Anda di halaman 1dari 16

PEMBAHASAN

A. Pengertian
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi
darah atau massa hemoglobin sehingga tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa
oksigen keseluruh jaringan.
Menurut WHO (1992) anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin lebih
rendah dari batas normal untuk kelompok orang yang bersangkutan.
Anemia secara laboratorik yaitu keadaan apabila terjadi penurunan dibawah normal kadar
hemoglobin hitung eritrosit dan hemotokrit(packedredcell) ( I Made Bakta,2003)

B. Kriteria Anemia
Penentuan anemia pada seseorang tergantung pada usia,jenis kelamin dan tempat tinggal.
Kriteria anemia menurut WHO (1968) adalah :
Laki-laki dewasa :Hemoglobin <13 g/dl
Wanita dewasa tidak hamil :Hemoglobin <12 g/dl
Wanita hamil :Hemoglobin <11 g/dl
Anak umur 6-14 tahun :Hemoglobin <12 g/dl
Anak umur 6 bulan-6 tahun :Hemoglobin <11 g/dl

Secara klinis kriteria anemia di Indonesia umumnya adalah :


1. Hemoglobin <10g/dl
2. Hemotrokit < 30 %
3. Eritrosit < 2.8 juta/mm
( I Made Bakta, 2003)

Departemen kesehatan menetapkan derajat anemia sebagai berikut :


Ringan sekali : Hb 11 g/dl-batas normal
Ringan : Hb 8 g/dl- <11 g/dl
Sedang :Hb 5 g/dl- 8 g/dl
Berat :Hb <5 g/dl

D. Penyebab Anemia
Menurut marni,2011 Penyebab anemia umumnya adalah:
1. Kurangnya asuoan gizi (Malnutrisi)
2. Hipervolumia(Hemodilusi)
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah yang banyak: persalinan yang lalu,haid,perdarahan,dan lain-lain.

E. Gejala Anemia
Menurut varney,2006 Gejala anemia adalah:
1. Letih,sering mengantuk
2. Pusing,lemah
3. Nyeri kepala
4. Luka pada lidah
5. Kulit pucat
6. Membrane mukosa pucat(missal konjungtiva)
7. Bantalan kuku pucat
8. Tidak ada nafsu makan,mual dan muntah

F. Klasifikasi Anemia
Klasifikasi anemia akibat Gangguan Eritropoiesis (Tarwoto.2007)
1.Anemia defisiensi Besi :
Tidak cukupnya suplai besi mengakibatkan defek pada sintesis Hb, mengakibatkan timbulnya
sel darah merah yang hipokrom dan mikrositer.
2.Anemia Megaloblastik
Defisiensi folat atau vitamin B12 mengakibatkan gangguan pada sintesis timidin dan defek
pada replikasi DNA, efek yang timbul adalah pembesaran prekursor sel darah (megaloblas) di
sumsum tulang, hematopoiesis yang tidak efektif, dan pansitopenia.
3.Anemia Aplastik
Sumsum tulang gagal memproduksi sel darah akibat hiposelularitas. Hiposelularitas ini dapat
terjadi akibat paparan racun, radiasi, reaksi terhadap obat atau virus, dan defek pada
perbaikan DNA serta gen.
4.Anemia Mieloptisik
Anemia yang terjadi akibat penggantian sumsum tulang oleh infiltrate sel-sel tumor, kelainan
granuloma, yang menyebabkan pelepasan eritroid pada tahap awal.

Klasifikasi anemia berdasarkan ukuran sel(Tarwoto.2007)


Anemia mikrositik : penyebab utamanya yaitu defisiensi besi dan talasemia (gangguan Hb)
Anemia normositik : contohnya yaitu anemia akibat penyakit kronis seperti gangguan ginjal.
Anemia makrositik : penyebab utama yaitu anemia pernisiosa, anemia akibat konsumsi
alcohol, dan anemia megaloblastik.

G. Pengertian Obat Anemia


Obat yang dapat diberikan berupa suplemen zat besi (Fe) untuk memulihkan kekurangan sel
darah merah. Selain zat besi, vitamin B12 sering diberikan untuk pengobatan anemia
pernisiosa. Jalan terakhir jika anemia sudah mencapai stadium akut dan parah adalah dengan
transfusi darah. (Tarwoto.2007)

H. Macam- macam obat Anemia


1. ANTIANEMIA DEFISIENSI
1.1.BESI (Fe) dan GARAM-GARAMNYA
Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb),sehingga defisiensi Fe akan
menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang
rendah menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Zat besi disimpan dalam sel sel mukosa intestinal sebagai feritin (suatu kompleks
protein / besi) sampai dibutuhkan tubuh. Defisiensi besi disebabkan oleh kehilangan darah
akut atau kronik, pemasukan yang kurang selama periode pertumbuhan cepat anak anak,
atau menstruasi berlebihan atau wanita hamil. Karena itu, keadaan ini merupakan akibat
keseimbangan negatif besi yang disebabkan habisnya simpanan besi dan pemasukan yang
tidak cukup, memuncak pada anemia mikrositik hipokrom. Penambahan sulfas ferrosus
diperlukan untuk memperbaiki kekurangan tersebut. Gangguan gastrointestinal yang
disebabkan oleh iritasi lokal merupakan efek samping paling sering akibat suplemen zat besi.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Distribusi Dalam Tubuh

Tubuh manusia sehat mengandung +- 3,5 gram Fe yang hampir seluruhnya dalam
bentuk ikatan kompleks dengan protein. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam tubuh
merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial. Fe esensial
terdapat pada :
1. hemoglobin +- 66%
2. mioglobin 3%
3. enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer electron misalnya sitokromaksidase,suksinil
dehidrokinase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%
4. pada transferin 0,1%.
Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin sebanyak
25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita hanya 200-400 mg,
sedangkan pada pria kira-kira 1 gram. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)

FARMAKOKINETIK

Absorpsi
Absorpsi Fe mulai saluran cerna terutama berlangsung di duodenum dan jejunum
proksimal,makin ke distal absorpsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorpsi
dalam bentuk fero. Transpornya melalui sel mukosa usus terjadi secara transporaktif. Ion fero
yang sudah diabsorpsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri
akan masuk ke dalam plasma dengan perantara transferin,atau diubah menjadi feritin dan
disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum,bila cadangan dalam tubuh tinggi dan
kebutuhan akan zat besi rendah,maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan
rendah atau kebutuhan meningkat,maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel
mukosa ke sum-sum tulang eritropoesis. Eritropoesis dapat meningkat sampai lebih dari 5
kali pada anemia berat atau hipoksia. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Pada individu normal efeisiensi Fe jumlah Fe yang diabsorpsi 5-10% atau sekitar 0,5-
1 mg/hari. Absorpsi Fe meningkat bila cadangan rendah atau kebutuhan Fe meningkat.
Absorpsi meningkat menjadi 1-2 mg/hari pada wanita menstruasi,pada wanita hamil dapat
menjadi 3-4 mg/hari.kebutuhan Fe juga meningkat pada bayi dan remaja. Absorpsi dapat
ditingkatan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin C, HCL, suksinat dan senyawa asam lain.
Asam akan mereduksi ion feri menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe
dengan makanan yang tidak larut. Sebaliknya absorpsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat
atau antasida misalnya kalsium karbonat,aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.
Fe yang terdapat pada makanan hewani misalnya daging umumnya diabsorpsi lebih mudah
dibandingkan dengan makanan nabati. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Fe yang didapatkan pada hemoglobin dan mioglobin daging lebih mudah diabsorpsi
karena diabsorpsi dalam bentuk utuh, tidak memerlukan pemecahan lebih dahulu menjadi
elemen Fe.
Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorpsi Fe. Absorpsi ini meningkat
pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya eritropoesis. Selain
itu,bila Fe diberikan sebagai obat,bentuk sediaan, dosis dan jumlah serta jenis makanan dapat
mempengaruhi absorpsinya. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Distribusi
Setelah diabsorpsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu beta
1-glubolin glikoprotein, untuk kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama kesum-sum
tulang depot Fe.
Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma sebanding dengan jumlah total
transferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak selalu menggambarkan kapasitas
pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel reticulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu
untuk keperluan eritropoesis, dan juga berfungsi sebagai gudang Fe. (farmakologi dan terapi
FKUI.2007)

Metabolisme
Bila tidak digunakan dalam eritropoesis,Fe mengikat suatu protein yang disebut
apoferitin dan membentuk feritin. Fe disimpan terutama pada sel mukosa usus halus dan
dalam sel-sel retikuloendotelial (di hati, limpa dan sum-sum tulang). Cadangan ini tersedia
untuk digunakan oleh sum-sum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya terdapat
dalam labile pool yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru
digunakan bila labile pool telah kosong. Besi yang terdapat di dalam parenkim jaringan tidak
dapat digunakan untuk eritropoesis. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Bila Fe diberikan IV,cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk
feritin) dan disimpan terutama di dalam hati,sedamgkan setelah pemberian per oral terutama
akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan eritrosit akan
masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal tinggi dapat terjadi
akibat transfusi darah berulang-ulang atau akibat penggunaan preparat Fe dalam jumlah
berlebihan yang diikuti absorpsi yang berlebihan pula. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Ekskresi
Jumlah Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali biasanya sekitar 0,5-1 mg seehari.
Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas,
melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong. Pada proteinuria jumlah
yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat bersama dengan sel yang mengelupas. Pada
wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah ekskresi Fe yang diekskresi sehubungan
dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5-1 mg sehari. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)

KEBUTUHAN BESI
Jumlah Fe yang dibutuhkan setiap hari dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor
umum,jenis kelamin (sehubungan dengan kehamilan dan laktasi pada wanita) dan jumlah
darah dalam badan (Hb)dapat mempengaruhi kebutuhan, walaupun keadan depot Fe
memegang peranan penting. Dalam keadaan normal dapat diperkirakan bahwa seorang laki-
laki dewasa memerlukan asupan sebesar 10 mg,dan wanita memerlukan 12 mg sehari guna
memenuhi ambilan sebesar masing-masing 1 mg dan 1,2 mg sehari. Sedangkan pada wanita
hamil dan menyusui diperlukan tambahan asupan 5 mg sehari.
Bila kebutuhan Fe tidak dipenuhi,Fe yang terdapat di dalam gudang akan digunakan
dan gudang lambat laun menjadi kosong. Akibatnya timbul anemia defisiensi Fe. Hal ini
dapat disebabkan oleh absorpsi yang tidak baik, perdarahan kronik dan kebutuhan yang
meningkat. Keadaan ini memerlukan penambahan Fe dalam bentuk obat. (farmakologi dan
terapi FKUI.2007)

SUMBER ALAMI
Makanan yang mengandung Fe dalam kadar tinggi (lebih dari 5 mg/100 g) adalah
hati, jantung, kuning telur, ragi, kerang,kacang-kacangan dan buah-buahan yang tertentu.
Makanan yang mengandung besi dalam jumlah sedang(1-5mg/100g) termasuk diantaranya
daging, ikan, unggas, sayur-sayuran yang berwarna hijau dan biji-bijian. Sedangkan susu atau
produknya dan sayuran yang kurang hijau mengandung besi dalam jumlah rendah (kurang
dari 1 mg/100 g). (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
INDIKASI
Sediaan Fe hanya diindikasikan untuk pencegahan dan pengobatan anemia defisiensi
Fe. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu dapat
pula terjadi misalnya wanita hamil (terutama multipara) dan pada mas pertumbuhan,karena
kebutuhan yanh meningkat. Banyak anemia yang mirip anemia defisiensi Fe. Pada anemia
defisiensi Fe dapat terlihat granula berwarna kuning emas di dalam sel-sel retikuloendotelial
sumsum tulang. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)

EFEK SAMPING
Efek sampnt yang paling sering timbul berupa intoleransi dalam sediaan oral, dan ini
sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorpsi pada setiap pemberian.
Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyari lambung (+- 7-20%),konstipasi (+-
10%),diare (+- 5%) dan kolik. Gangguan ini biasa ringan dan dapat dikurangi dengan
mengurangi dosis atau dengan pemberian sesudah makan, walaupun dengan cara ini absorpsi
dapat berkurang. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi local pada tempat suntikan yaitu
berupa rasa sakit,warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan pembesaran
kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM dibandingkan IV.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada
anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang seperti gula-gula. Kelainan utama
terdapat pada saluran cerna,mulai dari iritasi,korosi sampai tejdai neksrosis. Gejala yang
timbul berupa mual, muntah, diare, hemetemesis serta fese berwarna hitam karena
perdarahan pada saluran cerna,syok dan akhirnya kolaps kardiovaskular dengan bahaya
kematian. Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pylorus dan terbentuknya jaringan parut
berlebihan dikemudian hari. Gejala keracunan tersebut di atas dapat timbul dalam waktu 30
menit atau setelah beberapa jam minum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah pertam-
tama diusahakan agar pasien muntah, kemudian diberikan susu atau telur yang dapat
mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1 jam
sebelumnya,dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium
bikarbonat 1%. Selanjutnya kedaan syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi. (farmakologi
dan terapi FKUI.2007)

SEDIAAN,DOSIS
Sediaan oral
Karena berasal dalam bentuk fero paling mudah diabsorpsi maka preparat besi untuk
pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero seperti fero sulfat, fero glukonat,
dan fero fumalat. Tidak ada perbedaan absorpsi diantara garam-garam fero ini. Jika
ada,mungkin disebabkan oleh perbedaan asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat,
karbonat, pirofosfat, ternyata Fe sukar diabsorpsi, demikian juga sebagai garam feri (Fe3*).
Untuk mengatasi defisiensi Fe dengan cepat umumnya dibutuhkan sekitar 200-400
mg elemen besi selama kurang lebih 3-6 bulan. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)

Tabel beberapa jenis preparat besi oral

Preparat Tablet Elemen Besi tiap Dosis Lazim untuk


tablet dewasa
(tablet/hari)
Fero sulfat (hidrat) 325 mg 65 mg 3-4
Fero glukonat 325 mg 36 mg 3-4
Fero fumarat 200 mg 66 mg 3-4
Fero fumarat 325 mg 106 mg 2-3

Sediaan parenteral
Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dalam dan IV hanya diberikan bila pemberian
oral tidak mungkin, misalnya pasien bersifat intoleran terhadap sediaan oral atau pemberian
oral tidak mungkin menimbulkan respons teraupetik.
Iron-dextran (imferon) mengandung 50 mg Fe setiap mL (larutan 5%)untuk
penggunaan IM atau IV. Respons teraupetik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat
daripada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan berat anemia,yaitu
250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh
melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahan untuk 2-3 hari sampai tercapai
dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan parlahan-lahan yaitu dengan menyuntikkan 25-50
mg/menit. Pasein dengan riwayat alergi dan pasien yang sebelumnya pernah mendapat
preparat besi secara suntikan lebih besar kemungkinannya untuk mengalami reaksi
hipersensivitas. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)

1.2.VITAMIN B12
Vitamin B12 (sianokobalamin) nerupakan satu-satunya kelompok senyawa lain yang
mengandung unsur Co dengan struktur yang mirip dengan derivate porfirin alami lain.
Molekulnya terdiri atas bagian-bagian cincin porfirin dengan satu atom Co, basa
dimetilbenzimidazol, ribose dan asam fosfat. Umumnya senyawa dalam kelompok ini
dinamakan kobalamin. Penambahan gugus-CN pada kobalamin menghasilkan
sianokobalamin, sedangkan Penambahan gugus-OH menghasilkan zat yang dinamakan
hidroksokobalamin. Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosil
kobalamin dan metilkobalamin. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
FUNGSI METABOLIK
Vitamin B12 bersama-sama folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Vitamin
B12 dan asam folat dibutuhkan untuk sintensis DNA yang normal,sehingga defisiensi salah
satu vitamin ini menimbulkan gangguan produksi dan maturasi eritrosit yang memberikan
gambaran sebagai anemia megaloblastik. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
DEFISIENSI VITAMIN B12
Kekurangan vitamin B12 dapat disebabkan oleh kurangnya asupan (kadar dalam
makanan kurang, terganggunya absorpsi (absorbsi vitamin rendah akibat gangguan sel sel
parietal lambung dalam menghasilkan faktor intrinsik), hilangnya aktivitas reseptor yang
dibutuhkan guna pengambilan vitamin intestinal, terganggunya utilisasi, meningkatnya
kebutuhan, destruksi yang berkelebihan atau ekskresi yang meningkat. Defisiensi kobalamin
ditandai dengan gangguan hematopoesis,gangguan neurology, kerusakan sel epitel,terutama
epitel saluran cerna ,dan debilitas umum. Defisiensi vitamin B12 menimbulkan anemia
megaloblastik yang disertai dengan gangguan neurologik,bila tidak cepat diobati kelainan
neurologik ini dapat membuat pasein cacat seumur hidup. Penggunaan asam folat dapat
memperbaiki anemia,sedangkan kelainan neurologik tidak dipengaruhi. Defisiensi vitamin
B12 dapat didiagnosis dengan mengukur kadar vitamin B12 dalam plasma. (farmakologi dan
terapi FKUI.2007)
Defisiensi vitamin B12 pada orang dewasa sering disebabkan oleh gangguan
absorpsinya.misalnya pada defisiensi vitamin B12 yang klasik yang disebut anemia
pernisiosa Addison. Pada penyakit tersebut terjadi kegagalan sekresi faktor instrinsik castle
