Anda di halaman 1dari 1

Pasal 1 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU No.

8/1999) menyatakan
bahwa definisi pelaku usaha adalah:

Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan
hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan
dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui
perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi

Penjelasan pasal ini selanjutnya menyatakan bahwa yang termasuk dalam pengertian pelaku usaha di
undang-undang ini adalah perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan
lain-lain.

Selanjutnya dalam pasal 13 UU No. 8/1999 menyebutkan bahwa seorang pelaku usaha dilarang
untukmenawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain. Dari rumusan pasal ini dapat kita simpulkan bahwa pelayanan kesehatan merupakan
jasa yang tunduk pada UU No. 8/1999 ini. Dengan demikian, pada saat seorang dokter memberikan jasa
pelayanan kesehatan, dan menerima pembayaran untuk jasa yang diberikannya tersebut, seorang dokter
dapat disebut sebagai pelaku usaha.

Hal ini juga dinyatakan oleh Sudaryatmo, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia, dalam wawancara per telepon. Menurut Sudaryatmo, dokter termasuk dalam jasa profesional,
dan oleh karena itu termasuk sebagai pelaku usaha dalam perlindungan konsumen.

Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU No. 29/2004) dapat dikatakan
sebagai lex specialis (hukum yang khusus) dari UU No. 8/1999, sepanjang untuk pengaturan mengenai
perlindungan konsumen. Dalam pasal 3 UU No. 29/2004 disebutkan bahwa pengaturan praktik
kedokteran tujuannya adalah:

1. memberikan perlindungan kepada pasien


2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan
dokter gigi
3. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi

Oleh karena itu, menurut kami UU No. 29/2004 dapat dikatakan sebagai lex specialis dari UU No. 8/1999,
sepanjang untuk pengaturan mengenai perlindungan konsumen. Hal ini diperkuat dalam Penjelasan UU
No. 8/1999 yang menyatakan bahwa UU tersebut merupakan payung yang mengintegrasikan dan
memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen, dan masih terbuka kemungkinan
terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi
konsumen.

Demikian hemat kami. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai