Anda di halaman 1dari 5

HUKUM TILAWAH AL QURAN

Oleh : Ust. Suherman, S.Ag. Al Hafizh

Tilawah Al Quran harus menjadi suatu kebiasaan dan kebutuhan rutin setiap mumin. Namun tentu
saja tilawah yang benar adalah tilawah yang memenuhi kaidah tajwid dalam membacanya, diiringi
hati yang penuh tadabbur serta akal yang terus memikirkan ayat yang dibaca. Itulah yang disebut
dengan tilawah yang haqqo atau haqqo tilawatih.

Terkait dengan hal tersebut di atas, mari kita merenungkan taujih Rabbani dalam QS. Al Baqarah :
121

Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan
yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka
mereka Itulah orang-orang yang rugi

Menurut Tafsir Ibnu Katsir :

"Orang-orang yang telah Kami berikan kepadanya Al-Kitab dan mereka membacanya dengan
benar serta mereka itu beriman kepadanya."

Ibnu Mas'ud berkata, "Demi Zat yang diriku ada dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya yang dimaksud
dengan haqqo tilaawatih membaca secara benar ialah menghalalkan apa yang dihalalkannya,
mengharamkan apa yang diharamkannya, dan membacanya sebagaimana ia diturunkan Allah, tidak
mengubah satu kalimat pun dari tempatnya, dan jangan menakwilkan sesuatu kepada maksud yang
tidak seharusnya." Ibnu Abbas juga mengatakan hai senada. Diriwayatkan dari Nabi saw :

"Sesungguhnya apabila beliau sedang membaca Al-Qur'an dan melewati ayat rahmat, maka beliau
memohon. Dan apabila melewati ayat azab, maka beliau berlindung (ta'awudz)"

...adalah mereka yang beriman kepadanya

merupakan khabar dari penggalan "Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab dan mereka
membacanya dengan benar". Yakni, barangsiapa di antara Ahli Kitab yang menegakkan Kitab Allah
yang diturunkan kepada para nabi terdahulu dengan sebenar-benarnya, maka dia akan beriman
kepada kitab yang dibawa olehmu, Muhammad, sebagai utusan. Hal ini sebagaimana firman Allah,
"Katakanlah, 'Hai Ahli Kitab, kamu tidak memiliki pegangan apa pun sebelum kamu menegakkan
Taurat dan Injil serta kitab yang diturunkan kepadamu dari Tuhan-mu.'" Yakni, jika kamu
menegakkannya dengan benar, mengimaninya dengan sungguh-sungguh, membenarkan berita-
berita yang terdapat di dalamnya, di antaranya tentang diutusnya Muhammad, sifat, dan
gambarannya, serta perintah untuk mengikuti, menolong, dan membantunya, maka hal itu akan

Hukum Tilawah Al Quran Ust. Suherman


mem-bimbingmu kepada kebenaran dan mengikutinya di dunia dan akhirat. Sebagaimana Allah
Ta'ala berfirman, "Yaitu orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi, yang mereka
menjumpai namanya terulis dalam kitab mereka, yaitu Taurat dan Injil."

Dan Allah Ta'ala berfirman, "Maka apabila mereka berserah diri, berarti mereka mendapat petunjuk.
Dan apabila mereka berpaling, maka sesungguhnya tugasmu hanyalah menyampaikan, dan Allah
Maha Melihat terhadap hamba-hamba-Nya."

Oleh karena itu, Allah Ta'ala berfirman :

...dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka Itulah orang-orang yang rugi

sebagaimana Allah berfirman, "Barangsiapa di antara golongan-golongan itu yang kafir terhadapnya,
maka neraka merupakan tempatnya." Dalam kitab sahih dikatakan,

"Demi Zat yang jiwaku ada dalam Kekuasaan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini, Yahudi, dan
Nasrani yang mendengar tentang aku kemudian dia tidak beriman kepadaku melainkan ia akan
masuk neraka."

Menurut Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari :

Ayat ini mengandung hal-hal sebagai berikut :

1. Sifat sahabat-sahabat Nabi dalam mengikuti Alquran dan mengamalkannya.

Abdullah bin Abbas berkata: Mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya. Ia berkata,
Maksudnya adalah mengikuti Alquran dengan yang sebenar-benarnya, menghalalkan apa yang
telah dihalalkan, dan mengharamkan apa yang telah diharamkan serta tidak menyelewengkannya
dari tempat-tempatnya.

Qatadah berkata: Mereka itulah sahabat-sahabat Muhammad saw. yang telah beriman kepada
kitab Allah dan membenarkannya, menghalalkan yang telah dihalalkan dan mengharamkan yang
telah diharamkan, serta mengamalkan apa yang ada di dalamnya.

2. Alquran diturunkan untuk direnungkan dan diamalkan.

3. Menganjurkan seorang muslim agar meneladani para pendahulunya, yaitu para sahabat Rasul dan
tabiin dalam merenungkan kitab Allah, mempelajarinya dan mengamalkan apa yang ada di
dalamnya.

Menurut Syaikh Salman bin Umar Al Sunaidy dalam kitab Tadabbur Al Quran

Syaikh Salman bin Umar al-Sunaidy dalam kitab Tadabbur al-Quran menyebutkan beberapa hal
terkait haqqo tilawatih, yaitu :

Merenungkan makna al-Quran pada prinsipnya adalah dengan cara mentadabburi dan
memikirkannya. Seorang yang bagus bacaannya adalah apabila hatinya telah melunak dengan kalam
Rabbnya, konsentrasi dalam mendengarkan dan menghadirkan segenap hati terhadap makna-makna

Hukum Tilawah Al Quran Ust. Suherman


sifat dari Dzat yang berbicara kepadanya, memperhatikan kekuasaan Nya, meninggalkan
ketergantungan terhadap pengetahuan dan akalnya, melepas segala rasa keberdayaan dan kekuatan
diri, mengagungkan Dzat yang berfirman kepadanya, merasa hina dengan kemampuan pemahaman
nya. Dengan kondisi yang istiqamah dan hati yang bersih, dengan kekuatan ilmu, kesungguhan
pendengaran untuk memahami firman-Nya, seakan-akan menyaksikan jawaban yang Ghaib. Juga
dengan doa orang yang merendah diri, merasa banyak kekurangan dan merasa miskin, serta dengan
menanti pertolongan dari Dzat yang Maha Menolong dan Maha Tahu, dan dengan memohon
pertolongan kepada-Nya agar bacaannya membawa dirinya kepada pemahaman makna. Dia
menghadirkan sifat dari Dzat yang berbicara , berupa janji-Nya dengan penuh kerinduan, ancaman-
Nya dengan perasaan takut dan peringatan-Nya dengan kesungguhan.

Allah swt. Berfirman :

Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan
bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya (QS. Al Baqarah : 121)

Dan orang inilah yang merupakan rasikh fil ilm atau mendalam ilmunya, semoga Allah subhanahu
wataala menjadikan kita termasuk golongan orang seperti ini. Allah subhanahu wataala berfirman :

Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). (QS. al-Ahzab:
4). [Al-Burhan, Az-Zarkasyi 2/197]

Selayaknya bagi orang yang membaca al-Quran untuk meresapi setiap ayat sesuai dengan
konteksnya, serta berusaha memahaminya. Jika dia membaca ayat,artinya, Segala puji bagi Allah
Yang telah menciptakan langit dan bumi. (QS.al:Anam:1). Maka hendaknya dia menyadari betapa
agungnya Allah subhanahu wataala, dan terlintas di benaknya kekuasaan Allah subhanahu
wataalandan segala apa yang Dia kehendaki. Kemudian jika membaca ayat, artinya,
Maka terangkanlah kepadaku tentang nutfah (air mani) yang kamu pancarkan. (QS. 56:58)

Maka hendaknya berfikir bagaimana nuthfah (air mani) dapat berubah menjadi bagian-bagian
daging dan tulang. Dan jika membaca ayat tentang keadaan orang-orang yang diadzab hendaknya
merasakan takut tertimpa, jika lalai dari mengerjakan perintah-perintah Allah.

Dan selayaknya seseorang yang membaca al-Quran mengetahui bahwa dirinya adalah yang sedang
menjadi obyek sasaran dari pembicaraan al-Quran itu, dan dirinyalah yang mendapat ancaman. Dan
kisah-kisah yang ada bukan sekedar membawakan cerita belaka, namun ia memberikan pelajaran.
Maka ketika itu dia membaca al-Quran seperti membaca nya seorang budak, dan dirinya sedang
menjadi sasaran dari tulisan tuannya. Maka hendaklah dia merenungkan al-Kitab dan mengamal kan
apa yang menjadi tuntutannya. (Mukhtashar Minhaj Al Qhasidin, halaman 68)

Hukum Tilawah Al Quran Ust. Suherman


Al Imam Al Qurthubi rahimahullah berkata, Merupakan kewajiban bagi siapa saja -yang dikhususkan
oleh Allah Taala dengan menghafal Al Quran agar membaca dengan bacaan yang sebenarnya
(haqqa tilawatih), mentadabburi dengan hakikat ibrah dan pelajarannya, memahami segela
keistimewaannya dan mencari tahu apa yang asing baginya. (Al Jami Li Ahkam Al Quran 1/2)

Imam At Tirmidzi rahimahullah berkata tentang kemuliaan al-Quran, Hendaknya dibaca dengan
tenang, pelan-pelan dan tartil, dan merupakan kemuliaan al-Quran hendaknya (dalam membaca)
dengan mencurahkan ingatan dan segenap pemahaman sehingga dapat mencerna apa yang
difirmankan itu. Termasuk memuliakan al-Quran juga hendaknya berhenti pada ayat-ayat janji
(wad) dan berharap kepada Allah subhanahu wataala serta memohon keutamaan dari-Nya,
berhenti pada ayat ancaman (waid) dan memohon perlindungan kepada Allah darinya. (Al Jami Li
Ahkam Al Quran 1/27, dan dinisbatkan ke kitab Nawadir Al Ushul)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, Apabila membaca al-Quran dengan tafakkur sehingga
tatkala melewati ayat yang dia (pembaca) butuh terhadap ayat itu untuk mengobati hatinya, maka
hendaknya dia mengulang-ulang ayat itu meskipun seratus kali, bahkan meskipun semalam suntuk.
Karena membaca satu ayat dengan tafakkur dan pemahaman, lebih baik daripada mengkhatamkan
bacaan dengan tanpa tadabbur dan pemahaman. Dan juga lebih bermanfaat bagi hati, lebih dapat
menghantarkan kepada tercapainya kesempurnaan iman serta rasa manisnya al-Quran.

(Miftah Dar as-Saadah, hal 402)

Ibnu Muflih rahimahullah berkata, Berkata al-Qadhi, Kriteria minimal tartil adalah dengan
meninggalkan ketergesaan dalam membaca al-Quran, dan yang sempurna adalah tartil di dalam
membaca, merenungi ayat-ayat itu, memahaminya, serta mengambil pelajaran darinya meskipun
sedikit di dalam membaca, dan ini lebih baik daripada terus membaca tanpa pemahaman sama
sekali.

Sementara Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata, Seseorang yang membaca al-Quran
hendaknya memperbagus suaranya dan membacanya dengan rasa takut dan dengan tadabbur, dan
ini merupakan makna dari sabda Nabi, Tidak pernah Allah menyeru dengan sesuatu seperti
menyerunya kepada Nabi agar membaguskan suara dan memperindah dalam membaca al-Quran
dengan mengeraskannya. (HR. Bukhari no.5024, HR. Muslim no. 297, 233, HR. An Nasaai, 2/180,
HR. Abu Dawud no. 1473 dari hadits Abu Hurairah).

(Al-Adab Asy- Syariyyah)

Imam as-Suyuthi rahimahullah menyifati wukuf (merenungi) makna-makna al-Quran dengan


perkataannya, Hendaknya hati sibuk memikirkan makna-makna ayat yang dilafadzhkan, sehingga
mengetahui masing masing ayat, lalu merenungkan perintah-perintah dan larangan-larangannya,
serta berkeyakinan untuk menerima itu semua. Jika pada masa lalu ia termasuk orang yang tidak
perhatian terhadap masalah itu, maka dia meminta ampun dan beristighfar, jika melewati ayat
rahmat maka dia gembira dan memohonnya, atau melewati ayat adzab maka merasa takut dan
meminta perlidungan, atau melewati ayat tentang penyucian atau tasbih kepada Allah subhanahu
wataala, maka hendaknya menyucikan dan mengagungkan-Nya, atau melewati ayat yang berisikan
doa, hendaknya merendah diri dan memintanya. (Al Itqan fi Ulum Al Quran 1/140)

Hukum Tilawah Al Quran Ust. Suherman


Berkata Al Allamah As Sadi rahimahullah, Dan selayaknya dalam masalah itu (membaca al-Quran)
hendaknya menjadikan makna sebagai tujuan, sedangkan lafazh adalah sebagai sarana untuk
memahami makna, maka hendaknya melihat kepada siyaqul kalam (arah pembicaraan) serta kepada
siapa pembicaraan itu ditujukan, lalu mempertemukan antara yang dia baca itu dengan
pendapatnya dalam tempat (ayat) yang lainnya. Dan hedaknya dia mengetahui bahwa al-Quran
ditujukan untuk memberi petunjuk kepada manusia baik yang alim maupun yang bodoh, yang ada
di kota maupun yang ada di pelosok. Barang siapa yang mendapatkan taufik untuk itu maka tidak
ada yang tersisa pada dirinya kecuali akan memberikan perhatian untuk mentadabburi dan
memahaminya, akan banyak memikirkan lafazh dan maknanya, kewajiban-kewajiban dan
kandungan nya, serta petunjuknya baik yang diucapkan atau yang difahami. Jika seorang memang
telah mencurahkan seluruh perhatian dalam masalah ini maka Allah subhanahu wataala akan
memuliakan sebagian di antara hamba-Nya, dan Allah tentu akan membukakan ilmu-Nya berupa
hal-hal yang tadinya tidak mampu dia usahakan. (Taisir Al Karim Ar Rahman, 12)

Oleh karena itu selayaknya keinginan atau motivasi terbesar tiap mumin adalah berapa banyak Al
Quran memberikan pengaruh dalam sikap. Semakin intens tilawah setiap hari dengan haqqo
tilawatih, maka akan memberikan peningkatan kualitas dan kuantitas iman, amal shaleh dan ilmu.

Hukum Tilawah Al Quran Ust. Suherman

Anda mungkin juga menyukai