Anda di halaman 1dari 14

A.

Latar Belakang

Dalam mempelajari mikroorganisme dalam kultur murni, para mikrobiolog


memerlukan alat-alat yang menunjang dalam usaha mendapatkan kultur murni. Dalam
mikrobiologi, peralatan laboratorium merupakan unsur penting yang harus ada.
Peralatan yang ada dalam laboratorium pun haruslah steril agar dapat menunjang
pekerjaan yang berhubungan dengan mikroorganisme dan hal tersebut merupakan
syarat mutlak. Artinya, pada bahan atau peralatan yang akan digunakan harus bebeas
dari mikroorganisme yang tidak diingikan yang dapat merusak media atau koloni suatu
mikroorganisme yang diinginkan. Adapun peralatan yang umumnya digunakan di
dalam laboratorium mikrobiologi antara lain : Media yaitu; cair, semi solid, solid (agak
miring (siant), agak tegak (deep), agak cawan(plate)) dan peralatan yaitu; autoklaf,
tabung kultur, cawan petri, jarum inokulasi, pipet, waterbath, inkubator, dan lemari
pendingin (Suriawira,2005)
Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan semua
organisme yang terdapat pada atau didalam suatu benda. Ketika anda untuk pertama
kalinya melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik, sesungguhnya anda
telah menggunakan salah satu sterilisasi, yaitu pembakaran. Namun kebanyakan
peralatan dan media yang umum dipakai dalam pekerjaan mikrobiologis akan menjadi
rusak bila dibakar. Untungnya tersedia berbagai metode lain yang efektif (Hadioetomo,
1993).
Ada tiga cara yang umum digunakan dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas,
penggunaan bahan kimia dan penyaringan (Filtrasi). Bila panas digunakan bersama
sama dengan uap air maka disebut sterilisasi panas lembut atau sterilisasi basah, bila
tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi panas kering atau sterilisasi
kering (Hadioetomo, 1993).
Sterilisasi kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan gas atau radiasi.
Metode sterilisasi yang umum digunakan secara rutin dilaboratorium mikrobiologi ialah
yang menggunakan panas (Hadioetomo, 1993).
Mikroorganime hidup di segala tempat (tanah, air udara makanan, pembuangan, dan
pada permuikaan tubuh). Keberadaan mereka yang ada di segala tempat menyulitkan
para mikrobiolog untuk memperoleh suatu koloni mikroorganisme tertentu dan yang
sejenis tanpa adanya mikroorganisme lain yang mencampuri koloni tersebut. Kultur
mikroorganisme yang tersusun dari sel-sel sejenis (tuinggal) disebut juga sebagai kultur
murni.
Steril merupakan syarat mutlak keberhasilan kerja dalam lab mikrobiologi. Dalam
melakukan sterilisasi, diperlukan teknik-teknik agar sterilisasi dapat dilakukan secar
sempurna, dalam arti tidak ada mikroorganisme lain yang mengkontaminasi media.
Sterilisasi adalah proses untuk menjadikan alat-alat terbebas dari segala bentuk
kehidupan. Seperti yang telah disebutkan bahwa tujuan sterilisasi untuk mematikan
mikroorganisme yang tidak diinginkan agar tidak ikut tumbuh.
Ada beberapa teknik sterilisasi, yaitu dengan cara fisik dengan panas, mekanik
dengan filtrasi dan kimia dengan senyawa-senyawa kimia. Dalam praktikum ini kami
mencoba mempelajari bagaimana cara mensterilisasi alat-alat yang nantinya dipakai
untuk bekerja di dalam laboratorium mikrobiologi. Kami mencoba untuk melakukan
sterilisasi guna bekal untuk keberhasilan dalam menumbuhkan suatu biakan koloni
mikroorganisme yang diinginkan.

