang tersembunyi, secara klinis tumor belum
tampak sebagai Ca, tetapi pada pemeriksaan histologik, ternyata
Ib sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang histologik
II menunjukkan invasi ke dalam stroma serviks uteri.
Proses keganasan sudah keluar dari serviks dan menjalar ke2/3
IIa bagian atas vagina dan ke parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul.
IIb Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infiltrat tumor.
III Penyebaran ke parametrium uni/bilateral tetapi belum sampai ke
dinding panggul
IIIa Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina / ke
parametrium sampai dinding panggul.
IIIb Penyebaran telah sampai ke 1/3 bagian distal vagina, sedang ke
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul.
Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan
IV daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul
(frozen pelvic)/ proses pada tk klinik I/II, tetapi sudah ada
IVa gangguan faal ginjal.

Ivb Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi
mukosa rektum dan atau kandung kemih.
Telah terjadi penyebaran jauh.

Gambar. Perjalanan penyakit dan staging


(Sumber : http://www.cirikankerserviks.com/)

- Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM:


Tingkat Kriteria
T Tidak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra invasif (KIS)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks
T1a Pra klinik: karsinoma yang invasif terlibat dalam histologik
T1b Secara klinik jelas karsinoma yang invasif
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau Ca telah menjalar ke vagina, tetapi belum
sampai 1/3 bagian distal
T2a Ca belum menginfiltrasi parametrium
T2b Ca telah menginfiltrasi parametrium
T3 Ca telah melibatkan 1/3 distal vagina / telah mencapai dinding
panggul (tidak ada celah bebas)
T4 Ca telah menginfiltrasi mukosa rektum, kandung kemih atau meluas
sampai diluar panggul
T4a Ca melibatkan kandung kemih / rektum saja, dibuktikan secara
histologik
T4b Ca telah meluas sampai di luar panggul
Nx Bila memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidaknya informasi mengenai
pemeriksaan histologik, jadi Nx+ / Nx-.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa pada limfografi
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk (dari CT Scan panggul,
limfografi)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan
celah bebas infiltrat diantara massa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis jarak jauh, termasuk kele. Limfa di atas
bifurkasio arrteri iliaka komunis.
4. Patofisiologi kanker serviks
Petanda tumor atau kanker adalah pembelahan sel yang tidak
dapat dikontrol sehingga membentuk jaringan tumor. Mekanisme
pembelahan sel yang terdiri dari 4 fase yaitu G1, S, G2 dan M harus
dijaga dengan baik. Selama fase S, terjadi replikasi DNA dan pada fase M
terjadi pembelahan sel atau mitosis. Sedangkan fase G (Gap) berada
sebelum fase S (Sintesis) dan fase M (Mitosis). Dalam siklus sel p53 dan
pRb berperan penting, dimana p53 memiliki kemampuan untuk
mengadakan apoptosis dan pRb memiliki kontrol untuk proses proliferasi
sel itu sendiri.
Infeksi dimulai dari virus yang masuk kedalam sel melalui mikro
abrasi jaringan permukaan epitel, sehingga dimungkinkan virus masuk ke
dalam sel basal. Sel basal terutama sel stem terus membelah, bermigrasi
mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Pada
HPV yang menyebabkan keganasan, protein yang berperan banyak
adalah E6 dan E7. mekanisme utama protein E6 dan E7 dari HPV dalam
proses perkembangan kanker serviks adalah melalui interaksi dengan
protein p53 dan retinoblastoma (Rb). Protein E6 mengikat p 53 yang
merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel kehilangan
kemampuan untuk mengadakan apoptosis. Sementara itu, E7 berikatan
dengan Rb yang juga merupakan suatu gen supresor tumor sehingga sel
kehilangan sistem kontrol untuk proses proliferasi sel itu sendiri. Protein
E6 dan E7 pada HPV jenis yang resiko tinggi mempunyai daya ikat yang
lebih besar terhadap p53 dan protein Rb, jika dibandingkan dengan HPV
yang tergolong resiko rendah. Protein virus pada infeksi HPV mengambil
alih perkembangan siklus sel dan mengikuti deferensiasi sel.
Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja.
Tergantung dari kondisi immunologik tubuh penderita KIS akan
berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrana basalis
dengan kedalaman invasi <1mm dan sel tumor masih belum terlihat
dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1mm
dari membrana basalis, atau <1mm tetapi sudah tampak dalam pembuluh
limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin sudah
menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak
sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik
(tingkat IB-occult). Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara
limfogen melalui kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum
(menjalar) menuju fornices vagina, korpus uterus, rektum, dan kandung
kemih, yang pada tingkat akhir (terminal stage) dapat menimbulkan fistula
rektum atau kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan
menuju kelenjar limfa regional melalui ligamentum latum, kelenjar-kelenjar
iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara
teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia
di kiri mencapai paru-paru, hati , ginjal, tulang dan otak.1,3,6

(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta.


American Cancer Society).
CRF
(Sumber : American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta.
American Cancer Society)

Perjalanan penyakit kanker serviks dari pertama kali terinfeksi


memerlukan waktu sekitar 10-15 tahun. Oleh sebab itu kanker serviks
biasanya ditemukan pada wanita yang sudah berusia sekitar 40 tahun.Ada
empat stadium kanker serviks yaitu Stadium satu kanker masih terbatas pada
serviks (IA dan IB), pada stadium dua kanker meluas di serviks tetapi tidak
ke dinding pinggul (IIA menjalar ke vagina/liang senggama, IIB menjalar ke
vagina dan rahim), pada stadium III kanker menjalar ke vagina, dinding
pinggul dan nodus limpa (IIIA menjalar ke vagina,IIIB menjalar ke dinding
pinggul, menghambat saluran kencing, mengganggu fungsi ginjal dan
menjalar ke nodus limpa), pada stadium empat kanker menjalar ke kandung
kencing, rektum, atau organ lain (IVA: Menjalar ke kandung kencing, rectum,
nodus limpa, IVB: Menjalar ke panggul and nodus limpa panggul, perut, hati,
sistem pencernaan, atau paru-paru ).6

5. Manifestasi Klinis kanker serviks


Menurut Dalimartha (2004), Gejala klinis dari kanker serviks sangat tidak
khas pada stadium dini. Biasanya sering ditandi sebagai fluos dengan sedikit
darah, perdarahan postkoital atau perdarahan pervaginam yang disangka
sebagai perpanjangan waktu haid. Pada stadium lanjut baru terlihat tanda-
tanda yang ;ebih khas untuk kanker serviks, baik berupa perdarahan yang
hebat (terutama dalam bentuk eksofilik), fluor albus yang berbau dan rasa
sakit yang sangat hebat.
Pada fase prakanker, sering tidak ditandai dengan gejala atau tanda-
tanda yang khas. Namun, kadang dapat ditemui gejala-gejala sebagai berikut:
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama makin berbau busuk karena adanya infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama ( post coital bleeding) yang kemudian
berlanjt ke perdarahan yang abnormal.
c. Timbulnya perdarah setelah masa menopause
d. Pada tahap invasif dapat muncul cairan berwarna kekuning-kuningan,
berbau dan dapat bercampur dengan darah
e. Timbul gejala-gejala anemia akibat dari perdarahan yang abnormal
f. Timbul nyeri pada daeah panggul (pelvic) atau pada daerah perut bagian
bawah bila terjadi peradangan pada panggul. Bila nyeri yang terjadi dari
daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis. Selain itu
masih mungkin terjadi nyeri pada tempat-tempat lainnya.
Pada stadium kanker lanjut, badan menjadi kurus karena
kekurangan gizi, edema pada kaki, timbul iritasi pada kandung kemih dan
poros usus besar bagian bawah (rectum), terbentuknya viskelvaginal dan
rektovaginal, atau timbul gejala-gejala lain yang disebabkan oleh
metastasis jauh dari kanker serviks itu sendiri.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Test Pap / Pap Smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan
pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau
leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes
itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel
abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan
tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Pap smear dapat digunakan sebagai screening tools karena memiliki
sensitivitas: sedang (51-88%) dan spesifisitas: tinggi (95-98%)
Rekomendasi skrining

Gambar. Rekomendasi skrining Pap Smear


Syarat:
- Tidak menstruasi. Waktu terbaik adalah antara hari ke-10 sampai ke-
20 setelah hari pertama menstruasi.
- 2 hari sebelum tes, hindari pembilasan vagina, penggunaan tampon,
spermisida foam, krim atau jelly atau obat-obatan pervagina
- Tidak melakukan hubungan seksual paling sedikit 24 jam sebelum
dilakukan tes Pap smear
Indikasi:
- Dalam 3 tahun setelah berhubungan seksual pervagina, tidak melebihi
umur 21 tahun.
- Setiap tahun dengan sitilogi konvensional atau setiap 2 tahun dengan
peralatan liquid-based.
- Setiap 2-3 tahun pada wanita > 30 tahun jika 3 hasil tes berurutan
normal.
- Pada wanita dengan risiko tinggi seperti infeksi HPV, jumlah mitra
seksual yang banyak, suami atau mitra seksual yang berisiko tinggi,
imunitas yang terganggu seperti infeksi HIV, transplantasi organ,
kemoterapi atau pengobatan lama kortikosteroid dan riwayat terpapar
Dietilbestrol in utero.
Alat-alat dan Bahan:
- spekulum cocor bebek
- spatula ayre
- cytobrush
- kaca objek
- alcohol 95%
Metode pengambilan Pap smear:
- Beri label nama pada ujung kaca objek

- Masukkan spekulum, dapat diberikan air atau salin jika perlu.


- Lihat adanya abnormalitas serviks
- Identifikasi zone transformasi
- Pilih ujung spatula yang paling cocok dengan mulut serviks dan
zona transformasi.
- Putar spatula 360 disekitar mulut serviks sambil
mempertahankan kontak dengan permukaan epithelial.
- Dengan putaran searah jarum jam diawali dan diakhiri pada jam 9,
hasil yang terkumpul dipertahankan horizontal pada permukaan
atasnya ketika instrument dikeluarkan.
- Jangan memulas sample pada saat ini jika belum akan fiksasi.
Pegang spatula antara jari dari tangan yang tidak mengambil
sample, sementara sample dari cytobrush dikumpulkan.
- Cytobrush mempunyai bulu sikat sirkumferen yang dapat kontak
dengan seluruh permukaan mulut serviks ketika dimasukkan.
- Cytobrush hanya perlu diputar putaran searah jarum jam.
- Pulas sampel pada spatula pada kaca obyek dengan satu gerakan
halus.
- Kemudian pulas cytobrush tepat diatas sampel sebelumnya
dengan memutar gagangnya berlawanan dengan arah jarum jam.
- Pulasan harus rata dan terdiri dari satu lapisan, hindari gumpalan
besar sebisanya tapi juga hindari manipulasi berlebihan yang
dapat merusak sel, pindahkan sampel dari kedua instrument ke
kaca objek dalam beberapa detik.

- Fiksasi specimen secepatnya untuk menghindari artefak karena


pengeringan dengan merendam kaca objek dalam tempat tertutup
yang berisi larutan ethanol 95% selama 20 menit.

- Keringkan dan kirimkan ke Bagian Sitologi Patologi Anatomi.


- Hasil pemeriksaan dibaca dengan system Bethesda.
Evaluasi sitologi:
Klasifikasi Papanicolaou.
- Kelas I : sel-sel normal
- Kelas II: sel-sel menunjukkan kelainan ringan yang menunjukkan
kelainan ringan biasanya disebabkan oleh infeksi
- Kelas III : mencurigakan kearah keganasan
- Kelas IV : sangat mencurigakan adanya keganasan
- Kelas V : pasti ganas
Interpretasi Dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sitologi
- Vaginitis atau servisitis yang aktif dapat mengganggu interpretasi
sitologi. Jika reaksi peradangan hebat, pasien harus diobati dulu.
Setelah infeksi diatasi dilakukan pemeriksaan Pap smear ulang 6
minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi tidak memuaskan atau tidak dapat
dievaluasi, harus dilakukan Pap smear ulang 6 minggu kemudian
- Jika hasil pemeriksaan sitologi mencurigakan keganasan (kelas
III-IV), selanjutnya dilakukan kolposkopi dan biopsi untuk
menegakkan diagnosis definitif.
- Pasien dengan hasil evaluasi sitologi negative dianjurkan untuk
ulang pemeriksaan Pap smear setahun sekali, sampai usia 40
tahun. Selanjutnya 2-3 tahun sekali sampai usia 65 tahun.

b. IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)


IVA adalah skrining yang dilakukan dengan memulas serviks
menggunakan asam asetat 35% dan kemudian diinspeksi secara
kasat mata oleh tenaga medis yang terlatih. Setelah serviks diulas
dengan asam asetat, akan terjadi perubahan warna pada serviks
yang dapat diamati secara langsung dan dapat dibaca sebagai
normal atau abnormal.
Program Skrining Oleh WHO :
- Skrining pada setiap wanita minimal 1X pada usia 35-40 tahun
- Kalau fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-
55 tahun
- Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55
tahun (Nugroho Taufan, dr. 2010:66)
- Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada
wanita usia 25-60 tahun.
- Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur
hidup memiliki dampak yang cukup signifikan.
- Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+)
adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun
Syarat:
- Sudah pernah melakukan hubungan seksual
- Tidak sedang datang bulan/haid
- Tidak sedang hamil
- 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
Klasifikasi IVA
Menurut (Sukaca E. Bertiani, 2009) Ada beberapa kategori yang
dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan
adalah:
- IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.
- IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan
jinak lainnya (polip serviks).
- IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium).
Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker
serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada
diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
- IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan
temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi
penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih
pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).
Pelaksanaan IVA
- Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung
leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%,
jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil
pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim
berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka
dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.
- Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa
langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang
menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya
lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode
diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit
tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan
demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi
kanker stadium lanjut.
- Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang
terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah
muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut
baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan
dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit
kanker yang disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi
berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

c. HPV TES
Tes HPV juga berguna untuk menginterpretasikan hasil samar-
samar dari tes Papanicolaou. Jika perempuan memiliki tes
Papanicolaou menunjukkan sel skuamosa atipikal signifikansi
ditentukan (ascus) dan tes HPV positif, maka pemeriksaan tambahan
dengan kolposkopi adalah merupakan indikasi.
Uji DNA HPV telah dipakai sebagai uji tambahan paling efektif
cara mendeteksi keberadaan HPV sedini mungkin. Uji DNA HPV
dapat mengetahui golongan hr-HPV atau Ir-HPV dengan
menggunakan tekhnik HCII atau dengan metode PCR, uji DNA HPV
juga dapat melihat genotipe HPV dengan metode DNA-HPV Micro
Array System, Multiplex HPV Genotyping Kit, dan Linear Array HPV
Genotyping Test.
Meode PCR dan elektroforesis dapat mengetahui keberadaan
HPV tanpa mengetahui genotipe secara spesifik
Metode Hybrid Capture II System digunakan untuk mengetahui
keberadaan HPV dengan memperkirakan kuantitas / jumlah virus
tanpa mengetahui genotipe HPV-nya. Metode Multiplex HPV
Genotyping Kit digunakan untuk mendeteksi 24 genotipe HPV.
Metode DNA-HPV Micro Array digunakan untuk mendeteksi 21
genotipe HPV. Metode Linear Array HPV Genotyping Test digunakan
untuk mendeteksi 37 genotipe HPV.
Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American
Cancer Society, the American College of Obstetricians and
Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan
protokol skrining bersama-sama, sebagai berikut : 1
-
Skrining awal, Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah
melakukan hubungan seksual (vaginal intercourse) selama kurang
lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun saat
pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal
lebih banyak dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan
infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang akan
berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama
dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
-
Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-
sama dengan Paps smear untuk wanita dengan usia di atas 30
tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps
smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan
tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30
tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan
waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS
hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada
usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering
pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan
mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang
positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV
yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang
lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
-
Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan
menggunakan Thinprep atau sitologi serviks dengan liquid-base
method setiap 1-3 tahun.
-
Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps
smear dan pemeriksaan DNA HPV. Bila keduanya negatif maka
pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.
-
Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah
dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

d. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya
gangguan pada saluran pelvik atau peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker
serviks tahap lanjut, yang dapat menunjukkan adanya obstruksi
pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan
untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi
sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan
sigmoidoskopi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan
CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal
dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale &
charette, 1999).

7. Pencegahan Kanker Serviks


Sebagian besar kanker dapat dicegah dengan kebiasaan hidup
sehat dan menghindari faktor- faktor penyebab kanker meliputi
(Dalimartha, 2004) :
1. Menghindari berbagai faktor risiko, yaitu hubungan seks pada usia
muda, pernikahan pada usia muda, dan berganti-ganti pasangan
seks. Wanita yang berhubungan seksual dibawah usia 20 tahun serta
sering berganti pasangan beresiko tinggi terkena infeksi. Namun hal
ini tak menutup kemungkinan akan terjadi pada wanita yang telah
setia pada satu pasangan saja.
2. Wanita usia di atas 25 tahun, telah menikah, dan sudah mempunyai
anak perlu melakukan pemeriksaan pap smear setahun sekali atau
menurut petunjuk dokter. Pemeriksaan Pap smear adalah cara untuk
mendeteksi dini kanker serviks. Pemeriksaan ini dilakukan dengan
cepat, tidak sakit dengan biaya yang relatif terjangkau dan hasilnya
akurat. Disarankan untuk melakukan tes Pap setelah usia 25 tahun
atau setelah aktif berhubungan seksual dengan frekuensi dua kali
dalam setahun. Bila dua kali tes Pap berturut-turut menghasilkan
negatif, maka tes Pap dapat dilakukan sekali setahun. Jika
menginginkan hasil yang lebih akurat, kini ada teknik pemeriksaan
terbaru untuk deteksi dini kanker leher rahim, yang dinamakan
teknologi Hybrid Capture II System (HCII).
3. Pilih kontrasepsi dengan metode barrier, seperti diafragma dan
kondom, karena dapat memberi perlindungan terhadap kanker leher
rahim.
4. Memperbanyak makan sayur dan buah segar. Faktor nutrisi juga
dapat mengatasi masalah kanker mulut rahim. Penelitian
mendapatkan hubungan yang terbalik antara konsumsi sayuran
berwarna hijau tua dan kuning (banyak mengandung beta karoten
atau vitamin A, vitamin C dan vitamin E) dengan kejadian neoplasia
intra epithelial juga kanker serviks. Artinya semakin banyak makan
sayuran berwarna hijau tua dan kuning, maka akan semakin kecil
risiko untuk kena penyakit kanker mulut Rahim
5. Pada pertengahan tahun 2006 telah beredar vaksin pencegah infeksi
HPV tipe 16 dan 18 yang menjadi penyebab kanker serviks. Vaksin ini
bekerja dengan cara meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkap
virus sebelum memasuki sel-sel serviks. Selain membentengi dari
penyakit kanker serviks, vaksin ini juga bekerja ganda melindungi
perempuan dari ancaman HPV tipe 6 dan 11 yang menyebabkan kutil
kelamin.Yang perlu ditekankan adalah, vaksinasi ini baru efektif
apabila diberikan pada perempuan yang berusia 9 sampai 26 tahun
yang belum aktif secara seksual. Vaksin diberikan sebanyak 3 kali
dalam jangka waktu tertentu. Dengan vaksinasi, risiko terkena kanker
serviks bisa menurun hingga 75%.

8. Penatalaksanaan Kanker Serviks


Terapi karsinoma serviks dilakukan bilamana diagnosis telah dipastikan
secara histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim
yang sanggup melakukan rehabilitasi dan pengamatan lanjutan (tim kanker /
tim onkologi) (Wiknjosastro, 1997). Tindakan pengobatan atau terapi sangat
bergantung pada stadium kanker serviks saat didiagnosis. Dikenal beberapa
tindakan (modalitas) dalam tata laksana kanker serviks antara lain:
a. Terapi Lesi Prakanker Serviks
Penatalaksanaan lesi prakanker serviks yng pada umunya tergolong
NIS (Neoplasia Intraepital Serviks) dapat dilakukan dengan observasi
saja, medikamentosa, terapi destruksi dan terapi eksisi.
Tindakan observasi dilakukan pada tes Pap dengan hasil HPV, atipia,
NIS 1 yang termasuk dalam lesi intraepitelial skuamosa derajad rendah
(LISDR). Terapi nis dengan destruksi dapat dilakukan pada LISDR dan
LISDT (Lesi intraeoitelial serviks derajat tinggi). Demikian juga terapi
eksisi dapat ditujukan untuk LISDR dan LISDT. Perbedaan antara terapi
destruksi dan terapi eksisi adalah pada terapi destruksi tidak mengangkat
lesi tetapi pada terapi eksisi ada spesimen lesi yang diangkat.

Tabel. Klasifikasi lesi prakanker serviks dan penanganannya

2. Terapi NIS dengan destruksi lokal


Tujuannya metode ini untuk memusnahkan daerah-daerah terpilih
yang mengandung epitel abnormal yang nkelak akan digantikan dengan
epitel skuamosa yang baru.
Krioterapi adalah suatu cara penyembuhan penyakit dengan cara
mendinginkan bagian yang sakit sampai dengan suhu 00 C. Pada suhu
sekurang-kurangnya 250Csel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami
nekrosis. Sebagai akibat dari pembekuan sel-sel tersebut, terjadi
perubahan tingkat seluller dan vaskular, yaitu: 1. sel-sel mengalami
dehidrasi dan mengkerut; 2.konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; 3.
Syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; dan 4. Status umum
sistem mikrovaskular. Pada saat ini hampir semua alat menggunakan
N20.
Elektrokauter memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan
kedalaman 2-3mm. Lesi NIS 1 yang kecil di lokasi yang keseluruhannya
terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan efektif.
Diatermi Elektroagulasi Radikal dapat memusnahkan jaringan
lebih luas (sampai kedalaman 1cm) dan efektif dibandingkan
elektrokauter tapi harus dilakukan dengan anestesia umum. Tetapi
fisiologi serviks dapat dipengaruhi, dianjurkan hanya terbatas pada
NIS1/2 dengan batas lesi yang dapat ditentukan.
CO2 Laser adalah muatan listrik yang berisi campuran gas helium,
nitrogen dan gas CO2 yang menimbulkan sinar laser dengan gelombang
10,6 u. Perbedaan patologis dapat dibedakan dalam 2 bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis.

3. Terapi NIS dengan eksisi


Konisasi (cone biopsy) adalah pembuatan sayatan berbentuk
kerucut pada serviks dan kanal serviks untuk diteliti oleh ahli patologi.
Digunakan untuk diagnosa ataupun pengobatan pra-kanker serviks

Punch Biopsi yaitu menggunakan alat yang tajam untuk menjumput


sampel kecil jaringan serviks
Loop electrosurgical excision procedure (LEEP): menggunakan
arus listrik yang dilewati pada kawat tipis untuk memotong jaringan
abnormal kanker serviks

Trakelektomi radikal (radical trachelectomy) : Dokter bedah


mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah bening
di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk wanita dengan tumor kecil yang
ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari
Histerektomi adalah suatu tindakan pembedahan yang bertujuan
untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah satunya
(subtotal).Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA
(klasifikasi FIGO).Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau
bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur
kurang dari 65 tahun. Pasien jugaharus bebas dari penyakit umum
(resiko tinggi) seperti: penyakit jantung,ginjal dan hepar. Ada 2
histerektomi :
1. Total Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks
2. Radikal Histerektomi: pengangkatan seluruh rahim dan serviks,
indung telur, tuba falopi maupun kelenjar getah bening di
dekatnya
e. Terapi Kanker Serviks Invasif
1. Pembedahan
2. Radioterapi
Terapi ini menggunakan sinar ionisasi (sinar X) untuk merusak sel-
sel kanker. Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada
serviks serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik.
Kanker serviks stadium II B, III, IV diobati dengan radiasi. Metoda
radioterapi disesuaikan dengantujuannya yaitu tujuan pengobatan
kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker
serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya dan atau bermetastasis ke
kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan
sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum,
vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosiskuratif
hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B. Bila sel kanker
sudah keluar rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif
yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Ada 2 macam
radioterapi, yaitu :
1. Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar
Penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
2. Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul
dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan
selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
a. Iritasi rektum dan vagina
b. Kerusakan kandung kemih dan rektum
c. Ovarium berhenti berfungsi.
Biasanya, selama menjalani radioterapi penderita tidak boleh
melakukan hubungan seksual. Kadang setelah radiasi internal,
vagina menjadi lebh sempit dan kurang lentur, sehingga bisa
menyebabkan nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Untuk
mengatasi hal ini, penderita diajari untuk menggunakan dilator dan
pelumas dengan bahan dasar air. Pada radioterapi juga bisa timbul
diare dan sering berkemih.
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian
obat melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan
mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini
disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol
penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh. Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi
digunakan sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang
lebih baik. Kemoterapi kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adremycin Platamin), PVB (Platamin Veble
Bleomycin) dan lain lain. Cara pemberian kemoterapi dapat bsecara
ditelan, disuntikkan dan diinfus.
Obat kemoterapi yang paling sering digunakan sebagai terapi
awal / bersama terapi radiasi pada stage IIA, IIB, IIIA, IIIB, and IVA
adalah cisplatin, flurouracil. Sedangkan Obat kemoterapi yang paling
sering digunakan untuk kanker serviks stage IVB / recurrent adalah :
mitomycin. pacitaxel, ifosamide.topotecan telah disetujui untuk
digunakan bersama dengan cisplastin untuk kanker serviks stage
lanjut, dapat digunakan ketika operasi / radiasi tidak dapat dilakukan
atau tidak menampakkan hasil; kanker serviks yang timbul kembali /
menyebar ke organ lain.
Kemoterapi dapat digunakan sebagai :
1. Terapi utama pada kanker stadium lanjut
2. Terapi adjuvant/tambahan setelah pembedahan untuk
meningkatkan hasil pembedahan dengan menghancurkan sel
kanker yang mungkin tertinggal dan mengurangi resiko
kekambuhan kanker.
3. Terapi neoadjuvan sebelum pembedahan untuk mengurangi
ukuran tumor
4. Untuk mengurangi gejala terkait kanker yang menyebabkan
ketidaknyamanan dan memperbaiki kehidupan pasien (stadium
lanjut / kanker yang kambuh)
5. Memperpanjang masa hidup pasien (stadium lanjut / kanker yang
kambuh)
Efek samping dari kemoterapi adalah :
1. Lemas
Timbulnya mendadak atau perlahan dan tidak langsung menghilang
saat beristirahat, kadang berlangsung terus sampai akhir
pengobatan.
2. Mual dan muntah
Mual dan muntah berlangsung singkat atau lama. Dapat diberikan
obat anti mual sebelum, selama, dan sesudah pengobatan.
3. Gangguan pencernaan
Beberapa obat kemoterapi dapat menyebabkan diare, bahkan ada
yang diare sampai dehidrasi berat dan harus dirawat. Kadang
sampai terjadi sembelit.
Bila terjadi diare : kurangi makan-makanan yang mengandung
serat, buah dan sayur. Harus minum air yang hilang untuk
mengatasi kehilangan cairan.
Bila susah BAB : makan-makanan yang berserat, dan jika
memungkinkan olahraga.
4. Sariawan
5. Rambut rontok
Kerontokan rambut bersifat sementara, biasanya terjadi dua atau
tiga minggu setelah kemoterapi dimulai. Dapat juga menyebabkan
rambut patah didekat kulit kepala. Dapat terjadi seminggu setelah
kemoterapi.
6. Otot dan saraf
Beberapa obat kemoterapi menyebabkan kesemutan dan mati rasa
pada jari tangan dan kaki. Serta kelemahan pada otot kaki.
7. Efek pada darah
Beberapa jenis obat kemoterapi ada yang berpengaruh pada kerja
sumsum tulang yang merupakan pabrik pembuat sel darah merah,
sehingga jumlah sel darah merah menurun. Yang paling sering
adalah penurunan sel darah putih (leukosit). Penurunan sel darah
terjadi setiap kemoterapi, dan test darah biasanya dilakukan
sebelum kemoterapi berikutnya untuk memastikan jumlah sel darah
telah kembali normal. Penurunan jumlah sel darah dapat
menyebabkan:
a. Mudah terkena infeksi
Hal ini disebabkan oleh penurunan leukosit, karena leukosit
adalah sel darah yang memberikan perlindungan infeksi. Ada
juga beberapa obat kemoterapi yang menyebabkan
peningkatkan leukosit.
b. Perdarahan
Keping darah (trombosit) berperan pada proses pembekuan
darah, apabila jumlah trombosit rendah dapat menyebabkan
pendarahan, ruam, dan bercak merah pada kulit.
c. Anemia
Anemia adalah penurunan sel darah merah yang ditandai
dengan penurunan Hb (Hemoglobin). Karena Hb letaknya
didalam sel darah merah. Penurunan sel darah merah dapat
menyebabkan lemah, mudah lelah, tampak pucat.
1. Kulit menjadi kering dan berubah warna
2. Lebih sensitive terhadap sinar matahari.
3. Kuku tumbuh lebih lambat dan terdapat garis putih melintang
4. Terapi paliatif (supportive care) yang lebih difokuskan pada
peningkatan kualitas hidup pasien. Contohnya: Makan makanan yang
mengandung nutrisi, pengontrol sakit (pain control). Manajemen
Nyeri Kanker Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3
tingkatan obat, yaitu :
a. Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain
Asetaminofen, OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
b. Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah
kelompok opioid ringan seperti kodein dan tramadol.
c. Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok
opioid kuat seperti morfin dan fentanil
9.Pencegahan
Karena pada umumnya kanker serviks berkembang dari sebuah kondisi
pra-kanker, maka tindakan pencegahan terpenting harus segera dilakukan.
a. Pencegahan Primer
- Menghindari faktor-faktor risiko yang sudah diuraikan di atas.
Misalnya: Tidak berhubungan seksual dengan lebih dari satu
pasangan, penggunaan kondom (untuk mencegah penularan infkesi
HPV), tidak merokok, selalu menjaga kebersihan, menjalani pola
hidup sehat, melindungi tubuh dari paparan bahan kimia (untuk
mencegah faktor-faktor lain yang memperkuat munculnya penyakit
kanker ini).
- Vaksinasi
Vaksin merupakan cara terbaik dan langkah perlindungan paling
aman bagi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18. Vaksin akan
meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk mengenali
dan menghancurkan virus ketika masuk ke dalam tubuh, sebelum
terjadi infeksi. Vaksin dibuat dengan teknologi rekombinan, vaksin
berisi VLP (virus like protein) yang merupakan hasil cloning dari L1
(viral capsid gene) yang mempunyai sifat imunogenik kuat. Dalam hal
ini dikembangkan 2 jenis vaksin:
1 Vaksin pencegahan untuk memicu kekebalan tubuh humoral agar
dapat terlindung dari infeksi HPV.
2 Vaksin Pengobatan untuk menstimulasi kekebalan tubuh seluler agar
sel yang terinfeksi HPV dapat dimusnahkan.
Respon imun yang benar pada infeksi HPV memiliki karakteristik
yang kuat, bersifat lokal dan selalu dihubungkan dengan pengurangan
lesi dan bersifat melindungi terhadap infeksi HPV genotif yang sama .
Dalam hal ini, antibodi humoral sangat berperan besar dan antibodi ini
adalah suatu virus neutralising antibodi yang bisa mencegah infeksi
HPV dalam percobaan invitro maupun invivo. Kadar serum
neutralising hanya setelah fase seroconversion dan kemudian
menurun.
Kadar yang rendah ini berhubungan dengan infeksi dari virus.
HPV yang bersifat intraepitelial dan tidak adanya fase keberadaan
virus di darah pada infeksi ini. Selanjutnya protein L1 diekspresikan
selama infeksi produktif dari virus HPV dan partikel virus tersebut
akan terkumpul pada permukaan sel epitel tanpa ada proses
kerusakan sel dan proses radang dan tidak terdeteksi oleh antigen
presenting cell dan makropag. Oleh karena itu partikel virus dan
kapsidnya terdapat dalam kadar yang rendah pada kelenjar limfe dan
limpa, di mana kedua organ tersebut adalah organ yang sangat
berperan dalam proses kekebalan tubuh. Meskipun dalam kadar yang
rendah, antibodi tersebut bersifat protektif terhadap infeksi virus HPV.
Terdapat dua jenis vaksin HPV L1 VLP yang sudah dipasarkan
melalui uji klinis, yakni Cervarik dan Gardasil :
1. Cervarix
Adalah jenis vaksin bivalen HPV 16/18 L1 VLP vaksin yang
diproduksi oleh Glaxo Smith Kline Biological, Rixensart, Belgium.
Pada preparat ini, Protein L1 dari HPV diekspresikan oleh
recombinant baculovirus vector dan VLP dari kedua tipe ini
diproduksi dan kemudian dikombinasikan sehingga menghasilkan
suatu vaksin yang sangat merangsang sistem imun . Preparat ini
diberikan secara intramuskuler dalam tiga kali pemberian yaitu
pada bulan ke 0, kemudian diteruskan bulan ke 1 dan ke 6
masing-masing 0,5 ml
2. Gardasil
Adalah vaksin quadrivalent 40 g protein HPV 11 L1 HPV
( GARDASIL yang diproduksi oleh Merck) Protein L1 dari VLP
HPV tipe 6/11/16/18 diekspresikan lewat suatu rekombinant vektor
Saccharomyces cerevisiae (yeast). Tiap 0,5 cc mengandung 20g
protein HPV 6 L1, 40 gprotein HPV 11 L1, 20 g protein HPV18
L1. Tiap 0,5 ml mengandung 225 amorph aluminium
hidroksiphosphatase sulfat. Formula tersebut juga mengandung
sodium borat. Vaksin ini tidak mengandung timerasol dan
antibiotika. Vaksin ini seharusnya disimpan pada suhu 20 80 C

