Istilah pityriasis rosea (PR) pertama kali digunakan oleh Cibert pada tahun 1860 dan
berari pink (Rosea) dan scale (Pityriasis). PR merupakan keadaan akut, erupsi kulit self-
limited yang biasanya dimulai sebagai plaque oval tipis bersisik tunggal (Single thin oval
scaly plaque) pada batang tubuh (Herald Patch) dan biasanya tanpa gejala (asimptomatik).
Lesi awal biasanya terjadi beberapa hari sampai minggu kemudian oleh munculnya sejumlah
lesi yang lebih kecil yang sama di sepanjang garis tubuh. (disebut Christmas Tree Pattern).
PR paling umum terjadi pada remaja dan dewasa muda, dan kemungkinan exanthema virus
yang berhubungan dengan reaktivasi dari Human Herpesvirus 7 (HHV-7) dan kadang-kadang
HHV-6. Pengobatan yang memungkinkan fokus yang berhubungan dengan pruritus. Satu
studi mendukung bahwa penggunaan dari acyclovir dosis tinggi selama 1 minggu
mempercepat penyembuhan dari PR.
PITYRIASIS ROSEA
Erupsi papulomatous akut secara normal berlangsung selama 4-10
minggu
Paling sering dimulai seagai lesi plaque oval tipis tunggal berukuran
2-4 cm dengan collarete dari scale yang berlokasi di perifer plaque
(Herald Patch). Timbul serupa, lebih kecil, lesi kemudian muncul
beberapa hari sampai minggu kemudian dan yang khas tersebar di
sepanjang garis tubuh (Christmas Tree Patter).
Biasanya asimptomatik, tetapi kadang-kadang berhubungan dengan
pruritus dan gejala seperti flu ringan.
Kebanyakan terjadi pada remaja dan dewasa muda.
Bukti ilmiah terbaik mendukung teori mengenai pityriasis rosea
yang merupakan exanthem virus yang berhubungan dengan
reaktivasi dari Human Herpesvirus 7 dan kadang-kadang Human
Herpesvirus 6.
Pengobatan biasanya suportif, meskipun kortikosteroid potensi
rendah dapat digunakan untuk pruritus. Satu laporan mendukung
penggunaan dari acyclovir dosis tinggi selama 1 minggu
mempercepat penyembuhan dari penyakit ini.
PR dilaporkan dalam semua Ras di seluruh dunia, terlepas dari iklim. Rata-rata
kejadian tahunan disalah satu pusat dilaporkan 0,16% (158,9 kasus per 100,000 orang
pertahun). Meskipun PR biasanya dipertimbangkan pada musim semi dan musim gugur di
zona sedang (termperate zone), variasi musim belum keluar dalam studi yang dilakukan
dibagian lain di dunia. Pengelompokkan kasus dapat terjadi dan telah digunakan untuk
mendukung etiologi infeksi untuk PR, meskipun hal ini tidak ciri yang konsisten diobservasi
di semua komunitas. Kebanyakan studi telah menunjukkan sedikit perempuan yang dominan
sekitar 1,5:1. PR paling umum terjadi antara usia 10 dan 35 tahun. Jarang pada keduanya
sangat muda (didefinisikan sebagai kurang dari 2 tahun) dan yang lebih tua (didefinisikan
sebagai lebih tua dari 65 tahun). Rekurensi dari PR jarang, yang mendukung imunitas setelah
episode awal dari PR.
Secara historis, PR telah dianggap disebabkan oleh agen infeksi, didapat (1)
kemiripan ruam yang diketahui exanthem virus, (2) rekurensi dari PR yang mendukung
imunitas seumur hidup (lifelong imunity) setelah satu episode, (3) kejadian dari variasi
musim dalam beberapa studi, (4) kelompok beberapa komunitas, dan (5) munculnya gejala
seperti flu ringan pada sebagian pasien. Patogen termasuk bakteri, jamur, dan yang paling
banyak virus. Dimulai dengan studi oleh Drago dan Colleagues (1997), etiologi PR terbaru
dan studi patogenesis telah difokuskan pada 2 dimana HHVs, HHV-7, dan HHV-6. Evaluasi
kritis dari medis dan literatur ilmiah pada PR mengungkapkan tidak terdapat bukti yang
kredibel atau direproduksi bahwa PR berhubungan dengan banyak patogen yang lain dari
pada HHV-7 dan HHV-6.
Bukti ilmiah terbaik yang mendukung bahwa PR merupakan exanthem virus yang
berhubungan dengan reaktivasi dari HHV-7 atau HHV-6 (dan kadang-kadang dengan kedua
virus) yang kuat. Kenyataanya, kebanyakan studi definitif dan studi yang menarik pada
herpesvirus dan PR oleh Broccolo dan Colleagues (2005). Menggunakan teknik yang sensitif
dan kuantitatif, peneliti secara kolektif menunjukkan bahwa (1) DNA HHV-7, dan yang
kurang umum DNA HHV-6, dapat dideteksi dalam sampel sel plasma atau serum dari banyak
pasien dengan PR tetapi tidak dalam serum atau plasma dari orang sehat atau pasien dengan
penyakit inflamasi kulit lainnya; (2) HHV-7 utusan RNA dan protein, dan sedikit HHV-6
utusan RNA dan protein, dapat dideteksi pada leukosit tersebar (Scattered leucocyte) yang
ditemukan di bagian perivaskular dan perifolikular dengan lesi PR tetapi tidak pada kulit
normal atau kulit dari pasien dengan penyakit inflamasi kulit lainnya; (3) tingginya (elevasi)
antibodi immunoglobulin-M spesifik HHV-7 dan HHV-6 tidak ada dari antibodi
immunoglobulin-G spesifik virus tidak terjadi pada pasien PR, sedangkan tingginya (elevasi)
infeksi virus primer dari antibodi immunoglobulin-M yang khas; (4) DNA HHV-7 dan HHV-
6 muncul pada saliva dari individu dengan PR, yang tidak diamati dengan infeksi virus
primer. Dikutip bersamaan, data yang kuat mendukung bahwa PR merupakan exanthem virus
yang berhubungan dengan reaktivasi sistemik dari HHV-7 dan, pada tingkat yang lebih
rendah, HHV-6. Pasien viremia, yang mungkin menjelaskan hubungan gejala flu ringan, dan
secara umum tidak memiliki infeksi sel epitel atau viral load yang besar dengan lesi kuliy,
yang mana menjelaskan secara sulit dalam mendeteksi virus oleh mikroskop elektron dan
oleh uji polymerase chain reaction (PCR) non-nested.
Meskipun temuan ini, masih kontroversi mengenai peran dari HHV-7 dan HHV-6
dalam etiologi dari PR, karena sejumlah studi dengan hasil Negatif telah gagal mendukung
peran kausatif untuk HHV-7 dan HHV-6 pada penyakit ini. Sedangkan studi dengan hasil
positif telah menggunakan teknik paling sensitif, spesifik, dan disesuaikan (kalibrasi)
terhadap studi virulogi dan laporan yang telah dipublikasikan dalam jurnal berkualitas tinggi
(High-quality jurnals), studi dengan hasil negatif menggunakan metode laboratorium
terutama yang tidak sensitif, sesuai (kalibrasi), atau diukur (kuantifiable), atau fokus pada sel
mononuklar darah perifer daripada plasma sel bebas (cell-free plasma) atau serum.
Interpretasi yang benar dari literatur virus terbaru pada PR juga membutuhkan
pemahaman yang tepat dari biologi HHV-7 dan HHV-6. HHV-7 dan HHV-6 secara erat
berhubungan Herpesvirus-, dan penyakit klinis dan biologi yang berhubungan dengan
kelompok herpesvirus yang tidak dipelajari dari Herpesvirus- (Herpes Simplex Virus 1 dan
2, Varicella Zoster Virus) dan Herpesvirus- (Epstein-Barr virus dan Kaposi Sarcoma-
assosiated Herpesvirus), HHV-6 dan HHV-7 ubiquitous, dengan 90% dari populasi di
Amerika Serikat terinfeksi dengan HHV-7 pada usia 5 tahun. Tidak seperti Herpesvirus-,
HHV-7 dan HHV-6 tidak menginfeksi keratinosit tetapi sebagai gantinya menginfeksi CD4 +
sel T dengan darah dan dipertahankan dalam sel berbentuk laten pada sebagian besar
individu. Sel-sel ini kemungkinan bersumber dari DNA virus sel bebas ditemukan dalam
sampel plasma atau serum dari pesien PR. Mereka juga mungkin bersumber dari Scattered
perivaskular dan perifollicular virus-positive cell yang diamati dengan beberapa lesi PR.
Yang terpenting untuk dicatat bahwa konsep PR yang mewakili exanthem virus
reaktif mengandung sedikit sel inflamasi dengan lesi kulit dan reaktivasi virus dalam sirkulasi
darah CD4+ sel T yang merupakan analog sempurna dari penyakit Roseola, yang diterima
disebabkan oleh infeksi primer dari HHV-6 atau HHV-7 (Lihat BAB. 192). Pada Roseola,
anak-anak viremia dan lesi kulit yang secara umum tidak mengandung sel infeksi.
Pemahaman lengkap dari peran HHV-7 dan HHV-6 dalam patogenesis PR kurang saat ini.
Sebagai contoh, mekanisme yang mana HHV-7 dan HHV-6 adalah reaktivasi yang tidak
diketahui. Seperti, penyebaran karakteristik dari lesi dan perbedaan lesi dan kulit non-lesi
yang tidak dijelaskan.
TEMUAN KLINIS
Riwayat
Pada PR klasik, pasien yang biasanya menggambarkan onset dari lesi truncal kulit
tunggal (Single truncle skin lesion) diikuti beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian
oleh onset dari sejumlah lesi kecil di tubuh. Pruritus berat pada 25% dari pasien dengan PR
tidak berkomplikasi, sedikit sampai sedang pada 50%, dan tidak ada 25%. Pasien minoritas,
gejala seperti flu telah dilaporkan, termasuk malaise, sakit kepala, mual, hilangnya selera
makan, demam, dan stralgia.
Lesi Kutaneus
Plaque primer dari PR, atau Herald Patch (Gambar. 41-1, 41-2, 41-3 dam lihat
gambar. 41-3.1 dan 4`-3.2 pada edisi on-line), terlihat 50% sampai 90% dari kasus. Plaque
biasanya berbatas tegas, diamter 2-4 cm; berbentuk oval atau bulat; berwarna salmon (salmon
colored), eritematous, atau hiperpigmentasi (khususnya pada individu dengan kulit gelap);
dan menunjukkan collarette pada scale di bagian perifer plaque. Ketika plaque iritasi,
memiliki tampilan papulovesikular ekzematous (lihat Gambar. 41-3.3) pada edisi on-line).
Plaque primer biasanya berlokasi pada tubuh di daerah yang tertutup oleh pakaian, tetapi
kadang-kadang terjadi pada leher atau ekstremitas bagian proksimal. Lokalisasi paa wajah
atau penis jarang. Sisi dari lesi primer tidak berbeda pada pria dan wanita.
GAMBAR 41-1 Plaque primer
yang khas (Herald Patch) pada GAMBAR 41-2 Plaque primer
pityriasis rosea, berbentuk oval pruric non-sclay (Herald Patch)
dan scale (bersisik) di perifer pada Pityriasis rosea
palque)
Jarak antara munculnya plaque primer dan erupsi sekunder dapat berjarak dari 2 hari
sampai 2 bulan, tetapi erupsi sekunder yang khas terjadi 2 minggu dari kemunculan plaque
primer. Saat ini, lesi primer dan lesi sekunder mungkin muncul pada waktu bersamaan.
Erupsi sekunder terjadi pada tanaman (in crops) pada interval dari beberapa hari dan
mencapai batas maksimum sekitar 10 hari. Kadang-kadang, lesi baru lanjut berkembang
selama beberapa minggu. Erupsi simetris berlokasi terutama pada tubuh dan regio yang
berdekatan (Adjacent region) dari leher dan ektremitas bagian proksimal (Gambar. 41-4).
Lesi yang paling menonjol di atas abdomen dan permukaan anterior dari dada (chest) serta
bagian belakang (Gambar. 41-5, 41-6, 41-7 dan lihat Gambar. 41-6.1 dan 46-6.2 di edisi on-
line). Lesi bagian distal pada siku (elbow) dan lutut (knee) dapat terjadi tetapi lesi tidak
umum. 2 tipe dari lesi sekunder terjadi : (1) plaque kecil menyerupai plque primer dalam
miniatur yang sejajar dengan sumbu sepanjang garis belahan dada dan didistribusikan dalam
Christmas tree pattern, dan (2) kesil, berwarna merah, biasanya papul non-scaly yang secara
bertahap meningkatkan jumlah dan penyabaran ke perifer. Kedua tipe lesi ini mungkin terjadi
bersamaan.
