Anda di halaman 1dari 42

MINI PROJECT

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DALAM


PENANGANAN AWAL DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS
CIDAHU

Disusun oleh:
dr. TEGUH H WINAYA

Pembimbing:
dr. dessy

Puskesmas Cidahu
Kabupaten kuningan, Jawa Barat

1
Program Dokter Internship Periode desember 2016 - Maret 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Di negara yang sedang berkembang, penyebab kematian banyak diakibatkan


oleh penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi adalah diare. Diare merupakan salah
satu penyakit paling sering menyerang anak di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Diperkirakan, anak berumur di bawah lima tahun mengalami 203 episode diare per
tahunnya dan empat juta anak meninggal di seluruh dunia akibat diare dan malnutrisi.
Kematian akibat diare umumnya disebabkan karena dehidrasi (kehilangan cairan).
Lebih kurang 10% episode diare disertai dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit tubuh secara berlebihan. Bayi dan anak kecil lebih mudah mengalami
dehidrasi dibanding anak yang lebih besar. (IDAI 2008)

Indonesia sebagai negara berkembang menghadapi banyak masalah kesehatan


terutama peningkatan penyakit berbasis lingkungan. Salah satu dari penyakit berbasis
lingkungan adalah penyakit diare. Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah
satu penyakit utama pada bayi dan anak di Indonesia (Satriya, 2008).

Kelompok umur yang paling rawan terkena diare adalah 2-3 tahun, walaupun
banyak juga ditemukan penderita yang usianya relatif muda yaitu antara 6 bulan12
bulan. Pada usia ini anak mulai mendapat makanan tambahan seperti makanan
pendamping air susu ibu, sehingga kemungkinan termakan makanan yang sudah
terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit diare menjadi lebih besar. Selain itu
anak juga sudah mampu bergerak kesana kemari sehingga pada usia ini anak senang
sekali memasukkan sesuatu ke dalam mulutnya. (Hiswani 2003).
Pada anakanak yang gizinya tidak begitu baik, sering menderita diare
walaupun tergolong ringan. Akan tetapi karena diare itu dibarengi oleh menurunnya
nafsu makan dan keadaan tubuh yang lemah, sehingga keadaan yang demikian sangat
membahayakan kesehatan anak. Ibu biasanya tidak menanggapinya secara sungguh
sungguh karena sifat diarenya ringan. Padahal penyakit diare walaupun dianggap
ringan tetapi sangat berbahaya bagi kesehatan anak. (Hiswani 2003)
2
Pandangan masyarakat untuk menanggulangi penyakit diare, anak harus
dipuasakan. Jadi usus dikosongkan agar tidak terjadi rangsangan yang menyebabkan
anak merasa ingin buang air besar. Jika anak sudah dalam keadaan gizi kurang,
keadaan gizinya akan menjadi lebih buruk akibat puasa. Maka memuasakan anak saat
diare ditambah dengan dehidrasi yang mudah terjadi pada anak saat diare akan
memperburuk keadaan bahkan dapat menyebabkan kematian. (Hiswani 2003)

Karena itu, peran ibu dalam melakukan penatalaksanaan terhadap diare


diperlukan suatu pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu komponen
faktor predisposisi yang penting. Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan
terjadinya perubahan sikap dan perilaku tetapi mempunyai hubungan yang positif,
yakni dengan peningkatan pengetahuan maka terjadinya perubahan perilaku akan
cepat. (Notoatmodjo S 2007).

Salah satu pengetahuan ibu yang sangat penting adalah bagaimana


penanganan awal diare pada anak yaitu dengan mencegah dan mengatasi keadaan
dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan rehidrasi) baik yang diberikan secara
oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui infus) telah berhasil menurunkan
angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak yang menderita diare. (IDAI 2008)

1.2 TUJUAN PENELITIAN

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan


awal diare pada balita di Puskesmas Cidahu pada bulan Februari 2017

1.2.2 Tujuan Khusus

Mengetahui bagaimana pemahaman ibu terhadap diare serta bagaimana


cara penanganan diare pada balita
Mengetahui bagaimana sikap ibu dalam penanganan awal diare pada
balitanya
Mengetahui penanganan diare yang dilakukan oleh para ibu pada balitanya

3
1.3 MANFAAT PENELITIAN

Subyek mendapat informasi bagaimana cara menangani anak diare dengan


baik dan benar.
Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat mengenai
penanganan awal diare pada balita
Puskesmas dapat melakukan pendekatan secara menyeluruh pada masyarakat
berupa pemberian informasi mengenai tatalaksana awal diare sehingga angka
kematian diare pada balita dapat ditekan
Peneliti dapat mengamalkan ilmunya mengenai bagaimana cara penanganan
awal diare yang baik dan benar pada responden

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1 DIARE
2.1.1 Definisi Diare
Diare adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme termasuk
bakteri, virus dan parasit lainnya seperti jamur, cacing, dan protozoa. (Amirudin
2008). Diare ditandai dengan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali
dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. American
Academy of Pediatrics (AAP) mendefinisikan diare dengan karakteristik peningkatan
frekuensi dan/atau perubahan konsistensi, dapat disertai atau tanpa gejala dan tanda
seperti mual, muntah, demam atau sakit perut yang berlangsung selama 3-7 hari.
(Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto, 2005).
Neonatus dikatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari 4 x,
sedangkan untuk bayi berumur > 1 bulan dan anak, bila frekuensinya > dari 3 x dalam
24 jam (Hassan, 1985).
Diare ada dua macam akut dan kronik. Dalam pembahasan ini peneliti hanya
memfokuskan pada penangan diare akut yang dapat ibu lakukan di rumah.

2.1.2 Diare Akut


Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh
gastroenteritis, keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Penyebab
utama oleh virus, yang paling sering ialah Rotavirus (40 60%) sedangkan virus lainya
ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus,dan Minirotavirus. (Satriya
2008)
Bakteri yang dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia,
Bacillus cereus, Compylobacter jejuni, Clostridium defficile,Clostridium perfringens,
Eschericia coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococus aureus,
Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica, Sedangkan penyebab diare oleh parasit
adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium, Entamoba
hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis,
Strongiloides stercorlis, dan Trichuris trichiura. (Satriya 2008)
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk
melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan
kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang
fungsinya belum matang, villi mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan

5
dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan
meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare. (Satriya 2008)
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP, cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh Salmonella, Shigella, Eschericia coli agak berbeda
dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini
dapat menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik. Toksin Shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
dalam tinja yang disebut disentri. (Satriya 2008)
Dua tipe dasar diare infeksi akut adalah inflamasi dan non inflamasi. Diare
non Inflamasi atau Non Inflamatory diarrhea dengan kelainan yang ditemukan di usus
halus bagian proksimal, Proses diare adalah akibat adanya Enterotoksin yang dihasilkan
oleh Enteropatogen yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa
lendir dan darah, yang disebut dengan Watery diarrhea. Enteropatogen menimbulkan
diare non inflamasi melalui produksi enterotoksin dengan beberapa bakteri,
penghancuran sel (permukaan) vili oleh virus, perlekatan, dan atau translokasi oleh
bakteri. Keluhan abdominal biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala
dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak segera mendapat
cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mikroorganisme penyebab seperti, V.cholerae, Enterotoxigenic E.coli (ETEC),
Salmonella.
Diare inflamasi biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus
bagian kolon secara langsung atau menghasilkan sitotoksin dengan manifestasi
sindroma Disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah (disebut juga Bloody
diarrhea). Beberapa enteropatogen memiliki lebih dari salah satu sifat virulen ini. Pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, secara
mikroskopis didapati leukosit polimorfonuklear. Mikroorganisme penyebab seperti,
E.histolytica, Shigella, Entero Invasive E.coli (EIEC),V.parahaemolitycus, C.difficile,
dan C.jejuni (Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto, 2005).
Diare Penetrasi atau Penetrating diarrhea lokasi pada bagian distal usus halus.
Penyakit ini disebut juga Enteric fever, Chronic Septicemia, dengan gejala klinis
demam disertai diare. Pada pemeriksaan tinja secara rutin didapati leukosit

6
mononuclear. Mikrooragnisme penyebab biasanya S.thypi, S.parathypi A,B,
S.enteritidis, S.cholerasuis, Y.enterocolitidea, dan C.fetus.
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit. Diare sering
disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. (Satriya 2008)
Karena itu, pengamatan klinis merupakan langkah awal yang penting dalam
serangkaian penanganan diare pada anak, penanganan awal yang sangat penting adalah
mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi. Pemberian cairan pengganti (cairan
rehidrasi) baik yang diberikan secara oral (diminumkan) maupun parenteral (melalui
infus) telah berhasil menurunkan angka kematian akibat dehidrasi pada ribuan anak
yang menderita diare. (IDAI 2008)
Manifestasi klinis diare dapat berupa mula-mula bayi menjadi cengeng,
gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna
tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu.
Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama
makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat, yang berasal dari laktosa
yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sesudah atau
sebelum diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat
keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila penderita telah kehilangan banyak cairan
dan elektrolit, maka gejala dehidrasi mulai tampak. Berat badan turun, turgor kulit
berkurang, mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung, selaput mukosa bibir dan mulut
serta kulit tampak kering

Tabel. 1
Karakteristik Pada Tipe Diare Akut
Karakteristik Non inflamatory Inflammatory Penetrating

Tempat Usus halus bagian Kolon Usus halus bagian


proksimal distal

7
Gambaran tinja Watery Bloody,mucus Mucus
Volume >> Volume sedang Volume sedikit
Leukosit (-) Leukosit PMN Leukosit MN

Demam (-) (+) (+)

Nyeri perut (-) (+) (+)/(-)

Dehidrasi (+++) (+) (+)/(-)

Tenesmus (-) (+) (-)

Komplikasi Hipovolemik Toksik Sepsis

2.1.3 Prinsip Penanganan Diare

Mencegah Terjadinya Dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan


memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti
air tajin , kuah sayur, atau air sup (Depkes.RI). Macam cairan yang dapat digunakan
tergantung pada :

Kebiasaan setempat dalam mengobati diare

Tersedianya cairan sari makanan yang cocok

Jangkauan pelayananan kesehatan

Tersedianya oralit

Menangani Dehidrasi

Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam


terapi efektif diare akut. (Hiswani 2003) WHO mengatur pemberian rehidrasi oral
harus mengandung natrium 90 mEq/L, kalium klorida 20 mEq/L, dan glukosa 111
mEq/L. (Kliegman, Marcdante, Jenson, dan Behrman, 2007) Gula dapat digunakan
sebagai sumber kalori dan juga sebagai bagian dari cairan rehidrasi. Akan tetapi
ukuran gula yang digunakan haruslah tepat, yaitu 5 gram per 200 ml air. Jika terlalu
banyak gula diberikan akan terjadi diare osmosis. Glukosa diperlukan dengan absorbsi
1 molekul NaCl memerlukan 1 mol glukosa, sehingga perbandingan antara gula dan
garam adalah 1 gram garam dan 5 gram gula dalam 200 cc air masak. (Depkes.RI)
8
Sebelum melakukan rehidrasi oral, hal yang harus dilakukan adalah menentukan
derajat dehidrasi, agar penanganannya sesuai dengan keadaan klinis anak. (WHO
2000)

Tabel 2. Derajat Dehidrasi

Diare tanpa Dehidrasi

Anak dengan diare tanpa dehidrasi dapat diberikan cairan lebih banyak untuk
mencegah dehidrasi. Anak harus tetap diberikan makanan sesuai dengan umurnya dan
menerima ASI. (WHO 2000). Terapi diare ini dapat diberikan dirumah. Perawatan
anak di rumah dengan diare tanpa dehidasi :

Berikan cairan tambahan

a. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah


dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti
lautan oralit, makanan yang cair (seperti sup,air tajin) dan kalau tidak
ada cairan tersebut, dapat diberikan hanya air matang.

b. Jika anak masih menyusu ASI, maka harus tetap diberikan

c. Jika anak mendapatkan/diberikan ASI eksklusif, berikan cairan


rehidrasi oral (CRO) atau air minum tambahan pada ASI. Setelah diare
berhenti, ASI eksklusif dapat diteruskan.
9
d. Jika sudah melewati masa ASI eksklusif maka dapat diberikan

Cairan rehidrasi oral :

1. Makanan yang banyak mengandung air (bubur, sup)

2. Air matang

e. Aturan untuk memberikan cairan tambahan untuk mencegah dehidrasi

Anak < 2 tahun 50 100 ml setiap setelah buang air besar

Anak 2 tahun 100 200 ml setiap setelah buang air besar.


(Depkes dan Sandhu 2001)

Berikan suplemen Zink

a. Dosis zinc yang harus diberikan :

6 bulan tablet (10 mg) per hari

> 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari

b. Cara memberikan suplement zink

Pada bayi, larutkan tablet dalam sedikit air lalu campurkan


pada susu atau CRO

Pada anak yang lebih besa, tablet dapat langsung diminum atau
dilarutkan

c. Suplemen zink diberikan selama 10-14 hari (Depkes dan Sandhu 2001)

Anak harus tetap diberi makan

Kebiasaan penderita diare dipuasakan dapat memperburuk keadaan


penderita. Oleh karena itu, pemberian makanan pada penderita diare harus
tetap dilakukan. Jika anak masih menyusu maka selama anak menderita diare
10
menunjukkan bahwa 80% makanan masih dapat diserap oleh dinding usus.
Karana itu, pemberian makanan harus tetap dilakukan walaupun ini berarti
memperbanyak feses anak. Selain dapat mempertahankan tingkat gizi anak,
juga anak dapat sembuh lebih cepat. (Hiswani 2003)

Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita


terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat
badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang dianjurkan.
Anak yang masih mendapatkan ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang
minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan
atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering. Setelah diare
berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak. (Depkes).

Bawa anak ke petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau
menderita sebagai berikut :

o Buang air besar cair lebih sering

o Muntah berulang

o Rasa haus yang nyata

o Makan / minum sedikit

o Demam

o Tinja berdarah (depkes)

Diare dengan dehidasi ringan-sedang

Pada umumnya anak dengan dehidrasi ringan diberikan CRO.

Untuk 4 jam pertama CRO yang diberikan disesuaikan dengan berat badan
anak.