Yang sebaiknya dimiliki oleh vaksin HPV pencegah kanker serviks


adalah
1. Memberikan perlindungan yang adekuat terhadap infeksi HPV
penyebab kanker serviks.
- Melawan virus tersering dan agresif penyebab kanker
- Memberikan perlindungan tambahan dari tipe virus HPVlain
yang juga menyebabkan kanker.
2. Respon imun tubuh yang baik akan menghasilkan neutralizing
antibodies yang tinggi.
3. Dapat memberikan perlindungan yang jangka panjang.
4. Memberikan perlindungan tinggi hingga ke lokasi infeksi (serviks).
5. Profil keamanan yang baik
6. Affordable (Terjangkau lebih banyak perempuan).
Rekomendasi pemberian vaksin
Vaksin profilaksis akan bekerja efisien bila vaksin tersebut
diberikan sebelum individu terpapar infeksi HPV. Vaksin mulai dapat
diberikan pada wanita usia 10 tahun. Berdasarkan pustaka vaksin dapt
diberikan pada wanita usia 10-26 tahun (rekomendasi FDA-US),
penelitian memperlihatkan vaksin dapat diberikan sampai usia 55
tahun
Dosis dan cara pemberian vaksin:
Vaksin ini diberikan intramuskuler 0,5 cc diulang tiga kali, produk
Cervarix diberikan bulan ke 0,1 dan 6 sedangkan Gardasil bulan ke 0,
2 dan 6 (Dianjurkan pemberian tidak melebihi waktu 1 tahun).
Pemberian booster (vaksin ulangan), respon antibodi pada pemberian
vaksin sampai 42 bulan, untuk menilai efektifitas vaksin diperlukan
deteksi respon antibodi. Bila respon antibodi rendah dan tidak
mempunyai efek penangkalan maka diperlukan pemberian Booster.
Vaksin dikocok terlebih dahulu sebelum dipakai dan diberikan secara
muskuler sebanyak 0,5 dan sebaiknya disuntikkan pada lengan (otot
deltoid)
Contoh :
1. Penyuntikan 1 : Januari
2. Penyuntikan 2 : Februari / Maret
3. Penyuntikan 3 : Juli

b. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini
dan skrining kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-
kasus kanker serviks secara dini sehingga kemungkinan penyembuhan
dapat ditingkatkan. Perkembangan kanker serviks memerlukan waktu
yang lama. Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10
tahun atau lebih. Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan
sensitif untuk mendeteksi karsinoma prakanker. Bila diobati dengan baik,
karsinoma prakanker mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%.
Diagnosa kasus pada fase invasif hanya memiliki tingkat ketahanan
sekitar 35%. Program skrining dengan pemeriksaan sitologi dikenal
dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju.
Pencegahan dengan pap smear terbuki mampu menurunkan tingkat
kematian akibat kanker serviks 50-60% dalam kurun waktu 20 tahun
(WHO,1986).

10. Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Usia saat pertama kali melakukan hubungan seksual. Salah satu faktor yang
menyebabkan kanker serviks ini adalah menikah dibawah umur 18 tahun.
b. Perilaku seks berganti - ganti pasangan
Dengan perilaku tersebut kemungkinan virus penyebab terjadinya kanker
serviks dapat ditularkan dengan mudah.
c. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi rendah dikaitkan erat karena tidak dapat melakukan
papsmear secara rutin dan pola hubungan seksual yang tidak sehat.
d. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan yang rendah dapat juga dihubungkan dengan
kurangnya pemahaman mengenai pencegahan dan penaganan kanker seviks.
e. Aspek mental: harga diri, identitas diri, gambaran diri, konsep diri, peran diri,
emosional.
f. Perineum; keputihan, bau, kebersihan
Keputihan yang gatal dan berbau adalah tanda dari kanker leher rahim
yang mulai mengalami metastase.
g. Nyeri ( daerah panggul atau tungkai )
Nyeri bisa diakibatkan oleh karena sel kanker yang sudah mendesak dan
abnor malita pada organ - organ daerah panggul.
h. Perasaan berat daerah perut bagian bawah
Sel - sel kanker yang mendesak mengakibatkan gangguan pada syaraf
-syaraf disekitar panggul dan perut, sehingga menimbulkan perasaan berat
pada daerah tersebut.
i. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat, seperti makan - makanan cepat saji dapat
memicu sel kanker untuk tumbuh dengan cepat, pada orang orang dengan
gemar berganti - ganti pasangan dengan mengesampingkan efek negatifnya
kemungkinan besar dapat timbul gejala - gejala tersebutsehingga mengarah
pada terjadinya kanker leher rahim.
j. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi perdarahan diantara
siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker leher rahim.

k. Riwayat Keluarga
Seorang ibu yang mempunyai riwayat ca serviks.
( Doengoes, 2005 )

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan penekanan sel kanker pada syaraf dan
kematian sel.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri hilang atau
berkurang.
Kriteria :
Pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0- 3.
Ekspresi wajah rileks.
Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala nyeri.
b. Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi,
imajinasi,message.
c. Awasi dan pantau TTV.
d. Berikan posisi yang nyaman.
e. Kolaborasi pemberian analgetik.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual muntah karena proses eksternal Radiologi .
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi dipertahankan
untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kriteria hasil :
a. Pasien menghabiskan makanan yang telah diberikan oleh petugas.
b. Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
c. Berat badan klein normal.
d. Hasil hemoglobin dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji status nutrisi pasien
b. Ukur berat badan setiap hari atau sesuai indikasi.
c. Dorong Pasien untuk makan - makanan tinggi kalori, kaya protein dan tetap
sesuai diit ( Rendah Garam ).
d. Pantau masukan makanan setiap hari.
e. Anjurkan pasien makan sedikit tapi sering.

c. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan pengeluaran


pervaginam ( darah, keputihan ).
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan jam pasien tidak terjadi
penyebaran infeksi dan dapat menjaga diri dari infeksi .
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda - tanda infeksi pada area sekitar serviks
b. Tanda - tanda vital dalam batas normal.
c. Tidak terjadi nasokomial hilang, baik dari perawat ke pasien, pasien keluarga,
pasien ke pasien lain dan klien ke pengunjung.
d. Tidak timbul tanda - tanda infeksi karena lingkungan yang buruk
e. .Hasil hemoglobin dalam batas normal, dilihat dari leukosit.
Intervensi :
a. Kaji adanya infeksi disekitar area serviks.
b. Tekankan pada pentingnya personal hygiene.
c. Pantau tanda - tanda vital terutama suhu.
d. Berikan perawatan dengan prinsip aseptik dan antisepik.
e. Tempatkan klien pada lingkungan yang terhindar dari infeksi.
f. Koloborasi pemeberian antibiotik.
d. Gangguan pola seksual berhubungan dengan metaplasia penyakit.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama pasien mampu
mempertahankan aktifitas seksual pada tingkat yang diinginkan bila mungkin.
Kriteria hasil :
a. Pasien mampu memahami tentang arti seksualitas, seksualitas dapat
diungkapkan dengan bentuk perhatian yang diberikanseseorang.
Intervensi :
a. Kaji masalah- masalah perkembangan daya hidup.
b. Catat pemikiran pasien/ orang- orang yang berpengaruh bagi pasien
mengenai seksualitas
c. Evaluasi faktor- faktor budaya dan religius/ nilai dan konflik-konflikyang
muculberikan suasana yang terbuka dalam diskusi mengenai masalah
seksualitas.
d. Tingkatkan keleluasaan diri bagi pasien dan orang- orang yang penting bagi
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. 2012. Cervical Cancer. At lanta. American Cancer


Society.
Arjoso S, Peran Yayasan Kanker Indonesia dalam penanggulangan kanker
serviks, YKI, 2009
Cunningham FG. Mcdonald PC. Karsinoma serviks. Obstetric Williams. Edisi 21.
Vol 2. Jakarta. EGC. 2007;1622-1625.
Dalimartha S. 2004. Deteksi Dini Kanker. Jakarta : Penebar Swadaya.
Darwinian. A. 2006. Gangguan Kesehatan Pada Setiap Periode Kehidupan
Wanita. Smart living.Edisi ke 3.Jakarta.Jakarta.
Depkes RI. Profil Kualitas Hidup Wanita Indonesia, Jakarta 2007.
Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati.
Heffner, LJ., Schust, DJ. Kanker serviks. At a Glance Sistem Reproduksi. Edisi
Kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 94-95.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Buku ajar patologi 7nd ed , Vol. 1. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007 : 189-1
Mangan Y. 2003. Cara Bijak Menaklukan Kanker. Depok : PT Agromedia
Pustaka.
Martaadisoebrata, D. Carcinoma cervix. Ginekologi. Bandung : Elstar Offset.
1981; 127 140.
Mega Antara, Suwi Yoga, Suastika (2008) Ekspresi p53 pada Kanker Serviks
Terinfeksi Human Papilloma Virus tipe 16 dan 18: Studi Cross
Sectional_Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana/Rumah Sakit
Sanglah Denpasar.
Norwitz, E., Schorge, J. Kanker Serviks. At a Glance Obstetri & Ginekologi. Edisi
kedua. Jakarta : Erlangga 2008; 62-63.
Olivera J, et all. 2009, Human Papiloma Virus, The New England Journal of
Medicine. 361;19 : 1899-1901
http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMe0907480
Rasjidi I, Sulistiyanto H. 2007.Vaksin Human Papilloma Virus dan Eradikasi
KankerMulut Rahim.Jakarta : Sagung Seto.
Setiawan, et al. Kamus Kedokteran Dorland Ed 29. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta: 2002. Hal 1051.
Setyorini E, Faktor-faktor Risiko yang berhubungan dengan kejadian kanker
serviks diRS.Dr. Moewardi Surakarta, Tesis Ilmu Kesehatan Masyarakat
UNS Tahun 2009.
Sjamsuddin S, Pencegahan dan deteksi Dini Kanker Serviks, Cermin Dunia
Kedokteran, No. 133, 2001
Sogukopinar, N., et all. 2003, Cervical Cancer Prevention and Early Detection,
Asian Pacific Journal of Cancer Prevention. Vol 4;15-21.
Suharto O. 2007. Hubungan Antara Karakteristik Ibu Dengan Partisipasi Ibu
Wiknjosastro, Ginekologi Onkologi , edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2008.
Wiknjosastro, H.,et all. (editor). Serviks Uterus. Ilmu Kandungan. Edisi Kedua.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2009;380-387.

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan Pendahuluan Cancer Prostat
    Laporan Pendahuluan Cancer Prostat
    Dokumen25 halaman
    Laporan Pendahuluan Cancer Prostat
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Cva Emboli
    LP Cva Emboli
    Dokumen28 halaman
    LP Cva Emboli
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Laporan Pendahuluan CKD
    Laporan Pendahuluan CKD
    Dokumen24 halaman
    Laporan Pendahuluan CKD
    yuli nurul
    Belum ada peringkat
  • LP Selulitis Mataram
    LP Selulitis Mataram
    Dokumen14 halaman
    LP Selulitis Mataram
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Cervical
    LP Fraktur Cervical
    Dokumen18 halaman
    LP Fraktur Cervical
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Stroke Emboli
    LP Stroke Emboli
    Dokumen32 halaman
    LP Stroke Emboli
    Rakelli Loisoklay
    Belum ada peringkat
  • Ulb PDF
    Ulb PDF
    Dokumen53 halaman
    Ulb PDF
    mira
    Belum ada peringkat
  • LP Terapi Oksigen
    LP Terapi Oksigen
    Dokumen8 halaman
    LP Terapi Oksigen
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Diet DM
    Diet DM
    Dokumen9 halaman
    Diet DM
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Fraktur Cervical
    LP Fraktur Cervical
    Dokumen18 halaman
    LP Fraktur Cervical
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Anemia Gravis Dan HM
    Anemia Gravis Dan HM
    Dokumen24 halaman
    Anemia Gravis Dan HM
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP CA Mammae
    LP CA Mammae
    Dokumen31 halaman
    LP CA Mammae
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Woc Syok Sepsis
    Woc Syok Sepsis
    Dokumen1 halaman
    Woc Syok Sepsis
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Fraktur V.cervicalis
    Fraktur V.cervicalis
    Dokumen25 halaman
    Fraktur V.cervicalis
    Shila Wisnasari
    Belum ada peringkat
  • LP Syok Sepsis
    LP Syok Sepsis
    Dokumen29 halaman
    LP Syok Sepsis
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Katarak
    LP Katarak
    Dokumen18 halaman
    LP Katarak
    Rahajeng Intan Handayani
    75% (4)
  • Woc Syok Sepsis
    Woc Syok Sepsis
    Dokumen1 halaman
    Woc Syok Sepsis
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Epilepsi
    LP Epilepsi
    Dokumen13 halaman
    LP Epilepsi
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Epilepsi
    LP Epilepsi
    Dokumen13 halaman
    LP Epilepsi
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP ALO + TX Oksigen
    LP ALO + TX Oksigen
    Dokumen31 halaman
    LP ALO + TX Oksigen
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen29 halaman
    Bab 2
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP CML
    LP CML
    Dokumen16 halaman
    LP CML
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP CML
    LP CML
    Dokumen17 halaman
    LP CML
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP CA Prostat Jadi
    LP CA Prostat Jadi
    Dokumen35 halaman
    LP CA Prostat Jadi
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • LP Syok Sepsis
    LP Syok Sepsis
    Dokumen29 halaman
    LP Syok Sepsis
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Pathway KB
    Pathway KB
    Dokumen4 halaman
    Pathway KB
    Resti riandani
    83% (6)
  • LP Katarak
    LP Katarak
    Dokumen18 halaman
    LP Katarak
    Rahajeng Intan Handayani
    75% (4)
  • LP CA Mammae
    LP CA Mammae
    Dokumen31 halaman
    LP CA Mammae
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Pathway Inc
    Pathway Inc
    Dokumen3 halaman
    Pathway Inc
    Resti riandani
    Belum ada peringkat
  • Rencana Kegiatan Mingguan
    Rencana Kegiatan Mingguan
    Dokumen3 halaman
    Rencana Kegiatan Mingguan
    Resti riandani
    Belum ada peringkat