B. Tujuan Percobaan
Untuk memahami cara sterilisasi dengan menggunakan autoclave dalam kondisi
yang aseptis.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yang ada, jika ditumbuhkan
di alam suatu medium tidak ada jasad renik yang dapat berkembang baik dinamakan
Sterilisasi . Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahan panas yaitu
spora bakteri (Fardiaz, 1992). Adanya pertumbuhan mikroorganisme menunjukkan
bahwa pertumbuhan bakteri masih berlangsung dan tidak sempurnanya proses
sterilisasi. Jika sterilisasi berlangsung sempurna, maka spora bakteri yang merupakan
bentuk paling resisten dari kehidupan mikrobia akan diluluhkan (Lay dan Hatowo,
1992).
Sterilisasi ada beberapa cara diantaranya sterilisasi secara fisik (pemanasan,
penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia
yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan
tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat bejana/ruang panas (oven dengan
temperatur 170-1800C dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk
peralatan gelas). Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan,
larutan alkohol, larutan formalin). Sterilisasi secara makanik, digunakan untuk beberapa
bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan,
misalnya adalah dengan saringan/filter. Sitem kerja filter, seperti pada saringan adalah
melakukan seleksi terhadap pertikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba)
(suriawiria, 2005)
Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoclave uap yang mulai
diangkat dengan menggunakan uap air jenuh pada suhu 121 0C selama 15 menit.
Adapun alasan digunakannya suhu 121 0C itu disebabkan oleh tekanan 1 atm pada
ketinggian permukaan laut. Autoclave merupakan alat yang essensial dalam setiap
laboratorium mikrobiologi, ruang sterilisasi di rumah-rumah sakit serta tempat-tempat
lain yang memproduksi produk steril. Pada umumnya (tidak selalu) autoclave dijalankan
padaa tekanan kira-kira 15-16 per (5 kg/cm2) pada suhu 1210C . Waktu yag diperlukan
untuk sterilisasi bergantung pada sifat bahan yang disterilkan, tipe wadah dan volume
bahan. Misalnya 1000 buah tabung reaksi yang masing-masing berisi 10 ml medium
cair dapat disterilkan dalam waktu 10-15 menit pada suhu 121 0C, sedangkan jumlah
medium yang sama bila ditempatkan dalam wadah 10 wadah berukuran 1 liter akan
membutuhkan 1 liter akan membutuhkan waktu 20-30 menit pada suhuyang sama
untuk menjamin tercapainya sterilisasi (Pelczar dan Schan, 1992).
Antonie Van Leuwenhook adalah orang yang pertama kali melihat bakteri
dengan menggunakan instrumen optik yang terdiri atas lensa bikonvens. Pada waktu itu
ia menemukan bakteri dalam berbagai cairan, diantara cairan tubuh, air, ekstrak lada,
serta bir. Penemuan mikroskop pada waktu itu membuka peluang unttuk dilakukannya
penelitian mengenai proses terjadinya fermentasi dan penemuan jasad renik penyebab
penyakit (Ferdias, 1992).
Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik,
fisik dan kimiawi (Indra, 2008) :
1. Sterilisasi mekanik/Filtrasi
Sterilisai secara mekanik (filtrasi) dikerjakan dalam suhu ruangan dan
menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil ( 0.22 mikron atau 0.45
mikron ) sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Sterilisasi ini ditujukan
untuk bahan yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotik.
2. Sterilisasi Fisik
Sterilsasi fisik dapat digunakan dengan cara pemanasan atau penyinaran.
Terdapat empat macam sterilisasi dengan pemanasan :
a. Pemijaran Api
membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum, pinset, batang
L, dll.
b. Panas kering
Sterilisasi panas kering yaitu sterilisasi dengan menggunakan udara panas.
Karakteristik sterilisasi kering adalah menggunakan oven suhu tinggi (170-180C)
dengan waktu yang lama (1-3 jam). Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang
terbuat dari kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi dll. Sebelum dimasukkan ke
dalam oven alat/bahan teresbut dibungkus, disumbat atau dimasukkan dalam wadah
tertutup untuk mencegah kontaminasi ketika dikeluarkan dari oven.
c. Uap panas
Konsep ini hampir sama dengan mengukus. Bahan yang mengandung air lebih tepat
menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d. Uap panas bertekanan (Autoclaving)
Alat yang digunakan adalah autoclave. Cara kerja alat ini adalah menggunakan uap
panas dengan suhu 121 oC selama 15 menit pada tekanan 1 atm. Sterilisasi uap
tergantung pada:
1) alat/bahan harus dapat ditembus uap panas secara merata tanpa mengalami
kerusakan
2) Kondisi steril harus bebas udara (vacum)
3) Suhu yang terukur harus mencapai 121 oC dan dipertahankan selama 15 menit.
Bahan/alat yang tidak dapat disterilisasi dengan uap panas adalah serum,
vitamin, antibiotik, dan enzim, pelarut organik, seperti fenol, buffer dengan kandungan
detergen, seperti SDS. Erlenmeyer hanya boleh diisi media maksimum dari total
volumenya.
Prosedur dalam penggunaan autockave :
a) Pelajari bagian-bagian autoclave dan fungsinya masing-masing.
b) Tuangkan air suling ke dalam autoclave hingga batas yang dianjurkan.
c) Masukkan alat/bahan yang akan diserilkan, ditata sedemikian rupa sehingga uap air
secara merata dapat menembus alat/bahan yang akan disterilkan tersebut.
d) Tutup autoclave dan hidupkan alat. Perhatikan tahap kenaikan suhu dan tekanan pada
autoclave. Tunggu hingga alat mencapai suhu 121 oC selama 15 menit. Autoclave akan
otomatis membunyikan alarm, jika proses sterilisasi sudah selesai.
e) Hindari membuka tutup autoclave begitu proses sterilisasi selesai, tunggu sampai
tekanan dan suhunya turun.
Sterilisasi fisik dengan penyinaran dapat dengan menggunakan sinar Ultra Violet
(Riantini, 2001)
3. Sterilisasi kimiawi
Digunakan pada alat/bahan yang tidak tahan panas atau untuk kondisi aseptis
(Sterilisasi meja kerja dan tangan). Bahan kimia yang dapat digunakan adalah Alkohol,
asam parasetat, formaldehid dll.

DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro, D.2005. Dasar Dasar Mikrobiologi. Djambatan : Jakarta.

Ferdias.1992.Sterilisasi.
(onlin).http://www.academia.edu/directory/educationnad_training/secondary. (diakses
pada tanggal 17 september 2014)

Hadioetomo. Ratna Siri. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: P.T. Gramedia
Pustaka Utama

Indra. 2008.Mikrobiologi dan ParasitologiI. PT. Citra AdityaBakti; Bandung.

Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta : Andi.

Nursina.2012.Sterilisasi.(online).https://www.academia.edu/7236446/Laporan_Sterilisasi_Alat
-alat_mikrobiologi. (diakses pada tanggal 17 september 2014).

Riantini. (2001). Sterilisasi secara fisik. (onlin). http:/ / www.ed.uiuc.edu./mikroorganisme/ste


rili-sasi-secara-fisik/Html. (diakses pada tanggal 17 september 2014)

Suriawira. 2005. Pengantar Mikrobiologi Umum . Angkasa.Bandung.

Yusriani, dr. 2008.Kumpulan Diktat Kuliah Mikrobiologi.UIT;Makassar

Lay dan Hatowo, 1992. Mikroorganisme; Sterilisasi Alat Kimia. Perlakuan perlepasan
mikroorganisme. 28 (2), 30-34.

Analisis Obat dalam Cairan Hayati


A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Ketersediaan hayati suatu obat dapat diukur pada keadaan pasien yang
bersangkutan (secara in vivo) dengan menentukan kadar dalam plasma
darah
setelah mencapai keseimbangan antara serum cairan tubuh (keadaan tunak). Ada
kolerasi yang baik antara kadar obat dalam plasma dengan efek terapi.
Ketersediaan
hayati digunakan untuk memberikan gambaran mengenai keadaan dan kecepatan
obat diabsorbsi dari bentuk sediaan dan digambarkan dengan kurva kadar waktu
setelah obat diminum dan berada pada jaringan biologik atau larutan seperti darah
dan urin. Data ketersediaan hayati dapat pula digunakan untuk menentukan :
a. Jumlah atau bagian obat yang diabsorbsi dari bentuk sediaan
b. Kecepatan obat diabsorbsi
c. Masa kerja obat berada didalam cairan biologik atau jaringan, bila
dihubungkan dengan respon pasien
d. Hubungan antara kadar obat dalam darah dengan efektivitas
terapi/efektoksik (Anief, 2002).
2. Dasar Teori
Metode pengukuran obat dalam media biologis semakin penting untuk banyak
kelompok-kelompok sosial. Masalah-masalah yang berhubungan dengan
bioavaibilitas, bioekivalensi, pengembangan obat baru, penyalahgunaan
obat,
farmakokinetika klinik, dan penelitian obat sangat bergantung pada metode analisis
(Smith,1981). Dalam sebuah analisis obat dalam cairan hayati, ada hal-hal penting
dalam rangka penelitian farmakokinetika yang digunakan sebagai
parameter-
parameter antara lain yaitu:
2.1 tetapan (laju) invasi atau tetapan absorpsi.
2.2 volume distribusi menghubungkan jumlah obat didalam tubuh
dengan
konsentrasi obat (C) di dalam darah atau plasma.
2.3 ikatan protein
2.4 tetapan (laju) eliminasi dan waktu paruh dalam plasma (t 1/2)
2.5 klirens renal, ekstrarenal dan total
2.6 luas dibawah kurva dalam plasma (AUC), dan
2.7 ketersediaan hayati
(Mutshler, 1991).
Dalam penetapan kadar obat dalam darah (cairan tubuh), metode yang
digunakan harus tepat, dan dalam pengerjaannya diperlukan statu ketelitian yang
cukup tinggi agar diperoleh hasil yang akurat. Sehingga nantinya dapat
menghindari kesalahan yang fatal. Dalam analisis ini, kesalahan hasil tidak boleh
lebih dari 10% (tergantung pula alat apa yang digunakan dalam analisis). Akurasi
yang baik untuk bahan obat dengan kadar kecil adalah 90-110%, akurasi untuk
kadar obat yang lebih besar biasanya disepakati 95-105%, akurasi untuk bahan
baku biasanya disepakati 98-102%, sedangkan untuk bioanalisis rentang akurasi 80-
120% masih bisa diterima (Ritschel,1976). Dalam menaksir ketersediaan hayati ada
tiga parameter yang biasanya diukur untuk menggambarkan profil konsentrasi obat
dalam darah dan waktu dari obat yang diberikan, yaitu :
a. Konsentrasi puncak (C max)
Menggambarkan konsentrasi obat tertinggi dalam sirkulasi sistemik.
Konsentrasi ini tergantung pada konstanta absorbsi, dosis volume distribusi dan
waktu pencapaian konsentrasi obat maksimum dalam darah. Konsentrasi puncak
harus di atas konsentrasi efektif minimum dan tidak melebihi konsentrasi toksik
minimun.
b. Waktu untuk konsentrasi puncak (t max)
Menggambarkan lamanya waktu tersedia untuk mencapai konsentrasi
puncak dari obat dalam sirkulasi sistemik. Parameter ini tergantung pada konstanta
absorbsi yang menggambarkan permulaan dari level puncak oleh respon biologis
dan bisa digunakan sebagai perkiraan kasar laju absorbsi.
c. Luas daerah di bawah kurva (AUC)
Total area di bawah kurva konsentrasi vs waktu yang menggambarkan
perkiraan jumlah obat yang berada pada sirkulasi sistemik. Parameter ini
menggambarkan jumlah ketersediaan hayati dan bisa digunakan sebagai perkiraan
kasar jumlah obat diabsorbsi (Syukri, 2002).
Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada
kisaran analit yang akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk
melakukan verifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk
mengatasi problem analisis, karenanya suatu metode harus divalidasi, ketika:
a. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu.
b. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan

atau karena munculnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku
tersebut harus direvisi.
c. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah
berubah seiring dengan berjalannya waktu.
d. Metode baku digunakan di laboratorium yang berbeda, dikerjakan oleh
analis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda.
e. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antar dua metode, seperti antara
metode baru dan metode baku (Gandjar, 2007).
3. Tujuan Percobaaan
Memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati.

