Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini makin banyak limbah-limbah dari pabrik,rumah


tangga,perusahaan, kantor-kantor, sekolah dan sebagainya yang beripa
cair,padat bahkan berupa zat gas dan semuanya itu berbahaya bagi kehidupan
kita.tetapi ada limbah yang lebih berbahaya lagi yang disebut dengan limbah
B3(bahan berbahaya dan beracun). Hal tersebut sebenarnya bukan merupakan
masalah kecil dan sepele,karena apabila limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (B3) tersebut dibiarkan ataupun dianggap sepele penanganannya atau
bahkan melakukan penanganan yang salah dalam menanganani limbah B3
tersebut, maka dampak yang luas dari Limbah Bahan Berbahaya dan beracun
tersebut akan semakin meluas,bahkan dampaknyapun akan sangat dirasakan
bagi lingkungan sekitar kita, dan tentu saja dampak tersebut akan menjurus
pada kehidupan makhluk hidup baik dampak yang akan dirasakan dalam
jangka pendek ataupun dampak yang akan dirasakan dalam jangka panjang
dimasa yang akan datang dan kita tidak akan tahu seberapa parah kelak
dampak tersebut akan terjadi,namun seperti kata pepatah Lebih Baik
Mencegah Daripada Mengobati ,hal tersebut menjadi salah satu aspek
pendorong bagi kita semua agar lebih berupaya mencegah dampak dari limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut, ketimbang menyaksikan dampak dari
limbah B3 tersebut telah terjadi dihadapan kita,dan kita semakin sulit untuk
menanggulanginya.
Secara garis besar ,hal tersebut menjadi salah satu patokan bagi kita,
bahwa segala sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab kita bersama
untuk menanggulanginya, khususnya pada masalah limbah Bahan Berbahaya
dan(B3) Beracun tersebut. Dan yang menjadi permasalahannya sekarang
adalah bagaimana cara mengatasi ataupun menanggulangi limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun(B3) tersebut merupakan sesuatu yang sebenarnya

1
harus menjadi perhatian khusus untuk pemerintah, dan bahkan menjadi salah
satu hal yang juga patut menjadi perhatian kita bersama.
Dalam pengelolaan limbah B3, identifikasi dan karakteristik limbah
B3 adalah hal yang penting dan mendasar. Banyak hal yang yang sebelumnya
perlu diketahui agar dalam penanggulangan limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun tersebut menjadi tepat dan bukannya malah menambahkan masalah
pada limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut. Untuk itu pengenalan
secara umum mengenai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun tersebut
sangatlah penting, baik dari segi penanggulangannya pada suatu tempat secara
luas ataupun secara khusus, mengetahui klasifikasi didalam limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun tersebut,mengidentifikasi limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun tersebut, serat hal-hal lain yang menjadi pendukung dalam
mengenal limbah B3 tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan


sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengertian Limbah B3 ?
2. Bagaimanakah identifikasi limbah B3 ?
3. Bagaimanakah proses pengelolaan limbah B3 ?

C. Tujuan penulisan
Sesuai dengan permasalahan diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian tersebut adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian limbah B3.
2. Untuk mengetahui tentang identifikasi limbah B3.
3. Untuk mengetahui proses pengelolaan limbah B3.

D. Manfaat penulisan
Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Agar kita dapat mengetahui tentang pengertian limbah B3.

2
2. Agar kita dapat mengetahui tentang identifikasi limbah B3.
3. Agar kita dapat mengetahui tentang cara pengelolaan limbah B3.

E. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup materi yang akan dipaparkan dalam paper ini
adalah sebagai berikut :
1. Pengertian Limbah B3.
2. Identifikasi limbah B3.
3. Pengelolaan Limbah B3.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi


baik industri maupun domestik (rumah tangga). Di mana masyarakat
bermukim, di sanalah berbagai jenis limbah akan dihasilkan. Ada sampah, ada
air kakus (black water), dan ada air buangan dari berbagai aktivitas domestik
lainnya (grey water).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.18 tahun 1999 dijelaskan bahwa
limbah bahan beracun dan berbahaya (limbah B3) adalah sisa suatu usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat konsentrasinya atau jumlahnya yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemari lingkungan hidup dan membahayakan
lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk
hidup yang lain.
Pengertian ini selaras dengan pengertian limbah B3 sebagaimana yang
tercantum dalam UU No.32 Tahun 2009 Pasal 1 angka 21 yang menyatakan
bahwa :
Bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah
zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan
dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Menurut Watts (2011), limbah B3 didefinisikan sebagai limbah padat
atau kombinasi dari limbah padat yang karena jumlah, konsentrasinya, sifat
fisik, kimia maupun yang bersifat infeksi yang dapat menyebabkan kematian
dan penyakit yang tidak dapat pulih, yang substansinya dapat membahayakan
bagi kesehatan manusia atau lingkungan dikarenakan pengelolaan yang tidak
tepat, baik itu penyimpanan, tansport, ataupun dalam pembuangannya.

4
Limbah B3 juga dapat dihasilkan dari berbagai sumber dengan laju
timbulan rendah, seperti industri dry clener, bengkel, proses cuci cetak film.
Jenis penghasil limbah semacam ini yang memproduksi limbah lebih kecil
dari 1 ton/bulan dikategorikan sebagai peghasil limbah B3 skala kecil.
Limbah B3 dari penghasil berskala kecil dapat menyebabkan
terjadinya bahaya besar apabila tidak dikelola dengan benar. Limbah B3 dari
penghasil skala kecil biasanya dibuang ke TPA sampah kota, ke badan air, ke
saluran drainase serta ke bukan tempat pengolahan dan pembuangan khusus
limbah B3 (Trihadiningrum, 2011).
Menurut Muliartha, dkk (2012), Limbah yang dihasilkan dari usaha
perbengkelan juga dapat menyebabkan pencemaran terhadap air, tanah
maupun udara disekitar apabila tidakdikelola dengan benar. Limbah B3 yang
dihasilkan dari usaha bengkel antara lain : limbah padat dan limbah cair.
Limbah B3 padat meliputi limbah logam yang dihasikan dari kegiatan usaha
perbengkelan seperti skrup, potongan logam, lap kain yang terkontaminasi
oleh pelumas bekas maupun pelarut bekas. Sedangkan limbah cair meliputi oli
bekas, pelarut atau pembersih, H2SO4 dari aki bekas.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena
sifat dan/atau Konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan
hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.
Secara umum yang disebut limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan
dari suatu kegiatan dan proses produksi, baik pada skala rumah tangga,
industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah tersebut dapat berupa
gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini ada yang
bersifat beracun atau berbahaya dan dikenal sebagai limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (Limbah B3).
Suatu limbah digolongkan sebagai limbah B3 bila mengandung bahan
berbahaya atau beracun yang sifat dan konsentrasinya, baik langsung maupun

5
tidak langsung, dapat merusak atau mencemarkan lingkungan hidup atau
membahayakan kesehatan manusia.Yang termasuk limbah B3 antara lain
adalah bahan baku yang berbahaya dan beracun yang tidak digunakan lagi
karena rusak, misalnya sisa kemasan, tumpahan, sisa proses, dan oli bekas
kapal yang memerlukan penanganan dan pengolahan khusus. Suatu bahan
yang termasuk limbah B3 dapat diketahui secara pasti melalui uji dengan
toksilogi. uji toksikologi limbah dilakukan melalui 2 tahap, yaitu LD50 untuk
menentukan sifat akut limbah dan penentuan sifat kronis. Selain itu, bahan
juga dapat dikategorikan limbah B3 bila memiliki salah satu atau lebih
karakteristik limbah B3.

B. Identifikasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)

Pengidentifikasian limbah B3 digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori,


yaitu:
1. Berdasarkan sumber
Limbah B3 dari sumber spesifik
Limbah B3 sisa proses suatu industri atau kegiatan yang secara
spesifik dapat ditentukan berdasarkan kajian ilmiah.
Limbah B3 dari sumber tidak spesifik
Berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan
pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi, pelarut kerak,
pengemasan, dll.
Bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, sisa kemasan, buangan produk
yang tidak memenuhi spesifikasi.

2. Berdasarkan karakteristik
Karakteristik limbah B3 ini mengalami pertambahan lebih banyak dari
PP No. 18 tahun 1999 yang hanya mencantumkan 6 (enam) kriteria, yaitu:
Mudah meledak
diartikan sebagai limbah yang melalui reaksi kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat

6
dapat merusak lingkungan. Contohnya tangki elpiji bila pada suhu dan
tekanan yang tinggi akan meledak.
Mudah terbakar
Limbah yang bila berdekatan dengan api,percikan api, gesekan atau
sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan bila telah
menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama. Contoh : cat akan
menyala ketika kontak dengan api karena mnegandung alkohol < 24%
volume dan atau pada < 600 C.
Bersifat reaktif
Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau
menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam
suhu tinggi. Contoh : tabung gas mudah meledak atau bereaksi pada suhu
atau tekanan 250C 760 mmHg.
Beracun
Limbah yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun
sehingga dapat menimbulkan kematian. Contoh : herbisida dan pupuk
kimia bila dikonsumsi manusia akan menyebabkan keracunan bahkan bila
dalam jumlah banyak dapat menimbulkan kematian.
Menyebabkan infeksi
Limbah laboratorium yang terinfeksi penyakit atau limbah yang
mengandung kuman penyakit, seperti bagian tubuh manusia yang
diamputasi dan cairan tubuh manusia yang terkena infeksi. Contoh : jarum
suntik bekas untuk menyuntik pasien apabila digunakan kembali karena
dapat menularkan penyakit, misalnya penularan penyakit HIV/AIDS.
Bersifat korosif.
Limbah yang menyebabkan iritasi pada kulit atau mengkorosikan baja,
yaitu memiliki pH sama atau kurang dari 2,0 untuk limbah bersifat asam
dan lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat biasa. Contoh : aki mobil
menyebabkan pengkaratan pada lempeng besi dan baja.

7
C. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan pengumpulan,
pengangkutan, pemanfatan, pengolahan dan penimbunan.
Keberadaan B3 yang berdampak negatif bagi lingkungan inilah yang
melatarbelakangi perlunya payung hukum dalam hal pengelolaan limbah B3,
hal ini ditambah lagi dengan fakta bahwa Indonesia telah menjadi salah negara
tempat pembuangan limbah B3 dari negara lain (Agustina,2012).
Pengelolaan limbah B3 adalah hal yang penting dan dan harus
dilakukan oleh setiap industri yang menghasilkannya. Dalam pengelolaan
limbah B3 ini, prinsip pengelolaan dilakukan secara khusus yaitu from cradle
to grave. Pengertian from cradle to grave sendiri adalah pencegahan
pencemaran yang dilakukan dari sejak dihasilkannya limbah B3 sampai
dengan di timbun / dikubur (dihasilkan, dikemas, digudangkan / penyimpanan,
ditransportasikan, di daur ulang, diolah, dan ditimbun / dikubur).
Setiap kegiatan pengelolaan limbah B3 harus mendapatkan perizinan
dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan setiap aktivitas tahapan
pengelolaan limbah B3 harus dilaporkan ke KLH. Untuk aktivitas pengelolaan
limbah B3 di daerah, aktivitas kegiatan pengelolaan selain dilaporkan ke KLH
juga ditembuskan ke Bapedalda setempat.
Pengolahan limbah B3 mengacu kepada Keputusan Kepala Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Nomor Kep-
03/BAPEDAL/09/1995 tertanggal 5 September 1995 tentang Persyaratan
Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

1. Syarat Pengolahan Limbah B3


Pengolahan limbah B3 harus memenuhi persyaratan:
Lokasi pengolahan
Pengolahan B3 dapat dilakukan di dalam lokasi penghasil limbah
atau di luar lokasi penghasil limbah. Syarat lokasi pengolahan di dalam
area penghasil harus:
a) Daerah bebas banjir;

8
b) jarak dengan fasilitas umum minimum 50 meter;
Syarat lokasi pengolahan di luar area penghasil harus:
a) Daerah bebas banjir;
b) jarak dengan jalan utama/tol minimum 150 m atau 50 m untuk jalan
lainnya;
c) jarak dengan daerah beraktivitas penduduk dan aktivitas umum
minimum 300 m;
d) jarak dengan wilayah perairan dan sumur penduduk minimum 300
m;
e) dan jarak dengan wilayah terlindungi (spt: cagar alam,hutan lindung)
minimum 300 m.

Fasilitas pengolahan
Fasilitas pengolahan harus menerapkan sistem operasi, meliputi:
a) sistem kemanan fasilitas;
b) sistem pencegahan terhadap kebakaran;
c) sistem pencegahan terhadap kebakaran;
d) sistem penanggulangan keadaan darurat;
e) sistem pengujian peralatan;
f) dan pelatihan karyawan.
Keseluruhan sistem tersebut harus terintegrasi dan menjadi bagian
yang tak terpisahkan dalam pengolahan limbah B3 mengingat jenis
limbah yang ditangani adalah limbah yang dalam volume kecil pun
berdampak besar terhadap lingkungan.

Penanganan limbah B3 sebelum diolah


Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis
kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan
limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah
dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut
sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah.

9
2. Pengelolaan Limbah B3
Jenis perlakuan terhadap limbah B3 tergantung dari karakteristik
dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat
dilakukan dengan proses sbb:
a) Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi
- Pengolahan secara kimia
Proses pengolahan limbah B3 secara kimia yang umum
dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi. Stabilisasi/ solidifikasi adalah
proses mengubah bentuk fisik dan/atau senyawa kimia dengan
menambahkan bahan pengikat atau zat pereaksi tertentu untuk
memperkecil/membatasi kelarutan, pergerakan, atau penyebaran daya
racun limbah, sebelum dibuang. Definisi stabilisasi adalah proses
pencampuran limbah dengan bahan tambahan dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Solidifikasi didefinisikan
sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan
aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering
dianggap mempunyai arti yang sama. Contoh bahan yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur,
dan bahan termoplastik.
Apabila konsentrasi logam berat di dalam air limbah cukup
tinggi, maka logam dapat dipisahkan dari limbah dengan jalan
pengendapan menjadi bentuk hidroksidanya. Hal ini dilakukan dengan
larutan kapur (Ca(OH)2) atau natrium hidroksida (NaOH) dengan
memperhatikan kondisi pH akhir dari larutan. Pengendapan optimal
akan terjadi pada kondisi pH dimana hidroksida logam tersebut
mempunyai nilai kelarutan minimum. Pengendapan bahan tersuspensi
yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang
mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan koloidnya agar
terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat
diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan

10
dengan membubuhkan larutan alkali misalnya air kapur, sehingga
terbentuk endapan hidroksida logam-logam tersebut atau endapan
hidroksiapatit. Endapan logam tersebut akan lebih stabil jika pH air >
10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5. Khusus untuk krom
heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida [Cr(OH)3],
terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan
membubuhkan reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut dengan
cara menambahkan senyawa kimia tertentu yang larut dan dapat
menyebabkan terbentuknya padatan. Dalam pengolahan air limbah,
presipitasi digunakan untuk menghilangkan logam berat, sufat,
fluoride, dan fosfat. Senyawa kimia yang biasa digunakan adalah lime,
dikombinasikan dengan kalsium klorida, magnesium klorida,
alumunium klorida, dan garam garam besi. Adanya complexing
agent, misalnya NTA (Nitrilo Triacetic Acid) atau EDTA (Ethylene
Diamine Tetraacetic Acid), menyebabkan presipitasi tidak dapat
terjadi. Oleh karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan
sebelum proses presipitasi akhir dari seluruh aliran, dengan
penambahan garam besi dan polimer khusus atau gugus sulfida yang
memiliki karakteristik pengendapan yang baik. Pengendapan fosfat,
terutama pada limbah domestik, dilakukan untuk mencegah
eutrophication dari permukaan. Presipitasi fosfat dari sewage dapat
dilakukan dengan beberapa metode, yaitu penambahan slaked lime,
garam besi, atau garam alumunium.
Koagulasi dan Flokulasi digunakan untuk memisahkan padatan
tersuspensi dari cairan jika kecepatan pengendapan secara alami
padatan tersebut lambat atau tidak efisien. Proses koagulasi dan
flokulasi adalah konversi dari polutan-polutan yang tersuspensi koloid
yang sangat halus didalam air limbah, menjadi gumpalan-gumpalan
yang dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan.

11
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat
menangani hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh
polutan yang beracun atau toksik, dan tidak tergantung pada perubahan
konsentrasi. Pengolahan kimia dapat meningkatkan jumlah garam pada
effluent, meningkatkan jumlah lumpur sehingga memerlukan bahan
kimia tambahan akibatnya biaya pengolahan menjadi mahal.

- Pengolahan secara fisik


Sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,
dilakukan penyisihan terhadap bahan-bahan tersuspensi berukuran
besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung.
Penyaringan atau screening merupakan cara yang efisien dan murah
untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan
tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah
dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk
proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan
waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-
bahan yang mengapung seperti minyak dan lemak agar tidak
mengganggu proses pengolahan berikutnya. Flotasi juga dapat
digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening)
dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Proses filtrasi di dalam pengolahan air buangan, biasanya
dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses reverse
osmosis-nya, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak
mungkin partikel tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu
proses adsorbsi atau menyumbat membran yang dipergunakan dalam
proses osmosa.
Proses adsorbsi, biasanya dengan karbon aktif, dilakukan untuk
menyisihkan senyawa aromatik misalnya fenol dan senyawa organik

12
terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk menggunakan kembali
air buangan tersebut.
Evaporasi pada umumnya dilakukan untuk menguapkan pelarut
yang tercampur dalam limbah, sehingga pelarut terpisah dan dapat
diisolasi kembali. Evaporasi didasarkan pada sifat pelarut yang
memiliki titik didih yang berbeda dengan senyawa lainnya.
Metode insinerasi atau pembakaran dapat diterapkan untuk
memperkecil volume limbah B3. Namun saat melakukan pembakaran
perlu dilakukan pengendalian agar gas beracun hasil pembakaran tidak
mencemari udara. Pengolahan secara insinerasi bertujuan untuk
menghancurkan senyawa B3 yang terkandung di dalamnya menjadi
senyawa yang tidak mengandung B3. Insinerator adalah alat untuk
membakar sampah padat, terutama untuk mengolah limbah B3 yang
perlu syarat teknis pengolahan dan hasil olahan yang sangat ketat.
Ukuran, desain dan spesifikasi insinerator yang digunakan disesuaikan
dengan karakteristik dan jumlah limbah yang akan diolah. Insinerator
dilengkapi dengan alat pencegah pencemar udara untuk memenuhi
standar emisi.
Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar
90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini bukan solusi terakhir
dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya
memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas
yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam
bentuk panas.
Kelebihan metode pembakaran adalah metode ini merupakan
metode hemat uang di bidang transportasi dan tidak menghasilkan
jejak karbon yang dihasilkan transport seperti pembuangan darat.
Menghilangkan 10% dari jumlah limbah cukup banyak membantu
mengurangi beban tekanan pada tanah. Rencana pembakaran waste-
to-energy (WTE) juga memberikan keuntungan yang besar dimana
limbah normal maupun limbah B3 yang dibakar mampu menghasilkan

13
listrik yang dapat berkontribusi pada penghematan ongkos.
Pembakaran 250 ton limbah per hari dapat memproduksi 6.5
megawatt listrik sehari (berharga $3 juta per tahun).
Kerugian metode pembakaran adalah adanya biaya tambahan
dalam pembangunan instalasi pembakaran limbah. Selain itu
pembakaran limbah juga menghasilkan emisi gas yang memberikan
efek rumah kaca. Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai
kandungan energi atau heating value limbah. Selain menentukan
kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang
dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling
umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln,
multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple
chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua
jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat
tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.

- Pengolahan secara biologi


Proses pengolahan limbah B3 secara biologi yang berkembang
dewasa saat ini dikenal dengan istilah bioremediasi dan fitoremediasi.
Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain
untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3. Sedangkan fitoremediasi
adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan
mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah. Kedua proses ini
sangat bermanfaat dalam mengatasi pencemaran oleh limbah B3 dan
biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan metode kimia atau
fisik. Namun, proses ini juga masih memiliki kelemahan. Proses
bioremediasi dan fitoremediasi merupakan proses alami sehingga
membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah
B3, terutama dalam skala besar. Selain itu, karena menggunakan

14
makhluk hidup, proses ini dikhawatirkan dapat membawa senyawa-
senyawa beracun ke dalam rantai makanan di dalam ekosistem.

b) Metode Pembuangan Limbah B3

- Sumur dalam/ Sumur Injeksi (deep well injection)


Salah satu cara membuang limbah B3 agar tidak
membahayakan manusia adalah dengan cara memompakan limbah
tersebut melalui pipa kelapisan batuan yang dalam, di bawah lapisan-
lapisan air tanah dangkal maupun air tanah dalam. Secara teori,
limbah B3 ini akan terperangkap dilapisan itu sehingga tidak akan
mencemari tanah maupun air. Namun, sebenarnya tetap ada
kemungkinan terjadinya kebocoran atau korosi pipa atau pecahnya
lapisan batuan akibat gempa sehingga limbah merembes kelapisan
tanah.

- Kolam penyimpanan (surface impoundments)


Limbah B3 cair dapat ditampung pada kolam-kolam yang
memang dibuat untuk limbah B3. Kolam-kolam ini dilapisi lapisan
pelindung yang dapat mencegah perembesan limbah. Ketika air
limbah menguap, senyawa B3 akan terkosentrasi dan mengendap di
dasar. Kelemahan metode ini adalah memakan lahan karena limbah
akan semakin tertimbun dalam kolam, ada kemungkinan kebocoran
lapisan pelindung, dan ikut menguapnya senyawa B3 bersama air
limbah sehingga mencemari udara.

- Landfill untuk limbah B3 (secure landfils)

Limbah B3 dapat ditimbun pada landfill, namun harus


pengamanan tinggi. Pada metode pembuangan secure landfills, limbah
B3 ditempatkan dalam drum atau tong-tong, kemudian dikubur dalam
landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran limbah B3.
Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap

15
untuk mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau.
Metode ini jika diterapkan dengan benar dapat menjadi cara
penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode secure landfill
merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih ada
kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka
panjang karena limbah akan semakin menumpuk.

c) Teknologi Pengolahan Limbah B3

Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga


metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,
solidification/Stabilization, dan incineration.

Chemical Conditioning

Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical


conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:

o Menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam


lumpur

o Mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam


lumpur

o Mendestruksi organisme patogen

o Memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang


masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan
pada proses digestion

o Mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam


keadaan aman dan dapat diterima lingkungan

Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut:

16
a Concentration thickening

Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur


yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan.
Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity
thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya
merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya
pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler
gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah
menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini.

b Treatment, stabilization, and conditioning

Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa


organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat
dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan
biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya
proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel
koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan
memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian
dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan
adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi.
Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning,
anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment,
polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation.

c De-watering and drying

De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan


atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume
lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah
pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying
bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press.

17
18
d Disposal

Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3.


Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah
pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan
akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau
injection well.

Solidification/Stabilization

Di samping chemical conditiong, teknologi


solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah
B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses
pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan
menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk
mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi
didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan
penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga
sering dianggap mempunyai arti yang sama. Proses solidifikasi/stabilisasi
berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:

1 Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam


limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar

2 Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation


tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur
kristal pada tingkat mikroskopik

3 Precipitation

4 Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara


elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.

19
5 Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan
menyerapkannya ke bahan padat.

6 Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun


menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau
bahkan hilang sama sekali.

Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen,


kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di
lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant
mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh
BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-
04/BAPEDAL/09/1995.

Incineration

Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang


menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi
volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat).
Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah
padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat
yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi
menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki
beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3
dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan


energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam
mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga
menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi.
Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah

20
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single
chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit.
Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan
karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara
simultan.

Proses Pembakaran (Inceneration) Limbah B3

Limbah B3 kebanyakan terdiri dari karbon, hydrogen dan oksigen.


Dapat juga mengandung halogen, sulfur, nitrogen dan logam berat.
Hadirnya elemen lain dalam jumlah kecil tidak mengganggu proses
oksidasi limbah B3. Struktur molekul umumnya menentukan bahaya dari
suatu zat organic terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Bila
molekul limbah dapat dihancurkan dan diubah menjadi karbon dioksida
(CO2), air dan senyawa anorganik, tingkat senyawa organik akan
berkurang. Untuk penghancuran dengan panas merupakan salah satu
teknik untuk mengolah limbah B3.

Inceneration adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa


pembakaran dengan kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa
organik menjadi senyawa sederhana seperti CO2 dan H2O.

Incenerator efektif terutama untuk buangan organik dalam bentuk


padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa
digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavy metal
sludge) dan asam anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan
dengan sempurna bila insenerator dioperasikan I

Incenerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan


berbagai senyawa organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan
yaitu operator harus yang sudah terlatih. Selain itu biaya investasi lebih
tinggi dibandingkan dengan metode lain dan potensi emisi ke atmosfir
lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan operasion.

21
22
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun harus sesuai dengan


standar yang telah ditetapkan agar pencemaran lingkungan akibat limbah B3
dapat di tanggulangi.
Adapun cara pengolahan limbah B3 yang baik dapat dilakukan dengan
proses sebagai berikut:
1. Proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan
penyisihan komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi,
dialisa, osmosis balik, dan lain-lain
2. Proses secara kimia, meliputi: menambahkan bahan peningkat atau
senyawa pereaksi tertentu untuk memperkecil atau membatasi pelarutan,
pergerakan, atau penyebaran daya racun limbah, sebelum dibuang
3. Proses secara biologi, meliputi; bioremediasi dan viktoremediasi.
Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga
metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning,
solidification/Stabilization, dan incineration.

B. Saran
Agar lingkungan hidup tetap terjaga kelestariannya dan untuk
mencegah atau menanggulangi pencemaran lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh limbah B3 perlu diperhatikan cara pengolahannya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, H. 2012. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3. Departemen


Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor : Bogor.

Anonim.2013. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). (online),


http://ozonsilampari.wordpress.com/2013/06/02/bahan-berbahaya-dan-
beracun-b3/. Diakses tanggal 9 mei 2015 pukul 10:23

Anonim. 2013. Limbah.,(online),http://id.wikipedia.org/wiki/Limbah. Diakses


tanggal 9 Mei 2015 pukul 10:53

Anonim.2013. Pengelolaan limbah B3,


(online).http://adityaws17.blogspot.com/2013/10/pengelolaan-limbah-
b3.html. Diakses pada tanggal 9 mei 2015 pukul 19.27 WITA.

Bapedal. 1995. Keputusan Kepala Bapedal No.1 tahun 1995 tentang tata cara dan
Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Hidup, Jakarta, Indonesia.

Muliartha, I. K, Setiyono, Said, N.I , Herlambang, A. , Nugroho, R, Mahmud, I,


Raharjo, P.N,. Widayat, W, Wiharja, 2012. Pedoman Teknis Pengelolaan
Limbah Cair Industri Kecil.Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup
dengan PT. Envirotekno Karya Mandiri.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999.Tentang


.Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Republika/Agung Fatma Putra.2013.Peredaran B3 di Indonesia Semakin


Meningkat,
(online),http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/03/mko
qjn-peredaran-b3-di-indonesia-semakin-meningkat .Diakses tanggal 9
Mei 2015 pukul 11:17

Setywati Rahayu,Suparni. 2010.Bahan Beracun da Berbahaya sebagai Pencemar


Lingkungan.(online), http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-
industri/limbah-industri/bahan-beracun-dan-berbahaya-sebagai-
pencemar-lingkungan/. Diakses tanggal 9 Mei 2015 pukul 11.20.

Trihadiningrum, Y. 2011. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.


Surabaya : Institut Teknologi Sepuluh November.

24
Watts, R. J. 1997. Hazardous Waste Sources, Pathways, Receptor. New York :
John wiley & sons, inc.

25

Anda mungkin juga menyukai