PENDAHULUAN
Fei Xin (1436) melalui tulisannya Xingcha Shenglan atau Catatan Umum
Perjalanan di Lautan, menggambarkan kehidupan masyarakat Bangka pada masa itu.
Dalam bukunya menjelaskan bahwa penduduk Bangka hidup bermasyarakat dalam
sistem desa. Laki-laki dan perempuan menyanggul rambutnya dan menggunakan
pakaian panjang dan sarung. Mereka hidup bercocok tanam. Mereka adalah
masyarakat yang sangat menjunjung tinggi nilai kesetiaan dan kesucian hubungan
suami isteri. Ketika seorang suami meninggal, sang isteri akan memotong rambutnya,
mencoreng-coreng wajahnya, tidak makan selama tujuh hari, serta tidur disamping
jenazah suaminya. (Groeneveldt, W.P: 1960)
Tulisan Fei Xin ini memberikan indikasi bahwa pemukiman masyarakat telah
tumbuh di Bangka abad ke 15. Mereka merupakan masyarakat yang masih
berpegangan pada tradisi dasar hindu. Tidak ditemukan bukti adanya pengaruh islam
pada masa itu. Disamping uraian diatas, pemahaman sejarah Bangka pada abad ke 15
juga dapat dilakukan dengan mempelajari Fasal yang ke dua puluh H. Idris. Catatan
ini untuk pertama kalinya menyebutkan Bangka dengan kerajaan Johor dan
Minangkabau, khususnya setelah Majapahit melepaskan Bangka. (H. Idris: 1861)
2
Legenda (dimuktahirkan dari kumpulan H. Idris, 1861, Fasal yang ke
duapuluh; Abang Muhammad Ali Tumenggung kartanegara II, 1879, Fasal 20; Raden
Achmad, 1926, Fasal IV).
Bersahabat dengan alam dan lingkungan berarti berada di dunia secara sadar,
dengan pengakuan, bahwa semua itu ada di bawah mandat Tuhan. Manusia dengan
melaksanakan mandat Tuhan untuk melakukan pemujaan dan pemuliaan Tuhan
sekaligus mandat membudayakan bumi dan alam semesta pada umumnya
(Sastrosupeno, 1984:30).
Kajian tentang cikal bakal Bangka dari legenda yang sudah dijelaskan di atas,
dapat mengilhami penata tari dalam perancangan garapan tari ini. Kerja koreografer di
sini termotivasi secara emosional terhadap legenda atau cerita masa lampau di Bangka
agar semakin dikenal.
6
Proses transforming ini merupakan wujud rasa syukur sebagai umat manusia
atas kecintaannya terhadap kehadiran alam semesta, dan nilai budaya kesukuan. Dasar
pokok pemikiran kreatif adalah mengenai perebutan kekuasaan antara Raja Lanun,
Tuan Syafa, dan Alam Harimau Garang.Sebagai emberio dari cikal bakal kota
Bangka. Hal tersebut merupakan sebuah cerminan terhadap peran koreografer untuk
memperkenalkanlegenda yang ada dan berkembang di pulau Bangka.
Istilah transformasi itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
perubahan rupa, bentuk atau sifat (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1988: 959), sedangkan menurut I Made Bandem yang
mengutip dari The Random Hause Dictionary Of Inglish Language, Unbridged,
transformasi berarti perubahan bentuk, penampilan, situasi atau karakter (Bandem,
1996: 67). Proses transformasi ini diharapkan dapat merespon berbagai macam
persoalan tentang tata nilai budaya yang diyakini kebenarannya.
Hal tersebut mendasari kerja seorang penata tari dalam menentukan langkah-
langkah koreografinya. Dalam konteks ini adalah bagaimana memahami tiga karakter
penokohan dari ke tiga raja, danmasing-masing memiliki latarbelakang dan karakter
yang berbeda. Proses kerja kreatif ini dimetaforkan sebagai pembentukan ekspresi
tarinya.
Dalam mendukung karya tari sini, aspek kualitas kemampuan penari dalam
mengekspresikan ide-ide menjadi sangat penting. Harapan nantinya dapat menguasai
gerak yang merupakan hasil olah rasa dan suasana emosional, dan bukan sekedar
tuntunan fisikal, tetapi sungguh-sungguh ekspresi jiwa.
B. Rumusan Masalah
Berawal dari alam yang memiliki kekuatan untuk memunculkan energi dalam
tubuh manusia sebagai sumber inspirasi dan ruang imajinasi. Rumusan karya tari ini
adalah:
1. Perebutan kekuasaan antara Raja Tidung, Tuan Syara, dan Hulubang Alam
Harimau garang ?
2. Cikal Bakal bedirinya Kubu Bangka ?
C. Keaslian/ Orisinalitas
Mengkaji tentang keaslian atau orisinaliatas suatu karya tari ini dirasa sangat
rumit, karena penata tari disini harus memiliki kejelian terhadap perkembangan tari
7
yang ada.Hal ini bertujuan sebagai referensi karya, agarhasil ciptaan tarinya tidak
terjadi kesamaan terhadap karya orang lain. Peran koreografer dalam proses kreatif
disini harus melewati pengalaman empiris dalam menciptakan bentuk sajian tari yang
kreatif dan inovatif, dan diharapkan hasil pengkaryaan tari nantinya menjadisebuah
identitas diri terhadap penciptanya. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Susanne K.
Langer dalam bukunya, yaitu; Apa yang terungkap dalam tari adalah sebuah cita;
sebuah cita dari laku rasa, emosi dan banyak ungkapan subyektif lainnya yang tampil
silih berganti, muncul dan berkembang dalam suatu proses yang rumit menuju pada
suatu proses keselarasan, serta memberikan konsumsi kehidupan batiniah kita
dalam warna identitas pribadi. Apa yang dimaksud dengan kehidupan batiniah
seseorang adalah gambaran cerita dan riwayat hidup dari pribadi seseorang yang
bersangkutan, cara kehidupan lingkungan yang bersangkutan. (Langer, 1988: 7)
8
II
KAJIAN SUMBER PENCIPTAAN
16
III
KONSEP PENCIPTAAN
17
B. Landasan Penciptaan
Landasan penciptaan dalam karya tari ini mengambil kajian teori dari buku
Susanne K. Langer, Problems Of Art, yang diterjemahkan oleh fx. Widaryanto,
(1988), Problematika Seni, Akademi Seni Tari Bandung, Bandung
Tari adalah suatu fenomena; jika anda suka istilah ini sebut saja suatu
perwujudan. Hal ini bersemi dan tumbuh dari laku yang dikerjakan oleh para penari;
atau bahkan juga oleh hal-hal yang lainnya. Suatu gerak tubuh mungkin saja
diterapkan pada keseluruhan penari, sehingga memunculkan suatu misteri kekuatan
dihadapan anda. Namun kekuatan-kekuatan yang disajikan tidaklah semata-mata
kekuatan otot. Disini kekuatan yang nampak kita rasakan diciptakan secara tepat dan
menyakinkan bagi persepsi kita; serta keberadaannya hanya untuk itu saja. (Langer: 5)
Hakekat dari citra dinamis itu adalah untuk segera mengungkapkan berbagai
cerita dari penciptanya, apa yang dirasakan serta gejolak emosinya. Penyajiannya
secara tepat, adalah perasaan itu seperti apa. Suatu karya seni adalah sebuah
komposisi dari gaya-gaya tegang dan resolusinya, balans dan imbalans, hubungan
ritmis, demikian juga kesatuan dan kesinambungan yang tidak kekal. Suatu tarian
bukanlah merupakan sebuah gejala dari apa yang sudah dirasakan oleh penarinya, dari
sebuah ekspresi dari apa yang diketahui oleh penyusunnya tentang berbagai perasaan.