GAMBAR 41-4 Diagram skematik dari plaque primer (herald patch) dan
penyebarab yang khas dari plaque sekunder di sepanjang garis tengah tubuh di
Christmas tree pattern
GAMBAR 41-5 Penyebaran GAMBAR 41-6 Penyebaran yang
yang khas dari plaque sekunder khas dari pleque sekunder di
disepanjang garis tengah tubuh di sepanjang garis tengah tubuh di
pungung pada Christmas tree punggung pada Christmas tree
pattern pattern
Morfologi dari lesi sekunder mungkin tidak khas (atipikal), dan pada kasus ini,
diagnosis PR dapat lebih menantang. Makula dapat terjadi dan kurangnya scale (lacking
scaling), papul menjadi folikular, dan plaque yang khas tidak ada atau menyerupai psoriasis
(lihat Gambar. 41-7.1 di edisi on-line). Telapak tangan dan telapak kaki terlibat saat ini, dan
gambaran klinis pada pasien yang menstimulasi erupsi ekzematous tersebar luas. Tipe
vesikular dari PR (lihat Gambar 41-3.3 di edisi on-line) yang tidak umum dan biasanya
mengenai anak-anak dan dewasa muda. Urtikaria, pustular, purpura (lihat Gambar. 41-2 dan
lihat Gambar. 41-7.2 di edisi on-line), dan variasi seperti eritema multiform dari PR juga ada.
Bentuk tidak khas dari PR yang tidak sama sulit untuk didiagnosis, karena banyak pasien
akan memiliki plaque klasik bercampur dengan jenis lesi yang tidak khas, seperti vesikel,
papul folikular, dan purpura.
Kasus Enanthema jarang mungkin terjadi dengan makula hemoragik dan patch, bula
pada lidah dan pipi, atau lesi yang menyerupai ulkus apthous (Aphthous ulcer). Distrofi kuku
setelah PR juga telah dilaporkan. Limfadenopati mungkin terjadi pada pasien dengan PR,
khususnya perjalanan cepat dari penyakit dan yang berhubungan dengan gejala seperti flu.
UJI LABORATORIUM
Dalam kasus dari PR klasik, kebanyakan pasien tidak membutuhkan biopsi kulit
karena diagnosis mudah pada latar belakang klinis dan temuan histologi yang tidak spesifik.
Ciri histopatologi yang khas termasuk parakeratosis fokal, mengurangi tidak adanya lapisan
sel granular, akantosis ringan, spongiosis ringan, edema papilari dermal, perivaskular dan
infiltrat interstisial superfisial dermal dari limfosit dan histiositik, dan ekstravasasi fokal dari
eritrosit (Gambar. 41-8). Temuan histologi yang serupa diamati pada plaque primer dan
sekunder. Gambaran histologi tidak dibedakan dari superficial gyrate erythema.
Lesi yang lebih lama, infiltrat perivaskular sering berada disuperfisial dan bagian
dalam, dengan spongiosis yang kurang dan yang lebih menonjol akantosis. Lesi terlambat
yang mungkin sulit untuk dibedakan dari psoriasis dan lichen planus.
Pemeriksaan darah rutin biasanya memberikan hasil yang normal dan biasanya tidak
direkomendasikan. Meskipun, leukositosis, neutrofilia, basofilia, limfositosis, dan
peningkatan tingkat sesedimentasi eritrosit dan jumlah protein total, globulin- 1 dan globulin-
2 dan albumin yang telah dilaporkan.
Sifilis sekunder yang muncul dengan lesi yang bersisik (scaly lesion) dan dapat
menyerupai papular PR dengan tidak plaque primer. Lesi mukosa dan limfadenopati mungkin
terjadi pada PR dan sifilis, tetapi seperti yang terlibat dari telapak tangan dan telapak kaki,
temuan ini jauh lebih umum pada kedua. Uji serologi untuk sifilis akan membedakan antara
keduanya. Tinea corporis mungkin menyerupai PR, terutama ketika PR terjadi hanya plaque
primer atau lokasinya berada di daerah selangakangan (Groin area). Scaling (sisik) akan
berada diperifer dari plaque pada tinea corporis sebagai lawan dari daerah perifer plaque pada
PR. Pemeriksaan mikologis diperlukan untuk menyingkirkan infeksi dermatofit
(Dermatophyte infection). Lesi dari dermatitis numular bianya bulat, tidak oval, dan pinpoint
papul, dan vesikel yang lebih menonjol dari PR. Guttate Psoriasi menyebabkan kesulitan
dalam diagnosis PR ketika hanya sedikit lesi yang muncul, ketika lesi berada dibagian tengah
tubuh, dan ketika perjalanan penyakit kronik. Pemeriksaan histologi mungkin berguna dalam
kasus ini. Pityriasis Lichenoides Chronic muncul dengan Christmas tree pattern pada batang
tubuh, tetapi sebagai aturan, lesi yang khas (Typical lesion) ditemukan di ekstremitas.
Kotak 41-1
Diagnosa Banding Pityriasis Rosea
Sifilis sekunder : riwayat dari primary chancre, tidak ada herald
patch yang muncul, lesi yang khas melibatkan telapak tangan
dan kaki, condyloma lata mungkin muncul, biasanya keluhan
sistemik dan limfadenopati, adanya sel plasma dalam histologi.
Bila ragu, uji serologi pasien untuk sifilis (melakukan tes
laboratorium mengenai penelitian penyakit kelamin).
Tinea corporis : scale yang biasanya di perifer dari plaque,
plaque biasnya tidak oval dan tersebar sepanjang garis tubuh.
Jika ragu, lakukan biopsi.
Dermatitis nummular : plaque yang biasanya sirkular dan tidak
oval, tidak ada collarette pada scale, vesikel kecil. Jika ragu,
lakukan biopsi.
Psoriasis Guttate : plaque biasanya lebih kecil daripada plaque
PR dan tidak diikuti garis tubuh, scale tebal dan tidak baik. Jika
ragu, lakukan biopsi.
Pityriasis lichenoid kronik : perjalanan penyakit panjang, lesi
lebih kecil, scale lebih tebal, tidak ada herald patch yang muncul,
lebih umum terdapat di ekstremitas. Jika ragu, lakukan biopsi.
PR seperti erupsi obat : lihat text untuk daftar ekstensif. Jika
ragu, diperoleh riwayat penggunaan obat.
Banyak obat yang telah dilaporkan menyebabkan ruam seperti PR. Sehingga, hal itu
selalu penting untuk diperoleh riwayat penggunaan obat yang diselidiki kemungkinannya.
Hal ini termasuk arsenik, barbiturat, timah (bishmut), captopril, clonidine, gold (emas),
interferon-, isotretinoin, ketotifen, labetalol, merkuri organik, metoxhyoromazine,
metronidazole, omeprazole, D-penicillamine, salvarsan, sulfasalazine, terbinafine, dan
tripeleneamine hidrocloride. Yang dicatat, tambahan terbaru yang dicatat adalah imatinib,
obat yang digunakan untuk pengobatan leukemia myeloid kronik. Induksi obat pada PR
mungkin dari tipe klasik, teteapi sering menunjukkan gambaran yang tidak khas, berlarut-
larut, lesi yang besar, berikutnya ditandai dengan hiperpigmentasi, dan transformasi untuk
dermatitis dermatitis lichenoid.
KOMPLIKASI
Pasien mengalami gejala flu, tetapi relatif ringan jika terjadi. Komplikasi yang tidak
serius terjadi pasien PR.
Semua pasien dengan PR yang sembuh secara dari penyakit mereka. Durasi penyakit
yang normal antara 4 dan 10 minggu, dengan pertama kali beberapa minggu berhubungan
dengan kebanyakan lesi inflamasi kulit yang baru dan kemungkinan terbesar gejala flu.
Hipopigmentasi post-inflamasi dan hiperpigmentasi dapat mengikuti PR. Sama dengan
penyakit kulit lainnya, yang terjadi lebih umum pada individu dengan kulit berwarna lebih
gelap, dengan hiperpigmentasi yang dominan. Pengobatan dengan fototerapi sinar Ultraviolet
juga memperburuk hiperpigmentasi post-inflamasi dan harus digunakan dengan peringatan.
PENATALAKSANAAN
Kotak 41-2
Penatalaksanaan Pityriasis Rosea
Untuk semua pasien : edukasi tentang proses penyakit dan
jaminan (reassurance)
Untuk pasien yang berhubungan dengan pruritus : kortikoteroid
topikal potensi rendah
Untuk pasien dengan perjalanan cepat yang berhubungan
dengan gejala flu dan/atau penyakit kulit ekstensif (extensive
skin disease) : acyclovir oral 800 mg 5 kali sehari selama 1
minggu (atau derivat acyclovir yang setara)
Pasien pilihan : fototerapi mungkin berguna
PENCEGAHAN