I. TUJUAN
Agar mahasiswa dapat memahami langkah-langkah analisis obat dalam cairan hayati
II. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetika suatu obat diperoleh berdasarkan hasil pengukuran kadar utuh
dan atau metabolitnya didalam cairan hayati (darah,urin,saliva,atau cairan tubuh lainnya ). Oleh
karena itu agar nilai-nilai parameter kinetic obat dapat dipercaya metode penetapan kadar harus
memenuhi berbagai kriteria yaitu meliputi perolehan kembali(recovery),presisi dan akurasi.
Kepekaan dan selektivitas merupakan kriteria lain yang penting hal mana lainnya tergantung
dari alat ukur yang dipakai.
Selektivitas metode menempati prioritas karena bentuk obat yang akan ditetapkan dalam
cuplikan hayati adalah bentuk tak berubah atau metabolitnya. Artinya metode analisis yang
digunakan harus memiliki spesifitas yang tinggi terhadap salah satu bentuk obat yang akan
ditetapkan tersebut. Bahkan lebih memperluas lagi pengertian selektivitas metode ini yakni
kemampuan suatu metode penetapan kadar untuk membedakan suatu obat dari metabolitnya.
Pemilihan metode yang memiliki selektivitas tinggi ini perlu mendapatkan perhatian khusus.
Mengapa?karena hal ini berkaitan dengan rumus-rumus matematik yang akan diterapkan dalam
menghitung parameter farmakokinetika. Rumus matematika yang diturunkan berdasarkan data
pengukuran kadar obat tak berubah dalam cuplikan hayati berlainan dengan yang diturunakan
dari data kadar metabolitnya.
Sensitivitas merupakanmetode berkaitan dengan kadar terendah yang dapat diukur oleh
metode yang digunakan. Dalam penelitian farmakokinetika pilihan metode analisis juga
tergantung pada tingkat sensitivitas yang dimiliki oleh metode. Ini dapat dimengerti mengingat
dalam menghitung parameter farmakokinetik suatu obat diperlukan sederetan data kadar obat
dari waktu kewaktu atau dari kadar tertinggi sampai kadar terendah dalam cuplikan hayati yang
digunakan.
Ketelitian (akurasi) merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai terukur
dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi,nilaisebenarnya, atau nilai rujukan. Akurasi
diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu pengukuran dengan
melakukan spiking pada suatu sampel.Untuk pengujian senyawa obat akurasi diperoleh dengan
membandingkan hasil pengukuran dengan bahan rujukan standar. Suatu metode dikatakan tepat
jika ia menghasilka hasil yang sama dalam sederet penentuan ulangan (replikasi ). Akurasi
minimal dihitung minimal pada 5 kali konsentrasi. Hasil akurasi untuk metode bioanalisis tidak
boleh lebih besar dari 15%,kecuali untuk konsentrasi rendah tidak boleh lebih besar dari 20%.
Pada nilai akurasi dihitung kesalahan sistemik yang merupakan tolak ukur inakurasi penetapan
kadar berupa kesalahan konstan atau proposional. Persyaratan yang dituntut bagi suatu metode
analisa adalah jika kesalahan sistemik kurang dari 10%.

ketelitian (akurasi )dapat diketahui dari harga perolehan kembalinya (recovery) yang dinyatakan
sebagai % eror (harga sesungguhnya-harga uji ,dibagi harga sesungguhnya ,dikali 100%).
Perolehan kembali adalah suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat bernilai positif dan
negative.
Ketepatan (presisi) merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan bakurelatif dari sejumlah sampel yang berbedasignifikan
secara statistic. Sesuai dengan ICH (International Conference on Harmonization), presisi harus
dilakukan dengan tingkatan yang berbeda,yaitu:
1. Keterulangan yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya
,peralatan,tempat maupun waktunya
2. Presisi antara yaitu ketepatan pada kondisi percobaan yang berbeda baik orangnya ,peralatan,
tempat maupun waktunya.
3. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasildari labolatorium yang lain

Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku relative


atau koefisien variasi dan kisaran kepercayaan.
Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya menggunakan
2 parameter yang pertama yaitu keterulanagn dan presisi antara. Reprodusibilitas biasanya
dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar labolatorium .presisi seringkali diekspresikan
dengan SD atau standart deviasi relative dan serangkaian data.
Data untuk uji menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian kajian-kajian lain
berkaitan dengan presisi seperti linearitas atau akurasi.Biasanya replikasi 6-15 dilakuakan pada
sampel tunggal untuk tiap konsentrasi. Pada pengujian KCKT nilai RSD antara 1-2% biasanya
dipersyaratkan untuk senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak, sedangkan untuk
senyawa dengan kadar kecil RSD berkisar antara 5-15%. Pada nilai presisi dihitung kesalahan
acak yang merupakan tolak impresicion suatu analisis. Persyaratan yang dituntut bagi suatu
metode analisa adalah jika kesalahan acak kurang dari 10%.
III. ALAT DAN BAHAN
Alat :
Labu takar 100 ml 1buah,10 ml 5 buah
Pipet volume 0,1 ;0,2 ;0,3 ml
Tabung reaksi
Pipet ukur 5 ml
Spektrofotometer uv-vis
Alat sentrifuge
Kalkulator
Kertas pH
Bahan :
Asam trikloroasetat(TCA)10%
NaOH
Asam salisilat
Darah kelinci
Antikoagulan
aquades
IV. CARA KERJA
1. Pembuatan kurva baku asam salisilat
Membuat larutan stok asam salisilat dengan konsentrasi 500ppm pada volume 100 ml
Mengencerkan larutan stok dengan aquades dan buat seri konsentrasi 500ppm, 150ppm,200ppm,
250ppm, 250ppm, 250ppm dalam labu takar 100 ml
Membaca absorbansi masing-masing larutan pada lamda 265 nm
Membuat regresi linear antara konsetrasi Vs absorbansi
2. Penetapan kadar asam salisilat
Sampel Na2EDTA
Tambahkan TCA 10%

Sentrifuge 3000 rpm menit selama 15

Ambil plasma darah

Baca absorbansi pada lamda 265 nm

Hitung recovery,kesalahan acak dan kesalahan

V. HASIL
Data kurva baku asam salisilat
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
50 0,188
100 0,338
150 0,484
200 0,637
250 0,786

Persamaaan kurva baku: y = a+ bx


a = 0,0381
b =2,99 x 10-3
r =0,999
no Kadar A0 Kadar sd
sebenarnya terukur X
2
(ppm)
1 50 a 0,465 142,776 0,557 0,310 8,541
b 0,493 152,140 8,807 77,563
c 0,442 135,084 8,29 68,046
x =143,333
2 100 a 0,493 153,144 18,729 350,775 19,808
b 0,523 169,866 2,007 4,028
c 0,614 192,609 20,736 429,912
x =171,871
3 150 a 0,524 162,508 4,906 24,068 7,927
b 0,523 162,173 4,571 20,894
c 0,481 148,127 9,475 80,725
x= 157,602
4 200 a 0,525 162,876 3,009 9,054 2,883
b 0,535 166,220 0,335 0,42
c 0,524 168,561 2,676 7,160
x =165,885
5 250 a 0,427 130,066 7,469 55,785 10,179
b 0,397 149,130 11,595 134,444
c 0,437 133,411 4,124 17,007
x= 137,535
6 300 a 0,444 135,75 10,146 102,941 8,801
b 0,397 120,03 5,573 31,058
c 0,400 121,03 4,575 20,921
x= 125,604

Perhitungan perolehan kembali (recovery)


No. sampel perhitungan hasil
6 x 100% 41,868%

Perhitungan kesalahan acak


No. sampel perhitungan hasil
6 x 100% 7%

Perhitungan kesalahan sistemik


No. sampel perhitungan hasil
6 100-41,868 58,132

VI. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini bertujuan untuk mempelajari dan memahami langkah-langkah analisis
obat dalam cairan hayati serta mengetahui prosedur obat dalam cairan hayati.
Pada praktikum ini pertama-tama kita membuat kurva baku dari asam salisilat untuk mencari
nilai a dan b dalam persamaan kurva baku y =a+ bx. Kurva baku yang baik apabila nilai r nya
mendekati niali 1. Metode spektrofotometri visible digunakan agar hasil analisis sesuai dengan
ketentuan yang ada. Parameter yang dilakukan pada metode ini adalah recovery ,presisi dan
akurasi. Dimana recovery merupakan suatu tolak ukur efisiensi analisis dan dapat bernilai
positive dan negative. Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterima , baik nilai konvensi, nilai sebenarnya atau nilai rujukan.
Sedangkan presisi merupakan ukuran keterulangan metode analsisis dan biasanya diekspresikan
sebagai simpangan baku relative dari sejumlah sampel yang berbeda signifikan secara statistic.
Kemudian dilakukan penetapan kadar asam salisilat sampel yang berupa darah ditambahkan
Na2EDTA dengan tujuan untuk koagulasi darah agar tidak mengental.kemudian sampel
ditambahkan TCA 10% sebanyak 2 ml yang dihomogenkan. TCA 10% digunakan untuk
deproteinisasi pada sampel darah. Apabila protein pada sampel tidak dihilangkan maka akan
mengganggu absorb. Setelah itu disentrifuge 3000 rpm selama 15 menit.
Setelah didapat filtrate bening,sampel dibaca absorbansinya dengan lamda 265 nm
menggunakan spektrofotometer uv-vis. Setelah itu didapatkan kadar dan dapat dihitung
recovery,kesalahan acak dan kesalahan sistemik.
Dari hasil analisis yang didapat recovery pada sampel mendapatkan hasil yang kurang dari
persyaratannya 75%-90% atau lebih.Ini menunjukka bahwa data tyidak valid sehingga tidak
dapat digunakan sebagai kinetika obat. Data recovery tersebut disimpulkan kurang teliti,kurang
akurat dan kurang efisien.
Selanjutnya pada perhitungan kesalahan acak mendapatkan hasil 7%,itu berarti hasil yang
kami peroleh tidak melampaui persyaratan yang ada yaitu kurang dari 10%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sampel kurang teliti dan efisien.
Perhitungan yang terakhir adalah kesalahan sistemik.Hasil yang didapat dari penelitian ini
yaitu melebihi persyaratan kesalahan sistemik kurang dari 10%.Data ini dinyatakan tidak akurat
dan efisien.Dari ketiga perhitungan yang telah kami lakukan data-data sebagian besar tidak valid.
Hal ini disebabkan beberapa factor antara lain :kesalahan dalam pembuatan larutan,kesalahan
pada alat/instrument yang digunakan dan kesalahan pada praktikan sendiri. Dimana kurang teliti
menganalisis data yang diperoleh. Oelh sebab itu,diperlukan ketelitian dalam
penggunaan alatdan mengamati data yang diperolehselama percobaan berlangsung.
VII. KESIMPULAN
Parameter yang dilakukan pada metode ini adalah recovery,presisi dan akurasi
Dari hasil analisis yang didapat recovery pada sampel mendapatkan hasil yang kurang dari
persyaratannya 75%-90% atau lebih. Ini menunjukkan bahwa data tidak valid sehingga tidak
dapat digunakan sebagai kinetika obat. Data recovery tersebut disimpulkan kurang teliti,kurang
akurat dan kurang efisien.
Kesalahan acak mendapatkan hasi 7%,itu berarti hasil yang kami peroleh tidak
melampaui persyaratan yang ada yaitu kurang dari 10%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sampel teliti dan efisien.
Hasil yang didapat dari penelitian ini yaitu melebihi persyaratan kesalahan sistemik kurang dari
10%. Data ini dinyatakan tidak akurat dan efisien.
Dari ketiga perhitungan yang telah kami lakukan data-data yang diperoleh sebagian besar tidak
valid

Anda mungkin juga menyukai