(Langer: 8)
Dalam menetapkan apa karya seni itu saya telah menggunakan dengan kata-
kata bentuk, ekspresi, dan kreasi, ketiganya adalah kata-kata yang penting.
Setiap kata-kata tersebut terus akan terkait dengan pembicaraan tentang karya seni
yang kita lakukan. (Langer: 15)
1. Bentuk
Suatu bentuk ekspresi bisa dipahami dan dicitrakan secara menyeluruh yang
menunjukan tata-hubungan dari bagian-bagiannya, atau maksud yang
dikandungnya, atau juga kualitas maupun keseluruhan aspek yang ada di
dalamnnya, sehingga mungkin bisa menggambarkan secara menyeluruh dalam
beberapa hal yang berbeda yang dipunyai oleh elemen-elemen tersebut. (Langer:
20)
2. Ekspresi
Karya seni adalah suatu bentuk ekspresi yang diciptakan bagi presepsi kita lewat
sensasi atau pencitraan, dan apa yang diekspresikannya adalah perasaan insani.
18
Kata perasaan harus dipergunakan di sini dalam pengertian yang lebih luas,
maksudnya sesuatu yang bisa dirasakan, dari sensasi fisik, derita hati maupun
kesenangan, kegaerahan dan ketenangan, sebagaian emosi yang paling kompleks,
tekanan pikiran ataupun sifat-sifat perasaan yang tetap terkait dalam kehidupan
manusia. (Langer: 14)
3. Kreasi
Prinsip kreasi bagi semua seni adalah sama, sekalipun bila yang diciptakan itu
berbeda satu dengan yang lainnya. Setiap karya seni keseluruhannya disebut
sebagai kreasi; ini tidak berupa ilusi serta di dalamnya tidak tercampur dengan
elemen-elemen yang sebenarnya. Materi-materinya merupakan sesuatu yang
sebenarnya, namun elemen-elemen seninya selalu merupakan sesuatu yang
sebenarnya, namun elemen-elemen seninya selalu merupakan sesuatu yang
virtual; dan ini adalah elemen-elemen yang disusun oleh seorang seniman
menjadi suatu perwujudan, yaitu menjadi sebuah bentuk ekspresi. (Langer: 43)
1. Rangsang Tari
Rangsang didefinisikan sebagai suatu yang membangkitkan fikir atau
mendorong kegiatan (Smith, 1985: 21). Bermula dari hasrat dan imjinasi kreatif,
sebuah karya tari ini lahir sebagai upaya seniman untuk mengkomunikasikan
pengalaman-pengalaman berharganya kepada penikmatnya. Pengalaman berharga
19
ini diperoleh karena kepekaan menyerap hal-hal yang terjadi di sekitar, yang sering
luput dari pengamatan orang biasa (Murgiyanto, 2004: 57). Proses penggarapan
karya tari ini berawal dari rangsang emperis, menurut kamus bahasa Indonesia
empiris adalah berdasarkan pengalaman (melalui panca indera, terutama yang
diperoleh dari penemuan, percobaan, pengamatan, yang telah dilakukan) atau
pengalaman yang ditemui dari alam sebagai sumber pengetahuan.
2. Tema Tari
Tema merupakan hal yang paling mendasar atau penting dalam sebuah
karya tari. Namun terkadang kita menjumpai sebuah karya tari yang tidak melalui
tema terlebih dahulu, tetapi diawali dengan eksplorasi untuk merangsang ide atau
gagasan. Ide atau gagasan tersebut pada dasarnya hanya memuat satu pokok
permasalahan.
Tema dalam karta tari ini adalah perebutan kekuasaan sebagai cikal bakal
Kubu Bangka. Hal ini diartikan sebagai perebutan kekuasaan antara Raja Tidung,
dengan Tuan Syara dan Hulubalang Alam Harimau Garang yang terjadi pada 16-
an.
3. Judul Tari
Judul merupakan sarana untuk mengidentifikasikan suatu karya tari dan
merupakan faktor terpenting sebagai daya tarik. Melalui judul dapat diperoleh
gambaran tentang apa yang akan ditampilkan kepada penikmat seni. Judul yang
dipilih garapan karya tari ini adalah Kubu Bangka. Maksud dan arti dari Kubu
Bangka itu sendiri adalah Kubu berarti pertahanan, dan Bangka berarti nama dari
kota Bangka itu sendiri.
4. Tipe Tari
Tipe tari dalam garapan ini adalah tipe tari dramatik yang bersifat literal
yang mengandung sebuah cerita, di mana dalam garapannya lebih menekankan
pada suasana dramatik yang dihadirkan pada uraian temanya.
Suasana dramatik yang dihadirkan pada garapan karya tari ini adalah
ketegangan yang menggambarkan peristiwa peperangan dari perebutan kekuasaan.
Kesedihan menggambarkan peristiwa kematian hasil dari peperangan itu sendiri,
kebahagian dan kesunyian hasil dari kemenangan dan kewaspadaan.
20
5. Mode Penyajian
Mode penyajian dalam sebuah karya tari dipahami sebagai cara ungkap,
penyampaian maksud dan makna baik secara langsung maupun tidak langsung.
Karya tari ini menggunakan mode penyajian simbolis representasional. Simbol
seni adalah satu dan padu, ia tidak hanya menyampaikan makna untuk dimengerti,
tetapi lebih kepada pesan untuk diresapkan. Terhadap makna orang dapat
mengerti atau tidak mengerti, tetapi terhadap pesan terutama dalam seni, orang
dapat bersentuhan secara mendalam dan intensif (Hadi, 2006: 25). Adapun alur
cerita yang terdiri dari adegan-adegan disusun sebagai berikut;
a. Adegan Pertama
Bagian awal ini adalah introduksi, suasana perebutan kekuasaan yang
dimenangkan oleh pasukan yang dipimpin Raja Tidung. Selanjutnya
menampilkan suasana kecemasan masyarakat Bangka pada saat dipimpin oleh
Raja Tidung. Banyaknya masyarakat yang mengungsi di dalam hutan
mencerminkan kepemerintahan Raja Tidung tidak nyaman dan harmonis.
b. Adegan Dua
Melihat fenomena tersebut perebutan kekuasaan kembali pecah. Suasana tegang
pada saat terjadinya perebutan kekuasaan antara Raja Tidung dengan Tuan Syara
dari kerajaan Johor dan dibantu dengan Hulubalang Alam Harimau Garang
darikerajaan Pagaruyung. Dan dimenangkan oleh Tuan Syara dan Hulubalang
Alam Harimau Garang.
c. Adegan tiga
Berkembangnya agama islam ke dalam sistem kepemerintahan Tuan Syara dan
Hulubalang Alam Harimau Garang. Berdampak pada stabilnya kondisi sistem
kepemerintahannya dan memberikan kenyamanan dan keharmonisan
masyarakat pulau Bangka pada saat itu. Suasana yang ditampilkan pada adegan
tiga ini adalah suasana keceriaan.
d. Adegan Empat
Bagian ke empat pada garapan karya tari ini adalah wafatnya Tuan Syara dan
Hulubalang Alam Harimau Garang. Sebagai awal mulanya silamnya
kepemerintahan yang dikuasai Kerajaan Johor dan Minangkabau, yang
disebabkan oleh tidak adanya penerus tahta kepemerintahan.
e. Adegan Lima
21
Adegan lima adalah ending, dengan tidak adanya penerus tahta ini lah pulau
Bangka mejadi satu kesatuan Kubu Bangka.
6. Gerak Tari
Gerak sebagai elemen dasar dari tari memiliki peranan penting dalam
mengkomposisikan maksud sebuah garapan kepada penonton. Gerak tubuh
memiliki tiga buah aspek: terjadi dalam ruang, membutuhkan waktu, dan
membutuhkan ruang. Ke tiga elemen gerak tari ini juga selalu merupakan indikasi
emosi dan perasaan (Murgiyanto, 2004: 55).
Sumber gerak muncul berawal dan prakarsa penata tari dalam merasakan
secara langsung di tengah-tengah masyarakat Orang Rimba, dan pemaknaan atas
peranan ruang-ruang rimba itu sendiri di eksplorasi bersama para penari yang
dijadikan sebagai ruang eksprimen dalam pencarian gerak, mengolah teknik, dan
isi dari rasa atau penjiwaan dari gerak itu sendiri. Pengalaman gerak secara
eksplorasi berpijak pada teori Alma M. Hawkins dalam bukunya, Menurut Kata
Hati. Pengembangan gerak dasar mengambil gerak pencak silat Harimau Garang
yang dikombinasi dengan gerak tradisi Bangka yang dieksplorasi sedemikian rupa
hingga menemukan gerak yang sekiranya unik dan menarik.
7. Penari
Penari, yang terdiri dari empat penari putra dan tiga penari putri. Pemilihan
jumlah penari di sini untuk mempermudah dalam penggarapan bentuk koreografi
kelompok. Pemilihan penari di sini juga dipilih berdasarkan kemampuan penari
dalam mencerna ide gagasan, teknik gerak, dan penjiwaan dari karakter gerak yang
akan dihadirkan oleh penata tari. Oleh karena itu pemilihan penari harus
mempertimbangkan secara matang karena berpengaruh pada pencapaian maksud
dan keberhasilan pertunjukan nantinya.
8. Iringan Tari
Musik sebagai iringan tari pada pertunjukan ini ditampilkan secara live.
Konsep garap musik sebagai pengiring tari, dalam garapan karya tari ini yaitu
sebagai media untuk membangun suasana dramatik penyajian bersifat ilustrasi/
ritmis dan dinamis. Musik pengiring ini meliputi bentuk langgam senandung,
inang, dan silat. Musik tari ini bertujuan agar dapat membantu dalam penekanan
22
suasana melayu Bangka. Sehingga diharapkan dapat menumbuhkan rasa emosional
dan dapat membangun suasana yang akan dihadirkan.
23
IV
PROSES PENCIPTAAN KARYA
Salah satu konsep dasar sebagai langkah awal penggarapan karya tari adalah
kerangka dasar, yang berfungsi sebagai pijakan untuk mengarahkan ide dan gagasan
yang akan ditransformasikan ke dalam sebuah karya tari.
Langkah awal yang ditempuh menggunakan landasan berpikir dengan metode
kreativitas dalam mencipta karya, sehingga hasil yang diharapkan dapat tercapai
dengan maksimal. Dalam hal ini proses penggarapan karya tari ini diawali dengan
proses eksplorasi, improvisasi, dan forming.
1. Proses Eksplorasi
Eksplorasi merupakan hal yang sangat mendasar dalam pembentukan karya
tari. Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan tubuh dalam bergerak, maka
penggarapan diawali dengan melakukan proses eksplorasi. Pengertian eksplorasi
adalah suatu proses penjajakan, yaitu sebagai pengalaman untuk menanggapi obyek
dari luar, meliputi berpikir, berimajinasi, merasakan, dan merespon (Sumandiyo Hadi,
2003: 65). Dalam proses eksplorasi ini, penata tari akan mengalami pengalaman
koreografi yang esensial untuk menciptakan karya tari yang sesuai dengan konsep
penciptaannya. Diagram berikut memperlihatkan sebuah struktur kerangka kerja bagi
pengalaman koreografi. Diagram ini mengilustrasikan saluran dan keterkaitan dari
berbagai fase dari proses tersebut. Walaupun kegiatan kreatif mungkin dimulai dengan
memahami dan diakhiri dengan pemberian bentuk, ada suatu kejadian terus-menerus
yang saling mempengaruhi antara fase yang berbeda dalam keseluruhan proses.
2. Proses Improvisasi
Improvisasi diartikan sebagai penemuan gerak secara kebetulan atau spontan,
walaupun gerak-gerak tertentu muncul dari gerak-gerak yang pernah dipelajari atau
ditemukan sebelumnya, tetapi ciri spontanitas menandai hadirnya improvisasi (Y.
Sumandiyo Hadi, 2003: 69-70). Proses improvisasi juga merupakan penjelajahan
gerak, kaitannya dengan pengayaan gerak secara tidak sadar akan muncul gerak
tertentu yang dirasa cocok dengan imajinasi yang direncanakan oleh penata tari.
Proses koreografi melalui penyeleksian merupakan proses pembentukan atau
penyatuan materi tari yang telah ditemukan. Dalam proses koreografi kelompok,
24
proses pengembangan materi telah dimulai dari pengalaman eksplorasi dan
improvisasi secara bersama antara penata tari dengan penari. Langkah ini diambil
guna mencari bentuk-bentuk gerak tari dan menyeleksi gerak dari hasil proses
eksplorasi dan improvisasi. Gerak-gerak yang ditemukan kemudian digali dan disusun
menjadi sekumpulan motif gerak, proses ini dilakukan bersama penari dengan tujuan
untuk menyeleksi baik dari segi estetis maupun teknik gerak.
3. Pembentukan
Penata tari seperti halnya para pencipta di bidang seni lainnya selalu bergulat
dengan masalah-masalah; isi, bentuk, teknik dan proyeksi. Kata-kata ini jelas
menggambarkan aspek-aspek khusus dari proses koreografi semuanya harus hadir,
tetapi tergantung dari konsep penata aspek tari mana yang lebih ditonjolkan.
Pada tahapan forming ini penata tari mulai menyeleksi dan menyatukan materi
tari yang telah ditemukan melalui pengalaman-pengalaman tari sebelumnya yaitu
eksplorasi dan improvisasi. Hasil dari proses ekplorasi dan improvisasi melahirkan
beberapa motif gerak yang kemudian motif-motif tersebut diseleksi, dikembangkan
dan disatukan sesuai dengan alur cerita di dalam karya tari ini nantinya.
25
V
PENUTUP
Karya tari ini terinspirasi dari legenda pada abad 15. Konsep sejarah tentang
lanun di Bangka dan cerita masa lalu yang akan menjadi cikal bakal kubu Bangka.
Terjadinya perebutan kekuasaan antara Raja Tidung dengan Tuan Syara dan
Hulubalang Alam Harimau Garang. Materi gerak berangkat dari gerak dasar silat dan
motif gerak dasar melayu Bangka. Proses garapan terhadap pembentukan gestur,
teknik, maupun rasa gerak dan penjiwaan, dilakukan dengan proses improvisasi dan
eksplorasi.
Demikian tulisan perencanaan garapan karya tari ini disampaikan, semoga
dapat digunakan sebagai penjelasan tentang rancangan dan proses bentuk karya yang
akan diciptakandan dapat bermanfaat bagi kita semua. Dalam konsep ini, penyaji
menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dan
kata-kata yang kurang berkenan dalam tulisan ini.
26
Daftar Sumber Acuan
A. Sumber Tertulis
27
Soedarsono. (1976), Pengantar Pengetahuan Tari, Akademi Seni Tari Indonesia,
Yogyakarta.
Suparlan, Parsudi. (1984), Manusia, Kebudayaan, Lingkungan, CV Rajawali, Jakarta.
B. Sumber Lisan
Floryfono, 60 tahun, seniman tari dan peneliti kalimatan utara. Wawancara tanggal 4
juni 2016 di kediaman, Yogyakarta.
Raja Alfira Findra, 50 tahun, Dosen Seni Tari ISI Yogyakarta. Wawancara tanggal 1-2
juni 2016 di kediaman, Yogyakarta.
28