Menentukan jumlah CRO yang diberika pada 4 jam pertama

11
Tabel. 3. Jumlah CRO yang diberikan berdasarkan umur dan berat
badan pada 4 jam pertama

*menggunakan umur anak hanya jika tidak mengetahui berat badan bayi

Jika anak kehausan dan ingin minum maka berikan minum lebih

Memberikan CRO dengan cara yang baik dan benar. Untuk anak dibawah 2
tahun berikan 1 sendok teh setiap 1-2 menit dan beberapa teguk dari cangkir
untuk anak yang lebih besar
Jika anak muntah, tunggu 10 menit kemudian lanjutkan pemberian CRO
perlahan-lahan ( satu sendok makan tiap 2-3 menit)
Jika kelopak mata membengkak, hentikan CRO dan segera berikan air minum
atau ASI
Beri ASI jika anak menginginkannya.
Memberikan suplemen zink dengan dosis sebagai berikut dan diberikan
selama 10-14 hari:
o 6 bulan tablet (10 mg) per hari
o > 6 bulan 1 tablet (20 mg) per hari
Lanjutkan pemberian makanan, karena nutrisi sangat penting dalam tata
laksana diare :
o Dalam 4 jam pertama, jangan memberikan makanan kecuali ASI.
Menyusui ASI diberikan setiap selesai diare.
o Setelah 4 jam, jika anak tetap dehidrasi ringan dan tetap berikan CRO,
berikan makanan setiap 3-4 jam.

12
o Setiap anak antara 4-6 bulan seharusnya diberikan sedikit makanan.
o Anak dianjurkan makan sebanyak 6 kali per hari. Beri makanan yang
sama setelah diare berhenti dan berikan makanan ekstra sehari dalam 2
minggu. (Satriya 2008)
Diare dengan dehidrasi berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan
anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan
Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit
parenteral. (Depkes)

Gambar 2.1 Bagan Alur Tatalaksana Pada Diare Dengan Dehidrasi Berat
World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children

2.1.4 Pemilihan jenis cairan parenteral


13
Cairan parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa
syok sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta
memperbaiki renjatan hipovolemiknya. (Satriya 2008).
Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan
dimetabolisme menjadi bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah
dan tidak mengandung glukosa untuk mencegah hipoglikemia. (Satriya 2008)
Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak
mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan
parenteral yang saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan
pengganti diare dengan dehidrasi adalah Ka-EN 3B. Sejumlah cairan rehidrasi oral
dengan osmolalitas 210 268 mmol/1 dengan Na berkisar 50 75 mEg/L,
memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa kolera. (Satriya
2008)

Tabel. 4 Komposisi Cairan Parenteral dan Oral

2.1.5 Mengobati Kausa Diare

14
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika
oleh karena pada umumnya sembuh sendiri self limiting. Antibiotika hanya
diperlukan pada sebagian kecil penderita diare misalnya Cholera, Shigella, karena
penyebab terbesar dari diare pada anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi
berusia di bawah 2 bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi ke dalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang menunjukkan
secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang menunjukkan gejala diare
dengan darah dan lendir yang jelas atau gejala sepsis. (Subijanto, Ranuh, Djupri, dan
Soeparto, 2005)

Tabel.4. Antimikroba Yang Sering Digunakan Untuk Mengatasi Diare

15
Kerangka Konsep

Hipotesis
Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku ibu dalam penanganan awal diare pada balita di
Puskesmas Kecamatan Cidahu pada bulan Februari tahun 2017 adalah baik

16
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang akan digunakan adalah studi cross sectional. Penelitian
ini merupakan penelitian deskriptif terhadap tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku
ibu dalam penanganan awal diare pada balita.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cidahu. Waktu penelitian


adalah bulan Februari 2017.

3.3 Populasi dan Sample

o Populasi target adalah semua ibu yang berkunjung ke Posyandu desa Datar.

o Populasi terjangkau adalah ibu yang memiliki balita yang berkunjung ke Posyandu
desa Datar.

o Sampel adalah ibu yang memiliki balita berumur dibawah 5 tahun yang pernah
mengalami diare yang sedang berkunjung ke Posyandu Desa Datar.

3.4 Kriteria Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

o Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang pernah mengalami diare.
17
o Anak balita yang pernah mengalami diare akut dengan atau tanpa dehidrasi.

o Ibu dengan jenjang pendidikan apa pun.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

o Ibu yang memiliki balita umur 1-5 tahun yang belum pernah mengalami diare.

o Ibu menolak dilakukan wawancara

3.5 Besar Sample

Besar sampel yang dipakai untuk penelitian ini adalah 40 sample

3.6 Cara Kerja

3.6.1 Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Variabel terikat :

o Pengetahuan

o Sikap

o Perilaku

Variabel tergantung :

o Usia ibu

o Tingkat pendidikan ibu

o Pekerjaan ibu

o Adat kebiasaan setempat

o Sumber informasi tentang penanganan awal diare

3.6.2 Pengumpulan Data

18
Penelitian ini akan dilaksanakan bila telah memperoleh persetujuan setelah
penjelasan atau informed consent dari subjek penelitian. Data dikumpulkan dengan
cara menyebarkan kuesioner.

3.6.3 Pengolahan dan Penyajian Data

Sebelum dilakukan pengolahan data, variabel pengetahuan diberi skor sesuai


dengan bobot jawaban dari pertanyaan yang disediakan pengolahan data yang
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

Editing

Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan dan kejelasan jawaban


kuesioner dan penyesuaian data yang diperoleh dengan kebutuhan penelitian.
Hal ini dilakukan dilapangan sehingga apabila terdapat data yang meragukan
ataupun salah, maka dapat ditanyakan lagi kepada responden

Coding

Mengkode data merupakan kegiatan mengklasifikasi data memberi


kode untuk masing-masing kelas terhadap data yang diperoleh dari sumber
data yang telah diperiksa kelengkapan.

Scoring

Pertanyaan yang diberi skor hanya pertanyaan tentang pengetahuan,


sikap, dan perilaku orang tua terhadap penanangan awal diare. Tahap ini
meliputi nilai untuk masing-masing pertanyaan dan penjumlahan hasil scoring
dari semua pertanyaan.

Entry

Data yang sudah diberi kode kemudian dimasukan ke dalam komputer


adapun program yang digunakan adalah microsoft excel 2007

Cleaning

19
Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dimasukan
dilakukan bila terdapat kesalahan dalam memasukan data yaitu dengan
melihat distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang diteliti.

Tabulating

Tabulasi data yang telah lengkap disusun sesuai dengan variabel yang
dibutuhkan lalu dimasukan kedalam tabel dengan rumus distribusi frekuensi.
Setelah diperoleh hasil dengan cara perhitungan, kemudian nilai tersebut
dimasukan ke dalam kategori nilai yang telah dibuat.

3.6.4 Analisis Data

Adapun data dianalisis secara univariat. Analisis univariat dimaksudkan untuk


mengetahui distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel variabel yang diamati.
Data yang diperoleh dikumpulkan, pertanyaan yang dijawab dengan akan diberikan
skor sedangkan yang tidak. Kemudian dituangkan kedalam bentuk tabel dengan
perhitungan analisis.

3.6.5 Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan secara deskriptif

3.6.6 Pelaporan Hasil Penelitian

Pelaporan hasil penelitian disusun dalam bentuk makalah mini project

3.7 Batasan Operasional


3.7.1 Responden
Responden adalah ibu-ibu yang memiliki balita umur 1 5 tahun dengan anak
yang pernah mengalami diare akut di wilayah Kecamatan Cidahu
3.7.2 Pengetahuan
Yang dimaksud dengan pengetahuan adalah fakta atau ide yang didapat
melalui proses observasi, belajar, atau penelitian. Yang ingin diteliti adalah
pengetahuan responden mengenai penanganan awal diare. Total skor untuk penilain
terhadap pengetahuan adalah 21 dan dilakukan penilaian sebagai berikut:
Baik apabila jawaban yang benar > 80% (total skor > 17)
Sedang apabila jawaban yang benar antara 60% - 80% (total skor 13 17)

20
Kurang apabila jawaban yang benar < 60% (total skor < 13)
3.7.3 Sikap
Yang dimaksud dengan sikap adalah kecenderungan yang dipelajari untuk
bertingkah laku secara konsisten terhadap seseorang, sekelompok orang, suatu objek.
Yang ingin diteliti adalah sikap responden dalam penanganan awal diare. Total skor untuk
penilain terhadap sikap adalah 12 dan dilakukan penilaian sebagai berikut:
Baik apabila jawaban yang benar > 80% (total skor > 9)

Sedang apabila jawaban yang benar antara 60% - 80% (total skor 7 9)

Kurang apabila jawaban yang benar < 60% (total skor < 7)

3.7.4 Perilaku
Yang dimaksud dengan perilaku adalah hal-hal yang telah dilakukan responden
berkenaan dengan pengetahuan yang telah didapat. Total skor untuk penilain terhadap
perilaku adalah 14 dan dilakukan penilaian sebagai berikut :
Baik apabila jawaban yang benar > 80% (total skor > 11)
Sedang apabila jawaban yang benar antara 60% - 80% (total skor 8 11)
Kurang apabila jawaban yang benar < 60% (total skor < 8)
3.7.5 Usia
Usia atau umur adalah yang sesuai dengan KTP dengan faktor bulan atau tahun.
Dibagi dalam 6 golongan umur, yaitu :
Kurang dari 20 tahun
Antara 20 25 tahun
Antara 26 30 tahun
Antara 31 35 tahun
Antara 36 - 40 tahun
Lebih dari 40 tahun
3.7.6 Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang mencakup tingkat SD,
SMP, SMU, dan Perguruan Tinggi. Pendidikan dibagi berdasarkan pendidikan formal,
yaitu:
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD
21
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMU
Tamat Perguruan Tinggi
3.7.7 Pekerjaan
Pekerjaan adalah kegiatan rutin yang dilakukan dalam upaya mendapatkan
penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. Jenis-jenis pekerjaan
tersebut dikelompokkan dalam :
Ibu rumah tangga
Karyawan
Guru
Bidan atau petugas kesehatan
Wiraswasta
Lain-lain.
3.7.8 Adat Kebiasaan
Adat kebiasaan adalah etika keseharian yang dilakukan sekelompok
masyarakat secara turun temurun dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Biasanya
akan menjadi streotipe kelompok masyarakat tersebut
3.7.9 Sumber Informasi
Sumber informasi adalah segala media yang menjadi sumber pengetahuan
bagi penerima informasi. Dalam penelitian ini, sumber informasi dikelompokkan
menjadi :
Petugas kesehatan Puskesmas, yaitu dokter, bidan/perawat, kader Posyandu,
dan lai-lain.
Media cetak yaitu majalah, surat kabar, buku, brosur, dan lain-lain
Media elektronik, yaitu televisi, radio, dan internet
Orang tua
Tetangga
Baru tahu
Lain-lain

22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Profil Komunitas Umum

Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya kesehatan


oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk, agar
dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari tujuan nasional menuju Indonesia Sehat 2011, untuk tujuan
tersebut Puskesmas Cidahu mempunyai Visi dan Misi serta kiat dalam memberikan
pelayanan terhadap masyarakat.

Visi, Misi, Dan Strategi dan Kebijakan


1. VISI

Memberikan pelayanan prima utuk tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang lebih baik

2. MISI

1. Menggerakan Pembangunan berwawasan kesehatan

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat

23
3. Memelihara dan menigkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan

kesehatan Masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perseorangan, keluarga dan masyarakat

beserta lingkungannya.

3. Strategi
Untuk mencapai Visi dan Misi Puskesmas tersebut diatas digunakan strategisebagai
berikut :

a. Pertanggungjawaban wilayah.

b. Pemberdayaan masyarakat.

c. Keterpaduan Lintas program.

dKeterpaduan Lintas Sektor

e. Sistem Rujukan :

Rujukan upaya kesehatan perorangan.


Rujukan upaya kesehatan masyarakat.

IV.2 Tahap Analisa Situasi

IV.2.1 Data Umum

Gambar 1
Peta Wilayah Kerja UPTD Puskesmas DTPCidahu Kabupaten Kuningan

KECAMATAN

24
Luas Wilayah dan Batas-batas
a. Luas wilayah : Darat : 3,758,27 Ha

Sawah : 655 Ha

b. Batas-Batas

1. Sebelah utara : Kab. Cirebon

2. Sebelah Timur : Kab. Cirebon

3. Sebelah Barat : Kec.Kalimanggis

4. Sebelah Selatan :Kecamatan Luragung

c. Jumlah Desa dan Wilayah Administrasi

Jumlah Desa pada wilayah kerja Puskesmas Cidahu berjumlah 12 desa yang terdiri
dari :

- Desa Cihidenggirang - Desa Datar

- Desa Cihideunghilir - Desa Bunder

- Desa Nanggela - Desa Cieurih

- Desa Cidahu - Desa Cibulan

- Desa Kertawinangun - Desa Legok

- Desa Cikeusik - Desa Jatimulya

25
IV.3 Sepuluh Penyakit Terbesar di UPTD Puskesmas DTPCidahu

TABEL 4
SEPULUH BESAR PENYAKIT
DI UPTD PUSKESMAS DTPCIDAHU KABUPATEN KUNINGAN
TAHUN 2014

N
NAMA PENYAKIT JUMLAH
O

1 2 3

1 Penyakit infeksi saluran Pernafasan Atas 1779

2 Dyspepsia 1310

3 Hipertensi 1119

4 Myalgia 1072

5 Diare 956

6 Dermatitis lain, tidak spesifik (eksema) 455

7 Gangguan lain pada kulit 385

8 Diabetes melitus 332

9 Demam yang tidak diketahui sebabnya 326

10 Karies gigi 286

JUMLAH 8020

Sumber : Data Programer Tahun 2014

26
IV.4 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan dengan menggunakan kuesioner
diperoleh gambaran karakteristik sampel di Puskesmas Kecamatan Cidahu, kabupaten
kuningan, provinsi Jawa Barat. Responden berjumlah 40 orang. Responden adalah ibu-ibu
yang memiliki anak balita berusia kurang dari 5 tahun memiliki kisaran umur 20 tahun
terendah dan 40 tahun tertinggi. Adapun distribusi usia responden, tingkat pendidikan ibu
yang memiliki balita, dan pekerjaan ibu di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cidahu dapat
dilihat pada penjelasan di bawah ini.

Tabel.5 Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Usia di Puskesmas Cidahu

Usia Ibu Frekuensi (%)


< 20 tahun 0 0
20 - 25 tahun 3 7,5
26 - 30 tahun 14 35
31 - 35 tahun 13 32,5
36 - 40 tahun 10 25
> 40 tahun 0 0
Total 40 100

Tabel 5 memperlihatkan distribusi usia responden dari 40 subyek yang diteliti.


Responden terbanyak yang menjadi subyek penelitian adalah kelompok umur 26-30 tahun
sebanyak 14 responden (35%) dan usia termuda 20-25 tahun sebanyak 3 subyek (7,5%).
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin bagus. Pada usia pertengahan, individu akan lebih
berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih banyak melakukan
persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri menuju usia tua. Kemampuan intelektual,
pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada
usia ini. (Notoatmodjo S 2005)

27
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pendidikan di Puskesmas Cidahu

Pendidikan Ibu Frekuensi (%)


Tidak Pernah Sekolah 0 0
Tidak Tamat SD 1 2,5
Tamat SD 2 5
Tamat SMP 8 20
Tamat SMU 26 65
Tamat Perguruan Tinggi 3 7,5
Total 40 100

Tabel 6 mempelihatkan distribusi pendidikan responden yang paling banyak adalah


tamatan SMU sebanyak 26 responden (65 %) dan yang paling sedikit yaitu tidak tamat SD
sebanyak 1 responden (2,5%).
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin
mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media
massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan seseorang
dengan pendidikan formalnya yang tinggi, biasanya akan mempunyai tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih
rendah. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti
mutlak berpengetahuan rendah pula. (Widayatun 2004)

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Sampel Menurut Pekerjaan Responden di Puskesmas


Cidahu

Pekerjaan Frekuensi (%)


Ibu Rumah Tangga 35 87,5
Karyawan 2 5
Guru 0 0
Wiraswasta 2 5
Lain-lain 1 2,5

28
Total 40 100

Tabel 7 menggambarkan distribusi pekerjaan responden dan yang paling banyak


adalah ibu rumah tangga sebanyak 35 responden (87,5%).
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik,
biologis, maupun sosial, seperti lingkungan pekerjaan. Lingkungan berpengaruh terhadap
proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal
ini dapat terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon
sebagai pengetahuan oleh setiap individu. (Notoatmodjo S 2005)
Pada penelitian ini didapatkan hasil pekerjaan responden terbanyak adalah ibu rumah
tangga. Hal ini dapat terjadi karena pengambilan sampel dilakukan pada jam kerja Puskesmas
Kecamatan Cidahu yaitu mulai dari jam 08.00-12.00 WIB. Bagi ibu yang bekerja, jam buka
puskesmas sama dengan jam kerja mereka. Oleh karena pengunjung puskesmas kebanyakan
adalah ibu rumah tangga. Namun ada pula responden yang bekerja sebagai karyawan, guru,
dan wiraswasta yang saat ditanyakan mereka izin atau tidak dalam jam kerja saat itu.

IV.4.1 Tingkat Pengetahuan Ibu


Berdasarkan hasil pengisian kuesioner diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel-
tabel di bawah ini :

Tabel 8. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu dalam Penanganan Awal Diare di


Puskesmas Cidahu

Tingkat Pengetahuan Ibu Frekuensi %


Baik (skor >17) 19 47,5
Cukup (skor 13-17) 15 37,5
Kurang (skor <13) 6 15
Total 40 100

Tabel 8. menggambarkan tingkat pengetahuan ibu yang berkunjung ke Puskesmas


Cidahu dalam penanganan awal diare di rumah. Dalam tabel di atas, mayoritas tingkat
pengetahuan ibu dalam penanganan awal diare di rumah adalah baik sebanyak 19 responden
(47,5%), kemudian diikuti oleh cukup sebanyak 15 reponden (37.5%) dan yang terakhir
kurang sebanyak 6 responden (15%).

29
Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar responden sudah memiliki
pengetahuan yang baik dalam penanganan awal diare di rumah. Pengetahuan yang kurang
bisa diakibatkan oleh berbagai faktor yang kompleks dan saling mempengaruhi. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya pendidikan dan
usia. (Notoatmodjo S 2005)
Tabel 9. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Dilihat Dari Faktor Pendidikan Ibu
Tingkat Pendidikan Tingkat Pengetahuan Total %
Ibu Kura % Cuku % Baik %
ng p
Tidak Pernah 0 0 0 0 0 0 0 0
Sekolah
Tidak Tamat SD 0 0 0 0 1 2,5 1 2,5
Tamat SD 2 5 0 0 0 0 2 5
Tamat SMP 3 7,5 4 10 1 2,5 8 20
Tamat SMU 1 2,5 11 27, 14 35 26 65
5
Tamat Perguruan 0 0 0 0 3 7,5 3 7,5
Tinggi
Jumlah 6 15 15 37, 19 47, 40 100
5 5

Berdasarkan tabel 9 di atas, dapat terlihat distribusi tingkat pengetahuan ibu


berdasarkan pendidikan, didapatkan tingkat pengetahuan yang kurang sebanyak 6 responden
(15%) dari berbagai tingkat pendidikan dan 3 (7,5%) responden diantaranya berasal dari
tamat SMP.

Tabel 10. Distribusi Tingkat Pengetahuan Ibu Dilihat Dari Faktor Usia Ibu
Umur Orang Tua Tingkat Pengetahuan Total %
Kuran % Cuku % Baik %
g p
< 20 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0
20 - 25 tahun 0 0 1 2,5 2 5 3 7,5
26 - 30 tahun 1 2,5 5 12, 9 22, 15 37,
5 5 5
31 - 35 tahun 3 7,5 2 5 7 17, 12 30
5
36 - 40 tahun 2 5 7 17, 1 2,5 10 25
5
> 40 tahun 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 6 15 15 37, 19 47, 40 100
5 5

30
Tabel 10 memperlihatkan distribusi tingkat pengetahuan ibu berdasarkan kelompok
usia. Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia menengah, individu akan lebih
banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual, pemecahan
masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini.
(Notoatmodjo S 2005)
Pada penelitian ini, kelompok umur 26 30 tahun dengan jumlah responden
terbanyak yaitu 15 responden (37,5%), didapatkan yang berpengetahuan baik sebanyak 9
responden (22.5%) dan responden yang berpengetahuan kurang sebanyak 1 responden (2,5%)

Tabel 11. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Pengertian Diare


Jawaban Responden Frekuen %
si
Benar 33 82,5
Kurang Tepat 7 17,5
Tidak Tahu 0 0
Total 40 100

Tabel 11 memperlihatkan distribusi jawaban responden mengenai pertanyaan


pengertian diare. Jawaban dikatakan benar jika responden memilih jawaban buang air besar
dalam bentuk cair, lebih dari 3 kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama 2 hari
atau lebih, responden yang menjawab benar sebanyak 33 responden (82,5%). Jawaban
kurang tepat jika responden memilih buang air besar dalam bentuk cair atau peningkatan
frekuensi buang air besar, 7 reponden (17,5%) menjawab kurang tepat. Dari hasil di atas
dapat dilihat bahwa pengetahuan ibu tentang pengertian diare sudah cukup baik, karena sebagian
besar ibu sudah menjawab dengan benar. Akan tetapi masih ada ibu yang menjawab dengan
jawaban yang kurang tepat. Hal ini dapat dikarenakan pengetahuan ibu yang kurang atau memang
ibu kurang mendapatkan informasi.

Tabel 12. Distribusi Pengetahuan Spesifik dalam Penanganan Awal Diare


Pengetahuan Ya % Tidak % Total %
Reponden
Tanda-Tanda Anak 28 70 12 30 40 100
Dehidrasi

31
Minum Air 38 95 2 5 40 100
Oralit 39 97, 1 2,5 40 100
5
Suplemen Zink 25 62, 15 37,5 40 100
5

Tabel 12 memperlihatkan jawaban responden mengenai penanganan awal diare.


Pengetahuan ibu mengenai tanda-tanda dehidrasi itu sangat penting agar ibu mengetahui apa
yang akan ia lakukan selanjutnya. Apakah tetap ditangani di rumah atau harus segera dibawa
ke rumah sakit. Responden yang menjawab Ya sebanyak 28 responden (70%) dan
responden yang menjawab Tidak sebanyak 12 responden (30%). Masih banyak ibu yang
belum mengetahui apa saja tanda-tanda dehidrasi pada anak.
Banyak ibu yang sudah mengetahui bahwa memberikan minum lebih banyak saat
anak diare merupakan salah satu penanganan awal diare. Hal ini dapat dilihat dengan jumlah
responden yang menjawab Ya sebanyak 38 responden (95%) dan responden yang
menjawab Tidak sebanyak 2 responden (5%) dari 40 sampel yang diambil oleh peneliti.
Begitu pula dengan penggunaan oralit sebagai penanganan awal diare sudah banyak
diketahui oleh responden yang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Cidahu. Dengan
responden yang menjawab Ya sebanyak 39 responden (97,5%) dan responden yang
menjawab Tidak sebanyak 1 responden (2,5%).
Pengetahuan ibu tentang pemberian suplemen zink pada anak yang sedang mengalami
diare sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari hasil kuesioner, ibu yang menjawab Ya
sebanyak 25 responden (62,5%) dan yang menjawab Tidak sebanyak 15 responden (37,5%).
Akan tetapi masih banyak juga yang belum mengetahui informasi tentang suplemen zink ini.
Responden yang sudah mengetahui bahwa suplemen zink diberikan saat anak sedang diare adalah
ibu yang balitanya pernah mengalami diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang atau diare
dengan dehidrasi berat sampai dirawat di rumah sakit. Pengetahuan meraka didapat dari
pengalaman yang pernah mereka alami.

Tabel 13. Distribusi Pengetahuan Ibu Tentang Bahan Membuat Oralit


Bahan Membuat Frekuen %
Oralit si
Air, Gula, dan 24 60
Garam
Air dan Garam 6 15
Tidak tahu 10 25
Total 40 100

32
Tabel 13 memperlihatkan jawaban ibu terhadap pertanyaan pengetahuan ibu tentang apa
saja bahan-bahan untuk membuat oralit sendiri di rumah. Rata-rata responden menjawab benar
yaitu air, gula, dan garam sebanyak 24 responden (60%). Namun masih banyak pula ibu yang
mengetahui hanya air dan garam saja bahan untuk membuat oralit yaitu sebanyak 6 responden
(15%). Ibu yang tidak tahu atau tidak dapat membuat oralit sendiri juga masih tergolong banyak
yaitu 10 responden atau sekitar 25%. Berdasarkan wawancara saat pengisian kuesioner dapat
disebabkan oleh ibu membeli oralit kemasan yang tinggal diseduh dengan air atau memang ibu
itu belum pernah menggunakan oralit sebagai penanganan awal ketika anak sedang diare.
IV.4.2 Tingkat Sikap Ibu
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel-
tabel di bawah ini :

Tabel 14. Distribusi Tingkat Sikap Ibu dalam Penanganan Awal Diare
Tingkat Sikap Ibu Frekuensi %
Baik (Skor >9) 29 72,5
Cukup (Skor 7-9) 11 27,5
Kurang (Skor <7) 0 0
Total 40 100

Tabel 14 Memperlihatkan distribusi tingkat sikap ibu dalam penanganan awal diare di
Puskesmas Cidahu. Mayoritas ibu adalah berada pada tingkat baik sebanyak 29 responden
(72,5%), kemudian tingkat cukup sebanyak 11 responden (27,5%).

Tabel 15. Distribusi Frekuensi Berbagai Sikap Ibu dalam Penanganan Awal Diare

Sikap Ibu Setuju % Tidak % Tidak % Total %


Setuju Tahu
Anak Diare Harus Segera 40 10 0 0 0 0 40 10
Ditangani 0 0
Penanganan Awal Diare 38 95 2 5 0 0 40 10
Dapat Dilakukan Di 0
Rumah
Anak Diare Diberikan 35 87, 2 5 3 7,5 40 10
Obat Antidiare 5 0
Oralit Dapat Dibuat 38 95 1 2,5 1 2,5 40 10
Sendiri Dirumah 0
Anak Diare Harus 2 5 35 87, 3 7,5 40 10
Dipuasakan 5 0

33
Anak Diare Memerlukan 29 72, 2 5 9 22, 40 10
Suplemen Zink 5 5 0

Tabel 15 memperlihatkan berbagai sikap ibu dalam penanganan awal diare pada
balitanya. Dalam pernyataan bahwa diare harus segera ditangani didapatkan sebanyak 40
orang atau 100% responden menjawab setuju. Ini menggambarkan bahwa sudah banyak ibu
yang memberi perhatian lebih pada anak yang sedang mengalami diare.
Dalam pernyataan penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah 38 responden
(95%) menjawab setuju dan 2 responden (5%) menjawab tidak setuju. Ibu yang menjawab
tidak setuju dikarenakan mereka memiliki kepercayaan bahwa jika anak sakit harus segera
dibawa ke dokter atau karena mereka tidak mengetahui bagaimana penanganan awal diare.
Karena sebenarnya penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah dengan prinsip
mencegah dehidrasi, yaitu dengan memberikan cairan lebih banyak. Cairan dapat berupa air
matang, makanan yang banyak mengandung air (sup/bubur) atau oralit. Oralit pun dapat
dibuat sendiri dengan menggunakan bahan-bahan yang tersedia di dapur yaitu air putih
matang, gula, dan garam.
Dalam pernyataan pada saat anak diare diberikan obat antidiare 35 responden (87,5%)
menjawab setuju, jawaban tidak setuju sebanyak 2 responden (5%) dan 3 responden (7,5%)
menjawab tidak tahu.
Dalam pernyataan bahwa oralit dapat dibuat sendiri di rumah sebanyak 38 responden
(95%) menjawab setuju dan ini memungkinkan bahwa mereka dapat membuat sendiri dirumah.
Sebanyak 1 responden (2,5%) menjawab tidak setuju dan sebanyak 1 responden (2,5%)
menjawab tidak tahu. Masih ada ibu yang tidak mengetahui bahwa oralit dapat dibuat sendiri di
rumah mungkin disebabkan kurangnya informasi yang diberikan atau kurangnya perhatian ibu
terhadap informasi yang ada.
Dalam pernyataan anak diare harus dipuasakan, ternyata masih ada ibu yang
menjawab setuju sebanyak 2 responden (5%) dan sebanyak 35 responden (37,5%) menjawab
tidak setuju dan 3 responden (7,5%) menjawab tidak tahu. Kebiasaan penderita diare
dipuasakan dapat memperburuk keadaan penderita. Oleh karena itu, pemberian makanan
pada penderita diare harus tetap dilakukan (Hiswani 2003). Ternyata pengunjung Puskesmas
Kecamatan Cidahu masih ada yang memuasakan anaknya saat sedang diare bahkan ada yang
tidak mengetahui tentang hal ini. pandangan ini harus segera diluruskan, mungkin dengan
memberikan edukasi yang baik dan benar bahwa anak diare harus tetap diberikan makanan.

34
Dalam pernyataan anak diare memerlukan suplemen zink sebanyak 29 responden
(72,5%) menjawab setuju, 2 responden menjawab tidak setuju (5%) dan 9 responden (22,5%)
menjawab tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ibu yang belum mengetahui
fungsi suplemen zink. Dalam hal ini mungkin perlu dilakukan edukasi lebih dalam peran atau
fungsi suplemen zink pada saat diare.
IV.4.3 Tingkat Perilaku Ibu

Tabel 16. Distribusi Tingkat Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
Tingkat Perilaku Ibu Frekuen %
si
Baik (Skor >11) 0 0
Cukup (Skor 8-11) 15 37,5

Kurang (Skor <8) 25 62,5

Total 40 100

Tabel 16 Menggambarkan distribusi tingkat perilaku ibu dalam penanganan awal diare di
Puskesmas Cidahu. Mayoritas ibu berada pada tingkat kurang sebanyak 25 responden (62,5%),
diikuti dengan tingkat cukup sebanyak 15 responden (37,5%).

Tabel 17. Distribusi Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare


Makanan Yang Ibu Frekuen %
Berikan si
Memuasakan 2 5

Tetap Seperti Biasa 24 60

Makanan Yang Lebih 14 35


Lunak
Total 40 100

Tabel 17 memperlihatkan distribusi perilaku ibu dalam pemberian makanan pada saat
sedang menagalami diare. Ibu yang memberikan makanan tetap seperti biasa sebanyak 24
responden (60%) dan ibu yang memberikan makanan lebih lunak sebanyak 14 responden (35%).
Ibu yang memuasakan sebanyak 2 responden (5%). Masih banyak ibu yang memberikan
makanan tetap seperti biasa, mereka beralasan diare anaknya tidak begitu parah dan anak masih
mau makan. Hal ini lebih baik dibandingkan ibu yang tidak memberikan anaknya makanan saat
anak mengalami diare.

35
Tabel 18. Distribusi Perilaku Ibu dalam Penanganan Awal Diare
Perilaku Ibu Ya % Tida % Total %
k
Memberikan Minum Lebih 39 97,5 1 2,5 40 100
Banyak
Memberikan Oralit 38 95 2 5 40 100
Memberikan Suplemen Zink 12 30 28 70 40 100
Memberikan Obat Tradisional 16 40 24 60 40 100
Memberikan Obat Antidiare 33 82,5 7 17,5 40 100
Langsung Membawa Anak Ke 35 87,5 5 12,5 40 100
Petugas Kesehatan

Tabel 18 memperlihatkan berbagai peilaku ibu dalam penanganan awal diare. Ibu
yang memberikan minum lebih banyak sebanyak 39 responden (97,5%) dan yang tidak
memberikan minum lebih banyak sebanyak 1 responden (2,5%).
Ibu yang memberikan oralit sebanyak 38 responden (95%) dan ibu yang tidak
memberikan oralit sebanyak 2 responden (5%). Ibu yang tidak memberikan oralit saat
ditanyakan, mereka menjawab anaknya tidak suka dan tidak mau minum oralit. Dan masih
banyak yang menganggap bahwa oralit adalah obat diare. Setelah diberikan oralit dan diare
anaknya tidak sembuh, banyak ibu beranggapan anaknya tidak cocok dengan oralit.
Pemahaman seperti ini harus segera diluruskan.
Ibu yang memberikan suplemen zink sebanyak 12 responden (30%) dan yang tidak
memberikan suplemen zink saat anaknya diare sebanyak 28 responden (70%). Masih perlu
promosi lebih gencar lagi mengenai penggunaan suplemen zink saat anak diare.
Sampai saat ini masih banyak ibu yang memberikan obat tradisional saat mengetahui
anaknya sakit. Seperti pada saat anaknya diare masih banyak ibu yang memberikan obat
tradisional seperti daun jambu, kunyit, dan teh pahit. Sebanyak 16 responden (40%) masih
memberikan obat tradisional dan sebanyak 24 responden (60%) tidak memberikan obat
tradisional.

36
Ibu yang memberikan obat antidiare saat anaknya diare sebanyak 33 responden
(82,5%) dan yang tidak memberikan obat antidiare saat anaknya diare 7 responden (17,5%).
Mayoritas ibu memberikan obat antidiare saat anaknya diare. Perlu edukasi lebih kepada para
ibu agar tidak memberikan obat antidiare tanpa resep dokter.
Kebanyakan ibu langsung membawa anaknya ke petugas kesehatan saat baru
mengalami diare, padahal sebenarnya masih bisa ditangani di rumah. Sebanyak 53 responden
(87,5%) menjawab langsung membawa ke petugas kesehatan dan 5 responden (12,5%) masih
ditangani sendiri di rumah.

Tabel 19. Distribusi Perilaku Ibu dalam Ibu Membawa Anak ke Pelayanan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan Frekuen %
si
Rumah Sakit 15 37,5
Dokter Spesialis 5 12,5
Puskesmas/Dokter 20 50
Umum/Bidan
Total 40 100

Tabel 19 memperlihatkan perilaku ibu membawa anaknya ke petugas kesehatan.


Sebanyak 20 responden (50%) membawa anaknya ke puskesmas/praktek dokter
umum/praktek bidan, sebanyak 15 responden (37,5%) membawa anaknya langsung ke rumah
sakit dan 5 responden (12,5%) membawa anaknya ke dokter spesialis anak. Kebanyakan ibu
lebih memilih ke puskesmas dikarenakan biayanya yang murah dan tempatnya yang tidak
begitu jauh dari tempat tinggal responden. Kemana ibu membawa anaknya saat sakit dapat
dipengaruhi juga oleh tingkat sosial ekonomi dan kemampuan ekonomi keluarga.

IV.5 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan penelitian terletak pada jumlah sample yang tidak dapat mencakupi
sample yang telah di tentukan, dikarenakan keterbatasan waktu yang di miliki untuk
melakukan penelitian dan kunjungan ibu yang memiliki balita selama dilakukan penelitian
tidak sebanyak yang diharapkan. Ada juga beberapa ibu yang menolak untuk mengisi
kuisioner dikarenakan anaknya rewel atau mereka tergesa-gesa sehingga tidak memiliki
banyak waktu untuk mengisi kuisioner.

37
Penelitian ini menggunakan instrumen kuesioner yang memiliki kelemahan, yaitu
responden tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang terlewati dan tidak
dijawab, beberapa dari hal ini dapat diatasi dengan menggunakan metode wawancara. Namun
tetap saja memiliki kelemahan, yaitu pada saat peneliti telah mewawancarai beberapa
responden dalam satu waktu dan mengalami kelelahan. Peneliti dapat melakukan kesalahan
dalam bertanya sehingga responden tidak mengerti maksud dari pertanyaan yang diajukan.
Selain itu kesalahan dapat terjadi pada saat balitanya menangis, sehingga suasananya
menjadi tidak kondusif dan responden ingin segera menyelesaikan wawancara dan menjawab
seadanya.
Terkadang dengan keterbatasan waktu yang peneliti miliki, beberapa kuisioner hanya
dititipkan pada bagian pendaftaran, sehingga peneliti masih kurang dapat menilai apakah
pertanyaan dalam kuisioner tersebut dapat benar benar dipahami oleh si ibu atau tidak.

BAB V
KESIMPULAN & SARAN

V.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang sudah peneliti lakukan dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :
Distribusi umur sample terbanyak adalah kelompok umur 26-30 tahun sebanyak
14 responden (35%).
Distribusi pendidikan sample terbanyak adalah tamat SMU sebanyak 26
responden (65%)
Distribusi pekerjaan sample terbanyak adalah ibu rumah tangga sebanyak 35
responden (87,5%).
Hasil penelitian dengan sebaran dari 40 responden dengan rincian sebagai
berikut:
Tingkat pengetahuan :
Baik : 19 responden (47,5%)
Cukup : 15 reponden (37,5%)
38
Kurang : 6 responden (15%)
Tingkat sikap :
Baik : 29 responden (72,5%)
Cukup : 11 reponden (27,5%)
Kurang : 0 responden (0%)
Tingkat perilaku :
Baik : 0 responden (0%)
Cukup : 15 reponden (37,5%)
Kurang : 25 responden (62,5%)
Masih ada ibu yang belum mengetahui bahwa anak diare diberikan suplemen
zink, yaitu sebanyak 9 responden (22,5%).
Masih banyak ibu yang memberikan obat antidiare tanpa resep dokter pada saat
awal anaknya diare, sebanyak 33 responden (82,5 %)
Masih ada ibu yang memuasakan anak ketika anak sedang diare, sebanyak 2
responden (5 %).
Sebanyak 35 responden (87,5 %) langsung membawa anaknya ke petugas
kesehatan pada awal diare.
Penanganan awal diare dapat dilakukan di rumah sebanyak 38 responden (95 %)
yang menjawab setuju.

V.2 Saran

Penelitian ini sebaiknya dilakukan di tempat yang lebih kondusif dan nyaman. Dan
dilakukan pada ibu yang anaknya tidak sedang sakit parah atau tidak sedang rewel.
Agar ibu dapat menjawab pertanyaan dengan lebih santai dan tidak terburu-buru.

Sebaiknya peneliti yang ingin melakukan penelitian seperti ini memiliki kemampuan
lebih dalam komunikasi dan waktu yang lebih longgar. Agar lebih mudah
menyampaikan maksud dan tujuan dari pertanyaan-pertanyaan kuisioner. Dan ibu
juga lebih mudah dalam memahami pertanyaan yang diajukan peneliti.

Sebaiknya penelitian ini dilakukan dalam waktu yang lebih lama, agar mendapatkan
hasil yang lebih maksimal. Sampel yang dapat diambil akan lebih banyak dan lebih
menggambarkan daerah yang sedang diteliti.
39
Setelah melakukan penelitian ini dan didapatkan hasil tingkat pengetahuan& sikap ibu
dalam penanganan awal diare pada balita di Puskesmas Kecamatan Cidahu pada
bulan Februari sudah baik, sedangkan untuk tingkat perilaku ibu dalam penanganan
awal diare pada balita masih kurang. Maka peneliti menyarankan kepada pihak terkait
terutama Puskesmas untuk melakukan penyuluhan mengenai penanganan awal diare
pada balita yang dapat dilakukan di rumah khususnya untuk perilaku ibu dalam
menangani balitanya saat diare.

DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, R. (2008). Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare. [diakses
pada tanggal 18 Februari 2017]. Diunduh dari:http://ridwanamiruddin.wordpress.com

Behrman, Kliegman, dan Jenson. (2003). Nelson Textbook of pediatrics. 17th ed.
USA: Saunders. p 1274 1281

Dahlan, M. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. p 34 - 39

Depkes. Pedoman Tatalaksana Penderita Diare.pdf [diakses pada tanggal 19-05-


2013] http://www.pppl.depkes.go.id/images_data/Pedoman%20Tata%20Laksana
%20Diare.pdf

Hiswani. (2003). Diare Merupakan Salah Satu Masalah Kesehatan Masyarakat yang
Kejadiannya Sangat Erat dengan Keadaan Sanitasi Lingkungan. (diakses pada tanggal

40
20 Februari 2017) Diunduh dari: http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
hiswani7.pdf

IDAI. (2008). Diare pada Anak. (diakses pada tangaal 05 Februari 2017). Diunduh
dari: http://idai.go.id

Ikhwansyah. (2006). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Balita
di Kecamatan Kertak Hanyar Kabupaten Banjar Propinsi Kalimantan Selatan.
(diakses pada tanggal 14 Maret 2013) Diunduh dari:
http://pupasca.ugm.ac.idfiles(1750-H-2004).pdf

Kliegman, Marcdante, Jenson, dan Behrman. (2007). Nelson Essential of Prdiatrics.


5th ed. USA: Elsevier. p 161 - 165

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Prilaku. Jakarta : Rineka Cipta.

Sandhu, BK. (2001). Pratical guideline for the management of gastroenteritis in


children J Ped Gastroenterol Nutr ;33:S36-9

Satriya, D. (2008). Diare Akut pada Anak, upaya mengurangi kejadian komplikasi
diare akut.pdf FK UNRI. [diakses pada tanggal 06-05-2013] Diunduh dari: http://dr-
deddy.com/artikel-kesehatan/1-diare-akut-pada-anak.html

Subijanto, Ranuh, Djupri, dan Soeparto. (2005). Managemen Diare pada Bayi dan
Anak.pdf Divisi Gastroenterologi Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/RSU Dr.
Seotomo Surabaya.

Widayatun, TS. (2004). Ilmu Perilaku.Jakarta: CV Sagung Seto.

41
Widiono, S. (2001). Studi Potensi Desa untuk Intervensi Perubahan Perilaku
Kesehatan dalam Penanganan Diare (Penelitian di Desa Talung Pauh, Kecamatan
Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Utara).pdf Jurnal Penelitian UNIB, Vol. VII,
No. 2, Juli, h. 89 95.

World Health Organization. (2000). Pocket Book of Hospital Care for Children. p.
109 132

YPHA. (2004). Kondisi Kesehatan Anak Indonesia: di Bawah Ancaman Gizi Buruk,
DBD, HIV/AIDS, dan Flu Burung. (diakses pada tanggal 1 Juni 2013) Diunduh dari:
http://ypha.or.idfilesKondisi_Kesehatan_Anak_Indonesia.pdf

42

Anda mungkin juga menyukai