Anda di halaman 1dari 88

BAB I

TOKSIKOLOGI

A. PENGERTIAN TOKSIKOLOGI
Departemen Tenaga Kerja (1988) memberi pengertian
bahwa yang dimaksud dengan toksikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang racun, efek-efek racun terhadap
manusia/makhluk hidup, cara-cara mendeteksi/mengatur,
serta mempelajari zat penawarnya.
Mukono (2000) berpendapat bahwa toksikologi
adalahilmu pengetahuan mengaenai kerja senyawa kimia yang
merugikan terhadap organisme hidup. Penelitian toksikologi
bukan hanya mengenai racun ke tubuh, tetapi juga obatobatan.
Toksikologi merupakan suatu multi-disiplim ilmu yang
melibatkan antara lain ilmu-ilmu bidang biologi, kimia,
patologi, fisiologi, farmakologi, kesehatan masyarakat, dan
ilmunologi.
Untuk mengetahui apakah suatu bahan kimia dapat
dikategorikan sebagai bahan yang beracun (toksik),maka
harus diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya. Toksisitas
adalah ukuran relatif derajat racun antara satu bahan kimia
terhadap bahan kimia lain pada organisme yang sama.
Sedangkan Depnaker (1988) menyatakan bahwa toksisitas
adalah kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan
pada organisme hidup.

Suatu zat dinyatakan sebagai racun bila zat tersebut


menyebabkan
efek
yang
merugikan
pada
yang
menggunakannya. Hal ini berarti:

Suatu bahan, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai


racun apabila menyebabkan efek yang tidak
seharusnya,misalnya adalah pemakaian obat melebihi
dosis yang diperbolehkan.
Suatu bahan, walaupun secara ilmiah dikategorikan
sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan
racun bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh
belum mencapai batas atas kemampuan manusia untuk
mentoleransi.
Kerja obat yang tidak memiliki sangkut paut dengan
indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja
toksik.

Secara garis besar bidang toksikologi dapat dilihat dalam


diagram 1.1. di bawah ini.
Toksikologi Kehakiman
TOKSIKOLOGI

Toksikologi Ekonomi
Toksikologi Lingkungan
Toksikologi Industri
Diagram 1.1. Bidang Toksikologi

Bidang toksikologi menurut Ariens (1994) dalam


Cahyono 2010 adalah:

Toksikologi Obat

1.
2.

3.

4.

5.

Toksikologi At yang membuat ketergantungan


Toksikologi Bahan makanan
Toksiologi Pestisida
Toksikologi Industri
Toksikologi Lingungan
Toksikologi Perang
Toksikologi Sinar
Dalam kehidupan manusia toksikologi sangat bermanfaat
oleh karena toksologi:
Memungkinkan konsumen / pemakai zat kimia terlindung
dari bahaya keracunan;
Membuat landasan yang kuat bagi upaya pemeliharaan
lingkungan hidup dari kemungkinan efek buruk
pengunaan zat kimia;
Memberikan informasi dan pengetahuan bkepada klinisi
untuk dapat menolong dengan tepat penderitayang
mengalami keracunan;
Menyebabkan penggunaan obat-obatan yang lebih tepat
atas dasar pengetahuan tentan resiko bahaya suatu zat
kimia yang berefek farmakologis;
Memahami dengan lebih mendalam tentang efek zat
kimia kepada manusia atau makhluk hidup lainnya dan
mekanisme terjadinya efek yang bersangkutan.

B. TOKSIKOLOGI INDUSTRI
Dalam kaitan pekerjaan dan lingkungan kerja, unsurunsur dari spesialisasi toksikologi banyak digunakan dan
memberikan manfaat besar bagi upaya perlindungan

keselamatan dan kesehatan tenaga kerja serta pengamanan dan


pemeliharaan kelestarian lingkungan kerja. Dengan
pengetahuan tentang toksikologi klinik, dokter membuat
diagnosis keracunan oleh zat beracun yang digunakan dalam
pekerjaan atau zat tersebut terdapat dalam lingkungan kerja;
toksikologi klinik memberikan informasi tentang simptom dan
kadang kadang juga sindrom serta tanda-tanda dari keracunan
yang disebabkan oleh suatu zat kimia. Pengetahuan
toksikologi dalam farmakologi memungkinkan dokter
melakukan pengobatan terhadap keracunan akibat pekerjaan
termasuk penggunaan antidot (penawar racun) terhadap racun
yang menjadi penyebab keracunan. Untuk pencegah
keracunan antara lain sangat penting memadainya
pengetahuan mengenai suatu metabolisme suatu zat kimia jika
zat tersebut masuk kedalam tubuh. Juga sangat penting
pengetahuan dan keterampilan mengenai analisis zat kimia
baik yang ada dalam tubuh manusia maupun yang terdapat
dalam lingkungan; maka dari itu toksikologi dasar yang
mencakup metabolism dan toksikologi analitis sangat
memainkan peran dari pengunaan toksikologi dalam kaitan
pekerjaan dan lingkungan kerja. Pengetahuan tantang
toksikologi organ sasaran juga banyak digunakan pada
penerapan ilmu toksikologi dalam kaitan pekerjaan dan
lingkungan kerja oleh karena biasanya efek racun terjadi pada
organ khusus sebagai organ sasaran seperti paru, kulit ginjal,
saraf dllnya.
Oleh karena pekerjaan dan lingkungan kerja terdapat
dalam industri (dalam arti yang luas) sehingga mencakup
segenap sector ekonomi dan non-ekonomi, maka pengetahuan
tentang toksikologi industri sangat perlu sebagai sumber

informasi tentang zat beracun yang digunakan dalam industri.


Toksikologi industri adalah ilmu tentang racun yang dipakai,
diolah, diproses dan dihasilkan dalam industri. Tujuan dari
berkembangnya toksikologi industri adalah perlindungan
konsumen dan masyarakat pada umumnya dari penggunaan
zat beracun. Spesialisasi yang lebih khusus guna penanganan
masalah efek buruk zat kimia dalarn kaitan pekerjaan dan
lingkungan kerja adalah toksikologi hiperkes, (industrial
hygiene toxicology: industrial hygiene and toxicology) atau
toksikologi keria (Okupasi) (occupational toxicology).
Toksikologi hiperkes telah tumbuh dan berkembang bersamasama dengan tumbuh kembangnya keselamatan kerja dan
hiperkes (KK dan hiperkes), keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) dan keselamatan, kesehatan dan lingkungan kerja
(K2LK)
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, Hiperkes
adalah ilmu dan peraktek yang bertujuan mewujudkan tenaga
kerja sehat dan produktif dengan: 1. Upaya kesehatan /
kedokteran
promotif,
preventif,
kuratif
dan
rehabilitatif(Hiperkes medis); 2. perlindungan tenaga kerja
atas pengaruh buruk pekerjaan dan atau lingkungan kerja
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja (Hiperkes teknis);
dan 3. Penyesuaian / kecocokan antara tenaga kerja dan
pekerjaannya (Hiperkes ergonomic). Dalam Hiperkes,
toksikologi hiperkes atau toksikologi kerja (okupasi)
melupakan komponen dari Hiperkes teknis.
Toksikologi hiperkes (okupasi) adalah ilmu tentang
racun yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
keselamatan dan kesehatan kepada tenaga kerja dan orang
lainnya di tempat kerja dari pengaruh zat kimia yang

dipergunakan, diolah, atau diproduksi dalam pekerjaan di


tempat kerja; spesialisasi ilmu toksikologi hiperkes ini terletak
kepada visi utamanya yaitu perlindungan keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja.
Hiperkes secara khusus dan K3 pada umumnya
berkepentingan dengan kesehatan dan produktivitas tenaga
kerja. Untuk mewujudkan cakupan aktifitasnya yaitu upaya
medis / kesehatan, perlindungan tenaga kerja dari faktor
lingkungan kerja khususnya zat kimia
beracun serta
penyerasian interaksi antara tenaga kerja dengan pekerjaanya
sangat diperlukan pengetahuan tentang sifat racun zit kimia.
Dengan pengetahuan tersebut. upaya medis hiperkes / K3
dapat diselenggarakan dengan balk, sedangkan perlindungan
tenaga kerja dan juga penyerasian tenaga kerja terhadap
pekerjaannya dapat dilakukan dengan tatacara atas alasan
yang lebih mendasar.
Pada abad ke- 16 Agricola dan Paracelceus dalam
tulisannya menggambarkan keracunan yang disebabkan oleh
bijih tambang; tenaga kerja tambang menderita keracunan
logam berat. Keduanya menguraikan pekerjaan dalam
tambang, cara mengolah bijih, dan juga tentang penyakit yang
diderita oleh para pekerja. Mereka juga mengemukakan efek
zat kimia. Selain itu, mereka telah memulai gagasan
pencegahan terhadap efek zat kimia tersebut. Pada abad
berikutnya Ramazzini mengetengahkan berbagai jenis
penyakit menurut jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh
tenaga kerja yang bersangkutan. Di antara penyakit akibat
kerja yang diuraikan oleh Ramazzini antara lain adalah
keracunan air raksa (Hg) akibat kerja.

Sejak awal abad ke-20 toksikologi dalam keselamatan


dan kesehatan kerja mulai lebih mendapat perhatian. sebagai
contoh larangan fosfor putih atau putih timah (lead white)
antara lain menunjukkan kenyataan tenting perhatian tersebut.
Produksi baring yang bersifat missal yang diterapkan pada
waktu menjelang pertengahan abad ke-20 mulai pula lebih
meminta perhatian dalam hal keamanan produk yang
dihasilkan dan juga keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
pada proses prodUksinya sehingga oleh kirena itu penelitian
dalam toksikologi industri dan lebih khusus lagi industrial
hygiene toxicology mulai tampil sebagai kebutuhan.
Selanjutnya sejak tahun lima puluhan besar sekali dana
penelitian dan pengembangan yang digunakan di negara
industri maju untuk membiayai penelitian toksikologi dalam
rangka mengamankan produk industri.
Kemajuan
perundang-undangan
yang
mengatur
perlindungan konsumen dan perundang-undangan di biding
keselamatan dan kesehatan kerja serta semakin kritisnya
masyarakat menuntut kemajuan pesat penelitian yang
dilakukan dunia usaha dengan aspek sentralnya toksikologi
industri.
Hampir
bersamaan
dengan
sangat
cepatnya
perkembangan toksikologi industri, terjadi pula pertumbuhan
ilmu dan praktek toksikologi yang digunakan untuk keperluan
perlindungan keselamatan dan kesehatan tenaga kem. Ilmu
pengetahuan tentang toksikologi dipakai sebagai dasar
pembuktian tentang adanya atau beratnya suatu penyakit
akibat kerja untuk keperluan medikolegal, menetapkan
indikator dalam pendekatan terhadap pengamanan oleh
pemaparan zat kimia di lingkungan kerja, dan sebagainya.

Hasil penelitian toksikologi digunakan sebagai dasar


penetapan batas aman pemaparan kerja. Toksikologi dalam
kaitan pekerjaan dan lingkungan kerja terus berkembang. Pada
awal tahun seribu sembilan-ratus-tujuh-puluhan lahir apa yang
disebut Toksikologi Saraf dan Perilaku (Neurobehavioral
Toxicology) sebagai hasil upaya yang didorong oleh hasrat
mendapatkan cara yang lebih peka dalam mendeteksi efek dari
pemaparan kepada suatu zat kimia. Oleh karena perhatian
terhadap lingkungan kerja menjadi semakin besar, maka
toksikologi untuk perlindungan keselamatan dan kesehatan
kerja juga mencakup aspek pencemaran lingkungan kerja dan
lingkungan di sekitar dan luar perusahaan.
Untuk pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
sangat diperlukan pengetahuan tentang toksikologi khususnya
yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja. Pada
umumnya informasi yang diperlukan mencakup aspek
toksikologis dari suatu zat kimia yaitu terdapatnya zat tersebut
di alum; penggunnan dan kemanfaatannya; sifat finis dan
kimiawi zat kimia dimaksud; masuknya zat kimia tersebut ke
dalam tubuh; metabolismenya dan efek toksisnya; pencegahan
terhadap kemungkinan terjadinya efek toksis; cara
menegakkin diagnosis keracunannya, pengobatan dan
penatalaksanaan kasus keracunan; serta aspek medikolegalnya dan juga jaminan sosialnya.
Toksikologi dalam kaitan pekerjaan dan lingkungan kerja
mempunyai kekhususan tersendin. Dalam kaitan pekerjaan
atau lingkungan kerja, zat kimia mungkin terdapat dalam
wujud fisik (bentuk) seperti debu, kabut, awan, asap, atau
lainnya yang biasanya tidak begitu menjadi perhatian biding
lain terhadap toksikologi: sehubungan dengan pekerjaan itau

lingkungan kerja wujud fisik demikian justru sangat besar


artinya. Kebanyakan zat kimiadi tempat kerja masuk ke dalam
tubuh melalui pemafasan sehingga harus dimiliki pengetahuan
yang benar-benar memadai tentang hubungan pemaparan dan
efek atas dasar kadar zat kimia dalam udara tempat kerja dan
cara pengukuran dan penilaian kadar zat kimia udara tempat
kerja. Pengetahuan mengenai hubungan pemaparan dan efek
demikian pada umumnya tidak begitu diperlukan oleh bidangbidang lain diluar pekerjaan dan lingkungan kerja yang
memerlukan toksikologi. Lebih lanjut tidak adanya efek suatu
Zat kimia terhadap organ kritis merupakan kunci bagi
diselenggarakannya perlindungan tenaga kerja sehingga aman
dari kemungkinan menderita efek buruk dari zat kimia yang
bersangkutan.

C. CARA MENILAI TOKSISITAS SUATU ZAT KIMIA


Ruang lingkup toksikologi mengenai suatu zat kimia pada
umumnya mencakup hal-hal berikut ini:
1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Terdapatnya zat kimia yang bersangkutan di alam;


Penggunaan dan kemanfaatan dari zat tersebut;
Sifat fisis dan kimiawi dari zat dimaksud;
Masuknya zat beracun kedalam dan berada dalam tubuh;
Metabolism zat tersebut dalam tubuh yang meliputi
absorbs, distribusi, bio transformasi, retensi dan ekskresi;
Efek toksis yang bersangkutan kepada manusia dan
makhluk hidup lainnya yang dihubungkan dengan
tingkat (dosis) dan lamanya masuknya dosis dimaksud
kedalam tubuh;
Pencegahan efek toksis khususnya dengan penerapan
standar kadar yang aman

8.
9.

Diagnosis, pengobatan dan manajemen kasuskeracunan;


serta
Aspek mediko legal yang bertalian dengan keracunan
oleh zat kimia.

Guna menilai toksisitas suatu zat kimia, ditempuh cara-cara


sebagai berikut:
1.
2.

3.
4.

5.

Meriview kepustakaan termasuk hasil penelitian


mengenai suatu zat kimia yang menjadi perhatian;
Melakukan percobaan binatang atau percobaan yang
memakai preparat biologis; dari percobaan yang di
maksud dapat diketahui toksisitas akut suatu zat kimia
(LD50 dan LC50); toksisitas sub akut dan toksisitas
kronis ( termasuk pengujian sifat karinogenisitas,
mutagenisitan dan teratogenisitas);
Menilai efek suatu zat kimi pada pemakaian atau
penggunaannyayang sifatnya terbatas;
Meneliti secara epidemologis pada kelompok orang atau
masyarakat pengguna dan kelompok orang atau
masyarakat bukan penggunazat tersebut sebagai kontrol
(pembanding); dan
Membuat pelaporan dan pencacatan serta analisis
terhadap kasus keracunan yang terjadi.

D. KADAR RACUN SUATU ZAT KIMIA


Kadar racun suatu zat kimia dinyatakan sebagai Lethal
Dose-50 (LD-50). LD-50 adalah dosis per kilogram berat
badan, yang dapat menyebabkan kematian pada 50% binatang
percobaan dari suatu kelompok spesies yang sama. Mukono
dalam Cahyono (2010) menyatakan bahwa jumlah hewan

percobaan pada penelitian LD-50 paling sedikit 10 ekor untuk


tiap dosis dengan rentang dosis yang masuk paling sedikit 3
(dari 0-100 satuan).
Selain LD-50, dikenal pula istilah LC-50 (Lethal
Concetration-50). LC-50 adalah kadar atau onsentrasi suatu
zat, yang dinyatakan dalam miligram bahan per meter kubik
udara (atau part per million/ppm), yang dapat menyebakan
50% kematian pada binatang percobaan dari suatu kelomok
spesies setelah binatang percobaan tersebut teraar dalam
waktu tertentu.
Klasifikasi bahan kimia dalam Depnaker (1988) dapat
dilihat pada Tabel 1.1. di bawah ini.
Toxicity
Rating

Descriptive Term

LD50
(mg/kg)
Singel Oral
Dose (RAT)
1
Extremely Toxic
<1
2
Highly Toxic
1-50
3
Moderately Toxic
50-500
4
Slightly Toxic
500-5.000
5
Practically
Non 5.000Toxic
15.000
6
Relatively
15.000
or
Harmless
more
Tabel 1.1. Toxicity Classes

LC50 (ppm) 4
Hours
inhalation
(RAT)
<10
10-100
100-1.000
1.000-10.000
10.000100.000
>100.000

E. EFEK TOKSIK ZAT KIMIA KE DALAM TUBUH


Efek toksik zat kimia yang berbahaya, bila masuk
kedalam tubuh, bergantung pada sifat fisik kimia tersebut dan
sifat tersebut dan sifat dasar patofasiologi organ tubuh
terhadap pajanan tersebut, zat kimia dapat mengalami
beberapa kemungkinan prosos didalam tubuh, antara lain:
1.

Disimpan di beberapa jaringan tubuh, dengan sebagian


kecil dieskresi.

2.

Diubah menjadi zat kimia zat lain yang lebih larut dalam
air sehingga dapat keluarkan melalui urine.

3.

Dikeluarkan melalui pernapasan dan urine tanpa diubah


lagi.

Beberapa zat kimia dapat mengakibatkan kerusakan


jaringan/organ
tubuh.
Detoksinifikasi
dan
proses
metabolisme zat kimia ini terjadi di hati, sehingga
mengghasilkan senyawa baru yang sering kali berbahaya dari
senyawa aslinya.
Berdasarkan dosis dan lama pajanan yang terjadi efek
toksik yang terjadi dapat berbentuk:
1. Reaksi akut. Terjadi segera setelah pajanan, misalnya
iritasi pada mata,kulit, atau saluran pernapasan oleh
larutan asam atau basa, babut atau debu, atau uap asap
zat kimia organik.
2. Reaksi menahun. Gangguan kesehatan berkembang
secara bertahap setelah setelah terjadi pajanan dalam
jangka waktu yang lama. Misalnya, terjadi dermatitis
setela seorang terpajan oleh suatu larutan bahan kimia

tertentu dalam beberapa minggu, atau berkembangnya


kehilangan pendengaran setelah terpajan oleh suara
bising yang berlebihan untuk jangka waktu yang lama.

Berdasarkan cara pajanan terjadi dan sifat dasar


pantofisiologi organ tubuh terdadap pajanan, efek toksin
suatu bahan kimia dapat berbentuk :
1. Reaksi dalam bentuk iritasi atau luka bakar. Dalam
bentuk iritasi atau luka bakar terjadi karena kontak
langsung zat kimia dengan bagian tubuh (kulit, mata, dan
saluran pernapasan). Cedera langsung terjadi di tempat
pajanan, misalnya luka bakar akibat kontak bahan kimia
yang korosif.
2. Reaksi alergi. Reaksi alergi datap pada kulit dan saluran
pernapasan. Alergi pada kulit disebut dermatiks alergi.
Reaksi alergi tidak hanya pada tempat kontak, tetapi juga
dapat di bagian tubuh mana saja, misalnya reaksi akibat
epoksi resin, derivattar batubara, dan asam kromat.
Sensitasasi pada saluran pernapasan akan mengakibatkan
terjadinya asma akibat kerja ( occupational asthma ),
misalnya karena pajanan formaldehid atau biji-bijian.
3. Teratogenesis. Ganguan pada janin dalam kandungan,
biasanya akibat pajanan zat kimia selama kehamilan
trismentar pertama, akan mengakibatkan terjadinya
malformasi kongenital. Zat kimia yang dapat
menyebabkan hal tersebut misalnya gas anestensi dan
merkuri

4. Efek sistemik. Pajanan zat kimia yang dapat di


transportasioleh aliran darah oleh seluruh tubuh,jauh dari
tempat pajanan terjadi,sehingga efek toksik tidak hanya
terlokalisasi di suatau tempat tetapi juga dapat menyebar
ke bagian lain sisten tubuh,dapat mengakibatkan
terjadinya efek sistemik umum,narcosis,asfikasi,
mutagenik, dan karsinogenik.
1. Efek Sistemik Umum
Salah satu tugas hati untuk menetralirisir racun-racun
yang masuk dalam tubuh (detoksinifikasi), tetapi
berapazat kimia (alcohol, karbon tetraklorida,
trikloretilen, kloroform) dapat merusak sel hati,
bergantung pada dosis dan frekuesnsi pajama terjadi.
Kerusakan yang berulang pada jaringan hati dapat
mengakibatkan sel-sel hati berubah menjadi menjadi
jaringan ikat (sirosis hepatis) yang di tandai dengan
menurunya kapasitas fungsi hati.
Ginjal berfungsi untuk mengekskresi sisa
metabolisme tubuh. Beberapa zat kimia (CC14, ethylene
glocol, dan karbon disuflid) dapat menghambat fungsi
ekresi ginjal. Beberapa zat kimia yang lain seperti
cadmium, turpentine, methanol, toluene dan xylene dapat
merusak ginjal, sehingga fungsinya menurun.
Organol-fafat, karbon disulfide, timah hitam dapat
menggangu fungsi susunan saraf pusat. Ethylene, bensin,
gas anestensi, kloropen, tima hitam, carbon disulfid dapat
mengakibatkan
abortus
pada
wanita
hamil.
Berkembangnya metal fume fever akibat terpajan oleh

uap seng, magnesium atau logam lain yang menimbulkan


gejala penyakit flu. Terjadinya gangguan saluran
pencernaan, iritabilitas, garis tima hitam pada guzi dan
wrist drop seperti yang terlihat pada kekacauan tima
hitam. Efek sistemik umumnya juga terjadi pada
keracunan zat kimia neurotoksik atau terjadinya
gangguan metabolism yang mengakibatkan kanker
disuatu orang tubuh yang jauh dari tubuh yang jauh dari
tempat pajanan yang terjadi.
2. Asfiksian
Inhalasi zat kimia tentu akan menimbulkan gangguan
kesehatan akibat berkurang oksigen dalam udara
pernapasan. Dalam keadaan normar, udara pernapasan
mengandung 21% 02. Jika konsentrasinya berkurang
menjadi <17%, jaringan tubuh akan menimbulkan gejala
pusing,mual, dan kehilanyan koordinasi, yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Zat kimia yang
dapat menimbulkan asfiksia disebut asfiksian. Asfisian
terbagi dua,yaitu :
1. Asfiksian sederhana adalah zat kimia yang dapat
mengantikan oksigen di udara pernapasan akibat
bekerja yang miskin 02, misalnya C02 ( karbon
dioksida ), N2 atau nitrogen (dalam keadaan normal,
di dalam udara pernapasan terdapat 79% N2), etana,
hydrogen, helium, argon (di dalam ruang
penjelasan). Asfiksian sederhana dapat terjadi pada
pekerja menggali terowongan ( oksigen yang
digunakan untuk oksidasi mineral di tanah/dinding
terowongan),ruangan kerja yang sempit ( oksigen
digunakan dalam proses terjadinya karat logam),

pabrik anggur/bir ( oksigen digunakan pada proses


fermentasi).
2. Asfiksian kimiawi adalah zat kimia yang
mempengaruhi kemampuan tubuh secara langsung
untuk membawa dan menggunakan oksigen.
TABEL 1.2
sumbernya.
Asfiksian

contoh asfikasian kimiawi dan

Co (karbon monoksida)

Sumber

HCN (hydrogen sianida)

Knalpot
kendaraan
bermotor, cerobong asap
ruangp embakaran, proses
peleburan besi
Insektisida

Fosfin

Insektisida

Klorin

Penjernian air, desinfeksi


kolam renang
Knalpot
mesin
disel,
penjelasan
Unit pendinginan

No2 (nitrogen dioksida)


Ammonia
So2 (sulfur dioksida)
Ozon

Pembakaran biji sulfit,


inteksida
Penangulangan
baubauan,penjelasan,
mesin
foto kopi,motor listrik

Hidogen sulfid

Mesin jahit

3. Mutagenetik
Mutagenetik merupakan suatau zat kimia yang dapat
mengubah materi genetik dari sel-sel tertentu tubuh
manusia sehingga tidak membelah/tubuh seperti sel
asalnya.oloh karena itu,terjadi perubahan genetik pada
genetic pada generasi berikutnya
4. Karsinogenik
Karsinogenik adalah suatau zat kimia yang dapat
menimbulkan keganasan dengan cara memengaruhi
struktur DNA sel tubuh manusia.
F. CARA MASUK BAHAN KIMIA DALAM TUBUH
Cara masuk bahan kimia (Route of Entry) ke dalam
tubuh dapat dibedakan menjadi:
Inhalasi
Di sektor industri, pajanan bahan kimia berbahaya yang pling
sering terjadi (80%) adallah melalui system pernafasan (per
inhalasi). Sistem pernafasan merupakan jalan masuk yang
paling efisien bagi absorbs zat kimia yang berbahaya. Pada
orang dewasa yang sehat, luas permukaan paruya sebesar 90
m2, akan menghisap kira-kira 8,3 m3 udara dalam 8 jam
kerja/hari bila melakukan pekerjaan yang tidak terlalu berat.
Zat kimia yang melayang di udara terisap melalui lubang
hidung atau mulut memasuki saluran pernafasan untuk
mencapai alveolus, yang merupakan tempat pertukaran gas. Di
alveolus, zat kimia tersebut, bergantung pada sifat-sifat

fisik/kimiawinya, dapat di simpan atau dapat melalui dinding


alveolus untuk memasuki aliran darah. Umumnya, zat kimia
yang diinhalasi akan mengiritasi membrane mukosa di saluran
pernafasan. Hal ini merupakan tanda bahaya bagi
menghisapnya, tetapi zat kimia tertentu tidak menimbulkan
reaksi apapun sehingga tanpa disadari zat kimia ini akan
terinhalasi jauh sampai ke alveoli atau bahkan memasuki
aliran darah.
Masuknya partikel-partikel debu ke dalam tubuh
tergantung pada ukuran dan daya kelarutannya. Hanya
partikel-partikel kecil saja yang dapat mencapai alveolus.
Partikel tersebut kemudian akan disimpan atau memasuki
aliran darah, tergantung pada daya kelarutannya. Partikelpartikel debu yang tidak larut umumnya akan dieliminasi ileh
mekanisme pembersihan saluran pernapasan, biasanya disapu
oleh sillia dan dikeluarkan ke saluran pencernaan oleh lendir
yang terdapat di permukaan saluran pernapasan bagian dalam.
Partikel-partikel debu yang lebih besar akan tersaring oleh
bulu-bulu hidung atau disimpan disaluran pernapasan bagian
atas untuk dibatukan atau tertelan ke saluran pencernaan.
Per Oral
Perjalan zat kimia melalui saluran pencernaan (per oral) hanya
terjadi bila pekerja makan/minuman/mengisap rokok di
tempat kerja yang terkontaminassi dengan uap/debu yang
melayang di ruangan kerjanya. Pajanan per oral mungkin juga
terjadi bila sebagian partikel zat kimia yang diisap tertelan dan
memasuki saluran penernaan. Penyerapan makanan maupun
zat kimia yang berbahaya umunya dilakukan di usus kecil.
Kulit

Ketebalan kulit dan keringat yang membasahi tubuh


merupakan daya pertahanan yang efektif untuk melawan
pejanan zat kimia yang berbahaya. Namun, zat kimia yang
larut dalam lemak (larutan organik dan fenol) dapat diabsorpsi
melalui kulit. Pada kulit yang cedera (terpotong/luka lecet),
absorpsi zat kimia ke dalam tubuh menjadi lebih mudah.
Mata
Kontaminasi lokal beberpa jenis zat kima pada mata dapat
mengakibatkan gejala sistemik, tetapi umunya hanya
berpengaruh pada bagian-bagian tertentu dari bola mata,
misalnya methanol pada n.optikus, oksigen pada retina,
tallium pada lensa mata, dan inhibitor kolin esterase pada
korpus siliaris. Namun, sebagian besar pajanan zat kimia pada
mata akan mengakibatkan kerusakan kornea, misalnya asam
kuat, basa kuat, dan kalsium oksida (sering kali terdapat pada
benda asing yang memasuki mata).
Per Injeksi
Pajanan zat kimia melalui injeksi di tempat kerja sangat jarang
terjadi. Di sector industri, pajanan per injeksi dapat terjadi
dengan sengaja/tanpa sengaja akibat injeksi tekanan rendah
seperti vaksin manusia, hewan di peternakan, dan lain-lain,
ataupun akibat injeksi tekanan tinggi oleh pistol minyak
pelumas, gemuk, dan cat.
Bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh tersebut pada
akhirnya masuk ke organ-organ tubuh melalui peredaran
darah secara sistemik.

Organ-organ tubuh yang terkena racun diantaranya


adalah paru-paru, hati, susunan syaraf, sumsum tulang
belakang, ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah.

G. P3K ATAS KERACUNAN


Cara Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
terhadap korban yang terkena bahan toksik, secara garis besar
adalah sebagai berikut:

Bila bahan kimia terhirup,maka


lingkungan dengan udara bersih

Bila bahan kimia masuk mata, cuci bersih dengan air


mnegalir terus-menerus selama 5-10 menit

Meminumkan karbon aktif untuk menurunkan


konsebtrasi zat kimia dengan cara adsorbsi

Meminumkan air untuk pengenceran

Meminumkan susu untuk menetralkan dan mengadsorbsi


asam atau basa dan fenol

Untuk memperlambat atau mengurangi pemasukan


racunmakan dapat diberikan garam laksansia (hanya
boleh oleh paramedis!!!) (MgSO4, Na2SO4) yang akan
merangsang peristaltik dari seluruh saluran pencernaan
sehingga efek osmotik akan memperlambat absorbsi air
dan membuat racun terencerkan

Jika keracunan sudah agak lama, maka korban


dibuatmuntah untuk mengosongkan lambung, dengan

bawakorban

ke

pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi


hal ini tidak diperbolehkan untuk korban yang masih
pingsan atau keracunan deterjen, bensin, BTX (Benzena,
Toluen, Xylene), CCl4.

Segera bawa ke klinik

BAB II
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOKSISITAS

A. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TOKSISITAS


Adapun factor-faktor yang mempengaruhi toksisitas suatu zat
kimia adalah sebagai berikut:
Menurut Sumakmur (2010) terdapat 4 hal yang
mempengaruhi sifat dan derjat racun suatu zat kimia yaitu:
1.
2.
3.
4.

Sifat fisis zat kimia dalam bentuk wujudnya


Sifat kimianya
Jalan masuknya
Faktor-faktor pada tenaga kerja

1. Sifat fisis zat kimia dalam bentuk wujud yang


meliputi:
a. Gas, yaitu bentuk wujud zat kimia, yang tidak
mempunyai bangun sendiri, rnelainkan mengisi ruang
tertutup pada keadaan suhu dan tekanan normal.
Tingkat wujudnya bisa dirubah menjadi cair atau padat
hanya dengan kombinasi meninggikan tekanan dan
menurunnkan suhu. Sifat gas pada umumnya adalah
tidak terlihat dan tidal< berbau pada konsentrasi rendah
Berta berdifusi mengisi seluruh ruangan.
b. Uap, yaitu bentuk gas dari zat kimia, yang dalam
keadaan biasa berbentuk zat padat atau zat cair dan
yang dapat dikembalikan kepada tingkat wujud semula,

baik hanya dengan meninggikan tekanan, maupun


hanya dengan menurunkan suhu Baja. Sifat uap
umumnya tak kelihatan dan berdifusi mengisi seluruh
ruang.
c. Debu, yaitu partikel zat kimia padat, yang disebabkan
oleh kekUatan alami atau mekanis seperti pengolahan,
penghancuran, pelernbUtan, pengepakan yang cepat,
peledakan, dan lain-lain dari benda, bail< organis,
maLlpun anorganis, misalnya batu, kayo, bijih, logam,
bate barn, butir-butir zat, dan sebagainya. Contohcontoh: Debu batu, debu kapas, debu asbes, dan iainlain. Sifat-sifat debu ini tidak berflokulasi, kecuali oleh
gaya tarikan elektris, tidak berdifusi, dan turun oleh
tarikan gaya tarik bumf.
d. Kabut, yaitu titik-titik cairan kimia halus dalam udara
yang terjadi dari kondensasi bentuk uap atau dari
pemecahan zat cair menjadi tingkat butirbutir cairan
sangat halos (disperse) dengan cara splashing, foaming,
dan lainnya.
e. Fume, yaitu partikel-partikel zat kimia padat yang terjadi
oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasanya
sesudah penguapan benda padat yang dipijarkan dan
lain-lain can biasanya disertai dengan oksidasi kimiawi,
sehingga terjadi zat seperti ZnO, PbO, dan lain-lain.
f. Awan. yaitu partikel-partikel zat kimia cair sebagai hasil
kondensasi dari face gas. Sifat-sifat fume dan awan
adalah berflokulasi; kadang-kadang bergumpal; ukuran
partikel di bawah 1 mikron, yaitu di antara 0,10-1
rnikron.

g. Asap, biasanya dianggap partikel-partikel zat karbon


yang ukurannya kurang dari 0,5 mikron, sebagai akibat
dari pembakaran tidak sempurna bahan-bahan
mengandung karbon.
Atau wujud fisiknya suatu zat kimia dapat digolongkan
menjadi padat, cair, dan gas. Tergolong kepada zat kimia
padat adalah benda padat biasa, tapi juga fume, asap, dan
debu. Tergolong kepada zat kimia cair adalah benda cair
biasa, baik pelarut, ataupun larutan, tapi juga awan dan
kabut. Sedangkan wujud fisik materi lainnya adalah gas
dan uap. Selain itu, zat kimia yang terdapat di udara dapat
digolongkan menjadi:

i. Wujud yang bersifat partikel, yaitu debu, awan, kabut,


fume

ii. Wujud yang tidak bersifat partikel, yaitu gas dan uap.
Zat kimia yang wujudnya partikel dan berada di udara
tempat kerja dapat digolongkan menurut efeknya kepada
kesehatan sebagai berikut:
a. Perangsong, misalnya debu kapas, debu sabun, bubuk
bergs, dan lain-lain;
b. Toksis. misalnya partikel-partikel Pb, As, Mn, dan lainlain;
c. Mcnyebabkan fibrosis joringan paru. misaInya debu
kwarsa, asbes dan lain-lain;

d. Mcnyebabkan alergi, misalnya tepung sari, debu kapas


dan lain-lain;

e. Menimbulkon demam, misalnya fume, ZnO, dan lainlain;

f. Inert, misalnya aluminium, kapur, can lain-lain.


Adapun zat yang tidak berbentuk partikel, yaitu gas
dan uap, digolongkan menurut efeknya terhadap kesehatan
sebagai berikut:
a. Asfiksian (asphyxiants), misalnya gas metan (CH4),
CO2, helium, dan lain-lain;
b. Perangsang, misalnya ammoniak, HC 1, H,S, dan lainlain;
c. Racun-racun anorganis atau organis, misalnya AsH3,
TEL, nikelkarbonil, dan lain-lain;
d. Zat kimia mudah menguap, yang dibagi pula menurut
pengaruhnya kepada manusia, sebagai berikut:

i.

Berefek anestesi, misalnya trikloretilin;

ii. Yang merusak organ dolour tubuh, misalnya CC 1


4;

iii. Yang merusak susunan doroh. misalnya benzen;


iv. Yang merusak susunan saraf misalnya paration.
Di samping benda mati, terdapat pula mikroorganisme,
misalnya baktcri atau jarnur di udara ruang kerja, demikian
pula bahan dari mahluk hidup seperti tepung sari atau debu
yang berasal dari hewan atau tumbuhan.

Dari sifat-sifat fisis ini mudah difahami keracunan yang


mungkin terjadi oleh aneka bahan yang ada di udara. Zat
kimia di udara tentu lebih besar kemungkinannya
menimbulkan penyakit pernafasan atau kelainan kulit, oleh
karena zat kimia tersebut dihirup ketika bernafas sehingga
masuk ke dalam paru dan mengendap di permukaan kulit.
Cairan yang mudah menguap menyebabkan keracunan
melalui jalan pernafasan, sehingga dapat terjadi kerusakan
setempat pada saluran pernafasan dan paru atau keracunan
umum seluruh tubuh. Zat kimia cair yang tidak mudah
menguap biasanya mengotori pakaian dan menjadi sebab
dermatosis akibat kerja, misalnya oh. Cairan kimia dan zat
kimia padat juga Bering mengakibatkan keracunan oleh
karena termakan atas dasar hilaf atau salah perkiraan,
diduga bahan yang lain yang tidak beracun.
2. Sifat kimiawi dari zat kimia, yang menyangkut:

a. Jenis persenyawaan (Contoh: Alkohol lain sifat


kimiawinya dari benzen dan yang terakhir ini lain dari
ester asam formiat dsbnya);

b. Besar molekul (Contoh: Besar molekul xilen lebih


besar dari toluen (dan yang disebut terakhir lebih besar
dari benzen; atau besar molekul butanon lebih besar
dari aseton);

c. Konsentrasi (Contoh; Asam sulfas pekes atau metanol


murni lebihtinggi kadarnya
senyawa tersebut yang enter);

dari

masing-masing

d. Derajat larut dan Jenis pelarut (Dieldrin larut baik


dalam minyak tanah).

3. Pintu (jalan) masuk (port d'entree) zat kimia ke dalam


tubuh ii-anusia, yang umumnya melalui tiga pintu, yaitu:

a. Pernafasan, untuk zat kimia di udara;


b. Pencernaan, untuk zat kimia dari udara yang ffielekat di
teriggor-ok dan ditelan, atau untuk zat kimia cair atau
padat;
c. Kulit, untuk zat kimia cair, atau zat kimia di udara yang
mengendap di permukaan kulit.
4. Faktor-faktor pada tenaga kerja, yaitu:

a. usia;
b. Idiosinkrasia (idiosyncrasy) (kerentanan terhadap suatu
zat kimia);
c. Habituasi (menjadi terbiasa terhadap suatu zat kirnia),

d. Daya tahan tubuh (tolerance): dan


e. Kondisi dan derajat kesehatan tubuh.
Sebagaimana halnya dalam toksikologi industri, maka
toksikologi dalam kaitan pekerjaan dan lingkungan kerja
rnengelompokkan racun pada tiga kelompok yaitu: 1. Zat
kimia industri; 2. Zat kimia pertanian; dan 3. Racun hewan
dan tumbuhan. Zat kimia industri dikelompokkan lagi
menjadi: 1. Persenyawaan nitrogen; 2. Persenyawaan halogen
hidrokarbon; 3. Alkohol dan glikol; 4. Ester, aldehida dan
eter; S. Hidrokarbon; 6. Zat korosif; 7. Logam beracun; 8.
Sianida, sulfide dan karbon monoksida; 9. Partikel dalam
udara. Zat kimia pertanian dikelompokkan lagi menjadi : 1.

Pestisida halogen; 2. Pestisida inhibitor kolinestrase dan 3.


Pestisida lainnya. Hewan dan tumbuhan beracun meliputi
reptile, laba-laba, dan serangga, hewan/binatang laut serta
tumbuhan beracun.
Simptomatogi atau tanda keracunan akibat zat kimia
beracun menurut kelompok racun sebagaimana telah
dikemukakan berbeda untLik setiap zat kimia, sekalipun untuk
kelompok yang sama mungkin saja terdapat kesar-naan dari
Skala kecil sampai kepada keadaan hampir sama. Jenis
keracunan akibat kerja sebagaimana diatur oleh ketentuan
normatif adalah berikut ini:
1.

Keracunan yang disebabkan


persenyawaannya yang beracun;

oleh

berilium

atau

2.

Keracunan yang disebabkan oleh


persenyawaannya yang beracun;

kadmium

atau

3.

Keracunan
yang
disebabkan
persenyawaannya yang beracun;

4.

Keracunan yang disebabkan


persenyawaannya yang beracun;

5.

Keracunan yang disebabkan


persenyawaannya yang beracun;

6.