(FIC) oleh sel parietal lambung yang berfungsi dalam absorpsi vitamin B12 di ileum.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
KEBUTUHAN VITAMIN B12
Kebutuhan Vitamin B12 bagi orang sehat kira-kira 1 g sehari yaitu sesuai dengan
jumlah yang diekskresi oleh tubuh. Setiap hari tubuh akan mengeluarkan 3-7 g sehari ke
dalam saluran empedu, sebagian besar akan reabsorpsi melalui usus hanya 1 g yang tidak
reabsorpsi. Pada defisiensi vitamin B12 tanpa komplikasi,respons hematologik minimal
sudah tidak dapat dengan 1 g sehari. Tetapi pada anemia pernisiosa dimana faktor instrinsik
castle berkurang atau tidak ada,kebtuhan ini akan meningkat, sebab apa yang dikeluarkan
melalui saluran empedu tidak dapat reabsorpsi. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
SUMBER VITAMIN B12 ALAMI
Sumber asli untuk satu-satunya vitamin B12 adalah mikroorganisme. Bakteri dalam
kolon manusia juga membentuk vitamin B12, tetapi ini tidak berguna untuk memenuhi
kebutuhan individu yang bersangkutan sebab absorpsi vitamin B12 terutama berlangsung
dalam ileum. Selain itu, vitamin B12 dalam kolon ternyata terikat pada protein. Jadi sumber
untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah makanan hewani sebab tumbuh-tumbuhan tidak
mengandung vitamin B12 . (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Vitamin B12 dalam makanan manusia juga terikat pada protein, tetapi akan
dibebaskan proses proteolisis. Jenis makanan yang kaya akan vitamin B12 adalah jeroan
(hati, ginjal, jantung) dan kerang. Kuning telur, susu kering bebas lemak dan makanan yang
berasal dari laut (ikan sardine, kepiting) mengandung vitamin B12 dalam jumlah sedang.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Sianokobalamin diabsorpsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK. Kadar
dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM. Hidrosokobalamin
dan koenzim B12 lebih lambat diabsorpsi,agaknya karena ikatannya yang lebih kuat dengan
protein. Absorpsi per oral berlangsung lambat di ileum, kadar puncak dicapai 8-12 jam
setelah 3 g. Absorpsi ini berlangsung dengan dua mekanisme, yaitu dengan perantaraan
faktor instrinsik castle (FIC) dan absorpsi secar langsung. (farmakologi dan terapi
FKUI.2007)
Absorpsi dengan perantaraan FIC
Absorpsi dengan perantaraan FIC sangat penting,dan sebagian besar anemia
megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. Setelah dibebaskan dari ikatan
protein vitamin B12 dari makanan akan membentuk kompleks B12- FIC. FIC hanya mampu
mengikat sejumlah 1,5-3 g vitamin B12 . Kompleks ini masuk ke ileum dan disini melekat
pad reseptor khusus sel dimukosa ileum untuk diabsorpsi. Absorpsi berlangsung dengan
mekanisme pinositosis oleh sel mukosa ileum. FIC yang dihasilkan oleh sel parietal
lambung,merupaka suatu glikoprotein dengan berat molekul 60.000. Bila sekresi FIC
bertambah,misalnya akibat obat-obat kolinergik, histamine, dan mungkin juga beberapa
hormone seperti ACTH, kortikosteroid dan hormon tiroid ,maka absorpsi vitamin B12 juga
akan meningkat. Karena untuk diabsorpsi vitamin B12 harus dibebaskan lebih dulu dari
protein, maka jumlah yang diabsorpsi juga tergantung dari ikatannya dengan makanan/jenis
makanan. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Absorpsi secara langsung tidak begitu penting karena baru terjadi pada kadar vitamin
B12 yang tinggi, dan berlangsung secara difusi jadi merupakan suatu mass action affect

Distribusi
Setelah diabsorpsi, hampir semua vitamin B12 dalam darah terikat dengan plasma.
Sebagian besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin II), sisanya terikat pada alfa-
glikoprotein (transkobalamin I) dan inter- alfa-glikoprotein (transkobalamin III). Vitamin B12
yang terikat pada transkobalamin II akan diangkut ke berbagai jaringan,terutama hati yang
merupakan gudang utama penyimpanan vitamin B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12
dalam plasma adalah 200-900 pg/mL dengan simpanan sebanyak 1-10 mg dalam hepar.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Metabolisme dan ekskresi
Baik sianokobalamin maupun hidroksokobalamin dalam jaringan dan darah terikat
oleh protein. Di dalam hati kedua kobalamin tersebut akan diubah menjadi koenzim B12.
Pengurangan jumlah kobalamin dalam tubuh disebabkan oleh ekskresi melalui saluran
empedu, sebanyak 3-7 g sehari harus direabsorpsi dengan perantaraan FIC. Ekskresi
bersama urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat protein. 80-95% vitamin B12 akan
diretensi dalm tubuh bila diberikan dalm dosis sampai 50 g dengan dosis yang lebih
besar,jumlah yang diekskresi akan lebih banyak. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Vitamin B12 diindikasikan untuk pasien defisiensi vitamin B12 misalnya anemia
pernisiosa. Pada pasein anemia pernisiosa yang berat, selain gejala anemia mungkin terdapat
trombositopenia dan leucopenia berat, kerusakan neurologik, kerusakan hati berat atau
komplikasi bentuk lain. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan laruan untuk
disuntikan. Penggunaan sediaan oral pada pengobatan anemia pernisiosa kurang bermanfaat
dan biasanya tetapi oral lebih mahal dari pada terapi parenteral. Sediaan antinemia yang
terdiri dari campuran Fe, vitamin B12 ,asam volat, kobal, Cu, ekstrak hati dan sebagainya.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Dikenal tiga jenis suntikan vitamin B12 yaitu :
1. larutan sianokobalaminyang berkekuatan 10-100 g/mL
2. larutan ekstrak hati dalam air
3. suntikan depot vitamin B12
Suntikan larutan sianokobalamin jarang sekali menyebabkan reaksi alergi dan iritasi ditempat
suntikan. Kalau terjadi reaksi alergi biasanya karena sediaannya tidak murni. Manfaat larutan
ekstrak hati terhadap anemia pernisiosa disebabkan oleh vitamin B12 yang terkandung di
dalamnya. Penggunaan suntikan ekstrak hati ini dapat ini dapat menimbulkan reaksi alergi
lokal maupun umum, dan dari yang ringan sampai yang berat. Reaksi ini disebabkan oleh
allergen yang bersifat spesies spesifik dan bukan organ spesifik. Tidak ada hipersinsitivitasi
silang antara larutan ekstrak hati dengan sionikobalamin. Tujuan pengguanaan suntikan depot
vitamin B12 adalah untuk mengurangi frekuensi suntikan. (farmakologi dan terapi
FKUI.2007)
Dosis sianokobalamin untuk pasein anemia pernisiosa tergantung dari berat
anemianya, ada tidaknya komplikasi dan respons terhadap pengobatan. Secara garis besar
cara penggunaannya dibagi atas terapi awal yang intensif da terapi penunjang. (farmakologi
dan terapi FKUI.2007)
Sebelum pengobatan dimulai dapat dilakukan percobaan terapi untuk memastikan
diagnosis anemia pernisiosa. Untuk ini hanya dibutuhkan dosis 1-10 g sehari yang diberikan
selam 10 hari. Jumlah sekecil ini akan menimbulkan respons hematologik berupa reaksi
retikulosit pada anemia pernisiosa tanpa komplikasi. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Pada terapi awal diberikan dosis 100 g sehari parenteral selama 5-10 hari. Dengan
terapi ini respons hematologik baik sekali, tetapi respons dapat kurang memuaskan bila
terdapat keadaan yang menghambat hematopoesis misalnya infeksi, uremia atau penggunaan
kloramfenikol. Respon yang buruk dengan dosis 100 g/hari selama 10 hari, mungkin juga
disebabkan oleh salah diagnosis atau potensi obat yang kurang. (farmakologi dan terapi
FKUI.2007)
Terapi penunjang dilakukan dengan memberikan dosis pemeliharaan 100-200 g
sebulan sekali sampai diperoleh remisi yanh lengkap yaitu jumlah eritrosit dalam darah +- 4,5
juat/mm3 dan morfologi hematologik berada dalam batas-batas normal. Kemudian 100 g
sebual sekali cukup untuk mepertahankan remisi. Pemberian dosis pemeliharaan setiap bulan
ini penting sebab retensi vitamin B12 terbatas, walaupun diberikan dosis sampai 100 g.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
INDIKASI
Pasien yang sensitif pada sianokobalamin/vitamin/cobalt. Tidak boleh digunakan pada pasien
"Early Leber's disease" (hereditary optic nerve atrophy)
EFEK SAMPING
Sianokobalamin biasanya tidak toksik meski dalam dosis besar. Diare sementara, trombosis
perifer, vaskuler, gatal, urtikaria, persaan bengkak di seluruh tubuh, anafilaksis, dan kematian
pernah dilaporkan pada pasien yang menerima sianokobalamin secara parenteral. Beberapa
pasien menunjukkan reaksi yang positif pada tes kulit dengan sianokobalamin yang telah
dimurnikan/hidroksokobalamin. Udema pulmonari dan kegagalan hati pernah dilaporkan
terjadi pada pasien yang menjalani terapi sianokobalamin.
ASAM FOLAT
Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, PmGA) terdiri atas bagian-bagian
pteridin,asam paraaminobenzoat dan asam glutamate. PMGA bersama-sama dengan konjugat
yang mengandung lebih dari satu asam glutamate, membentuk suatu kelompok yang dikenal
sebagi folat. Folat terdiri dalam hampir setiap jenis makanan dengan kadar tertinggi dalam
hati, ragi dan daun hijau yang segar. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
FUNGSI METABOLIK
PmGA merupakan prekursor inaktif dari beberapa koenzimyang berfungsi pada
transfer unit karbon tunggal (single karbon unit ). Mula-mula folat reduktase mereduksi
PmGA menjadi THFA (asam tetrahidrofolat). THFA yang terbentuk bertindak sebagai
akseptor berbagai unit karbon tunggal dan selanjutnya memindahkan unit ini kepada zat-zat
yang memrlukan. Berbagai reaksi penting yang menggunakan unit karbon tunggal adalah :
a. sintesis purin melalui pembentukan asam inosinat
b. sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiuridilat menjadi asam timidilat
c. interkonversi beberapa asam amino misalnya antera serin dengan glisin histidin dengan
asam glutamate, hemostitein dengan metionin.
KEBUTUHAN FOLAT
Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 g sehari, dalam bentuk PmGA, tetapi
jumlah ini dipengaruhi oleh kecepatan metabolisme dan laju malih sel (cellturn-over) setiap
harinya. Jadi peningkatan metabolisme akibat penyakit infeksi, anemia hemolitik dan adanya
tumor ganas akan meningkatkan kebutuhan folat. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
DEFISIENSI FOLAT
Defisiensi folat sering merupak komplikasi dari (1) gangguan di usus kecil;(2)
alkoholisme yang menyebabkan asupan makanan buruk;(3) efek toksik alkoholpada sel
hepar;dan (4) anemia hemolitik yang menyebabkan laju malih eritrosit tinggi. Obat-obat yang
dapat menghambat enzim dihidrofolat reduktase (misalnya metotreksat, trimetoprim) dan
yang mengadakan interaksi pada basorpsi dan penyimpanan folat (misalnya fenitoin dan
beberapa antikovulsan lain, (kontrasepsi oral) dapat menurunkan kadar folat dalam plasma
dan menimbulkan anemia megaloblastik. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Gejala klinik
Gejala defisiensi folat yang paling menonjol adalah hematopoesis megaloblastik
(yang menyerupai anemia defisiensi vitamin B12). Perbedaan klinik yang nyata antara
defisinesi folat dan defisiensi vitamin B12 adalah bahwa pada yang pertama tidak terdapat
kerusakan sarung myelin sehingga tidak ada gangguan neurologik. Hal ini dapat diterangkan
dengan sifat folat yang secara selektif dapat menumpuk dalam cairan serebrospinal,tetapi
akibat gangguan metabolisme otak pasien dapat menunjukan gejala insomnia, pelupa dan
iritabilitas. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
FARMAKOKINETIK
Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali terutama 1/3 bagian proksimal usus
halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi, sedangkan pada kadar
tinggi absorpsi dapat berlangsung secara difusi. Walaupun terdapat gangguan pada usus
halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama sabagai PmGA.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Ada tidaknya transport protein belum dapat dipastikan,tetapi yang jelas 2/3 dari asam
folat yang terdapat dalam plasma darah terikat pada protein yang tidak difiltrasi ginjal.
Distribusinya merata ke seluruh jaringan dan terjadi penumpukan dalam cairanserebrospinal.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Ekskresi berlangsung melalui ginjal,sebagian besar dalam bentuk metabolit. Pada
orang dengan diet normal, jumlah yang diekskresi hanya sedikit sekali dan akan meningkat
bila folat dalam jumlah besar. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
INDIKASI
Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobatan defisiensi
folat. Kebutuhan asam folat meningkat pada wanita hamil, dan dapat menyebabkan defisiensi
asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dan makanannya. Beberapa
penelitian mendapatkan adanya hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan
insidens defek neural tube seperti spina bilfida dan anensefalus pada bayi yang dilahirkan.
Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500g asam folat per hari. (farmakologi
dan terapi FKUI.2007)
Dosis yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada.
Umumnya folat diberikan per oral, etapi bila keadaan tidak memungkinkan, folat diberikan
secara IM dan SK. Untuk tujuan diagnostic digunakan dosis 0,1 mg per oral selama 10 hari
yang hanya menimbulkan respons hematologik pada pasien defisiensi folat. Hal ini
membedakannya dengan defisiensi vitamin B12 yang baru memberikan respons
hematologik dengan dosis 0,2 mg per hari atau lebih. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Terapi awal pada defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai dengan 0,5-1 mg sehari
secara oral selama 10 hari. Dengan adanya komplikasi dimana kebutuhan folat meningkat
disertai pula dengan supresi hematopoesis,dosis perlu lebih besar. Setelah perbaikan cukup
memuaskan, terapi dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan yang biasnya berkisar antara 0,1-
0,5 mg sehari. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
SEDIAAN DAN POSOLOGI
Asam folat tersedia dalam bentuk tablet yang mengandung 0,4;0,8; dan 1 mg asam
pteroilglutamat dan dalam larutan injeksi asam folat 5 mg/ml. Setelah itu, asam folat terdapat
dalam berbagai sediaan multivitamin atau digabung dengan antianemia lainnya. Asam folat
injeksi biasanyahanay digunakan sebagai antidotum pada intoksikasi antifolat (antikanker).
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
EFEK SAMPING
Reaksi alergi, bronkospasme, wajah memerah, gatal, erupsi sementara

OBAT LAIN
RIBOVLAFIN
Ribovlafin (vitamin B12) dalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin-
adenin-dinukleotida (FAD)berfungsi sebagai koenzim dalam merabolisme flavo-protein
dalam pernapasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboflavin dapat memperbaiki
anemia normokronik-normositik ( pure rd-cell aplasia ). Anemia defisiensi riboflavin banyak
terdapat pada malnutrisi protein-kalori, dimana ternyata faktor defisiensi Fe dan penyakit
infeksi memegang peranan. Dosis yang digunakan cukup 10 mg sehari per oral atau IM.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
PIRIDOKSIN
Vitamin B6 ini mungkin berfungsi sebagai koenzim yang merangsang pertumbuhan
heme. Defisiensi piridoksin akan menimbulkan anemia mikrositik hipokromik. Pada sebagian
besar pasien akan terjadi anemia normoblastik sideroakrestik dengan sejumlah Fe non
hemoglobin yang banyak dalam precursor eritrosit, dan pada beberapa pasien terdapat anemia
megaloblastik. Pada keadaan iniabsorpsi Fe meningkat, Fe-bending protein menjadi jenuh
dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah menurun. Akhirnya akan
didaptkan gejala hemosiderosis. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
KOBAL
Kobal dapat meningkatkan jumlah hematokrit, hemoglobin dan eritrosit pada
beberapa pasein dengan anemia refrakter, seperti yang terdapat pada pasien talasemia,infeksi
kronik atau penyakit ginjal, tetapi mekanisme yang pasti tidak diketahui. Kobal merangsang
pembentukan eritropoetin yang berguna untuk meningkatkan ambilan Fe dalam sumsum
tulang, tetapi ternyata pada pasien anemia refrakter biasanya kadar eritropoetin sudah tinggi.
(farmakologi dan terapi FKUI.2007)
Kobal sering terdapat dalam campuran sediaan Fe,karena ternyata kobal dapat
meningkatkan absorpsi Fe melalui usus. Akan tetapi, kobal dapar menimbulkan efek toksik
berupa erupsi kulit, struma, angina, tinnitus, tuli, payah jantung sianosis, korna, malaise,
anoreksia, mual dan muntah. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
ERITROPOIETIN
Berinteraksi dengan reseptor eritropoietin pada permukaan sel induk sel darah merah,
menstimulasi poloferasi dan diferensiasi eritroit. Eritropoietin juga menginduksi pelepasan
retikulosis dari sumsum tulang. Eritrpoietin endogen diproduksi oleh ginjal sebagai respon
terhadap hipoksia jaringan. Bila terjadi Anemia maka eritropoietin diproduksi lebih banyak
olh ginjal, dan hal ini merupakan tanda bagi sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
merah lebih banyak. Keadaan anemia dapt diperbaiki bila respon sumsum tulang tidak
terganggu adalh adanya defisiensi zat besi Setelah pemberian intravena masa paruh
eritropoietin pada pasien gagal ginjal kronik sekitar 4-13 jam. Eritropoiten tidak dikeluarkan
melalui dialisis. (farmakologi dan terapi FKUI.2007)
INDIKASI
Eritropoitin diindikasiuntuk anemia pada pasien gagal ginjal kronik. Pada pasien ini
pemberian eritropoitin umumnya meningkatkan kadar hematocrit dan hemoglobin dan
mengurangi/menghindari kebutuhan transfuse darah. Pemberian secara subkutan tiga kali
seminggu lebih disenangi karena absorpsi nya lebih lambat dan jumlah yang dibutuhkan
berkurang 20-40% umumnya pasien anemia akibat gangguan primer atau sekunder pada
sumsum tulang kurang memberikan respon terhadap pemberian eritropoietin (farmakologi
dan terapi FKUI.2007)
EFEK SAMPING
Yang paling sering adalah bertambah beratnya hipertensi yang dapat terjadi pada sekitar 20-
30% pasien,dan paling sering akibat peningkatan hematocrit yang terlalu cepat. Meskipun
masih kontroversial dilaporkan peningkatan tendensi trombosit pada pasien
dialisis(farmakologi dan terapi FKUI.2007)

DAFTAR PUSTAKA

Tarwoto,Ns,warnidar.2007.Anemia PAda Ibu Hamil.Jakarta:trans info media

Farmakologi dan terapi.2007.Jakarta: balai penerbit FKUI

Marmi,Suryaningsih dkk,2011.Asuhan kebidanan Patologi.yogyakarta:pustaka Pelajar

Varney Helen,2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Vol 1.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai