Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit

dirawat dan ditempatkan dalam ruangan yang berdekatan atau antara satu

tempat tidur dengan tempat tidur lainnya. Di tempat ini pasien

mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh, dimana 60%

pasien yang dirawat di rumah sakit menggunakan infus. Penggunaan infus

terjadi disemua lingkungan keperawatan kesehatan seperti perawatan akut,

perawatan emergensi, perawatan ambulatori dan perawatan kesehatan di

rumah (Scahffer et al., 2006). Infus atau terapi intravena merupakan salah

satu cara atau bagian dari pengobatan untuk memasukkan obat atau

vitamin kedalam tubuh pasien (Darmawan, 2008).

Segala bentuk pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit kepada

pasiennya, bertujuan agar pasien segera sembuh dari sakitnya dan sehat

kembali. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dilihat dari fungsi

pelayanan kesehatan. Standar praktek keperawatan yang digunakan

sebagai acuan dalam menilai mengarahkan yang dilakukan supervisi untuk

mengurangi penyimpangan yang terjadi. Setiap usaha untuk meningkatkan

pelayanan keperawatan selalu berhubungan dengan kualitas pelayanan

(Nursalam, 2012).
Menurut Kelly & Joel, 1995 (dalam Saam, 2012) menyatakan

bahwa keperawatan merupakan profesi yang harus disertai dengan

realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang

disebut dengan profesional. Perawat profesional yang bertugas dalam

memberikan pelayanan kesehatan tidak terlepas dari kepatuhan perawat

dalam setiap tindakan prosedur tetap seperti halnya pemasangan infus.

Pemasangan infus dilakukan oleh setiap perawat. Semua perawat dituntut

untuk memiliki kemampuan dan keterampilan mengenai pemasangan infus

yang sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO). Salah satu upaya untuk

menjaga keselamatan pasien, dengan menerapkan kepatuhan perawat

mengikuti Standar Prosedur Operasional (SPO) dalam setiap tindakan

perawat (Arma, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian Andares (2009), menunjukkan bahwa

perawat kurang memperhatikan kesterilan luka pada pemasangan infus.

Kebiasaan perawat memasang infus tanpa memperhatikan tersedianya

bahan-bahan yang diperlukan dalam prosedur tindakan tersebut, seperti

tidak tersedia sarung tangan, kain kasa steril, alkohol, dan pemakaian yang

berulang pada selang infus yang tidak steril. Tindakan pemasangan infus

akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu mengacu pada

standar yang telah ditetapkan (Priharjo, 2008).


Kepatuhan merupakan bagian dari perilaku individu yang

bersangkutan untuk mentaati atau mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan

perawat dalam melaksanakan protap pemasangan infus tergantung dari

perilaku perawat itu sendiri. Perilaku kepatuhan dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan dapat

dikategorikan menjadi faktor intrernal yaitu karakterisitk perawat itu

sendiri (umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, status perkawinan,

kepribadian, sikap, kemampuan, persepsi dan motivasi) dan faktor

eksternal (karakteristik organisasi, karakteristik kelompok, karakteristik

pekerjaan, dan karakteristik lingkungan) (Andareas, 2009).

Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan

tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Pemasangan infus

digunakan untuk mengobati berbagai kondisi penderita di semua

lingkungan perawatan di rumah sakit dan merupakan salah satu terapi

utama. Sebanyak 70% pasien yang dilakukan rawat inap mendapatkan

terapi cairan infus. Tetapi karena terapi ini diberikan secara terus-menerus

dan dalam jangka waktu yang lama tentunya akan meningkatkan

kemungkinan terjadinya komplikasi dari pemasangan infus, salah satunya

adalah infeksi (Hinlay, 2006).

Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya

berhubungan dengan persepsi, kepribadiaan, perasaan, dan motivasi. Sikap

merupakan keadaan mental yang dipelajari dan diorganisasikan melalui

pengalaman, menghasilkan pengaruh spesifik pada respon seseorang


terhadap orang lain, objek, situasi yang berhubungan. Sikap menentukan

pandangan awal seseorang terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian

antara individu dan organisasi (Ivancevich, 2007).

Berdasarkan survey pendahuluan yang peneliti lakukan pada

tanggal 18 april 2016 di RSU Sundari Medan dari 6 ruangan, terdapat 41

perawat dan ada lagi profesi lain seperti bidan dan dokter. Dari hasil inter

view 7 orang perawat diruangan UGD tanggal 19 april 2016, meraka

mengatakan, ketika melakukan tindakan pemasangan infus sesuai dengan

protap yang ada. Tetapi, setelah peneliti observasi 4 dari 7 perawat tidak

memakai handscon, alasan terlalu lama karena pasiennya emergency dan 3

orang lagi memakai handscon.

karakteristik perawat diatas sangat menarik untuk dikaji lebih

lanjut mengenai sejauh mana tingkat kepatuhan perawat dalam

melaksanakan protap pemasangan dan perawatan infus dihubungkan

dengan faktor internal dan eksternal dari perawat itu sendiri. Untuk

mendapatkan gambaran nyata dari fenomena diatas maka penulis ingin

meneliti sejauh mana hubungan karakteristik perawat dengan kepatuhan

perawat dalam melaksanakan prosedur tetap pemasangan infus. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat memberi acuan dalam mengidentifikasikan

karakter-karakter perawat yang mempengaruhi tingkat kepatuhan perawat

dan selanjutnya dapat dipakai mencari solusi dalam meningkatkan

kepatuhan perawat terhadap protap-protap yang berlaku dalam hal

tindakan pemasangan infus.


1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan

diatas maka peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut,

bagaimana hubungan karakteristik perawat dengan kepatuhan perawat

dalam protap pemasangan infus Di RSU Sundari Medan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan

karakteristik perawat dengan kepatuhan perawat dalam protap pemasangan

infus Di RSU Sundari Medan.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Penulis

Dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat

mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh selama

perkuliahan.

1.4.2 Bagi Perguruan Tinggi

Dengan penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah sistem pelayanan pada Perguruan Tinggi yang belum optimal

dalam proses pelayanannya.

1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam

pengembangan sistem pelayanan bagi peneliti selanjutnya yang tertarik

untuk meneliti tentang hubungan karakteristik perawat dengan kepatuhan

perawat dalam protap pemasangan infus di pelayanan Kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawat

Menurut UU RI No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, perawat

adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi Keperawatan, baik di

dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Perawat adalah seseorang (seorang profesional) yang mempunyai

kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan melaksanakan

pelayanan/asuhan keperawatan pada berbagai jenjang pelayanan

keperawatan (Kusnanto, 2003)

2.2 Karakteristik Perawat

2.2.1 Pengertian

Karakteristik individu seperti umur, tingkat pendidikan, jenis

kelamin, masa kerja, status perkawinan merupakan faktor Confounding

(pengganggu) yang bisa mempengaruhi variabel independen dalam

pelaksanaan penelitian. Untuk itu faktor karakteristik selalu mendapat

perhatian (Anwar Kurniadi, 2013). Faktor-faktor karakteristik yang

dimaksud diatas antara lain:

1. Umur

Umur berkaitan dengan kedewasaan atau maturitas seseorang.

Kedewasaan adalah kedewasaan tehnis dalam melaksanakan tugas-tugas

maupun kedewasaan psikologis. Menurut siagisn (2001), semakin lanjut


usia seseorang semakin meningkat pula kedewasaan tehnis maupun

psikologisnya, serta menunjukkan kematangan jiwa. Umur semakin

meningkat akan meningkat pula kebijakan kemauan seseorang dalam

mengambil keputusan, berfikir rasional, mengendalikan emosi dan

bertoleransi terhadap pandangan orang lain.


2. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan pengalaman yang berfungsi

mengembangkan kemampuan dan kualitas kepribadian seseorang, dimana

semakin tinggi tingkat pendidikan semakin besar untuk memanfaatkan

pengetahuan dan keterampilan (Saragih, 2001).

3. Jenis Kelamin

Profesi keperawatan pada umumnya didominasi oleh kaum wanita,

karena profesi perawat identik dengan rasa keibuan. Namun akhir-akhir

ini banyak kaum pria yang terjun dalam profesi keperawatan. Penelitian

yang dilakukan oleh Glenn, Taylor, dan Wlayer (1997 dalam Asad, 2003)

menemukan adanya perbedaan kepuasan kerja antara wanita dan pria,

dimana kepuasan wanita lebih rendah dibandingkan pria, tetapi penelitian

yang dilakukan Bambang (1982 dalam Asad 2003) menyimpulkan tidak

ada perbedaan kepuasan kerja antara wanita dan pria. Demikian juga hasil

penelitian (Kurniadi, 2006) di Rumkital Dr. Mintoharjo dan Rumkitalmar

Cilandak Jakarta menunjukkan tudakada hubungan antara jenis kelamin

dan kinerja perawat pelaksana.

4. Masa Kerja
Masa kerja adalah lamanya perawat bekerja dimulai sejak perawat

resmi diangkat sebagai kayawan rumah sakit. (Sinaga, 2001) menyebutkan

kepuasan kerja relatif tinggi pada waktu permulaan bekerja, menurun

secara berangsur-angsur selama 5-8 tahun, dan selanjutnya kepuasan akan

menungkat dan mencapai puncaknya setelah bekerja selama 20 tahun.

Menurutnya, semakin lama seseorang bekerja akan semakin trampil dan

berpengalaman menghadapi masalah dalam pekerjaannya. Menurut

(Robbins, 2003) menyatakan bahwa masa kerja dan kepuasan

menunjukkan hubungan yang positif. Namun menurut (Cox, et al.,2006),

mengatakan bahwa perawat yang bekerja kurang dari 1 tahun lebih puas

dari pada yang telah bekerja 1-15 tahun.

5. Status Perkawinan

Status perkawinan memerlukan tanggung jawab dan membuat

pekerjaan lebih berharga serta lebih penting. Karyawan yang telah

menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih

rendah, dan lebih puas dengan pekerjaan mereka dari pada rekan

sekerjanya yang berjuang (Robbins, 2003). Berbeda dari hasil penelitian

Arikhman (2001) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna secara

statistik tingkat kepuasan perawat yang belum menikah dan sudah

menikah. Perawat yang belum menikah mempunyai tingkat kepuasan 2,5

kali lebih puas dari pada perawat yang sudah menikah, dengan persentase

82,6 % untuk yang belum menikah dan 65,3 % bagi perawat yang sudah

menikah.
6. Jumlah Anggota Keluarga

Jumlah anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat

terhadap perilaku pembeli sebuah produk atau pemanfaatan jasa

pelayanan. Menurut Aday dan Andersen (1974, dalam Taylor & coseza ,

1999) A Conseptual choice model for hospital service, jumlah orang di

dalam rumah tangga yang merupakan karakteristik demografi dan sosial

ekonomi mempengaruhi pemanfaatan sebuah pelayanan kesehatan/rumah

sakit.

7. Sumber Pembiayaan

Menurut Ahuja (1998 dalam Taylor & Cosenza 1999) A

Conseptual choice model for hospital service, sumber pembiayaan

( jaminan pemeliharaan/ asuransi kesehatan) yang dimiliki menpengaruhi

proses pemeliharaan rumah sakit. Sumber pembiayaan untuk pelayanan

rawat inap rumah sakit menurut hasil Surkesnas 2004 ( Depkes, 2015)

sebagian besar dari unag sendiri (83,4%), sedangkan sisanya dari pihak

lain (13,4%), gratis (1,6%), dan dari jaminan pemeliharaan kesehatan

(Askes, astek, Jamsostek, dan lain-lain). Sedangkan menurut penelitian

Panggabean di RS PGI Cikini sumber pembiiayaan terbanyak (85,2%)

dengan biaya sendiri.

8. Pendapatan
Pilih produk atau pemanfaatan jasa pelayanan sangat dipengaruhi

keadaan ekonomin seseorang yaitu pendapatan atau penghasilan yang

dapat dibelanjakan (Kotler, 2002; Simamora, 2002) . Pemasar barang-

barang yang peka terhadap harga terus menerus memperhatikan

kecendrungan pendapatan pribadi. Penelitian (Suwinarta, 2004) penyusuna

upaya pemasaran untuk meningkatkan pemanfaatan rawat inap rumah

sakit Umum Negara melalui analisis faktor perilaku konsumen,

menunjukkan bahwa konsumen dengan pendapatan kurang dari Rp:

500.000 menafaatkan RSUD atau Fasilitas pemerintah.

9. Pekerjaan

Pekerjaan seseorang mempengaruhi pola konsumsinya, barang dan

jasa yang dibelinya (Kotler, 2002; Simamora 2002). Pemasar akan

berusaha mengidentifikasi kelompok profesi yang memiliki minat di atas

rata-rata atas produk dan jasa pelayanan mereka. Hasil penelitian

(Suwinarta, 2004) penyusun upaya pemasaran untuk meningkatkan

pemanfaatan rawat inap Rumah Sakit Umum Negara melalui analisis

faktor prilaku konsumen, menunjukkan bahwa pekerjaan konsumen

mempengaruhi pemanfaatan RSU Negara, dimana sebagian besar

pekerjaan konsumen adalah petani.

10. Domisili

Domisili adalah daerah atau tempat dimana seseorang tinggal.

Tempat tinggal seseorang mempengaruhi pemanfaatan teradap rumah sakit

yang berbeda dalam kota tempat tinggalnya (Taylor & Consenza, 1999) A
Conseptual choice model for hospital service. Sementara itu (Suwinarta,

2004) penyusunan upaya pemasaran untuk meningkatkan pemanfaatan

rawat inap Rumah Sakit Umum Negara melalui analilis faktor prilaku

konsumen, dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konsumen dengan

domisili lebih dari 5 km cenderung memanfaatkan RSU Negara.

11. Tingkat Jabatan

Tingkat jabatan umumnya berkaitan erat dengan lama kerja

(Vecchio, 1995) dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, sehingga orang

yang menduduki jabatan yang tinggi adalah mereka yang mempunyai

pendidikan tinggi dan masa kerja yang cukup lama dan tentu cendrung

akan mendapatkan kepuasan kerja atas jerih payah sebelumnya.

Pernyataan ini sejalan dengan pendapatan Mengkunegara (2003) bahwa

pegawai yang menduduki jabatan yang lebih tinggi cenderung lebih puas

dari pada pegawai yang menduduki jabatan yang lebih rendah.

12. Gaji

Penelitian baru-baru ini yang dilakukan oleh (Diaz-Sarrano &

Vieira, 2005) di negara-negara Uni Eropa menunjukkan bahwa karyawan

yang mendapatkan pembayaran yang rendah menunjukkan kepuasan kerja

yang rendah. Sebaliknya karyawan yang mendapatkan pembayaran yang

tinggi mempunyai kepuasan yang tinggi. Namun ada pengeculian di

Inggris, karyawan yang telah digaji tinggi tetap masih belum puas dalam

kerjanya.

2.3 Konsep Kepatuhan


2.3.1 Defenisi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pranoto, 2007), patuh

adalah suka menurut perintah, taat pada perintah, sedangkan kepatuhan

adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Kepatuhan adalah aturan,

perintah, prosedur dan disiplin dalam suatu prilaku manusia. Kepatuhan

perawat adalah suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus

dilakukan atau ditaati dengan perilaku perawat sebagai seorang yang

profesional (Ega Lestari & Rosyidah, 2011).

2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan Menurut

Niven (2002) adalah:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah sarana yang nyata dan perencanaan untuk mewujudkan

belajar dan proses belajar agar peserta didik aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spritual, keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara. Meningkatnya kepatuhan dalam

melaksanakan kewajiban berpengaruh penting dengan tingginya

pendidikan seorang perawat sepanjang pendidikannya tersebut merupakan

pendidikan yang aktif.

a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah

melakukan pengindraan suatu objek tertentu, dari pengalaman dan

penelitian terbukti bahwa prilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

akan lebih sulit dibandingkan dengan memiliki pengetahuan

(Notoadmodjo, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan seseorang adalah pendidikan, pekerjaan dan usia (Mubarak,

2006).

b. Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial

Pimpinan rumah sakit dapat membangun dukungan sosial, teman-teman

sejawat, perawat itu sendiri dan kepala perawat. Lingkungan sangat

berpengaruh dalam pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan yang telah

ditetapkan, lingkungan yang positif dan harmonis akan membawa dampak

positif untuk kinerja perawat, sebaliknya lingkungan yang negatif akan

membawa dampak yang buruk pada proses pemberian pelayanan asuhan

keperawatan.

c. Perubahan Model Prosedur

Program pelaksanaan prosedur tindakan asuhan keperawatan dapat dibuat

sederhana mungkit dan perawat terlihat aktif mengaplikasikan prosedur

tersebut. Ketetapan perawat dalam membelikan asuhan keperawatan sesuai

dengan standar prosedur dipengaruhi oleh kebiasaan perawat menerapkan

sesuai dengan prosedur yang ada.

d. Meningkatkan Intraksi profesional Kesehatan

Meningkatkan interaksi profesional kesehatan antara sesama perawat

(khususnya antara kepala ruangan dengan perawat pelaksana) adalah suatu


hal penting untuk memberikan umpan balik pada perawat. Suatu

penjelasan tetang prosedur tetap dan bagaimana cara menerapkannya dapat

meningkatkan kepatuhan. Semakin baik pelayanan yang diberikan tenaga

kesehatan, maka semakin mempercepat proses penyembuhan penyakit

klien (Niven, 2002).

e. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan aksi atau respon seseorang yang masih tertutup Menurut

Notoadmodjo (2007), sikap manusia terhadap suatu rangsangan adalah

perasaan setuju (favorablere) ataupun perasaan tidak setuju (non

favorable) terhadap rangsangan tersebut.

f. Usia

Usia adalah umur yang sejak dilahirkann sampai hari ulang tahun, semakin

bertambah umur individu seseorang semakin matang berfikir dan bekerja,

dari segi kepercayaan, masyarakat lebih percaya kepada orang yang lebih

tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini dilihat dari akibat pengalaman dan

kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang maka semakin matang

berfikir dan patuh dalam melaksanakan tindakan asuhan keperawatan

(Notoadmodjo, 2007).

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidak Patuhan


Niven (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi ketidakpatuhan dapat digolongkan menjadi tiga bagian

antara lain:

a. Pemahaman Ientang instruksi

Tidak ada seorangpun yang mematuhi instruksi jika dia salah paham

tentang instruksi yang diberikan kepadanya.

b. Kualitas Interaksi

Kualitas interaksi antara pasien dengan profesional kesehatan

merupakan hal yang penting dalam meningkatkan tingkat kepatuhan.

c. Isolasi Sosial dan Keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor dalam menentukan keyakinan serta nilai

kesehatan individu dan dapat menerima program yang ditentukan.

2.3.4 Strategi Untuk Meningkatkan Kepatuhan

Menurut Smet (1994), berbagai strategi telah dicoba untuk

meningkatkan kepatuhan, diantaranya adalah:

a. Dukungan profesional Kesehatan

Dukungan profesional kesehatan sangat diperlukan dalam

meningkatkan kepatuhan, contohnya komunikasi. Komunikasi antara

sesama profesional kesehatan ini memegang peranan penting, misalnya

antara kepala perawat dengan bawahannya.

b. Dukungan Sosial
Dukuingan sosial yang dimaksud adalah antara pasien dan keluaga.

Pasien dan keluarga yang percaya kepada tindakan perawat dapat

meningkatkan kesehatan pasien sehingga perawat bekerja dengan

percaya diri dan ketidak patuhan dapat dikurangi.

c. Perilaku Sehat

Modifikasi perilaku sehat sangat perlu, misalnya perawat mencuci

tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan ataupun

bersentuhan dengan pasien.

d. Pemberian Informasi

Pemberian informasi yang jelas terkait dengan tindakan asuhan

keperawatan berdasarkan prosedur yang ada akan meningkatkan

kepatuhan perawat, hal ini dapat dilakukan denagn memberikan

pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh pihak rumah sakit atau instansi

tenaga kesehatan lain.

2.3.5 Faktor Penentu Derajat Ketidakpatuhan

Niven (2002) mengungkapkan derajat ketidak patuhan ditentukan

oleh kompleksitas prosedur pengobatan, derajat perubahan gaya

hidup/lingkungan kerja yang dibutuhkan, lamanya waktu dimana

perawat mematuhi prosedur tersebut, apakah prosedur tersebut

berpotensi menyelamatkan hidup, dan keparahan penyakit yang

dipersepsikan sendiri oleh pasien bukan petugas kesehatan.

2.4 Prosedur Pemasangan Infus


Pemasangan infus dapat dilakukan di pembuluh vena, adapun

standar prosedur operasional (SPO) pemasangan infus menurut

(kozier et.,all, 2010) yaitu:

a. Mempersiapkan peralatan.

b. Mempersiapkan pasien (menjelaskan prosedur pemasangan infus dan

menjelaskan tujuan)

c. Mencuci tangan

d. Buka dan siapkan set infus:

1) melepaskan slang dari wadah dan tarik keluar

2) tutup klem

3) biarkan ujung slang tertutup dengan plastik sampai infus dipasang.

e. Tusuk kantong cairan infus:

1) lepaskan tutup pelindung dari lubang kantong atau botol cairan infus

2) masukkan penusuk kelubang kantong atau botol cairan infus.

f. Gantungkan kantong atau botol cairan infus pada tiang infus, cairan

infus tergantung dengan jarak I m dari atas kepala klien.

g. Mengisi sebagaian bilik tetes dengan cairan infus.

h. Isi slang :

1) lepaskan tutup pelindung dan pertahankan kesterilan ujung slang

2) lepaskan klem dan biarkan cairan mengalir sampai gelembung

dikeluarkan, jentikkan jari untuk membantu mengeluarkan

gelembung keluar,

3) klem slang dan pasang kembali tutup slang.


i. Mencuci tangan kembali

j. Memilih tempat punksi vena :

1) gunakan tangan klien yang nondominan dan terlihat vena terlihat

lurus tidak berkelok-kelok atau sklerosis,

2) letakkan handuk atau perlak di bawah ekstremitas untuk melindungi

seprei.

k. Dilatasi vena :

1) tempatkan posisi ekstremitas tergantung lebih rendah dari jantung

2) pasang tourniquet 15 sampai 20 cm di atas tempat punksi.

l. Pakai sarung tangan bersih dan bersihkan tempat punksi vena dengan

swab antiseptik topikal, 2% klorheksidin atau alkohol, melakukan

gerakan melingkar dari tengah ke luar, dan biarkan larutan mengering.

m. Masukkan kateter dan mulai pemasangan infus:

1) tangan nondominan utnuk menegangkan kulit di bawah tempat

penusukan jarum

2) pegang kateter jarum dengan kemiringan pada sudut 15 sampai 30

derajat, masukkan kateter melalui kulit dan ke dalam vena dalam

satu kali dorongan

3) setelah darah muncul dari lumen jarum atau merasakan kurangnya

tahanan, kurangi sudut kateter sampai hampir sejajar dengan kulit

dan masukkan kateter lebih jauh sekitar 0,5 sampai 1 cm, pegang

jarum dan masukkan kateter sampai pusat kateter berada di tempat

punksi vena
4) lepaskan tourniquet

5) lepaskan tutup pelindung ujung distal slang dan pegang kuat untuk

menghubungkan ke kateter, pertahankan kesterilan ujung kateter

6) lepaskan dengan hati-hati jarum, pasang pengaman jarum dan

hubungkan ujung slang infus ke slang kateter

7) mulai infus.

n. Mempleter kateter dengan metode U dengan plester dipotong dengan

panjang sekitar 7,5 cm : meletakkan satu potong di bawah pusat

kateter dengan bagian yang lengket berada di atas, kemudian lipat

setiap ujung potongan ke arah atas sehingga bagian yang lengket

menempel pada kulit kemudian potongan kedua di atas pusat kateter,

dengan bagian yang lengket mengarah kebawah, dan potongan yang

ketiga diletakkan di atas pusat slang, dengan yang lengket mengarah

ke bawah.

o. Pastikan ketepatan aliran infus sesuai dengan dosis yang diberikan.

p. Berikan label pada slang dengan tanggal dan waktu pemasangan dan

menuliskan inisial perawat yang memasang infus.

q. Mendokumentasikan data meliputi: pengkajian, tanggal, waktu,

jumlah dan jenis larutan infus yang digunakan.

3. kerangka konsep
Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka

antara konsep-konsep yang ingin diamati dan diukur melalui

penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Soekidjo

Notoatmodjo,2002).

Variabel Independan Variabel Dependen

Karakteristik perawat
-Umur
- Pendidikan
- Jenis Kelamin
- Masa Kerja
-Status Perkawinan Prosedur
-Jumlah anggota keluarga Pemasangan Infus .
-Sumber Pembiayaan (SPO)
-Pendapatan
-Pekerjaan
-Domisili
-Tingkat Jabatan
-Gaji

Anda mungkin juga menyukai