PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
harus menjadi perhatian khusus untuk pemerintah, dan bahkan menjadi salah
satu hal yang juga patut menjadi perhatian kita bersama.
Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah
B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Banyak hal yang yang sebelumnya
perlu diketahui agar dalam penanggulangan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun tersebut menjadi tepat dan bukannya malah menambahkan masalah
pada limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut. Untuk itu pengenalan
secara umum mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut
sangatlah penting, baik dari segi penanggulangannya pada suatu tempat secara
luas ataupun secara khusus, mengetahui klasifikasi didalam limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun tersebut,mengidentifikasi limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun tersebut, serat hal-hal lain yang menjadi pendukung dalam
mengenal limbah B3 tersebut.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penulisan
Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian tersebut adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian limbah B3.
2. Untuk mengetahui tentang identifikasi limbah B3.
3. Untuk mengetahui proses pengelolaan limbah B3.
D. Manfaat penulisan
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Agar kita dapat mengetahui tentang pengertian limbah B3.
2
2. Agar kita dapat mengetahui tentang identifikasi limbah B3.
3. Agar kita dapat mengetahui tentang cara pengelolaan limbah B3.
E. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup materi yang akan dipaparkan dalam paper ini
adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Limbah B3.
2. Identifikasi limbah B3.
3. Pengelolaan Limbah B3.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
Limbah B3 juga dapat dihasilkan dari berbagai sumber dengan laju
timbulan rendah, seperti industri dry clener, bengkel, proses cuci cetak film.
Jenis penghasil limbah semacam ini yang memproduksi limbah lebih kecil
dari 1 ton/bulan dikategorikan sebagai peghasil limbah B3 skala kecil.
Limbah B3 dari penghasil berskala kecil dapat menyebabkan
terjadinya bahaya besar apabila tidak dikelola dengan benar. Limbah B3 dari
penghasil skala kecil biasanya dibuang ke TPA sampah kota, ke badan air, ke
saluran drainase serta ke bukan tempat pengolahan dan pembuangan khusus
limbah B3 (Trihadiningrum, 2011).
Menurut Muliartha, dkk (2012), Limbah yang dihasilkan dari usaha
perbengkelan juga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air, tanah
maupun udara disekitar apabila tidakdikelola dengan benar. Limbah B3 yang
dihasilkan dari usaha bengkel antara lain : limbah padat dan limbah cair.
Limbah B3 padat meliputi limbah logam yang dihasikan dari kegiatan usaha
perbengkelan seperti skrup, potongan logam, lap kain yang terkontaminasi
oleh pelumas bekas maupun pelarut bekas. Sedangkan limbah cair meliputi oli
bekas, pelarut atau pembersih, H2SO4 dari aki bekas.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena
sifat dan/atau Konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan
dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga,
industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa
gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang
bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (Limbah B3).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun
5
tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain
adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi
karena rusak, misalnya sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas
kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Suatu bahan
yang termasuk limbah B3 dapat diketahui secara pasti melalui uji dengan
toksilogi. uji toksikologi limbah dilakukan melalui 2 tahap, yaitu LD50 untuk
menentukan sifat akut limbah dan penentuan sifat kronis. Selain itu, bahan
juga dapat dikategorikan limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik limbah B3.
2. Berdasarkan karakteristik
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari
PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
Mudah meledak
diartikan sebagai limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat
6
dapat merusak lingkungan. Contohnya tangki elpiji bila pada suhu dan
tekanan yang tinggi akan meledak.
Mudah terbakar
Limbah yang bila berdekatan dengan api,percikan api, gesekan atau
sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah
menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama. Contoh : cat akan
menyala ketika kontak dengan api karena mnegandung alkohol < 24%
volume dan atau pada < 600 C.
Bersifat reaktif
Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam
suhu tinggi. Contoh : tabung gas mudah meledak atau bereaksi pada suhu
atau tekanan 250C 760 mmHg.
Beracun
Limbah yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun
sehingga dapat menimbulkan kematian. Contoh : herbisida dan pupuk
kimia bila dikonsumsi manusia akan menyebabkan keracunan bahkan bila
dalam jumlah banyak dapat menimbulkan kematian.
Menyebabkan infeksi
Limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang
mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi. Contoh : jarum
suntik bekas untuk menyuntik pasien apabila digunakan kembali karena
dapat menularkan penyakit, misalnya penularan penyakit HIV/AIDS.
Bersifat korosif.
Limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja,
yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah bersifat asam
dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat biasa. Contoh : aki mobil
menyebabkan pengkaratan pada lempeng besi dan baja.
7
C. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.
Keberadaan B3 yang berdampak negatif bagi lingkungan inilah yang
melatarbelakangi perlunya payung hukum dalam hal pengelolaan limbah B3,
hal ini ditambah lagi dengan fakta bahwa Indonesia telah menjadi salah negara
tempat pembuangan limbah B3 dari negara lain (Agustina,2012).
Pengelolaan limbah B3 adalah hal yang penting dan dan harus
dilakukan oleh setiap industri yang menghasilkannya. Dalam pengelolaan
limbah B3 ini, prinsip pengelolaan dilakukan secara khusus yaitu from cradle
to grave. Pengertian from cradle to grave sendiri adalah pencegahan
pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai
dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan,
ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur).
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan
dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan
pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan
limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH
juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan
Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
8
b) jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
a) Daerah bebas banjir;
b) jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan
lainnya;
c) jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum
minimum 300 m;
d) jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300
m;
e) dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung)
minimum 300 m.
Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
a) sistem kemanan fasilitas;
b) sistem pencegahan terhadap kebakaran;
c) sistem pencegahan terhadap kebakaran;
d) sistem penanggulangan keadaan darurat;
e) sistem pengujian peralatan;
f) dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis
limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun
berdampak besar terhadap lingkungan.
9
2. Pengelolaan Limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik
dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat
dilakukan dengan proses sbb:
a) Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi
- Pengolahan secara kimia
Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umum
dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi. Stabilisasi/ solidifikasi adalah
proses mengubah bentuk fisik dan/atau senyawa kimia dengan
menambahkan bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu untuk
memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya
racun limbah, sebelum dibuang. Definisi stabilisasi adalah proses
pencampuran limbah dengan bahan tambahan dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan
aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering
dianggap mempunyai arti yang sama. Contoh bahan yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur,
dan bahan termoplastik.
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup
tinggi, maka logam dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan
pengendapan menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan
larutan kapur (Ca(OH)2) atau natrium hidroksida (NaOH) dengan
memperhatikan kondisi pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal
akan terjadi pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut
mempunyai nilai kelarutan minimum. Pengendapan bahan tersuspensi
yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar
terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat
diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan
10
dengan membubuhkan larutan alkali misalnya air kapur, sehingga
terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan
hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air >
10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3],
terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan
cara menambahkan senyawa kimia tertentu yang larut dan dapat
menyebabkan terbentuknya padatan. Dalam pengolahan air limbah,
presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sufat,
fluoride, dan fosfat. Senyawa kimia yang biasa digunakan adalah lime,
dikombinasikan dengan kalsium klorida, magnesium klorida,
alumunium klorida, dan garam garam besi. Adanya complexing
agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat
terjadi. Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan
sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan
penambahan garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang
memiliki karakteristik pengendapan yang baik. Pengendapan fosfat,
terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk mencegah
eutrophication dari permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu penambahan slaked lime,
garam besi, atau garam alumunium.
Koagulasi dan Flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan
tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami
padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Proses koagulasi dan
flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid
yang sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan
yang dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan.
11
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat
menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh
polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan
konsentrasi. Pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada
effluent, meningkatkan jumlah lumpur sehingga memerlukan bahan
kimia tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.
12
terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali
air buangan tersebut.
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut
yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut terpisah dan dapat
diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut yang
memiliki titik didih yang berbeda dengan senyawa lainnya.
Metode insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk
memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran
perlu dilakukan pengendalian agar gas beracun hasil pembakaran tidak
mencemari udara. Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk
menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi
senyawa yang tidak mengandung B3. Insinerator adalah alat untuk
membakar sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang
perlu syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat.
Ukuran, desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan
dengan karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator
dilengkapi dengan alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi
standar emisi.
Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar
90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini bukan solusi terakhir
dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas
yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam
bentuk panas.
Kelebihan metode pembakaran adalah metode ini merupakan
metode hemat uang di bidang transportasi dan tidak menghasilkan
jejak karbon yang dihasilkan transport seperti pembuangan darat.
Menghilangkan 10% dari jumlah limbah cukup banyak membantu
mengurangi beban tekanan pada tanah. Rencana pembakaran waste-
to-energy (WTE) juga memberikan keuntungan yang besar dimana
limbah normal maupun limbah B3 yang dibakar mampu menghasilkan
13
listrik yang dapat berkontribusi pada penghematan ongkos.
Pembakaran 250 ton limbah per hari dapat memproduksi 6.5
megawatt listrik sehari (berharga $3 juta per tahun).
Kerugian metode pembakaran adalah adanya biaya tambahan
dalam pembangunan instalasi pembakaran limbah. Selain itu
pembakaran limbah juga menghasilkan emisi gas yang memberikan
efek rumah kaca. Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai
kandungan energi atau heating value limbah. Selain menentukan
kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang
dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling
umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln,
multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua
jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat
tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
14
makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-
senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam ekosistem.
15
untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau.
Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara
penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill
merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih ada
kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka
panjang karena limbah akan semakin menumpuk.
Chemical Conditioning
16
a Concentration thickening
17
18
d Disposal
Solidification/Stabilization
3 Precipitation
19
5 Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat.
Incineration
20
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single
chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.
21
22
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Agar lingkungan hidup tetap terjaga kelestariannya dan untuk
mencegah atau menanggulangi pencemaran lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 perlu diperhatikan cara pengolahannya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Bapedal. 1995. Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995 tentang tata cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Hidup, Jakarta, Indonesia.
24
Watts, R. J. 1997. Hazardous Waste Sources, Pathways, Receptor. New York :
John wiley & sons, inc.
25