Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN PERILAKU BUANG AIR BESAR (BAB)

DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA KRAJAN


KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

Ambar Winarti, Suci Nurmalasari

ABSTRAK

Perilaku buang air besar sembarangan sangat merugikan kesehatan, ini


dapat memicu timbulnya berbagai penyakit, salah satunya adalah diare. Penyakit
diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat, hal ini dibuktikan
dengan masih tinggi angka kejadian diare di Desa Krajan, Kecamatan Jatinom,
Kabupaten Klaten sebanyak 36,7 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara perilaku buang air besar (BAB) dengan kejadian diare di Desa
Krajan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten.
Penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional,
yang dilakukan di Desa Krajan Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten pada bulan
Juli 2010. Populasi penelitian ini adalah masyarakat Desa Krajan, Kecamatan
Jatinom, Kabupaten Klaten, dengan menggunakan teknik purposive sampling
yaitu sebanyak 98 responden. Instrumen yang digunakan berupa koesioner,
kemudian hasilnya dianalisis dengan menggunakan chi square.
Hasil penelitian menunjukkan 34,7% responden berperilaku salah dan
36,7% responden mengalami diare.

Kesimpulan penelitian ini adalah perilaku buang air besar (BAB) pada
masyarakat di Desa Krajan, Kecamatan Jatinom, Kabupaten Klaten berhubungan
dengan kejadian diare.

Kata kunci: perilaku buang air besar, diare.


14 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016

I. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional yang berkelanjutan adalah terwujudnya
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, dan pembangunan nasional
bidang kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat setinggi-tingginya, karena kesehatan merupakan salah satu hak
asasi manusia yang fundamental dan merupakan salah satu unsur penting dari
kesejahteraan. Kesehatan merupakan investasi sumber daya manusia, dengan
masyarakat yang sehat maka produktifitas masyarakat akan meningkat dan
pada gilirannya akan meningkatkan daya saing bangsa Indonesia (Nur H,
2010).
Dalam mencapai derajad kesehatan yang tinggi bangsa Indonesia
menghadapi tantangan yaitu adanya triple burden (beban berlipat 3) jenis
penyakit pertama adalah penyakit konvensional, termasuk dalam kelompok
penyakit ini adalah penyakit diare, infeksi saluran pernafasan akut, tetanus,
demam berdarah. Hal ini dipengaruhi oleh buruknya saluran air bersih,
perumahan yang padat, penanganan sampah yang kurang baik, polusi udara
serta air. Jenis penyakit kedua adalah penyakit yang baru muncul (New-
emerging diseases) seperti HIV AIDS dan flu burung. Jenis penyakit ketiga
adalah penyakit yang telah lama hilang kemudian muncul lagi (Re-emerging
diseases) seperti kemunculan polio, dan yang terakhir adalah gizi buruk
(Dinkes Aceh, 2009)
Data Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten tahun 2008 didapatkan
27.771 penderita diare dan pada tahun 2009 terdapat 25.405 penderita diare.
Diare banyak dialami pada anak usia lebih dari 5 tahun (Dinas Kesehatan
Klaten).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
berak lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali dalam satu hari yang
disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes R I,
2002) Diare ditularkan secara fekal oral yaitu masuknya makanan atau
minuman yang terkontaminasi tinja dan muntahan penderita diare. Penularan
diare bisa juga disebabkan karena sanitasi yang buruk misalnya perilaku
buang air besar (BAB) disembarang tempat, tidak mencuci tangan sesudah
BAB, tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah makan (Sunoto, 2002).

II. METODE PENELITIAN


Penelitian yang akan dilakukan bersifat deskriptif analitik yaitu suatu
metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat
gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif dan mencari
Ambar Winarti, Suci Nurmalasari, Hubungan Perilaku . 15

hubungan antara dua variabel pada suatu situasi atau kelompok subyek.
Pendekatan waktu yang digunakan adalah cross sectional yaitu penelitian
dengan pengumpulan data dilakukan hanya satu kali dalam waktu yang
bersamaan dan peneliti tidak melakukan tindak lanjut (Notoatmojo, 2002).
Pengambilan sampel dilakukan secara sampling purposive berjumlah 98
diperoleh dari total sampling warga yang tinggal di Desa Krajan Kecamatan
Jatinom yang berjumlah 3474 orang.
Dalam penelitian ini menggunakan dua buah koesioner. Koesioner
pertama untuk mengukur perilaku BAB yang terdiri 4 pertanyaan, dengan
model jawaban skala goodmen (ya dan tidak) scoring jawaban ya 1 dan
tidak 0. Koesioner kedua terdiri 7 pertanyaan untuk mengkaji kejadian
diare dan pengobatan, dengan model jawaban skala goodmen (ya dan tidak)
scoring jawaban ya 1 dan tidak 0
Untuk melakukan uji signifkansi, data yang diperoleh dianalisis chi
square dengan taraf signifikansi yang dipakai adalah 5%.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Gambaran karakteristik responden
a.) Distribusi responden berdasarkan umur
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur di Desa Krajan

Umur Frekuensi Persentase


<20 32 32,7%
21-29 41 41,8%
30-39 25 25,5%
Total 98 100,0%

Berdasarkan data tabel 4.1 menunjukkan 41,8% responden dengan


umur 21-29.

b.) Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin


Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa
Krajan
Jenis kelamin Frekuensi Persentase
Perempuan 49 50%
Laki-laki 49 50%
Total 98 100,0%
Berdasarkan data tabel 4.2 menunjukkan bahwa jenis kelamin
antara responden laki-laki dan perempuan sama 50%.
16 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016

c.) Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan di Desa Krajan

Pendapatan (Rp) Frekuensi Persentase


607.000,00-
78 79,6%
1.000.000,00
1.100.000,00-
16 16,3%
1.500.000,00
1.600.000,00-
1 1,0%
2.000.000,00
2.100.000,00-
3 3,1%
2.500.000,00
Total 98 100,0%

Berdasarkan data tabel 4.3 menunjukkan bahwa responden


dengan pendapatan sebanyak Rp 607.000,00- Rp 1.000.000,00 yaitu
79,6% dan responden dengan pendapatan Rp1.600.000,00-
Rp 2.000.000,00 yaitu 1,0%.

d.) Distribusi responden berdasarkan pendidikan


Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa
Krajan

Pendidikan Frekuensi Persentase


SMP 34 34,7%
SMA 59 60,2%
Perguruan Tinggi 5 5,1%
Total 98 100,0%

Berdasarkan data tabel 4.4 menunjukkan bahwa 60,2%


responden berpendidikan SMA.

e.) Perilaku
Tabel 4.5 Distribusi Responden Perilaku BAB di Desa Krajan

Perilaku Frekuensi Persentase


Benar 64 65,3%
Salah 34 34,7%
Total 98 100.0%

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa 34,7% responden


berperilaku salah.
Ambar Winarti, Suci Nurmalasari, Hubungan Perilaku . 17

f.) Diare
Tabel 4.6 Distribusi Responden Diare di Desa Krajan

Diare Frekuensi Persentase


Sehat 62 63,3%
Diare 36 36,7%
Total 98 100,0%

Berdasarkan tabel 4.6 menunjukkan bahwa 36,7% responden


mengalami diare.

g.) Hubungan Perilaku BAB dengan kejadian diare


Tabel 4.7 Hubungan Perilaku BAB dengan kejadian Diare di Desa
Krajan

Perilaku Sehat diare total P OR CI


BAB
N % N % N %
Benar 48 49 16 16,3 64 65,3 0,002 4,286 1,765-10,404
Salah 14 14,3 20 20,4 34 34,7
Total 62 63,3 36 36,7 98 100,0

Berdasarkan data tabel 4.7 diketahui bahwa 20,4% responden


berperilaku salah mengalami diare dan responden berperilaku benar
mengalami diare sebanyak 16,3%. Berdasarkan uji statistik chi square
dengan nilai p= 0,002 ( p<0,05 ), didapatkan hasil bahwa ada
hubungan antara perilaku BAB dengan kejadian diare di Desa Krajan.
Nilai odd ratio (OR) yaitu 4,286 (CI 1,765-10,404 ) merupakan
responden yang berperilaku salah akan mengalami diare sebanyak
4,286 kali, dibandingkan dengan responden yang berperilaku benar.

3.2 Pembahasan
Karakteristik responden sebagai berikut: umur, pendapatan dan
pendidikan.

1. Umur
Berdasarkan data yang diperoleh, terdapat 41,8% responden
berumur 21-29 tahun. Pemahaman seseorang meningkat seiring dengan
bertambahnya usia, dalam hal pencegahan penyakit, usia merupakan
faktor resiko yang berhubungan dengan sejarah keluarga dan kebiasaan
personal (Potter and Peryy, 2005), hal ini diharapkan dengan
18 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016

bertambahnya usia maka kebiasaan sanitasi personal seharusnya lebih


bisa meningkat.
2. Pendapatan
Berdasarkan data yang diperoleh terdapat 79,6% responden
berpendapatan Rp 607.000,00 - Rp 1.000.000,00. Pendapatan merupakan
faktor yang berhubungan dengan kualitas PHBS (Daud, 2009). Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Faturahman dan Mollo (1995) bahwa
tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang berpengaruh pada
status kesehatan masyarakat. Hal ini sesuai penelitian Widoyono (2008)
bahwa pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi lingkungan.
3. Pendidikan
Berdasarkan data yang didapat 60,2% responden berpendidikan
SMA, pendidikan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi
pikiran seseorang. Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang tentang kesehatan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Goodman (2001), bahwa seseorang yang
berpendidikan tinggi harus lebih bisa memelihara tingkat kesehatan dari
pada seseorang yang berpendidikan lebih rendah. Sehingga orang yang
berpendidikan lebih tinggi lebih mudah untuk menjaga kesehatan di
lingkungan.
4. Perilaku Buang Air Besar (BAB)
Berdasarkan dari tabel 4.5 diketahui bahwa 34,7% responden
berperilaku salah. Semakin seseorang berperilaku benar maka tidak
mudah terserang suatu penyakit, tetapi jika semakin salah cara
berperilaku seseorang tersebut maka mudah terserang penyakit ( Sipri,
2009) Menurut Mubarok et.al (2007) perilaku seseorang/masyarakat
tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi dari orang atau masyarakat yang bersangkutan, ketersediaan
fasilitas, sikap dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan
juga mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perilaku
manusia secara operasional dapat dikelompokkan menjadi 3 macam
domain, yaitu perilaku dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan
nyata/perbuatan
5. Diare
Berdasarkan dari tabel 4.6 bahwa terdapat 36,7% responden
terkena diare dan berdasarkan hasil koesioner sebanyak 71 responden
saat mengalami berak encer frekuensinya lebih dari tiga kali dan
sebanyak 50 responden tinja berbau saat mengalami berak encer.
Ambar Winarti, Suci Nurmalasari, Hubungan Perilaku . 19

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat


yang utama, hal ini terlihat masih tingginya angka kesakitan diare
(Soebagyo, 2008). Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan
oleh Anjar Purwidiana Wulandari (2009) yang menunjukkan bahwa
penderita diare pada balita di daerah Kabupaten Sragen sebanyak 20,1%
dikarenakan faktor lingkungan yang buruk, sehingga seorang balita
dapat terkena diare.
6. Hubungan perilaku BAB dengan kejadian Diare
Perilaku buang air besar sembarangan mencerminkan adanya
budaya masa bodoh masyarakat yang dapat diartikan sebagai sikap tidak
peduli apa-apa, tidak ikut memikirkan perkara orang lain (Pusat Bahasa,
2008), dalam hal ini masyarakat tidak memperdulikan efek yang
merugikan akibat buang air besar sembarangan terhadap diri sendiri dan
orang lain. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Desa Krajan
menunjukkan 34,7% responden masih berperilaku salah, diantaranya
19,4% BAB di sungai.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nainggolan
(2006), menyatakan bahwa: jamban keluarga yang tidak memenuhi
syarat merupakan penyebab terjadinya pencemaran lingkungan
diantaranya pencemaran tanah, pencemaran air, kontaminasi makanan,
dan perkembangbiakan lalat. Tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat
digunakan oleh lalat yang berperan dalam penularan penyakit melalui
tinja (faecal borne disease), lalat senang menempatkan telurnya pada
kotoran manusia yang terbuka, kemudian lalat hinggap di kotoran dan
makanan manusia (Soeparman dan Suparmin, 2003). Penyakit yang
dapat ditimbulkan antara lain tifoid, paratifoid, diare, kolera, penyakit
cacing, hepatitis viral, dan beberapa penyakit infeksi gastrointestinal
lain, serta infeksi parasit lain (Chandra, 2006).
Sarana sanitasi, perilaku hidup bersih sehat (PHBS) memiliki
hubungan yang erat dengan kejadian diare. Perilaku mencuci tangan
sebelum makan, sebelum memberi makan bayi dan juga setelah buang
air besar menjadi faktor dalam memutus rantai penularan penyakit diare.
Perilaku membuang kotoran (tinja) pada tempatnya (jamban) juga sangat
berpengaruh dalam mencegah penularan penyakit diare.(Sipri, 2009).
Ada empat perilaku BAB yang diteliti jika masing-masing perilaku
tersebut dihubungkan dengan kejadian diare maka didapatkan hasil
sebagai berikut:
20 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016

a. Kepemilikan jamban berhubungan dengan kejadian diare.


Tabel 4.8 Kepemilikan jamban berhubungan dengan kejadian diare

Perilaku Diare (%)


Kepemilikan jamban
Ya 16,3%
Tidak 19,4%

Berdasarkan tabel 4.8 menunjukkan bahwa 16,3% responden


yang memiliki jamban mengalami diare dan responden yang tidak
memiliki jamban mengalami diare sebanyak 19,4%.

b. Penggunaan jamban berhubungan dengan diare.


Tabel 4.9 Penggunaan jamban berhubungan dengan diare.

Perilaku Diare (%)


Penggunaan jamban
Ya 16,3%
Tidak 19,4%

Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa 16,3% responden


menggunakan jamban untuk BAB mengalami diare dan responden
yang tidak menggunakan jamban untuk BAB mengalami diare
sebanyak 19,4%. Dapat dilihat bahwa tempat pembuangan tinja
mempengaruhi terjadinya diare atau suatu penyakit, menurut
Soeparman dan Suparmin (2003) tinja yang dibuang di tempat
terbuka dapat digunakan oleh lalat yang berperan dalam penularan
penyakit melalui tinja (faecal borne disease), lalat senang
menempatkan telurnya pada kotoran manusia yang terbuka,
kemudian lalat hinggap di kotoran dan makanan manusia

c. Cuci tangan dengan sabun setelah BAB berhubungan dengan diare.


Tabel 4.10 Cuci tangan dengan sabun setelah BAB berhubungan
dengan diare

Perilaku Diare (%)


Cuci tangan dengan sabun
Ya 30,6%
Tidak 4,1%

Berdasarkan table 4.10 menunjukkan bahwa 30,6% responden


cuci tangan dengan sabun setelah BAB mengalami diare dan
responden yang tidak cuci tangan dengan sabun setelah BAB
Ambar Winarti, Suci Nurmalasari, Hubungan Perilaku . 21

mengalami diare sebanyak 4,1 %. Kesimpulannya bahwa responden


yang cuci tangan angka kejadian diare lebih tinggi dari pada
responden yang tidak cuci tangan. Hal ini tidak sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh aksi terpadu Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM), yang menyatakan bahwa cuci tangan dengan
sabun dapat menurunkan angka kejadian diare. Dapat disimpulkan
bahwa dengan melakukan cuci tangan yang benar bukan berarti
kuman yang membawa penyakit dapat mati karena kebiasaan cuci
tangan setiap individu berbeda-beda, ada individu cuci tangan yang
penting tangannya basah dan sudah terlihat bersih sehingga masih
dapat menyebabkan kejadian diare.
d. Mengeringkan setelah cuci tangan berhubungan dengan diare.
Tabel 4.11 Mengeringkan setelah cuci tangan berhubungan dengan
diare
Perilaku Diare (%)
Mengeringkan tangan
Ya 20,4%
Tidak 14,3%
Berdasarkan table 4.11 menunjukkan 20,4% responden
mengeringkan tangan mengalami diare dan yang tidak mengeringkan
tangan mengalami diare sebanyak 14,3%. Kesimpulannya bahwa
responden yang mengeringkan setelah cuci tangan angka kejadian
diare lebih tinggi dari pada responden yang tidak mengeringkan
setelah cuci tangan. Beberapa menyebutkan alat pengering (hand
dryer atau handuk) membuat bakteri lebih dapat berkembang biak
karena membuat tangan menjadi hangat, kondisi ini disukai bakteri.
Penelitian lain juga mengatakan tisu toilet juga tidak bersih karena
sudah terkontaminasi oleh bakteri (Kompas, 2000)

IV. SIMPULAN DAN SARAN


4.1 SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kejadian diare di Desa Krajan Kecamatan Jatinom sebanyak 36,7%
responden.
2. Masyarakat Desa Krajan Kecamatan Jatinom sebanyak 34,7%
responden masih berperilaku salah dalam BAB
3. Ada hubungan antara perilaku BAB dengan kejadian diare di Desa
Krajan Kecamatan Jatinom
22 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016

4.2 SARAN

1. Bagi Institusi terkait (Puskesmas, Dinas Kesehatan)


Hendaknya petugas kesehatan melakukan penyuluhan atau
pendidikan kesehatan untuk memotivasi masyarakat dalam
berperilaku BAB yang benar.

2. Masyarakat desa Krajan


Merubah kebiasaan BAB sembarangan menjadi PHBS agar kejadian
diare di Desa Krajan dapat terhindari.

3. Bagi peneliti lain


Melakukan penelitian yang serupa dengan menambahkan instrument
yang lain ( misalnya observasi) ,untuk memperoleh data yang lebih
lengkap dan memperkuat hasil penelitian.
Ambar Winarti, Suci Nurmalasari, Hubungan Perilaku . 23

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W 2005. Faktor Resiko Diare Pada Bayi dan Balita di Indonesia.
journal.ui.ac.id/upload/artikel/0. Diakses 4 April 2010.
Afriani, E. 2008. Hubungan Antara Penggunaan Sumber Air dan Kebiasaan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Dengan Kejadian Diare di Desa
Sawahan Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali. Surakarta: Ilmu
Kesehatan Masyarakat FK UMS (Skripsi). Tidak diterbitkan.
Annjar, P. 2009. Hubungan Antar Faktor Lingkungan dan Sosiodemografi
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan
Sambirejo Kabupaten Sragen. Surakarta: Ilmu Kesehatan Masyarakat
FK UMS (Skripsi). Tidak diterbitkan.
Ari Purwanti, 2008. Hubungan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Pada Tatanan
Rumah Tangga Terhadap Kejadian Diare Di Masyarakat Dusun Watu
Desa Panjangrejo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul. Yogyakarta:
Ilmu Keperawatan FK UGM (Skripsi). Tidak diterbitkan.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi ke IV,
PT Rineka Cipta. Jakarta
Daud, R. 2009. Hubungan Antara Tingkat Pendidikan, Pendapatan Dan Perilaku
Masyarakat Dengan Kualitas Sanitasi Lingkungan Di Pesisir Pantai
Desa Huangobotu Kecamatan Kabila Kabupaten Gorontalo. [Tesis]
Yogyakarta:UGM.
Dinkes Aceh,2009. Pengembangan Kota Sehat Untuk Mengatasi Masalah
Urbanisasi. http:// dinkes.acehprov.go.id
Dikirismanto, 2009. Penyakit Diare. Media penunjang medis.
dikirismanto.com/penyakit-diare.html -49k, Diakses 8 april 2010.
Eka, S. 2004. Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. http://www.esp.or.id/stbm.
Diakses 28 Mei 2010. Faturahman dan Mollo. 1995. Kemiskinan dan
Kependudukan di Pedesaan Jawa: Analisis Data Suseno 1992. Pusat
Penelitian Kependudukan. Yogyakarta: UGM.
Goodman, A. 2001. The Economics of Health And Health Care. Third
edition.New Jersey: Upper Saddle River.
Harvey, P.2002. Emergency Sanitation : Assessment and Programme Design.
http://helid.desastres.net/en/d/Js2669e/6.html. Diakses 2 Mei 2010.
24 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 7, No. 12, Juni 2016

Hidayat Aziz Aimul, 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan


Ilmiah.Jakarta:Medika Salemba.
Machfoed. 2005. Perilaku Sehat Dalam Prinsip-prinsip Kesehatan. Yogyakarta:
UGM.
Mansjoer A, Suoroha ita, Wardhani W, Setiawula W, 2000. 470-476. Kapita
selekta kedokteran, edisi 3. Jakarta: Media aresculapius.
Mubarok, W.I, Chayatin. N, Rozikin, K., Supradi. 2007. Promosi Kesehatan.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta
. 2003. Metedologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta
.2003. Pendidikan & Perilaku Kesehatan. PT Rineka Cipta.
Jakarta
____________. 2005. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset
____________. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT.
Rineka
Nur, H. 2010. http://gemari.or.id/file/edisi111/gemari11120.pdf. Diakses 28 juni
2010.
Nursalam, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Medika Salemba
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan.Profil Kesehatan Jawa
Tengah tahun 2003.www.dinkesjatengprov.go.id/bab 4.htm
Pusat Bahasa, 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php. Diakses 2 Mei 2010.
Pemerintah Propinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan.Profil Kesehatan Jawa
Tengah tahun 2003.www.dinkesjatengprov.go.id/bab 4.htm
Republika, 2009. 80 Juta Orang Buang Air Besar Sembarangan.
genenetto.blogspot.com/2009/05/80-juta-orang-buang-air-besar.html -
233k. Diakses 8 April 2010.
Simons-Morton B.G., Greene, W.H. and Gottlieb, N.H. 1995. Introduction to
Health Education and Health Promotion. Second edition. Waveland
Press, Inc. Illinois, USA
Ambar Winarti, Suci Nurmalasari, Hubungan Perilaku . 25

Sipri, 2009. Sanitasi Perilaku dan Diare.


http://lilibaonline.blogspot.com/2009/10/sanitasa-perilaku-dan-
diare.html. Diakses 28 Mei 2010.
Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret
Press.
Soemirat, J., 2002. Kesehatan Lingkungan, cetakan kelima. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Sudigdo Sastroasmoro, 2008. Dasar-dasar Metedologi Penelitian Klinis. Sagung
Seto. Jakarta.
Sudjarwo, 2006. Gerakan Membebaskan Desa dari Perilaku BAB di sembarang
tempat.
www.wslic2.or.id/admin/mod_collection/.../sungai%20lundang.doc,
Diakses 2 Mei 2010
Sugiyono, 2006. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: IKAPI
Suharyono, 2008. Diare Akut. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Sunoto, 2003. Buku Ajar Diare. Depkes RI. Jakarta.
Syamsuddin, 2006. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku
Pemanfaatan Jamban Keluarga Di Kecamatan Mutiara Kabupaten
Pidie Provinsi NAD. Yogyakarta: Ilmu Kesehatan Masyarakat FK UGM
(Tesis). Tidak diterbitkan.
Titie, 2009. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Aspek Hygiene dan Sanitasi.
pamsimas.org/index.php?option:com.phocadownload. Diakses 8 April
2010.
Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004.
Widjaja, 2002. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan
Pustaka.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis: Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasannya. Semarang: Penerbit Erlangga
Widyastuti, P., (ed). 2005. Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai