Anda di halaman 1dari 8

KEDUDUKAN NIAT DALAM BERAMAL

Oleh : Ust. Suherman, S. Ag. Al Hafizh

I. HAKIKAT NIAT

Banyak di antara para ulama yang mendefinisikan niat, diantaranya :

Imam Al Jauhary dalam Ash Shahah, Niat adalah kemauan yang kuat. Sedangkan menurut Al
Khattaby, niat adalah tujuan yang terdetik di dalam hatimu dan menuntut darimu. Ini adalah
penjelasan atas sabda Nabi saw, Sesungguhnya Allah mengampuni ummatku apa yang terdetik di
dalam jiwa mereka, selagi belum dikerjakan atau dikatakan (HR. As Sittah).

Sedangkan hakikat niat menurut Imam Al Mawardy adalah tujuan sesuatu yang disertai
pelaksanaannya

II. PERANAN NIAT DALAM MENGARAHKAN AMAL

Niat akan menentukan seseorang dalam melakukan suatu amal. Karena itulah kita harus mengetahui
betapa besar peranan niat dalam mengarahkan amal, diantaranya :

1. Niat adalah ruh amal, inti dan sendinya.


Amal mengikuti niat, amal menjadi benar karena niat yang benar dan amal menjadi rusak
karena niat yang rusak.




Sesungguhnya amal itu hanya bergantung kepada niat-niat, dan seseorang hanya memperoleh
menurut apa yang diniatkan. (HR. Bukhari Muslim)
2. Amal itu beserta tujuan-tujuannya.
Sesungguhnya Allah mengampuni bagi ummatku dari kesalahan dan lupa serta dari apa-apa
yang mereka dipaksa kepadanya (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dzar)
Maksudnya adalah seseorang dikategorikan berdosa jika melakukan satu maksiat dengan
sengaja, sadar dan menyadari perbuatan dosanya tersebut. Tetapi jika dia melakukannya
karena lupa, khilaf ataupun dipaksa maka hal itu tidak menjadi dosa baginya. Hal ini terjadi
kepada salah seorang shahabat Nabi saw. yaitu Amr bin Yasir ra.
3. Satu jenis amal berbeda pahalanya menurut perbedaan niatnya.
Satu amal atau satu benda aktifitas atau wujudnya bisa sama, tetapi bisa menjadi berbeda
nilainya dihadapan Allah swt. Tergantung niat pelaku amal atau pemilik benda tersebut. Nabi
saw. bersabda : Kuda itu ada 3 macam, kuda yang dipersiapkan seseorang fi sabilillah.
Harganya merupakan pahala, menaikinya merupakan pahala dan meminjamkannya merupakan
pahala. Dan, kuda yang dibuat taruhan dan diperjudikan seseorang. Harganya merupakan dosa
dan menaikinya merupakan dosa. Dan, kuda untuk mata pencaharian. Maka boleh jadi ia bisa
menutup kebutuhan dari kemiskinan atas kehendak Allah (HR. Ahmad).

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 1


Hadits ini sangat relevan dengan kondisi kita saat ini, dimana budaya hidup permisivisme sering
menyeret seorang muslim melakukan tindakan tidak berguna untuk dunia dan akhiratnya.
Begitu pula gaya hisup materialisme menjerumuskan seorang muslim pada tindakan borju.
Berganti-ganti benda sekadar mengikuti trend bukan karena kebutuhan. Karakter hidup
sederhana dari seorang dai menjadi sulit ditemukan ketika dai pun larut dalam gelimangnya
hidup materialisme.

III. NIAT YANG IKHLASH ADALAH DASAR DITERIMANYA AMAL

Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan,
Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. dan Hanya kepada Allah-lah
kesudahan segala urusan (QS. Luqman : 22)

Yang dimaksud dengan menyerahkan diri kepada Allah dalam ayat di atas adalah mengikhlaskan
niat dan amal perbuatan hanya karena Allah semata. Sedangkan yang yang dimaksud dengan
berbuat kebaikan ialah mengerjakan kebaikan dengan serius dan sesuai dengan sunnah Rasulullah
saw.

Maka berdasarkan ayat di atas, ada dua syarat diterimanya amal shaleh oleh Allah swt., yaitu :

1. Niat yang ikhlash dan benar


Sesungguhnya amal-amal itu hanya tergantung niat-niatnya . (HR. Muslim)
2. Sesuai dengan sunnah dan minhaj sunnah Nabi saw.
Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak menurut perintah Kami, maka ia tertolak
(HR. Muslim)

Fudhail bin Iyadh pernah memberi komentar tentang ayat 2 surat Al-Mulk, Liyabluwakum ayyukum
ahsanu amala, supaya Allah menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.
Menurutnya, maksud yang lebih baik amalnya adalah amal yang didasari keikhlasan dan sesuai
dengan sunnah Nabi saw.

Seseorang bertanya kepadanya, Apa yang dimaksud dengan amal yang ikhlas dan benar itu?
Fudhail menjawab, Sesungguhnya amal yang dilandasi keikhlasan tetapi tidak benar, tidak diterima
oleh Allah swt. Sebaliknya, amal yang benar tetapi tidak dilandasi keikhlasan juga tidak diterima oleh
Allah swt. Amal perbuatan itu baru bisa diterima Allah jika didasari keikhlasan dan dilaksanakan
dengan benar. Yang dimaksud ikhlas adalah amal perbuatan yang dikerjakan semata-mata karena
Allah, dan yang dimaksud benar adalah amal perbuatan itu sesuai dengan tuntunan Rasulullah
saw. Setelah itu Fudhail bin Iyad membacakan surat Al-Kahfi ayat 110, Barangsiapa yang
mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaknya ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 2


Jadi, niat yang ikhlas saja belum menjamin amal kita diterima oleh Allah swt., jika dilakukan tidak
sesuai dengan apa yang digariskan syariat. Begitu juga dengan perbuatan mulia, tidak diterima jika
dilakukan dengan tujuan tidak mencari keridhaan Allah swt.

IV. MAKNA IKHLASH DAN TANDA-TANDA IKHLASH

Secara bahasa, ikhlash bermakna bersih dari kotoran dan membersihkan sesuatu yang kotor. Orang
yang ikhlash adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah dengan
menyembah-Nya, tidak menyekutukan dengan selain-Nya, dan tidak riya dalam beramal.

Secara syariat, ikhlash berarti niat mengharap ridha Allah swt semata dalam beramal tanpa
menyekutukan-Nya dengan yang lain serta memurnikan nita dari kotoran yang merusaknya.

Ada delapan tanda-tanda keikhlasan yang bisa kita gunakan untuk mengecek apakah rasa ikhlas
telah mengisi relung-relung hati kita. Kedelapan tanda itu adalah:

1. Keikhlasan hadir bila Anda takut akan popularitas

Imam Ibnu Syihab Az-Zuhri berkata, Sedikit sekali kita melihat orang yang tidak menyukai
kedudukan dan jabatan. Seseorang bisa menahan diri dari makanan, minuman, dan harta,
namun ia tidak sanggup menahan diri dari iming-iming kedudukan. Bahkan, ia tidak segan-segan
merebutnya meskipun harus menjegal kawan atau lawan. Karena itu tak heran jika para ulama
salaf banyak menulis buku tentang larangan mencintai popularitas, jabatan, dan riya.

Fudhail bin Iyadh berkata, Jika Anda mampu untuk tidak dikenal oleh orang lain, maka
laksanakanlah. Anda tidak merugi sekiranya Anda tidak terkenal. Anda juga tidak merugi
sekiranya Anda tidak disanjung ornag lain. Demikian pula, janganlah gusar jika Anda menjadi
orang yang tercela di mata manusia, tetapi menjadi manusia terpuji dan terhormat di sisi Allah.

Meski demikian, ucapan para ulama tersebut bukan menyeru agar kita mengasingkan diri dari
khalayak ramai (uzlah). Ucapan itu adalah peringatan agar dalam mengarungi kehidupan kita
tidak terjebak pada jerat hawa nafsu ingin mendapat pujian manusia. Apalagi, para nabi dan
orang-orang saleh adalah orang-orang yang popular. Yang dilarang adalah meminta nama kita
dipopulerkan, meminta jabatan, dan sikap rakus pada kedudukan. Jika tanpa ambisi dan tanpa
meminta kita menjadi dikenal orang, itu tidak mengapa. Meskipun itu bisa menjadi malapetaka
bagi orang yang lemah dan tidak siap menghadapinya.

2. Ikhlash ada saat Anda mengakui bahwa diri Anda punya banyak kekurangan

Orang yang ikhlas selalu merasa dirinya memiliki banyak kekurangan. Ia merasa belum
maksimal dalam menjalankan segala kewajiban yang dibebankan Allah swt. Karena itu ia tidak
pernah merasa ujub dengan setiap kebaikan yang dikerjakannya. Sebaliknya, ia cemasi apa-apa
yang dilakukannya tidak diterima Allah swt. karena itu ia kerap menangis.

Aisyah r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah saw. tentang maksud firman Allah: Dan orang-
ornag yang mengeluarkan rezeki yang dikaruniai kepada mereka, sedang hati mereka takut
bahwa mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. Apakah mereka itu orang-orang yang
mencuri, orang-orang yang berzina, dan para peminum minuman keras, sedang mereka takut
akan siksa dan murka Allah Azza wa Jalla? Rasulullah saw. menjawab, Bukan, wahai Putri Abu

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 3


Bakar. Mereka itu adalah orang-orang yang rajin shalat, berpuasa, dan sering bersedekah,
sementara mereka khawatir amal mereka tidak diterima. Mereka bergegas dalam menjalankan
kebaikan dan mereka orang-orang yang berlomba. (HR. Ahmad).

3. Keikhlasan hadir ketika Anda lebih cenderung untuk menyembunyikan amal kebajikan

Orang yang tulus adalah orang yang tidak ingin amal perbuatannya diketahui orang lain. Ibarat
pohon, mereka lebih senang menjadi akar yang tertutup tanah tapi menghidupi keseluruhan
pohon. Ibarat rumah, mereka pondasi yang berkalang tanah namun menopang keseluruhan
bangunan.

Suatu hari Umar bin Khaththab pergi ke Masjid Nabawi. Ia mendapati Muadz sedang menangis
di dekat makam Rasulullah saw. Umar menegurnya, Mengapa kau menangis? Muadz
menjawab, Aku telah mendengar hadits dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, Riya
sekalipun hanya sedikit, ia termasuk syirik. Dan barang siapa memusuhi kekasih-kekasih Allah
maka ia telah menyatakan perang terhadap Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang baik, takwa, serta tidak dikenal. Sekalipun mereka tidak ada, mereka tidak hilang dan
sekalipun mereka ada, mereka tidak dikenal. Hati mereka bagaikan pelita yang menerangi
petunjuk. Mereka keluar dari segala tempat yang gelap gulita. (Ibnu Majah dan Baihaqi)

4. Ikhlas ada saat Anda tak masalah ditempatkan sebagai pemimpin atau prajurit

Rasulullah saw. melukiskan tipe orang seperti ini dengan berkataan, Beruntunglah seorang
hamba yang memegang tali kendali kudanya di jalan Allah sementara kepala dan tumitnya
berdebu. Apabila ia bertugas menjaga benteng pertahanan, ia benar-benar menjaganya. Dan
jika ia bertugas sebagai pemberi minuman, ia benar-benar melaksanakannya.

Itulah yang terjadi pada diri Khalid bin Walid saat Khalifah Umar bin Khaththab
memberhentikannya dari jabatan panglima perang. Khalid tidak kecewa apalagi sakit hati.
Sebab, ia berjuang bukan untuk Umar, bukan pula untuk komandan barunya Abu Ubaidah.
Khalid berjuang untuk mendapat ridha Allah swt.

5. Keikhlasan ada ketika Anda mengutamakan keridhaan Allah daripada keridhaan manusia

Tidak sedikit manusia hidup di bawah bayang-bayang orang lain. Bila orang itu menuntun pada
keridhaan Allah, sungguh kita sangat beruntung. Tapi tak jarang orang itu memakai
kekuasaannya untuk memaksa kita bermaksiat kepada Allah swt. Di sinilah keikhlasan kita diuji.
Memilih keridhaan Allah swt. atau keridhaan manusia yang mendominasi diri kita? Pilihan kita
seharusnya seperti pilihan Masyithoh si tukang sisir anak Firaun. Ia lebih memilih keridhaan
Allah daripada harus menyembah Firaun.

6. Ikhlas ada saat Anda cinta dan marah karena Allah

Adalah ikhlas saat Anda menyatakan cinta dan benci, memberi atau menolak, ridha dan marah
kepada seseorang atau sesuatu karena kecintaan Anda kepada Allah dan keinginan membela
agamaNya, bukan untuk kepentingan pribadi Anda. Sebaliknya, Allah swt. mencela orang yang
berbuat kebalikan dari itu. Dan di antara mereka ada orang yang mencela tentang (pembagian)
zakat. Jika mereka diberi sebagian daripadanya, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak
diberi sebagian daripadanya, dengan serta merta mereka menjadi marah. (At-Taubah : 58)

7. Keikhlasan hadir saat Anda sabar terhadap panjangnya jalan

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 4


Keikhlasan Anda akan diuji oleh waktu. Sepanjang hidup Anda adalah ujian. Ketegaran Anda
untuk menegakkan kalimatNya di muka bumi meski tahu jalannya sangat jauh, sementara
hasilnya belum pasti dan kesulitan sudah di depan mata, amat sangat diuji. Hanya orang-orang
yang mengharap keridhaan Allah yang bisa tegar menempuh jalan panjang itu. Seperti Nabi Nuh
a.s. yang giat tanpa lelah selama 950 tahun berdakwah. Seperti Umar bin Khaththab yang
berkata, Jika ada seribu mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada
seratus mujahid berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada sepuluh mujahid
berjuang di medan juang, aku satu di antaranya. Jika ada satu mujahid berjuang di medan juang,
itulah aku!

8. Ikhlas ada saat Anda merasa gembira jika kawan Anda memiliki kelebihan

Yang paling sulit adalah menerima orang lain memiliki kelebihan yang tidak kita miliki. Apalagi
orang itu junior kita. Hasad. Itulah sifat yang menutup keikhlasan hadir di relung hati kita. Hanya
orang yang ada sifat ikhlas dalam dirinya yang mau memberi kesempatan kepada orang yang
mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengambil bagian dari tanggung jawab yang
dipikulnya. Tanpa beban ia mempersilakan orang yang lebih baik dari dirinya untuk tampil
menggantikan dirinya. Tak ada rasa iri. Tak ada rasa dendam. Jika seorang leader, orang seperti
ini tidak segan-segan membagi tugas kepada siapapun yang dianggap punya kemampuan.

V. BUAH KEIKHLASAN

Sesungguhnya pohon keikhlasan akan menghasilkan buah keikhlasan: manis, indah, dan
menyenangkan. Karena berasal dari pohon yang baik, akarnya kuat dan kokoh sedangkan cabangnya
menjulang ke langit, menghasilkan buahnya setiap saat (QS. Ibrahim : 24-25)
1. Sampai pada hakekat Islam, yaitu penyerahan total pada Allah.
Berkata Ibnul Qoyyim, Meninggalkan syahwat karena Allah adalah jalan paling selamat dari
adzab Allah dan paling sukses meraih rahmat Allah. Perbendaharaan Allah, perhiasan
kebaikan, lezatnya ketenangan, dan rindu pada Allah, senang dan damai dengan Allah tidak
akan diraih oleh hati yang di dalamnya ada sekutu selain Allah, walaupun dia ahli ibadah,
zuhud, dan ilmu. Karena Allah menolak menjadikan perbendaharaannya bagi hati yang
bersekutu dan cita-cita yang berserikat. Allah memberikan perbendaharaan itu pada hati
yang melihat kefakiran, kekayaan bersama Allah; kekayaan, kefakiran tanpa Allah;
kemuliaan, kelemahan tanpa Allah, kehinaan, kemuliaan bersama Allah, kenikmatan, adzab
tanpa Allah dan adzab adalah kenikmatan bersama Allah.
2. Selamat dari cinta harta, kedudukan, dan popularitas.
Dari Kaab bin Malik r.a., Rasulullah saw. bersabda, Tidaklah dua serigala lapar dikirim ke
kambing lebih merusak melebihi ambisi seseorang terhadap harta dan kedudukan. (HR At-
Tirmidzi). Kaab bin Malik adalah seorang sahabat yang tidak ikut Perang Tabuk karena
bersantai-santai. Akibatnya dia mendapat hukuman yang berat, diboikot Rasulullah saw. dan
para sahabat selama 50 hari. Tapi dia jujur dan mengatakan apa adanya pada Rasulullah
saw., tidak seperti yang dilakukan oleh kaum munafik. Pada saat kondisi sulit dan dunia
terasa sempit, muncul tawaran suaka politik dari Raja Ghasan. Kaab ikhlas menerima ujian
itu dan menolak segala tawaran politik Raja Ghasan dengan segala kemewahan dan
popularitasnya. Dan dia selamat, lebih dari itu peristiwa ini diabadikan dalam Al-Quran.
3. Bebas dari perbuatan buruk dan keji.
Nabi Yusuf a.s. adalah salah satu contoh yang diselamatkan Allah swt. dari perbuatan keji
dan mesum berkat keikhlasan beliau (lihat surat Yusuf: 24).

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 5


4. Ikhlas menjadikan amal dunia secara umum sebagai ibadah yang berpahala.
Sesungguhnya banyak sekali amal umum yang jika kita niatkan karena Allah maka akan
berpahala. Memberi makan, nafkah, dan menyalurkan hasrat seks pada istri, bersenda gurau
dengan anak istri, berolah raga, rekreasi yang sehat, makan dan minum secara umum. Dari
Abu Dzar r.a., sejumlah sahabat Rasulullah saw. berkata pada beliau, Wahai Rasulullah
saw., para hartawan itu pergi dengan banyak pahala. Mereka mengerjakan shalat
sebagaimana kami shalat, mengerjakan puasa sebagaimana kami puasa, dan bersedekah
dengan kelebihan harta yang mereka miliki (sedang kami tidak mampu). Beliau bersabda,
Bukankah Allah telah menjadikan sesuatu untuk kalian yang bisa kalian sedekahkan?
Sesungguhnya setiap tasbih (Subhanallah) adalah sedekah bagi kalian, setiap takbir (Allahu
Akbar) sedekah bagi kalian, setiap tahmid (Alhamdulillah) adalah sedekah bagi kalian, setiap
tahlil (laa ilaaha illallah) adalah sedekah bagi kalian. Amar maruf adalah sedekah, nahi
mungkar sedekah, dan bersetubuh adalah sedekah pula. Mereka bertanya, Wahai
Rasulullah, apakah di antara kami apabila menyalurkan syahwatnya (kepada istri) juga
mendapat pahala? Jawab beliau, Tahukah kalian, jika dia menyalurkannya pada yang
haram (berzina), bukankah baginya ada dosa? Demikian pula jika ia menyalurkannya pada
yang halal, maka baginya berpahala. (HR Bukhari dan Muslim)
5. Keluar dari setiap kesempitan.
Kisah tiga orang yang terjebak dalam gua bukanlah sekedar kisah pelipur lara atau kisah
pengantar tidur yang tanpa makna. Tiga orang yang mempersembahkan amalan
unggulannya: pertama, birrul walidain; kedua, wafa terhadap pegawainya; dan ketiga,
pengendalian syahwat yang luar biasa. Keajaiban itu terjadi karena buah keikhlasan dan
keajaiban itu dapat berulang setiap saat, jika syaratnya terpenuhi: ikhlas.
Ada banyak sekali daftar kesempitan pada umat Islam. Kesempitan kemiskinan, kekurangan
pangan, lapangan kerja, fitnah teroris, korupsi, pejabat yang culas, perzinahan dan
pemerkosaan, mafia peradilan, premanisme dan banyak lagi pernik-pernik kesempitan.
Sehingga untuk keluar dari semua kesempitan itu, dibutuhkan bukan hanya tiga orang yang
ikhlas, tetapi sepuluh, seratus, seribu, sejuta, sepuluh juta, seratus juta, dan bahkan lebih
dari itu.
6. Kemenangan dari tipu daya syetan.
Diriwayatkan dari Al-Hasan berkata, Ada sebuah pohon yang disembah manusia selain
Allah. Maka seseorang mendatangi pohon tersebut dan berkata, Saya akan tebang pohon
itu. Maka ia mendekati pohon tersebut untuk menebangnya sebagai bentuk marahnya
karena Allah. Maka syetan menemuinya dalam bentuk manusia dan berkata, Engkau mau
apa? Orang itu berkata, Saya hendak menebang pohon ini karena disembah selain Allah.
Syetan berkata, Jika engkau tidak menyembahnya, maka bukankah orang lain yang
menyembahnya tidak membahayakanmu? Berkata lelaki itu, Saya tetap akan
menebangnya. Berkata syetan, Maukah aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik bagimu?
Engkau tidak menebangnya dan engkau akan mendapatkan dua dinar setiap hari. Jika
engkau bangun pagi, engkau akan dapatkan di bawah bantalmu. Berkata si lelaki itu,
Mungkinkah itu terjadi? Berkata syetan, Saya yang menjaminnya.
Maka kembalilah lelaki itu, dan setiap pagi mendapatkan dua dinar di bawah bantalnya.
Pada suatu pagi ia tidak mendapatkan dua dinar di bawah bantalnya, sehingga marah dan
akan kembali menebang pohon. Syetan menghadangnya dalam wujud aslinya dan berkata,
Engkau mau apa?. Berkata lelaki itu, Saya akan menebang pohon ini karena disembah
selain Allah. Berkata syetan, Engkau berdusta, engkau akan melakukan ini karena diputus
jalan rezekimu. Tetapi lelaki itu memaksa akan menebangnya, syetan memukulnya,

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 6


mencekik dan hampir mati, kemudian berkata, Tahukah kau siapa saya? Maka ia
memberitahukan bahwa dirinya adalah syetan.
Syetan berkata, Engkau datang pada saat pertama, marah karena Allah. Sehingga saya tidak
mampu melawanmu. Oleh karena itu saya menipumu dengan dua dinar. Dan engkau tertipu
dan meninggalkannya. Dan pada saat engkau tidak mendapatkan dua dinar, engkau datang
dan marah karena dua dinar tersebut, sehingga saya mampu mengalahkanmu.
7. Meraih kecintaan Allah.
Ketika orang beriman beribadah, baik ibadah yang wajib maupun sunnah, dan dilakukan
dengan ikhlas hanya karena Allah, pasti mereka meraih kecintaan Allah. Merekalah kekasih-
kekasih Allah. Disebutkan dalam hadits Al-Qudsyi, Jika hamba-Ku senantiasa mendekatkan
diri pada-Ku dengan yang sunnah, maka Aku mencintainya. (HR. Bukhari)
8. Meraih kecintaan manusia.
Ketika Allah sudah mencintai hamba-Nya, maka seluruh makhluk dapat digerakkan untuk
mencintai hamba tersebut. Rasulullah saw. bersabda, Jika Allah Taala mencintai seorang
hamba, Allah memanggil Jibril, Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.
Jibril pun mencintai Fulan. Kemudian Jibril memanggil penduduk langit, Sesungguhnya Allah
mencintai Fulan. Oleh karena itu cintailah Fulan. Maka penduduk langit mencintai Fulan.
Kemudian ditetapkan baginya penerimaan di bumi. (Muttafaqun alaihi).
9. Meraih kemenangan di dunia dan pahala yang besar di akhirat
Orang beriman tentulah orang yang ikhlas dan berhak mendapat kemenangan dunia dan
pahala besar di akhirat kelak, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ash Shaff : 10-13

Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya
dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika
kamu Mengetahui. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke
dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke
tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada
lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan
yang dekat (waktunya). dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
beriman

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 7


Maroji :

1. Buah Keikhlasan, Ust. Iman Santoso, Lc., http://www.dakwatuna.com


2. Delapan Tanda Keikhlasan, Ust. Mochamad Bugi, http://www.dakwatuna.com
3. Fith Thariq Ilallah, An Niyah wal Ikhlash, Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Maktabah Wahbiyyah,
Cairo, cet. 1, 1416 H/1995, Edisi Bahasa Indonesia Niat dan Ikhlash, Alih Bahasa oleh Kathur
Suhardi, Pustaka Al Kautsar, Cetakan Ketujuh, Maret 2000
4. Nasihat Untuk Qiyadah dan Kader Dakwah, Iman Santoso, Lc, Robbani Press, Cetakan
Pertama, Rajab 1429 H/Juli 2008 M

Kedudukan Niat Dalam Beramal-Ust. Suherman 8

Anda mungkin juga menyukai