Keracunan yang disebabkan


persenyawaannya yang beracun;

7.

Keracunan yang disebabkan oleh air raksa atau


persenyawaannya yang beracun;

8.

Keracunan yang disebabkan oleh timah hitam (timbal)

oleh

olch

oleh

fosfor

atau

krom

atau

mangan

atau

arsen

atau

atau persenyawaannyo, yang beracun;

9. Keracunan

yang disebabkan
persenyawaannya yang beracun;

oleh

fluor

atau

10. Keracunan yang disebabkan oleh karbon disulfide;


11. Keracunan yang disebabkan oleh derivat halogen dari
persenyawaan hidrokar-bon alifatis atau aromatk yang
beracun;

12. Keracunan yang disebabkan oleh benzen atau honiolognya yang beracun;

13. Keracunan yang disebabkan oleh derivat nitro dan


annina, dari benzen dan homolognya yang beracun;

14. Keracunan yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester


asam nitrat lainnya.

15. Keracunan yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau


keton.
Mengingat toksikologi tidak hanya terbatas kepada
kelainan atau penyakit yang manifestasinya keracunan,
melainkan mencakup semua efek lainnya apa pun bentuknya,
maka penyakit akibat kerja lain baik yang secara tegas diatur
dalam ketentuan normatif maupun tidak sepanjang disebabkan
oleh zat kimia harus dipandang sebagai penyakit akibat efek
toksis zat kimia. Dalam kaitan ini, penyakit akibat kerja yang
biasanya tidak dipandang sebagai suatu keracunan tetapi
sebenarnya merupakan efek racun zat kimia kepada organ
sasaran adalah:

1.

Pnemokoniosis

yang

disebabkan

debu

mineral

2.

pembentuk jaringan parut (silikosis, antrakosilikosis,


asbestosis) dan silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian;
Penyakit paru dan saluran pemafasan (bronkhopulmoner)
yang disebabkan oleh debu logam keras;

3.

Penyakit paru dan saluran pemafasan (bronkhopulmoner)


yang disebabkan oleh debu kapas, vlas, henep dan sisal
(bissinosis);

4.

Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab


sensitisasi dan zat perangsang yang dikenal berada
dalam proses pekerjaan;

5.

Penyakit kulit(dermatosis)
penyebab faktor kimiawi;

6.

Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh


ter, pie, bitumen, minyak mineral, antrasen atau
persenyawaan, produk atau residu dari zat tersebut;

yang

disebabkan

oleh

7. Kangker paru atau mesotelionia yang disebabkan oleh


asbes.

Selain keracunan dan juga penyakit akibat kerja yang


disebabkan oleh efek penyakit yang disebabkan oleh zat kimia
dalam pekerjaan atau lingkungan kerja dan belum dinyatakan
dalam ketentuan normatif dikelompokkan sebagai penyakit
akibat kerja yang disebabkan oleh zat kimia lainnya termasuk
bahan obat.

Sedangkan menurut Harrianto (2009) menyebutkan bahwa


faktor yang mempengaruhi toksisitas zat kimia adalah sebagai
berikut:
1. Karakaristik kimiawi:
a. Komposisi
b. Derajat toksisitas. Dalam kondisisi tertentusetiap zat
kimia dapat memjadi toksin terhadap mahluk hidup.
Misalnya, zat kimia yang sangat toksik dengan dosisi
yang sangat kecil pun akan menimbulkan kerusakan
jaringan pada makhluk hidup, sebaliknya zat kimia
yang kurang toksik tidak akan menimbulkan
gangguan walaupun makhluk hidup terpajan dengan
dosis yang cukup besar.
c. Karakeristik fisik (ukuran partikel, metode
formulasi,suhu proses dan lain-lain)
d. Kemurnian dan terdapatnya kontaminan
e. Karakter stabilitas dab penyimpanan
f. Terdapatnya pengumulsi,zat pewarna,zat pengawet,
dan lain-lain.
2. Karakarestik pajanan
a. Dosis pajanan.metode proses produksi atau suatu zat
kimia lain sangat mempengaruhi kualitas absorpsi
(dosis) substansi kimia tersebut.
b. Fekuensi dan durasi pajanan. Banyaknya pajanan
yang terjadi (tunggal, berulang-ulang atau terus
menerus), lamanya pajanan ( durasi ) terjadi, dan
interval masing-masing pajanan yang terjadi juga
harus dipertimbangkan.
c. Cara memasukan pajanan (per oral,kulit, per inhalasi,
per injeksi)

3. Lingkungan kerja. Suhu dan kelembapan, tekanan udara,


sumber
penerangan
lingkungan
kerja,
dapat
mempengaruhi toksisitas suatu bahan kimia.
4. Kerentanan individu. Toksisitas suatau zat kimia juga di
pengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, status
genetic, imunokogis, status gizi, dan status hormonal,
misalnya, kehamilan, serta adanya penyakit menahun.
B. TES TOKSISITAS
Pada label produk-produk dari eropa dikenal 3 derajat 3 istilah
toksisitas:
1. Berbahaya (harmful)untuk zat kimia yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan yang ringan.
2. Beracun (toxic) untuk zat kimia yang dapat
menimbulkan gangguan kasehatan yang lebih berat.
3. Sangat baracun (very toxic) untuk zat kimia yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat
berat.
Prinsip toksikologi terletak pada konsep kurva dosis-efek dari
suata zat kimia, yang besarnya gangguan kesehatan yang
terjadi. Gangguan kesehatan dapat berarti sutu kematian,
kecacatan,
sakit,
atau
hanya
terjadi
perubahan
biokimiawi/gangguan fisiologis yang kurang berarti seperti
naik atau turunya tekanan darah ,frekuensi jantung yang lebih
cepat/lambat,dan sebagainya. Oleh sebeb itu, aspek terpenting
toksikologi adalah pengukuran kuantitatif toksisitas setiap zat
kimia untuk mengetahui amban g batas dosis yang aman
untuk dapat diberikan pada manusia . Untuk mengukur derajat

toksisitas dapat dilaksanakan dengan beberapa metode tes


toksikologis, yaitu:
1. Tes toksisitas akut (Id 50 lethal dose 50). Tes LD50 yaitu
dosis rer oral suatu zat kimia yang
dapat
menimbulkan kematian dalam 7 sampai 14.
Dari pengembangan tes ini secara praktis dapat ditentukan
derajat toksisitas suatu zat kimia, antara lain
(Michael,Q.philip,B. [1991] Managing Occupational
Health and Safety Australia:
Derajat toksisitas

Klasifikasi

Sangat toksis

LD50
(BB/kg dosisi
tunggal untuk
tikus)
1 mg atau kurang

toksisitas tinggi

1-50 mg

toksisitas sedang

50-500 mg

Toksisitas rendah

0,5-5 g

Praktis tidak toksis

5-15 g

Relatif berbahaya

15 g atau lebih

2. Tes iritasi akut. Zat kimia yang akan dites ditempelkan


pada kulit binatang percobaan ,hasilnya positif bila
terjadinya reaksi kemerahan pada kulit setelah babarapa
hari. Tes sejenis ini dilaksanakan juga pada mata binatang
percobaan yang disebut tes Draize.
3. Tes subakut. Pada jenis tes ini ,zat kimia diberikan secara
per oral atau per inhalasi pada binatang percobaan dan

ditunggu selama 90 hari,untuk menilai secara lebih akurat


gannguan patologi anatomi suatu organ akibat efek
zaman kimia tersebut.
4. Bioassay kronik (seumur hidup). Zaman kimia diberikan
pada binatang percobaan secra per oral atau per inhalasi
dan ditunggu seumur hidupnya (pada tikus percobaan
biasanya selama 2 tahun), untuk menilai timbulnya tanda
keganasan atau penyakit yang di akibatkan oleh pajanan
zat kimia jangka panjang lainya akibat efek zat kimia
tersebut.
5. Tes mutagenik akun.Zat kimia yang akan di tes
dimasukan pada biakan bakteri selama 2 sampai 3 hari,
efek karsinogenik atau mutagenik zat kimia tfrsebut dapat
dievaluasi secara cepat.Tes Ames secara komersial
banyak digunakan di australia untuk meneliti efek
karsinogenik/mutagenik
fume atau uap yang tidak
diketahui, misalnya yang dihasilkan oleh proses
pengolahan aspal panas atau karet panas.
6. Tes reproduksi. Penelitian multigenerasi pada binatang
percobaan untuk meneliti efek refroduksi akibat paparan
zat kimia akibat salah satu atau kedua induk sebelum
perkawinan, dan mengobserpasi keturunanya. Tes lebih
singkat dapat dilaksanakan pada pajanan suatu zat kimia
pada binatang percobaan yang sedang hamil. Umumnya
efek refroduksi yang diteliti meliputi berkurangnya
kesuburan
berat badan lahir renda, deformitas
pembentukan organ , dan kecacatan lainnya.
7. Tes perilaku. Tes ini memeliti efek pajanan suatu zat
kimia yang terhadap perilaku binatang percobaan. Selain
itu tes ini merupakan tes yang biasa digunakan untuk
meneliti efek suatu zat kimia pada sistem susunan saraf.

BAB III
TIPE BAHAYA BAHAN KIMIA

Bahan kimia dewasa ini telah mencapai ratusan ribu jenis


untuk berbagai macam keerluan. Diantara bahan-bahan kimia
tersebut, ada yang dapat digolongkan sebagai bahan kimia tidak
berbahaya dan beracun (non-B3) dan ada yang digolongkan
sebagai bahan berbahaya dan beracun (B3).
Secara umum bahan kimia yang digolongkan sebagai B3,
selain bahan radiasi,memilii karakteristik sebagai berikut:

A. BAHAN KIMIA MUDAH TERBAKAR


Bahan mudah terbakar adalah bahan yang mudah
bereaksi dengan oksigen dan menimbulkan kebakaran. Reaksi
kebakaran yang amat cepat juga dapat menghasilkan ledakan.
Bahan cair dinyatakan mudah terbakar bila titik nyala >21C
dan <55C pada tekanan 1 atm. Bahan cair dinyatakan sangat
mudah terbakar bila titik nyala <21C dan titik didih >21C
pada tekanan 1 atm. Gas dinyatakan mudah terbakar juka titik
didih <20C pada tekanan 1 atm.
Bahan mudah terbakar dapat dilarifikasikan menjadi:
a. Zat padat mudah terbakar
Zat padat mudah terbakar dalam industri adalah belerang
(sulfur), fosfor, kertas/rayon, hidridalogam, dan kapas.
Pada umumnya zat adat lebihsukar terbakar daripada
dalam bentuk cair.meski demiian zat padat berbentuk
serbuk halus sangatmudah terbakar

b. Zat cair mudah terbakar


Kelompok ini adalah yang paling banyak ditemui dalam
industri yang dikenal sebagai pelarut organik. Contohnya
adalah ster, alkohol, aseton, benzena, heksan, danlainlain. Pelarut-pelarut tersebut pada suhu kamar
menghasilkan uang yang dalam perbandingan tertebtu
dapat terbakar oleh adanya api terbuka atau loncatan
listrik. Pengalaman menunjukan bahwa uappelarut dapat
berdifusi sejauh 3 meter menuju titik api atau seolah-olah
kita melihatapi menyambar pelarut organik pada jarak
tersebut.

Gambar 3.1. Lambang bahan kimia mudah terbakar


Kecenderungan suatu pelarut organik untuk mudah
terbakar selain ditentukan oleh titik nyala, titik bakar, dan
daerah konsentrasi mudah terbakar, juga ditentukan oleh
titik didih. Suhu tersebut menentukan banyak sedikitnya
uap dihasilkan pada suhu tersebut. Semakin rendah titik
didih, berarti semakin mudah menguap atau semakin
mudah terbakar. Contohnya adalah eter denga titik didih
14C jauh lebih mudah terbakar dari pada alkohol dengan
titik didih 79C.

Selain itu berat jenis uap relatif terhadap udara


jugaenting,karena uaplebih berat dari udara akan
menyebabkan uap akan merayap di atas tanah.
Sedangkan uap yang bebih ringan dari udara akan
cenderung naik ke atas, atau membentuk kantong gas di
atap gedung.
Berat jenis pelarut organik relatif terhadap air perlu
pula dierhatikan. Pelarut organik yang lebih ringan dari
air dan tidak larut dalamair, seperti benzena, bensin, dan
heksa,bila terbakar akan amat berbahaya kalau disiram
dengan air.
Industri cat: petroleum, alkohol, aseton, eter, heksan,
MIBK (Metil Iso-Butil Keton)
Industrikertas: karbon disulfida
Pengolahan minyak: bensin, benzena, toluena, dan
xylene

c. Gas mudah terbakar


Gas mudah terbakar dalam industry misalnya adalah
gas alam, hidrogen, asetilen, etilen oksida. Gas-gas
tersebut amat cepat terbakar sehingga sering
menimbulkan ledakan.
Dibawah ini adalah karakter beberapa bahan organik
mudah terbakar:
No.

Pelarut Daera Titik


h kons didih

Titik
nyala

Titik
bakar

BJ
cair

BJ
ua

C
%
mudah
terbak
ar

an

Aseton

3-13

56

-18

538

0.79

2.0

Benzen
a

1.4-8

80

-11

562

0.88

2.8

Bensin

1.4-7.6

38204

-43

280456

0.8

3.0
4

Etil
Alkoho
l

3.3-19

79

12

423

0.79

1.5
9

Etil
Eter

1.8348

34

-45

180

0.71

2.5
5

Heksen
a

1.1-7.5

68

-22

261

0.66

2.9
7

Karbon
disulfid
a

1-44

46

-30

100

1.26

2.6

Metano
l

6-36.5

65

12

464

0.79

1.1

Metil
etil
keton

2-10

80

-7

515

0.81

2.5

10

Petrole

1-6

30-60

-57

288

0.6

2.5

um
Tabel 2.1. karakter bahan kimia mudah terbakar

B. BAHAN KIMIA MUDAH MELEDAK


Bahan kimia mudah meledak adalah bila reaksi kimia
bahan tersebut menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan
yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan
kerusakan di sekelilingnya.

Gambar 3.2. Lambang bahan kimia mudah meledak


Bahan kimia eksplosif ada yang dibuat sengaja untuk
tujuan peledakan atau bahanpeledak seperti trinitrotoluena
(TNT), nitrogliserin, dan amoniumnitrat (NH2NO3). Bahanbahan tersebut amatpeka terhadap panas dan pengaruh
mekanis (gesekan atau tumbukan).
Di bawah ini adalah struktur kimia bahan yang bersifat
eksplosif:
Struktur

Nama Senyawa

C-C

Asetilen

C-N2

Diazo

C-NO

Nitrozo

C-NO2

Nitro

C-(NO2)o

Alkil polinitro

C=N-O

Oksim

C-N=N-C

Azo

N-NO

N-nitroso

N-N02

N-nitro

N2

Azida

C-N2+

Diazonium

N-logam

N-logam berat

N+OH

Hidroksil amonium

C-Cl-O3

Perkloril

O-O

Peroksida

O3

Ozon

Selain itu ada jenis lain yang bersifat eksplosif, yaitu


debu dan campuran eksplosif.
Debu-debu seperti debu karbon dalam industri batubara,
zat warna diazo dalampabrik zat warna, dan magnesium dalam
pabrik baja adalah debu-debu yang sering menimbulkan
ledakan.

Eksplosif dapat juga terjadi akibat pencampuran


beberapa bahan, terutama bahan oksidator dan reduktor dalam
suatu reaktor mauun dalam penyimpanan.
Di bawah ini adalah contoh campuran bahan yanf dapat
bersifat eksplosif:
Oksidator

Reduktor

KClO3, NaNO3

Karbon, Belerang

Asam nitrat

etanol

Kalium permanganat

gliserol

Krom trioksida

hidrazin

C. BAHAN KIMIA REAKTIF TERHADAP AIR


Bahan reaktif adalah bahan yang bila bereaksi dengan
air akan mengeluarkan panas dan gas yang mudah terbakar.
Hal ini disebabkan zat-zat tersebut bereaksi secara
eksotermik, yaitu mengeluarkan panas, dan gas yang mudah
terbakar. Adapun bahan-bahan kimia tersebut adalah:

Alkali (Na, K) dan alkali tanah (Ca)

Logam halida anhidrat (alumunium tribromida)

Logam oksida anhidrat (CaO)

Oksida non logam halida (sulfaulir klorida)

Gambar 3.3. Lambang bahan kimia reaktif terhadap air


Bahan-bahan tersebut harus dijauhkan dari air atau
disimpan dalam ruangan yang paling kering dan bebas dari
kebocoran air hujan.

D. BAHAN KIMIA REAKTIF TERHADAP ASAM


Bahan reaktif terhadap asam akan menghasilkan panas
dan gas yang mudah terbakar atau gas-gas yang bersifat
beracun dan korosif.
Bahan-bahan reaktif terhadap air di atas juga reaktif
terhadap asam. Selain itu ada bahan-bahan lain, yaitu:

Kalium klorat/perklorat (KClO3)

Kalium permanganat (KMnO4)

Asam kromat (Cr2O2)

E. BAHAN KIMIA KOROSIF


Bahan korosif adalah bahan yang karena reaksi kimia
dapat merusak logam.

Gambar 3.4 Lambang Bahan Kimia Korosif


Bahan kimia korosif antara lain adalah asam sulfat (H2SO4),
asam nitrat (HNO3), asam klorida (HCl), natrium hidroksida
(NaOH), Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2), dan gas belerang
dioksida (SO2).
F. BAHAN KIMIA IRITAN
Bahan iritan adalah bahan yang karena reaksi kimia dapat
menimbulkan kerusakan atau peradangan atau sensitisasi bila
kontak dengan permukaan tubuh yang lembab seperti kulit,
mata, dan saluran pernapasan. Bahan iritan pada umumnya
adalah bahan korosif.

Gambar 3.5 Lambang bahan kimia iritan


Bahan kimia korosif seperti asam trikloroasetat, asam sulfat,
gas belerang dioksida, dapat bereaksi dengan jaringan tubuh
seperti kulit, mata, dan saluran pernapasan. Kerusakan yang
terjadi dapat berupa luka, peradangan, iritasi (gatal-gatal), dan

sensitisasi ((jaringan menjadi amat peka terhadap bahan


kimia).
Menurut bentuk zat, bahan iritan dapat dibagi dalam tiga
kelompok dengan contoh-contoh sebagai berikut:
1. Bahan iritan padat
Bahaya akan timbul apabila kontak dengan kulit atau
mata
Contoh senyawa:
Anorganik : Natrium hidroksida (NaOH)
Natrium silikat (Na2OxSiO2)
Kalsiun hidroksida (Ca(OH)2, CaO)
Kalium hidroksida (KOH)
Organik

: Asam Trikloroasetat (CCl3COOH)


Fenol (C6H5OH)

2. Bahan iritan cair


Bahaya akan timbul apabila kontak dengan kulit atau
mata, yang menyebabkan proses pelarutan atau
denaturasi protein.
Contoh senyawa:
Anorganik : asam sulfat, asam nitrat, asam klorida
Organik

: Asam format (asam semut)


Asam asetat (cuka)

Karbon disulida
Hidrokarbon terhalogenasi
3. Bahan iritan gas
Bahaya terutama karena terhirup dan merusak saluran
pernapasan. Gas iritan ini digolongkan menjadi tiga,
yaitu:
a. Gas amat larut dalam air, merusak saluran
pernapasan bagian atas. Contoh: amoniak, asam
klorida, ormaldehida, asam asetat, asam fluoride.
b. Gas dengan kelarutan sedang, merusak saluran
pernapasan bagian atas dan bagian dalam.
Contoh: sulfur dioksida, klor, krom.
c. Gas dengan kelarutan kecil merusak alat
pernapasan bagian dalam. Contoh: ozon, fosgen,
nitrogen dioksida

G. BAHAN KIMIA BERACUN


Bahan dinyatakan sebagai bahan beracun jika pemaparan
melalui mulut LD50 > 25 atau 200 mg/kg berat badan, atau
pemaparan melalui kulit LD50 > 25 atau 400 mg/kg berat
badan, atau melalui pernapasan LD50 > 0,5 mg/L atau 2
mg/L.

Gambar 3.6 Lambang Bahan Kimia Beracun


Bahan kimia beracun didefinisikan sebagai bahan kimia yang
dalam jumlah kecil menimbulkan keracunan pada manusia
atau makhluk hidup lainnya. Pada umumnya zat-zat toksik
masuk lewat pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh
tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu. Zat-zat
tersebut dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh
tertentu seperti hati, paru-paru, dan lain-lain tetapi dapat juga
zat-zat tersebut berakumulasi dalam tulang, darah, hati, ginjal,
atau cairan limfa dan menghasilkan efek kesehatan pada
jangka panjang. Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh
dapat melewati urine, saluran pencernaan, sel epitel, dan
keringat.
Sifat toksik dari suatu zat kimia selain dintentukan oleh sifat
alamiah suatu zat, juga ditentukan oleh jenis persenyawaan
dan keadaan fisik zat tersebut. Bahan-bahan beracun dalam
industry dapat digolongkan dalam beberapa golongan, yakni:
a. Senyawa logam dan metalloid
b. Bahan pelarut
c. Gas-gas beracun
d. Bahan karsinogenik

e. Pestisida
Contoh bahan kimia beracun adalah sebagai berikut:
Jenis zat
Jenis Bahan
beracun
1. Logam/ Pb
(TEL,
metaloi
PbCO3)
d
Hg
Cadmium
Krom
Arsem
Fosfor

Akibat keracunan dan


gangguan
Syaraf, ginjal, darah
Syaraf, ginjal
Hati, ginjal, darah
Kanker
Iritasi, kanker
Metabolisme
karbohidrat, lemak,
dan protein
Pusing dan koma

Hidrokarbon
alifatik (bensin,
minyak tanah)
Hidrokarbon
Hati dan ginjal
terhalogenasi
(kloroform, CC4)
Alkoho
Syaraf
pusat,
leukemia
3. Gas-gas Asfixian
Sesak
napas,
beracun
sederhana (N2,
kekurangan oksigen
Argon, He)
Pusing, sesak napas
Asfixian kimia::
Sesak napas, kejang,
Asam
sianida
hilang kesadaran
(HCN)
Sesak napas, otak
Asam
sulfide
jantung, syaraf, hilang
(H2S)
kesadaran
Karbon
2. Bahan
pelarut


4.
Karsinogen

monoksida
Nitrogen oksida
(Nox)
Benzena
Asbes
Bensidin
Krom
Naftil amin
Vinul klorida

Organoklorin
Organofosfat
Tabel 2.2. Bahan Kimia Beracun

5. Pestisida

Sesak napas, iritasi,


kematian
Leukimia
Paru-paru
Kandung kencing
Paru-paru
Paru-paru
Hati,
paru-paru,
syaraf, darah
Pusing, kejang, hilang
kesadaran, kematian

Selain jenis bahan kimia beracun di atas, bahan-bahan


tersebut dapat juga di klasifikasikan berdasarkan kekuatan
racunnya. Ekuatan racun tersebut berdasarkan angka LD50
(Lethal Dose 50) yang artinya berapa banyak zat tersebut
diberikan kepada binatang percobaan dan membuat kematian
sebanyak 50% dari binatang percobaan tersebut. Semakin
kecil angka LD50 berarti bahan semakin toksik dan
sebaliknya. Klasifikasi LD50 adalah sebagai berikut:
Klas zat beracun
LD50 (mg/kg)
Racun super
<5
Amat sangat beracun 5-50
Amat beracun
50-500
Beracun sedang
500-5.000
Sedikit beracun
5.000-15.000
Tidak beracun
>15.000
Tabel 2.3. Klasifikasi LD50

Contoh
Nikotin
Timbal arsenal
Hidrokinon
Isopropanol
Asam Sorbat
Propilen glikol

H. BAHAN KIMIA KARSINOGENIK


Bahan lain yang dapat mengubah struktur genetik
manusia, seperti kanker, mutagenesis.

Gambar 2.7. Lambang bahan kimia karsinogenik

I. GAS BERTEKANAN
Bahan ini adalah gas yang disimpan dalam tekanan
tinggi, baik gas yang ditekan, gas cair, atau gas yang
dilarutkan dalam pelarut dengan tekanan.

Gambar 2.8. Lambang gas bertekanan

2.10. BAHAN KIMIA OKSIDATOR

Bahan ini adalah bahan kimia yang mungkin tidak


terbakar tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapat
menyebabkan kebakaran pada bahan-bahan lainnya.

Gambar 2.9. Lambang bahan kimia oksidator


Bahan kimia oksidator bersifat eksplosif karena sangat
reaktif atau tidak stabil, selain itu mampu menghasilkan
oksigen dalam reaksi atau penguraiannya sehingga dapat
menimbulkan kebakaran selain ledakan.
Bahan kimia oksidator terdiri atas:
a. Oksidator anorganik seperti:

Permanganat (MnO2)

Perklorat (ClO2)

Dikromat (Cr2O2-2)

Hidrogen peroksida (H2O2)

Periodat (IO3-)

Persulfat (S2O8-2)

b. Peroksida organik seperti:

Bensil peroksida

Asetil peroksida

Eteroksida

Asam perasetat

Peroksida-peroksida organik dapat pula terbentuk pada


penyimanan seperti eter, keton, ester, senyawa-senyawa tidak
jenuh, dan sebagainya. Peroksida terbentuk sebagai akibat
reaksi dengan oksigen di udara.

BAB III
IDENTIFIKASI BAHAYA BAHAN KIMIA

Dalam upaya memastikan bahan kimia yang berbahaya ada


di tempat kerja, maka perlu dilakukan identifikasi awal.
Identifikasi awal dapat dilakukan berdasarkan pada :

1. Data bahan kimia yang diterima oleh pihak gedung


2. Bahan kimia yang biasa dipergunakan oleh suatu
tempat kerja
3. Proses yang ada
Identifikasi awal yang dilakukan secara umum memakai
format berikut:
1. Nama bahan kimia:
Keperluan untuk ini jelas, tetapi nama popular
ataupun nama merek yang harus diberikan sebagai mana
kirimannya. Hal ini seperti asam asetil aslisilat yang berarti
aspirin bagi ahli kimia, tidak membingungkan operator yang
telah berpengalaman. Contoh lain adalah H2S bagi ahli kimia
berarti hydrogen sulfide bagi insinyur, kalsium hipoklorit
sama dengan kapur klor, fenol menjadi asam karbolat, dan
soda kue menjadi soda bikarbonat.
2. Apa kondisi fisiknya ?
Obyek ini untuk menentukan secara sederhana
apakah bahan kimia yang diterima berbentuk padat, cair atau
gas bukan sifat fisik secara umum. Juga harus diperhatikan

pada kondisi apa suatu bahan kimia berbentuk padat, cair,


atau gas. Misalnya adalah natrium hidroksida (NaOH) yang
didapat dibeli sebagai padatan di drum atau larutan kuat di
tanker atau drum; karbon dioksida dapat dibeli sebagai
padatan, cairan, atau gas. Secara umum, panas masuk atau
panas keluar diperlukan untuk pengubahan bentuk, sehingga
identifikasi ini menentukan bagaimana dan dimana bahan
kimia harus disimpan. Apakah matahari dan panas
mempearuhi? Apakah bahan itu akan membeku bila
dibiarkan terbuka? Bila berbentuk padat, apakah berupa
bubuk? Perhatikan harus diberikan jika bahan disimpan
dalam bentuk yang tidak stabil, seperti karbon dioksida yang
disimpan dalam bentuk padat. Bahaya dapat terjadi karena
beberapa hal, seperti temperature yang naik dengan cepat
karena kebakaran dan emisi yang cepat karena kebocoran.
Bila berupa cairan dari drum ke lubang penampung (domp
ground), atau membuat korosi internal bila disimpan dalam
waktu lama ?
3. Apakah beracun?

Apakah menyebabkan akut ?

Apakah menyebabkan kronis ?

Apakah masuk melalui saluran makanan ?

Apakah masuk melalui pernapasan ?

Apakah masuk melalu absorpsi ?

Apakah kadar toksisitas dapat segera ditentukan ?

Berapakah Nilai Ambang Batas (MAC) nya ?

Klarifikasi antara kadar racun dengan bahaya harus


dimengerti dengan jelas. Kadar racun bahan kimia adalah
salah satu dari sifat-sifat alami yang tidak dapat dihilangkan
bila bahan kimia tersebut tetap sama rumus bangunnya, tetapi
bahaya ditentukan oleh frekuensi dan lamanya pemaparan
dan konsentrasi bahan kimia. Cedera tidak akan terjadi tanpa
pemaparan konsentrasi yangn diberikan dan rancangan dan
operasi proses bahan kimia yang menentukan banyaknya
pemaparan, konsentrasi, dan lain-lain. Karenanya, dengan
rancangan yang benar dan penanganan yang aman, bahaya
dapat dihilangkan atau tanda-tanda potensinya dapat
diredakan.
Karena penggunaannya yang sangat umum, hamper
dapat dikatakan bahwa semua mengetahui bahwa asam sulfat
pekat merupakan cairan korosif yang dengan cepat dapat
menghancurkan jaringan badan dan membuat luka bakar.
Meskipun demikian, ratusan ton asam sulfat dimanipulasi,
ditransfer, dan disimpan setiap hari tanpa bahaya yang besar
hal ini disebabkan sifat-sifat racunnya telah diketahui dan
dipahami dan cara-cara pencegahan kecelakaannya telah
dibuat. Hasil kontak dengan asam sulfat terjadi dengan cepat
dan akut, tetapi meskipun benzene dalam kuantitas sedikit di
kulit tidak merupajan hal yang berbahaya, efek akumuatif
dari sidat-sifatnya dapat memicu anemia yang serius dan
kematian.
Aspek lanjutan dari pertanyaan mengenai kadar racun
adalah apakah kadar racun dapat segera ditentukan dan
apakah Nilai Ambang Batas (NAB) yang dinyatakan dalam
bagian per juta, yang menyatakan kondisi yang karyawan
dapat terpapar setiap hari tanpa mengalami efek yang berarti.

Tetapi, peringatan harus diberikan bahwa NAB, dalam


konteks yang benar, hanya dapat diinterpretasikan dengan
benar oleh personil yang terlatih dalam hygiene industry, dan
tidak boleh digunakan sebagai :
a. Indeks relative atas bahaya atau kadar racun;
b. Alat evaluasi pada gangguan polusi udara;
c. Perkiraan potensi racun pada pemaparan terusmenerus yang tidak berhenti.
Meskipun bahaya yang terdeteksi sebagai bau tidak
dapat diyakinkan benar, tetapi tidak ada keraguan bahwa bau
khas dari beberapa bahan kimia merupakan indiskasi yang
jelas akan adanya bahan kimia tersebut, meskipun bukan
konsentrasinya. Betikut ini adalah bahaya dari pemantauan
dengan orang. Sebagai contoh, bau dari klorin (Cl2) dapat
dikenali dengan tercium pada konsentrasi yang sangat kecil,
dank arena tidak ada efek iritasi yang nyata dalam waktu
cepat, maka tidak ada tindakan perbaikan. Tetpi, konsentrasi
maksimum yang diperbolehkan untuk klorin di udara adalah
satu pemaparan, dan konsentrasi terkecil yang dapat
terdeteksi oleh manusia pada umumnya adalah tigas sampai
empat bagian klorin per satu juta bagian udara. Hal ini
menunjukkan bahwa bila klorin tercium berarti ada instalasi
yang perlu diperbaiki.
4. Berapakah:

Densitas uap?

Tekanan uap?

Titik beku?

Specific Gravity?

Kelarutan dalam air ?

Pengetahuan atas kelima karakter fisik di atas


memberikan fakta dan informasi yang terpisah dan berharga.
Semua cairan akan menguap, tetapi kecepatannya
penguapannya tergantung pada suhu dan tekanan; secara
umum cairan panas menguap lebih cepat daripada cairan
dingin. Tekanan uap cairan dan larutan harus diperhatikan
terutama pada suhu ruang. Hal ini sangat penting bila
menyimpan drum berisi cairan berbahaya. Keocoran dari
beberapa bahan kimia, dapat menimbulkan bahaya/
perbandingan berat jenis antara uap/gas dengan udara
menunjukkan apakah uap pada suhu nirmal (0 C) dan
tekanan normal (76 cm-Hg) lebih padat atau lebih renggang
daripada udara; karena uap itu akan naik ke atmosfir atau
turun. Sebagai contoh adalah petrikeum yang memiliki berat
jenis 2,5. Kebocoran petroleum, setelah menguap pada suhu
normal, membentuk uap yang cenderung bergerak sepanjang
permukaan. Beberapa kondisi yang mempengaruhi seperti
kecepatan angin dan suhu sekitar membantu petroleum
menyebar cukup jauh dari lubang inspeksi, tetapi uap
petroleum bergerak sepanjang lubang, menghasilkan atmosfir
mudah meledak yang dapat menghasilkan bencana hanya
dengan letikan api.
Pentingnya pengetahuan specific gravity terlihat
nyata saat menentukan tindakan yang harus diambil saat
menghadapi kebocoran besar. Perbandingan berat jenis bahan
kimia dengan berat jenis air menunjukkan apakah bahan
kimia akan mengambang di atas air atau akan tenggelam.

Semua cairan bocor diarahkan mencapai saluran buang, dan


ledakan di bawah tanah akibat kontaminasi oleh cairan sangat
mudah terbakan dapat membuat kerusakan hebat di area yang
luas. Bahan tersebut contohnya adalah petroleum. Petroleum
memiliki berat jenis 0,80, sehingga bocoran akan
mengambang di atas air. Karenanya air tidak
direkomendasikan sebagai bahan pmadam untuk kebakaran
petroleum cair, karena air akan tenggelam di bawah
petroleum, dan dengan naiknua volume cairan, maka akan
cenderung memperlebar area kebakaran. Membiarkan
petroleum keluar ke saluran buang hanya akan meningkatkan
bahaya.
Sebaliknya, bila cairan korban disulfide yang sangat
mudah terbakar, memiliki titik nyala yang rendah dan titik
bakar yang rendah, memiliki specific grafity 1,26 terbakar,
maka dapat dikendalikan dengan menggunakan air yang
cukup.
Bila bahan kimia dapat larut dalam air, kebocoran
apapun akan mudah bergabung karena dapat dijenuhkan
dengan air dan setelah pencegahan yang layak telah
dilakukan, dapat dikeluarkan ke system efluen.
Sehubungan dengan kemampuan pelarutan bahan
kimia ke dalam air, harus pula diperhatikan bahaya yang
mungkin terjadi pada beberapa bahan kimia. Beberapa kasus
yang mungkin terjadi pada beberapa bahan kimia. Beberapa
kasus pernah terjadi yang menimbulkan cedera serius yang
timbuk akibatnya masuknya air ke dalam wadah kosong
berbagai bahan kimia menyebabkan reaksi yang hebat,
sebagai contoh adalah fosfor klorida yang bukan bahan kimia
korosif, tetapi setelah kontak dengan air atau uap air, akan

bereaksi hebat, melepas panas dan uap korosif asam klorida.


Contoh lain adalah sejumlah natrium sianida yang bocor
disembur dengan air ke saluran buang. Reaksi antara natrium
sianida dengan air di saluran buang seperti asam sulfat jika
bercampur dengan air akan menghasulkan panas, dan dalam
kondisi tertentu akan menghasilkan uap air yang cukup untuk
menyebabkan semburan. Karenanya, kemampuan suatu
bahan kimia untuk larut dalam air memerlukan penanganan
yang tepat.
5. Apa bahan yang inkompatibilitas?
Beberapa bahan kimia bereaksi hebat dengan bahan
kimia lain dan bahan-bahan yang berhubungan tersebut
disebut inkompatibel. Sebagai contoh adalah asetilene yang
akan beraksi hebat dengan klorin, sehingga kecelakaan yang
memungkinkan bergabungnya dua bahan kimai tersebut harus
dicegah. Sama hal nya dengan asam nitrat yang tidak boleh
dibawa sampai kontak dengan cairan mudah terbakar. Bahaya
sesungguhnya dari inkompatibilitas terjadi akibat kesalahan
dalam melakukan asesmen, sehingga saat beberapa bahan
kimia dibawa bersama-sama dengan kurang hati-hati, terjadi
reaksi hebat dan merusak pabrik dan personilnya.
Kemungkinan akibat pencampuran yang tidak direncanakan
harus selalu diawasi
Bahan inkompatibilitas lain adalah oksidator dan
reduktor. Beberapa bahan kimia yang tidak terbakar mampu
membantu dengan baik pembakaran saat berkombinasi
dengan bahan kimia lain yang menghasilkan oksigen dengan
jumlah yang besar. Tidak hanya atmosfir dengan cepat
dipenuhi oleh oksigen, tetapi panas reaksi mungkin cukup
untuk membuat pembakaran dan kebakaran dapat terjadi.

Oksidasi adalah kombinasi oksigen bahan kimia dengan


bahan lain; dapat cepat atau lambat dan bahan yang dengan
cepat dapat memberikan oksigennya ke bahan lain disebut
oksidator, seperti asam nitra (HNO3), mangan oksida (MnO2),
hydrogen peroksida (H2O2), dan asam kromat (CrO3).
Sebaliknya, bahan yang mengambil oksigen dari
senyawa dan kombinasinua disebut reduktor, seperti
hydrogen, karbon, hidrokarbon, bahan organic, dan lain-lain.
Oksidasi dan reduksi adalah proses yang berlawanjan
yang selalu terjadi bersamaan, dan bahan yang
inkompatibilitas seperti kalium permanganate (KMnO4), yang
merupakan oksidator kuat, bila tergabung dengan bubuk
aluminium yang merupakan reduktor kuat, dengan cepat
mengubah sifat-sifat alamiahnya dengan memperhatikan
bahwa kedua bahan tidak boleh disimpan berdekatan.
6. Apakah bahan mudah terbakar atau sangat mudah terbakar ?

Beberapa titik nyalanya ?

Beberapa batas LEL dan UEL nya ?

Beberapa titik bakarnya ?

7. Tipe pemadam api yang harus digunakan ?


8. Alat pelindung diri apa yang harus digunakan?
9. Sistem pencegahan ini ?
Proses yang ada, selain proses yang sudah fix, yang
berpotensi menyebabkan bahaya akibat bahan kimia antara
lain adalah :

1. Pengelasan dalam ruang terbatas (confined space),


seperti di dalam tangkin; akan menghasilkan NO, ozon,
uap logam.
2. Pengelasan, bila logam yang akan dilas telas dibersihkan
dengan chlorinated hydrocarbon (seperti CCl4); akan
menghasilkan NO, ozon, uap, fosgene, HCl.
3. Dekomposisi bahan organic; akan
hydrogen sulfide, amoniak, metana, CO2.

menghasilkan

4. Asam klorida, HCl, bila disimpan di dalam wadah baja


pickle, tidak hanya pengetahuan bagaimana menangani
asam itu sendiri, tetapi juga evolusi hydrogen dalam
proses dan sisa bahan yang tidak diinginkan karena
tertinggal di wadah.
Langkah-langkah identifikasi secara rinci dapat
dilihat pada gambar-gambar di bawah ini tentang Pendekatan
dan Strategi Sistematik pada Higiene Kerja, tahap 1 sampai
tahap 5.

EVALUASI BAHAYA PENDAHULUAN


Pertanyaan
Tindakan
Apa bahannya ?
Apa prosesnya ?
Apa produk intermediatnya ?
Apa produk akhirnya ?
Apa limbahnya ?

Telusuri literature publikasi


yang terkait
Telusuri pengalaman industry
yang ada atau yang terkait

MULAI
Apakah hal ini menimbulkan masalah
Ya

Tidak

BERH
ENTI

Apakah faktornya ?
Kimia ?
Fisika ?

Biologi ?

Ikuti cara yang sama seperti


untuk faktor kimia

A
Apakah bahayanya :
Langsung
membahayakan
kehidupan atau
anggota badan ?

Berbahaya
setelah waktu
yang lama ?

Apakah
mungkin proses
dilanjutkan
dalam bentuk
sekarang untuk
jangka pendek
?

Apakah
pengendalian
temporer yang
efektif dapat
dilakukan
dengan cepat ?

Ti
da
kk

Proses
Dihentikan

Tidak
berbahaya
tetapi memiliki
efek
kesehatan ?

Hanya
mempengaruho
perasaan fisiologi
dan psikologi

Terutama
dipertimbangkan aspek
ekonomi dan sosial
Pertimbangan strategi
jangka panjang
Y
a

Tahap
Pengendalia
n

Apakah perlu evaluasi sistematik


?

Ti
d
a
a
a
k

Y
a
Tahap
Penilaia
n

Gambar 3.1. Tahap Evaluasi Bahaya Pendahuluan

BAB V
MATERIAL SAETY DATA SHEET (MSDS)

A. PENGERTIAN
Material Safety Data Sheet (MSDS) atau dalam istilah
indonesianya Lembar data Keselamatan Bahan (LDKB)
adalah dokumen tentang satu bahan kimia yang harus ada
pada industry yang membuat, menyimpan, atau
menggunakannya, yang memberikan inormasi tentang bahan
kimia tersebut.
Pada industry kimia, terutama pada perusahaan yang
sahamnya dimiliki oleh Negara asing.
Menurut keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kemp.
187/Men/1999, MSDS harus berisi hal-hal berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Identitas Bahan dan Perusahaan


Komposisi bahan
Identifikasi bahaya
Tindakan P3K
Tindakan Penanggulangan Kebakaran
Tindakan terhadap tumpahan dan kebocoran
Penyimpanan dan Penanganan Bahan
Pengendalian Pemajanan dan Alat Pelindung Diri
Sifat-sifat fisika dan kimia
Reaktivitas dan Stabilitas
Informasi Toksikologi
Informasi Ekologi
Pembuangan Limbah
Pengangkutan

15. Peraturan Perundang-undangan


16. Informasi lain yang diperlukan
Berikut ini adalah contoh MSDS
CONTOH 1: NaOH
BAGIAN I

: BERISI INFORMASI TENTANG PRODUK


DAN PERUSAHAAN PEMBUATNYA

1. IDENTIFIKASI
PRODUK
DAN
PERUSAHAAN
PEMBUAT
Nama
: Sodium hydroxide, solid.
Sinonim : Lye, sodium hydrate, white caustic,caustic soda,
Soda lye, soda ash, ascarite.
Perusahaan Pembuat :Certified Lye PO Box 133; Spring
Valley, CA 91976-0133
Website: http://www.certified-lye.com
Email: info@certified-lye.com
Telephone: 619-548-2378
Pusat Pengendalian Keracunan: 800-222-1222

BAGIAN II

: BERISI
NAMA
BAHAN
KIMIA,
KOMPOSISI BERSERTA INFORMASI
BAHAN-BAHAN PENYUSUNNYA

2. KOMPOSISI / INFORMASI BAHAN PENYUSUN


Nomor CAS

1310-73-2 dan 497-19-8

Chemical Name
Carbonate

Sodium

hydroxide

dan

Sodium

Prosentase

BAGIAN III

99-100 sodium hydroxide dan < 1,0


sodium carbonate
: BERISIKAN IDENTIFIKASI BAHAYA
DARI
BAHAN
KIMIA,
TEMASUK
BAHAYANYA JIKA MASUK KE TUBUH
MANUSIA MELEWATI 3 JALUR KOTAK,
KULIT, INHALASI DAN INGESTI

3. INDENTIFIKASI BAHAYA
CIRI UMUM
KENAMPAKAN
: PADATAN PUTIH
BAHAYA
: MENYEBABAN
RASA
TERBAKAR PADA MATA DAN
KULIT, JUGA RASA TERBAKAR
PADA SALURAN NAFAS DAN
SALURAN
PENCERNAAN,
BERSIFAT
HIGROSKOPIS
MENYERAP AIR DARI UDARA
ORGAN TARGET
: MATA,
KULIT
DAN
MEMBRAN MUKOSA
BAHAYA POTENSIAL
MATA
:
MATA
TERBAKAR,
KEBUTAAN,
KONJUNGTIVITIS DAN KERUSAKAN
KORNEA MATA
KULIT
:
KULIT TERBAKAR, LUKA YANG
DALAM MENEMBUS KULIT
INGESTI :
KERUSAKAN
SALURAN
PENCERNAAN,
SALURAN
PENCERNAAN
TERBAKAR
DAN
MENYEBABKAN
PERFORASI

INHALASI

KRONIS :

MENYEBABKAN RASA SAKIT, MUAL,


MUNTAH, DIARE DAN SHOCK.
:
MENYEBABKAN IRITASI DAN
PNEUMONITIS DAN EDEMA PARU,
IRITASI PARAH DI SALURAN NAFAS
ATAS, BATUK, RASA TERBAKAR DAN
KESULITAN BERNAFAS
DAPAT MENYEBABKAN DERMATISTIS
PADA KONTAK YANG BERULANGULANG

BAGIAN IV : BERISIKAN
CARA
PERTOLONGAN
PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K)

4. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN


(P3K)
Mata

: jika kontak segera basuh dengan banyak air


selama 15 menit dan dapatkan pertolongan medis

Kulit

Ingesti : jika tertelan jangan paksa untuk muntah,


dapatkan pertolongan medis segera. Jika korban dalam
keadaaan sadar beri minum segelas air dan jangan beri
apapun ke mulut korban yang pingsan

Inhalasi : jika terhirup pindahkan ke udara yang segar.


Jika korban tidak bernafas beri bantuan nafas. Beri

: jika kontak segera basuh dengan banyak air


selama 15 menit, segera pisahkan pakaian yang
terkontaminasi, dapatkan pertolongan medis segera dan
cucilah pakaian sebelum digunakan kembali

oksigen bila sulit bernafas dan dapatkan


medis segera.

pertolongan

Gambar 5.1. Safety Shower

Gambar 5.2. Eye Wash


BAGIAN V :

BERISIKAN CARA PENANGGULANGAN


KEBAKARAN

5.

CARA PENANGGULANGAN KEBAKARAN


INFORMASI UMUM
i.
ii.
iii.
iv.

Gunakan alat bantu nafas scba


Gunakan semprotan air agar wadah tetap dingin
Hati-hati jangan sampai aliran air kemana-mana
Kontak dengan udara lembab dan air menyebabkan panas
yang cukup untuk menyalakan bahan mudah terbakar.
Kontak dengan logam menyebabkan gas hidrogen yang
mudah terbakar

MEDIA PEMADAMAN
v. Bahan kimia ini tidak mudah terbakar, gunakan bahan
yang cocok untuk memadamkan api, jangan sampai ada
air yang masuk ke wadah.
vi. Kemudahmenyalaan ; tidak mudah menyala
vii. Titik nyala ; viii. Suhu swa bakar
;ix. Batas mudah menyala ; SKALA NFPA ; BAHAYA KESEHATAN:3, BAHAYA
MUDAH TERBAKAR: 0 DAN BAHAYA STABILITAS: 1

Gambar 5.3. Lambang NFPA dari Sodium hydroxide, solid


BAGIAN VI

6.

: BERISIKAN
CARA-CARA
PENANGULANGAN BAHAYA JIKA
TERJADI KEBOCORAN

PENANGGULANGAN BAHAYA KEBOCORAN


Informasi umum
Gunakan apd sesuai yang disyaratkan di bagian 8
Tumpahan/kebocoran
Sedot atau usap dengan bahan penyerap dan
masukkan ke dalam wadah yang sesuai
Hindarkan tumpahan atau bocoran masuk ke
saluran air
Segera bersihkan tumpahan dan bocoran dengan
apd yang sesuai
Jangan menyebabkan terbentuknya debu,
sediakan ventilasi
Jangan sampai ada air masuk ke tumpahan atau
masuk ke wadah

Gambar 5.4 Contoh Absorbing Media


BAGIAN VII :

BERISIKAN CARA PENANGANAN DAN


PENYIMPANAN

7. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN


Penanganan
Cuci tangan segera setelah menggunakan bahan
Jangan biarkan air memasuki wadah
Hindarkan terbentuknya debu
Jangan sampai terkena mata, kulit atau pakaian
Jaga wadah tetap tertutup
Hindari menghirup dan menelan bahan
Buang sepatu yang terkontaminasi
Gunakan dengan ventilasi yang baik
Penyimpanan
Simpan dalam wadah yang tertutup rapat
Simpan di tempat dingin kering dan berventilasi
baik dan jauh dari bahan yang tidak cocok
Wadah selalu tertutup agar tidak terbentuk co2
dari onversi naoh menjadi sodium karbonat

Gambar 5.5 Contoh tempat penyimpanan


BAGIAN VIII : BERISIKAN
PENGENDALIAN
PAPARAN DAN PENGGUNAAN APD
YANG SESUAI
8.

PENGENDALIAN PAPARAN DAN PENGUNAAN APD


REKAYASA TEKNIK
Fasilitas penyimpanan atau pemakaian bahan
harus dilengkapi dengan fasilitas cuci mata
darurat dan fasilitas untuk mandi darurat
Gunakan ventilasi umum atau setempat yang
cukup agar konsentrasi bahan kimia di bawah nab
BATAS PAPARAN (NAB)
Sodium hydroxide
: 2 mg/m3 (acgih), 10
mg/m3 (niosh) 15 menit dan 2 mg/m3 (osha)
Sodium carbonate
: KONSENTRASI IDLH
: 10 MG/M3.

ALAT PELINDUNG DIRI


Mata ; gunakan google pencegah percikan dan
tudung muka
Kulit ; gunakan sarung tangan, apron, celemek
dari butyl rubber, nitril rubber dan polyethylen
Pakaian: gunakan pakaian sepantasnya untuk
melindungi kontak kulit
Respirator : sesuaikan dengan kondisi kerja

Gambar 5.6 Contoh Alat Pelindung Mata (Kacamata safety,


googles, tameng muka)
BAGIAN IX : BERISIKAN SIFAT FISIKA DAN KIMIA
BAHAN
9. SIFAT FISIKA DAN KIMIA
BENTUK FISIK

PADAT DAN BERUPA


PELET WARNA PUTIH
TIDAK BERBAU, pH 14

TEKANAN UAP

: 1 mm Hg PADA 739 oC.

DENSITAS UAP

: -.

LAJU PENGUAPAN

:-

VISKOSITAS

: -.

TITIK DIDIH

: 1390 oC PADA TEKANAN @


760 mm Hg.

TITIK BEKU/LELEH

: 318 oC.

SUHU DEKOMPOSISI : DAYA LARUT

: MUDAH LARUT.

SPESIFIK GRAVITI/DENSITAS
RUMUS MOLEKUL

: NaOH.

BERAT MOLEKUL

: 40.00

: 2.13 g/cm3.

BAGIAN X : BERISIKAN INFORMASI REAKTIVITAS


DAN STABILITAS BAHAN
10. REAKTIVITAS DAN STABILITAS

Stabilitas kimia

Kondisi yang harus dihindarkan

Kelembaban tinggi, kontak dengan air, terpapar


udara lembab atau air. Paparan lama di udara
terbuka

Ketidak cocokan

Stabil pada suhu kamar dengan wadah tertutup

Tidak cocok dengan air, logam, asam,


alumunium, seng, timah, nitrometana, kulit, cairan
mudah menyala, halogen organik dan kain wol

Bahaya dekomposisi produk

Uap toksik dari sodium oksida

Polimerisasi berbahaya

Tidak akan terjadi

BAGIAN XI :
TOKSIKOLOGI

BERISIKAN

INFORMASI

11. INFORMASI TEKNOLOGI

NIOSH RTECS#
CAS# 1310-73-2 (sodium hydroxide): WB4900000
CAS# 497-19-8 (sodium carbonate): VZ4050000
LD50/LC50
CAS# 1310-73-2:
Draize test, rabbit, eye: 400 ug Mild;
Draize test, rabbit, eye: 1% Severe;
Draize test, rabbit, eye: 50 ug/24H Severe;
Draize test, rabbit, eye: 1 mg/24H Severe;
Draize test, rabbit, skin: 500 mg/24H Severe.
CAS# 497-19-8:
Draize test, rabbit, eye: 100 mg/24H Moder;
Draize test, rabbit, eye: 50 mg Severe;
Draize test, rabbit, skin: 500 mg/24H Mild;
Inhalation, mouse: LC50 = 1200 mg/m3/2H;
Inhalation, rat: LC50 = 2300 mg/m3/2H;
Oral, mouse: LD50 = 6600 mg/kg;
Oral, mouse: LD50 = 6600 mg/kg;
Oral, rat: LD50 = 4090 mg/kg.
Carcinogenicity
CAS# 1310-73-2: Not listed by ACGIH, IARC, NTP, or
CA Prop 65.

CAS# 497-19-8: Not listed by ACGIH, IARC, NTP, or


CA Prop 65.
Epidemiology: Teratogenicity: Reproductive Effects: Mutagenicity: -.
Neurotoxicity: -.
Other Studies: -

BAGIAN XII : BERISIKAN INFORMASI


TENTANG
BAHAYA
BAHAN
TERHADAP
LINGKUNGAN
12.

INFORMASI LINGKUNGAN

TIDAK ADA UNTUK BAHAN INI

BAGIAN XIII : BERISIKAN INFORMASI BAGAIMANA


PERTIMBANGAN
YANG
HARUS
DIPAKAI KETIKA MEMBUANG BAHAN
KIMIA
13. INFORMASI PEMBUANGAN

Penghasil limbah harus menentukan apakah bahan yang


dibuang termasuk B3 atau tidak

Ikuti aturan dari keMenterian lingkungan hidup

BAGIAN XIV : BERISIKAN


INFORMASI
PENGANGKUTAN BAHAN KIMIA
14. INFORMASI PENGANGKUTAN

US DOT, Canada TDG

NAMA PENGKAPALAN : Sodium


PADAT; Sodium hydroxide, PADAT.

KELAS BAHAYA

NO PBB / UN NO : UN1823, UN1823.

KELOMPOK
CLASS : II, II.

hydroxide,

: 8, 8.

PENGEMASAN

PACKING

BAGIAN XV : BERISIKAN INFORMASI


TENTANG
REGULASI YANG BERLAKU BAGI
BAHAN KIMIA YANG DIGUNAKAN
15.

INFORMASI REGULASI
Salah satu informasi yang terdapat dalam bagaian ini
adalah informasi frasa risiko dan frasa keselamatan,
antara lain :

Risk Phrases:
R 22 (BAHAYA JIKA TERTELAN),
R 35 (PENYEBAB RASA TERBAKAR YANG
PARAH).

Safety Phrases:
S1 (WADAH TETAP TERTUTUP),
S2 (JAUHKAN DARI JANGKAUAN ANAKANAK),
S26 (JIKA KENA MATA CUCI SEGERA DENGAN
BANYAK AIR DAN CARI PERTOLONGAN
MEDIS),

S36 (GUNAKANPAKAIAN PELINDUNG YANG


SESUAI),
S37 (GUNAKAN SARUNG TANGAN YANG
SESUAI),
S39 (GUNAKANPELINDUNG MATA),
S45 (JIKA TERJADI KECELAKAAN DAN MINTA
PERTOLONGAN MEDIS TUNJUKKAN LABEL)
BAGIAN XVI : BERISI INFORMASI TAMBAHAN YANG
DIPERLUKAN

CONTOH

B. NFPA

DIBUAT TANGGAL : MAY/04/2006.

REVISI TERBARU

NO REVISI TERBARU

: MAY/12/2008.
: Version 4.

BAB VI
NILAI AMBANG BATAS BAHAN KIMIA

A. STANDARD
PERLINDUNGAN
KESEHATAN
TERHADAP
PEMAPARAN
KERJA
SECARA
INTERNATIONAL
Tujuan K3, hiperkes atau kedokteran maupun
kesehatan kerja adalah melindungi kesehatan tenaga
kerja terhadap efek buruk pemaparan kerja khususnya
oleh zat kimia dalam udara tempat kerja. Aneka konsep
perlindungan kesehatan dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan dan penyakit yang
diakibatkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja serta
memelihara agar tenaga kerja tetap sehat dan bekerja
produktif bahkan bila mungkin ditingkatkan derajat
kesehatannya. NAB merupakan salah satu dari konsep
perlindungan kesehatan terhadap pemaparan kerja
dimaksud. NAB adalah standar pemaparan kerja yaitu
pedoman kualitatif dan kuantitatif bagi penerapan
perlindungan kesehatan tenaga kerja terhadap efek pemaparan
kerja. Adapun fondarnen dari NAB adalah keilmuan dan
pengalarnan dalam higiene industri (hiperkes teknis) dan
toksikologi hiperkes / industri.
Sebagaimana telah dinyatakan di atas, terdapat aneka
konsep perlindungan kesehatan tenaga kerja terhadap
pemaparan kerja. Konsep-konsep tersebut adalah:
1. Konsep Kadar Tertinggi Diperkenankan atau disingkat
KTD (Maximum Allowable Concentration atau disingkat
MAC);

2. Konsep Batas Ambang (Threshhold Limit Value atau


disingkat TLV);
3. Konsep Kadar Pedoman yang dinyatakan sebagai Nilai
Ambang Batas (NAB);
4. Tingkat Yang Diperbolehkan (Permissible Level);
5. Konsep

Batas

Pemaparan

Kerja

(Occupational

Exposure Limit);
6. Konsep Batas Sehat Pemaparan Kerja (BSPK) dan
7. Konsep Batas Pemaparan Kerja Operasional (BPKO).
Konsep-konsep ini menghasilkan standar pemaparan
kerja yang berbeda seperti halnya standar pemaparan
kerja yang dinyatakan sebagai KTD, TLV, NAB,. atau
BSPK/BPKO.

TLV adalah standar pemaparan yang ditetapkan oleh


American Conference of Governmental Industrial
Hygienists (ACGIH) yaitu organisasi non-pemerintah,
nirlaba yang anggotanya profesi dan ahli higiene
industri dan profesional kesehatan dan keselamatan kerja
yang mengabdikan dirinya bagi meningkatkan kesehatan dan
keselamatan tempat kerja. ACGIH merupakan organisasi
ilmiah. Setiap tahun ACGIH mempublikasikan TLV dan
Biological Exposure Indexes (BEIs) yang dimaksudkan
sebagai pedoman untuk dipakai oleh profesional yang
berlatar belakang pendidikan dan keahlian higiene industri.
ACGIH menyadari bahwa dalam hal-hal tertentu TLV
dijadikan standar oleh pemerintah nasional atau lokal.

Dasar penetapan TLV dan BEI semata-mata faktor kesehatan


sehingga tidak meliputi kemungkinan penerapannya
dipandang dari aspek ekonomis clan teknologis. Setiap
tahun ACGIH selalu meninjau sejumlah TLV dan BEI dan
menetapkan nilai yang barn. MAC adalah standar
pemaparan yang berlaku di Rusia dan negara-negara lain
yang sehaluan. Dibandingkan dengan nilai MAC lebih
rendah bahkan untuk berbagai zat kimia terlalu rendah.
Namun demikian untuk zat-zat kimia tertentu nilai TLV
dapat menjadi nilai MAC.
NAB adalah standar pemaparan Indonesia yang
akomodatif terhadap TLV atau pun MAC casual dengan
keperluan clan kepentingan pelaksanaan K3, hiperkes,
kedokteran dan kesehatan kerja. Standar pemaparan tingkat
yang diperkenankan menunjukkan bahwa standar dijadikan
ketentuan normatif dengan kewajiban melaksanakannya
Berta penerapannya ticlak boleh melebihi nilai yang
ditetapkan. Demikian pula batas pemaparan kerja yang
memberikan batas kepada tingkat pemaparan antara
misalnya keadaan sehat dan terjadinya gangguan kesehatan.
Batas Sehat Pemaparan Kerja (BSPK) merupakan standar
pemaparan yang tergolorng kepada standar batas
pemaparan kerja. Adapun Batas Pemaparan Kerja
Operasional (BPKO) adalah standar pemaparan yang
diperkenankan.

B. NAB ADALAH STANDAR INDONESIA


NAB adalah standar Indonesia. Gagasannya lahir
tahun 1963. Alasan kelahirannya adalah keperluan yang

mendesak untuk me'fniliki standar sendiri batas aman


khususnya faktor kimia clan fisika agar dapat mengatasi
kesulitan memilih dari dua kelompok utama standar
pemaparan yaitu standar yang berlaku di Amerika Serikat dan
Rusia. Kedua standar tersebut sangat jauh berbeda, dalam
makna clan nilainya. Aneka tafsiran clan penjelasan dapat
dikemukakan mengenai perbedaan yang sangat mencolok
demikian ; Tidak saja masalah ekonomis clan teknis,
melainkan aspek politic kala itu mungkin saja tampil
mengemuka.
Tujuan utama penetapan NAB adalah agar
masyarakat Indonesia mempunyai pedoman pasti tentang
keamanan penggunaan zat kimia yang jenis dan jumlahnya
kian bertambah. Dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Transkop No. Kep.: 1026/MEN/1976, ditetapkan Komisi
Tetap NAB Bahan Kimia. Pada sidang-sidangnya dan
kegiatan-kegiatan lainnya dalam periode waktu Agustus Desember 1977, Komisi Tetap tersebut menetapkan, NAB
faktor kimia. Dengan Surat Edaran Menteri No. 5E02/MEN/1978 tentang NAB Bahan Kimia, dianjurkan agar
para pengusaha dalam menggunakan bahan kimia
memperhatikan standar NAB. Sekalipun data pasti tidak kita
miliki, tetapi NAB faktor kimia diyakini telah banyak
digunakan atau diterapkan sesuai dengan tujuan
ditetapkannya. Pada tahun 1978 Indonesia menyampaikan
NAB sebagai standar Indonesia pada Simposium Lingkungan
Kerja di Stockholm, Swedia. Selanjutnya atas dasar Surat
Edaran, pada tahun 1987 NAB dijadikan Standar Nasional
Indonesia yaitu SNI 19-0232-1987.
Pada tahun 1997 terbit Surat Edaran Menteri Tenaga

Kerja No. SE. 01/ MEN/ 1997 tentang NAB Faktor Kimia
yang menggantikan Surat Edaran Menteri No. 5E02/MEN/1978 tentang NAB Bahan Kimia. Dengan Surat
Edaran ini, para pengusaha diminta untuk selalu
mengendalikan lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar
bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui
NAB seperti yang tercantum dalam Surat Edaran.
Mengacu kepada Surat Edaran tersebut dan melalui
konsensus forum yang dihadiri oleh pengusaha, serikat
pekerja, instansi pemerintah, organisasi profesi dan
perguruan tinggi standar NAB dijadikan SNI 19-0232-2005
tentang NAB Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Selain NAB
faktor kimia, pada tahun 1999 terbit pula Keputusan Menteri
Tenaga Kerja RI Nomor: Kep-5 I /Men/ 1999 tentang NAB
Faktor Fisika di Tempat Kerja yang kemudian menjadi SNI
16-7063-2004 NAB Iklim Kerja (Panas), Kebisingan, Getaran
Tangan/Lengan dan Radiasi Ultra Ungu di Tempat Kerja.

C. KATEGORI NAB
Dikenal 3 kategori NAB untuk pajanan zat kimia di
lingkungan kerja :

1. NAB rata-rata jam kerja, yaaitu kadar zat kimia rata-rata


di lingkungan kerja selama 8 jam kerja sehari atau 40 jam
perminggu saat pekerja dapat terpajan berulang-ulang
tampa mengakibatkan gangguan kesehatan maupun
penyakit akibat kerja. Dengan demikian, NAB/hari boleh
terlampaui bila kompesasi oleh kadar yang rendah dihari
kerja berikutnya dalam 5 hari kerja/minggu.

2. NAB pajanan singkat, yaitu kadar maksimal zat kimia


dilingkungan kerja bagi pekerja yang terpajan terusnenerus dalam waktu singkat tampa mengakibatkan
gangguan kesehatan maupun peenyakit akibat kerja.
Ketentuan untuk NAB pajanan singgkat adaka tidak lebih
dari 15 menit/hari kerja, atau terpajan tidak lebih dari 4
kali/hari kerja jika NAB rata-rata jam kerja tidak
terlampaui. Atau dikenal dengan istilah paparan singkat
yang diperkenankan (psd).

3. NAB tertinggi, yaitu kadar maksimal zat kimia di udara


lingkungan kerja setiap saat yang tidak boleh terlampaui
selama melakukan pekerjaan. Atau dikenal dengan istilah
Batas Kadar Tertinggi yang Diperkenankan (ktd).
Walaupun sebagian besar pamantauan zat kimia cukup dengan
NAB rata-rata jam kerja, tetapi babaraapa zat kimia tertentu
memerlikan 2 atau 3 kategori NAB, tergantung pada cara kerja
fisikologis zat kimia tersebut.

D. NAB Campuran Zat Kimia


Kenyataanya, pajanan oleh satu macam zat kimia di
lingkungan kerja sangat jarang menjadi. Para pekerja hampir
selalu terpajan olah 2 macam atau lebih zat kimia sehingga
menimbulkan gangguan kesehatan kesehatan yang lebih serius
dibandingakan oleg pajana tunggal masiang-masiang zat
kimia tersebut.
Efek toksisitas campuran zat kimia disebut sinergis bila
toksisitasnya lebih dari pada hasil penjumlahan efek toksisitas
masing-masing zaat kimia campuran. Namun, umunya efek
toksisitas campuran adalah aditif. Aditif merupakan hasil

penjumlahan efek tiksisitas masing-masing zat campuran.


NAB untuk efek aditif campuran zat kimia rumus :

= tidak lebih dari 1

C = kadar zat kimia


Contoh :
Di udara lingkungan kerja sebuah pabrik mengandung 400 bds
Aseton (NAB = 750 bds) 150 bds butil asetat sekunder ( NAB
= 200 bds ) dan 100 bds metil etil katon ( NAB= 200 bds).
Maka,
NAB

campuran

0,5 = 1,78

+= 0,53 + 0,75 +

Dengan demikian, kadar zat kimia tersebut melampaui


NAB campuran ( lebih dari 1)
Jika sumber kontaminan merupakan campuran zaat cair
dan komposisi zat kimia yang ada di udara lingkungan kerja
dianggap sma dengan kompenen asal zat kimia yang
bersangkutan.
Untuk perhitungan NAB rata-rata jam kerja diasumsikan
semua campuran zat cair tersebur pada akhirnya akan
menguap. Bila presentase berat campuran diketahaui, dan
NAB campuran dinyatakan dalam mg/m3, maka gunakan
rumus.

..

Contoh :
Campuran zat cairan mengandung ( % berat)
25% heptana: NAB 400 bds atau 1600 mg/m3 (1 mg/m3=0,25
bds)
40% metil klorofil: NAB =350 bds atau 1900 mg/m3 (1
mg/m3=0,18 bds)
35% perkloroetilen: NAB= 50 bds atau 335 mg/m3 (1 mg/m3
= 0.15 bds)
1
1
=
0,25
0,40 0,35 0,0016 + 0,00021 + 0,00141
1600 + 1900 + 335
1
=
= 709,22 mg/m3
0,00141
Dari komponen campuran ini,

25 % atau 0,25 x 709,22 =177,31 mg/m3 heptan


40 % atau 0,40 x 709,22 =283,69 mg/m3 metil kloroform
35 % atau0,35 x 709,22 =284,23 mg/m3 pekolorotilen

Nilai ini di dapat di konversi menjadi bds,


Heptan : 177,31 mg/m3 x 0,25 = 44,33 bds
Metil kloroform : 284,23 mg/m3 x 0,18=51,06bds
Parkloroetilen :238,23 mg/m3 x0,15 =42,63 bds

Jadi NAB campuran = 44,33 +51,06 +42,63 = 138,02 bds


atau 709,22 mg/m3.

Anda mungkin juga menyukai