Anda di halaman 1dari 46

CASE REPORT SESSION

SYOK KARDIOGENIK E.C UAP + PERITONITIS LOKAL E.C


APPENDISITIS PERFORASI

Instalasi Gawat Darurat

DISUSUN OLEH
dr. Teguh H Winaya

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2017
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Usia : 49 Tahun
Alamat : Ciwaru, Kab. Kuningan
Tgl. MRS : 03 Mei 2017 (08.55 WIB)
Tgl. Pemeriksaan : 03 Mei 2017

AUTOANAMNESIS
Keluhan Utama

Nyeri Ulu Hati 1 hari SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 hari SMRS.Nyeri rasa tajam
dan semakin lama terasa semakin nyeri. awalnya nyeri terasa hanya di ulu
hati saja. Dan sekarang nyeri menjalalar ke seluruh lapang perut. Selain itu
os juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri sejak semalam SMRS.
Sebelumnya pada hari yang sama pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2
kali dalam selang waktu 3-4 jam. Nyeri dada seperti dihimpit benda berat.
Nyeri dada yang dirasakan tidak terlalu kuat dan berlangsung selama 15-
30 menit. Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya sesak nafas, perasaan
berdebar-debar, dan berkeringat dingin. Pasien juga mengeluhkan sering
pusing dan pingsan 1 kali pada pagi hari. Mual (-), muntah (-), demam (-)
nyeri tekan epigastrium (+), bengkak dan kebas pada ekstremitas (-). BAK
dan BAB tidak ada keluhan.

dahulunya nyeri dada dirasakan 2-3 kali dalam seminggu (saat


beraktivitas) dan keluhan hilang setelah 5-10 menit. Seiring waktu nyeri
dada hampir dirasakan setiap hari, terkadang 2-3 kali dalam sehari. Nyeri
dada dirasakan selama 30 menit hingga 1 jam. Nyeri dada sering dirasakan
saat pasien beristirahat. Menurut pengakuan pasien, pasien pernah
merasakan nyeri dada yang disertai sesak napas yang dirasakan selama ±2
jam.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit Hipertensi Disangkal


- Riwayat penyakit diabetes mellitus disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat penyakit hipertensi disangkal


- Riwayat penyakit diabetes disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
2. Tanda Vital
TD : 70/40 mmHg
Nadi : 94x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,0°C
3. Status Generalisata
Kepala dan Leher
- Konjungtiva anemis (-/-)
- Sklera ikterik (-/-)
- JVP tidak meningkat (5-2 cm H2O)
- Pembesaran KGB di leher (-)

Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, penggunaan otot
bantu pernapasan (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, wheezing (-), rhonki (-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung kanan 2 jari lateral linea parasternalis dextra,
batas jantung kiri 1 jari lateral LMC sinistra ICS V
Auskultasi : Bunyi jantung 1 (S1) dan 2 (S2) normal, mumur (-), gallop (-)
Abdomen

Inspeksi : Tampak datar, venektasi (-), scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal 9 x/menit

Palpasi : Supel, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+) defans muskular (-) hepar
dan lien tidak teraba

Perkusi : Timpani

Ekstremitas
- Akral hangat
- CRT < 2 detik
- Edema (-/-)
- Tampak sianosis pada kuku (-)
- Deformitas (-)

4. Status Lokalis a/r abdomen

+
+ +

+ + +
+ + +

 Inspeksi : datar tegang


 Auskultasi : bising usus normal (+) 9x/mnt
 Perkusi : timpani
 Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muskular (-)

5. Resume
Pasien mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 hari SMRS.Nyeri rasa tajam dan
semakin lama terasa semakin nyeri. awalnya nyeri terasa hanya di ulu hati saja.
Dan sekarang nyeri menjalalar ke seluruh lapang perut. Selain itu os juga
mengeluhkan nyeri dada sejak semalam SMRS. Sebelumnya pada hari yang sama
pasien mengalami nyeri dada sebanyak 2 kali dalam selang waktu 3-4 jam. Nyeri
dada seperti dihimpit benda berat. Nyeri dada yang dirasakan tidak terlalu kuat
dan berlangsung selama 15-30 menit. Keluhan nyeri pada pasien disertai adanya
sesak nafas, perasaan berdebar-debar, dan berkeringat dingin. Pasien juga
mengeluhkan sering pusing dan pingsan 1 kali pada pagi hari. Mual (-), muntah (-
), demam (-) nyeri tekan epigastrium (+)

Pemeriksaan fisik :
TTV : hipotensi (70/40) ,
Ekstremitas : akral dingin.
pemeriksaan abdomen : datar tegang, NT (+) Epigastrium, nyeri lepas
(+), timpani.

6. Differential Diagnosis
1. Syok Kardiogenik e.c UAP + Peritonitis lokal e.c. appendisitis perforasi.
2. Syok Kardiogenik e.c NSTEMI + Peritonitis difuse e.c. appendisitis
perforasi

7. Pemeriksaan Penunjang
8. Hematologi Rutin
(08.55 WIB, 3 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 17.1 gr % 12,0-16,0 gr% N

Leukosit 13.450 /mm3 4500-11.000/mm3 meningkat

Trombosit 114.000/mm3 150.000-450.000/mm3 menurun

Hematokrit 49.7 % 40,0%-54,0% N

9. Kimia Rutin
(09.17 WIB, 3 Mei 2017
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

GDS 114 N = <100,Pre DM =100- (meningkat)


200, DM =>200
SGOT 61 <37 (meningkat)
SGPT 50 <15 (meningkat)
Ureum darah 41 18-55 (N)
Kreatinin darah 1,79 <1,2 (meningkat)
Troponin I Kuantitatif <0,01 <0,11 (N)

10. Elektrolit
(09.17 WIB, 03 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Natrium 138 135-145 mmol/L N


Kalium 3.9 3,5 – 5,1 mmol/L N
Klorida 109 95-110 mmol/L N

11. Elektrolit
(17.41 WIB, 05 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Natrium 133 135-145 mmol/L Low


Kalium 3.6 3,5 – 5,1 mmol/L N
Klorida 106 95-110 mmol/L N
12. Kimia rutin
(06.11 WIB, 08 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

SGOT 37 5 – 40 U/L N
SGPT 65 <=45 High

13. Elektrolit
(10.31 WIB, 08 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Natrium 132 135-145 mmol/L Low


Kalium 4.6 3,5 – 5,1 mmol/L N
Klorida 105 95-110 mmol/L N

14. Hematologi Rutin


(08.43 WIB, 9 Mei 2017)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

Hemoglobin 15.6 gr % 12,0-16,0 gr% N

Leukosit 6.860/mm3 4500-11.000/mm3 N

Trombosit 128.000/mm3 150.000-450.000/mm3 menurun

Hematokrit 49.7 % 40,0%-54,0% N


15.Kimia rutin

(06.11 WIB, 08 Mei 2017)


Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi

SGOT 25 5 – 40 U/L N
SGPT 36 <=45 N

Hasil Pemeriksaan EKG


Hasil Pemeriksaan USG
Intepretasi
App : Menyokong App Akut
Hepatorenal : DBN

Hasil Pemeriksaan Echokardiograph


Intepretasi
NO Heart Failure

Hasil Pemeriksaan Rontgen Thorax


Intepretasi
Tak tampak Cardiomegali
Tak Tampak TB Paru Aktif

1. Analisa Kasus
- Laki-laki
- Usia 49 tahun
- mengeluhkan nyeri ulu hati sejak 1 hari SMRS
- Nyeri rasa tajam dan semakin lama terasa semakin nyeri
- Nyeri dada sebelah kiri yang semakin berat. Nyeri dirasakan seperti
dihimpit benda berat dan nyeri yang dirasakan tidak menjalar
- Disertai pingsan 1 kali pada pagi hari
- Status lokalis: datar tegang , nyeri tekan
epigastrium, defans muscular (-).timpani
- Hasil pemeriksaan hematologi rutin : Leukositosis (13.450/mm3)
Trombosit (114.000/mm3) SGOT (61) SGPT (50)
- Hasil pemeriksaan USG : Menyokong APP Akut

2. Working Diagnosis
Syok Kardiogenik e.c UAP + Peritonitis lokal e.c. appendisitis perforasi.

3. Rencana Penatalaksanaan
Terapi umum:
• IVFD Nacl 100 cc + 2 amp dobutamin start 8 gtt titrasi tiap 15 mnt
sebanyak4 gtt max. 32 gtt target TD >100

• IVFD Nacl 100 cc + 1 amp orasic + 1 amp torasic / 8 jam


• Pantoprazole 1x1 amp IV
• Sukralfate syr 3x1 C PO

Terapi khusus :
Konsul dr. Reja Sp.B tanggal 09 Mei 2017 :
Pro laparatomy eksplorasi+appendectomy

Laporan Operasi ( 10 Mei 2017)


Operator : dr. Reja, Sp.B.
Tindakan : Laparotomi eksplorasi + Appendiktomi
Jenis anestesi : NU

Hasil operasi:
- Ditemukan pus ± 10 cc di sekitar appendiks
- Ditemukan appendiks letak retrosekal, hiperemis, oedematus, fekalit 1/3
proksimal, perforasi 1/3 distal, dengan ukuran ± 6x2x1,5 cm.
Observasi

TGL/JAM KESADARAN TD NADI RR SUHU TINDAKAN & PENGOBATAN

03-5-17 CM 70/50 93 24X 36C • O2 3-4lpm

09.00 • Cek GDS = 114 mg/dl

• Ivfd NaCl 100cc+ 2 amp


dobutamin 8 gtt/ mnt tambahkan
4 gtt/ tiap 15 mnt

• IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic


+ 1amp Torasic /8jam

03-5-17 CM 70/50 98 27x 36C Dobutamin 12gtt / mnt

09.15 • IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic


+ 1amp Torasic /8jam

• Inj. Pantoprazole 1 amp 1.v.

03-5-17 CM 90/60 106 28x 36C Dobutamin 12 gtt / mnt

09.30 • IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic


+ 1amp Torasic /8jam

 Sucralfate syr 2cth


03-5-17 CM 100/60 113 26x 36C Dobutamin 12 gtt /mnt

09.45 • IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic


+ 1amp Torasic /8jam

 Ketorolac 1amp IV

03-5-17 CM 110/70 149 24x 36C Dobutamin 12 gtt /mnt

10.00 • IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic


+ 1amp Torasic /8jam

 Fargoxin ½ amp IV

03-5-17 CM 100/70 123 23x 36,1C  Dobutamin 12 gtt /mnt


10.30 IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic
+ 1amp Torasic /8jam

03-5-17 CM 100/60 134 22x 36.3C Dobutamin 12 gtt / mnt

11.30 • IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic


+ 1amp Torasic /8jam

03-5-17 CM 105/80 127 24 36.2C


Dobutamin 12 gtt / mnt
12.30
• IVFD NaCl 100cc + 1amp Orasic
+ 1amp Torasic /8jam
Follow Up

Rabu, 03-05-2017 Kamis, 04-05-2017 Jumat, 05-05-2017 Sabtu, 06-05-2017 Minggu, 07-05-2017 Senin, 08-05-2017

S: S: S: S: S: S:
Mepeg (+) Nyeri perut (+) Pasien lemas, Sesak (-) Nyeri perut (+) Lemas (+) Nyeri Ulu Hati (+)
Nyeri perut (+) Mual (+) Nyeri Perut (+) Nyeri perut kanan bawah
Muntah (+) Sesak (-) (+)
Nyeri Dada (-)

O: O: O: O: O: O:
KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang
Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM
Nadi : 112x/menit Nadi : 115x/menit Nadi : 128x/menit Nadi : 106x/menit Nadi : 128x/menit Nadi : 84x/menit
TD : 90/60 mmHg TD : 110/70 mmHg TD : 110/70 mmHg TD : 100/70 mmHg TD : 110/70 mmHg TD : 100/70 mmHg
Suhu : 36,8⁰C Suhu : 36,8⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 36,0⁰C
Respirasi : 24x/menit Respirasi : 24x/menit Respirasi : 21x/menit Respirasi : 24x/menit Respirasi : 21x/menit Respirasi : 20x/menit
Kepala : Mata : SI -/- CA - Kepala : Mata : SI -/- CA -/- Kepala : Mata : SI -/- CA Kepala : Mata : SI -/- CA Kepala : Mata : SI -/- CA -/- Kepala : Mata : SI -/- CA -/-
/- Leher : Pemb. KGB – -/- -/- Leher : Pemb. KGB – Leher : Pemb. KGB –
Leher : Pemb. KGB – Thoraks : Simetris Leher : Pemb. KGB – Leher : Pemb. KGB – Thoraks : Simetris Thoraks : Simetris
Thoraks : Simetris Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, Rh Thoraks : Simetris Thoraks : Simetris Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, Rh - Pulmo : VBS +/+ Wh -/-
Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, -/- Pulmo : VBS +/+, Wh -/- Pulmo : VBS +/+, Wh -/- /- Rh -/-
Rh -/- Cor : BJM reguler G- M- , Rh -/- , Rh -/- Cor : BJM reguler G- M- Cor : BJM reguler G- M-
Cor : BJM reguler G- M- Abd : Datar, halus, BU+, NT Cor : BJM reguler G- M- Cor : BJM reguler G- M- Abd : Datar, halus, BU+, NT Abd : Datar, halus, BU+,
Abd : Datar, halus, BU+, E (+), Abd : Datar, halus, BU+, Abd : Datar, halus, BU+, E (+), NTE (+) Mc Burney (+),
NT E (+), timpani NT E (+), NT E (+), timpani timpani
timpani Ekst : Akral hangat, CRT <2 timpani timpani Ekst : Akral hangat, CRT <2 s Ekst : Akral hangat, CRT
Ekst : Akral hangat, CRT s Ekst : Akral hangat, CRT Ekst : Akral hangat, CRT <2 s
<2 s <2 s <2 s
LAB : Leukosit 13.000 LAB: Kalium 3.9 LAB : SGOT 61
SGOT 61 LAB : Kalium 3.6 SGPT 50
Ureum 41 Trop i : <0.01 Leukosit : 13.450
Kreatinin 1.79
A: A: A: A: A: A:
Syok kardiogenic E.C Syok Kardiogenik E.C UAP Syok Kardiogenik E.C Syok Kardiogenik E.C Syok Kardiogenik E.C UAP Syok Kardiogenik E.C UAP
UAP + Sindrom Dispepsia + Sindrom Dispepsia UAP + Sindrom UAP + Sindrom + Susp Appendisitis Akut
Dispepsia Dispepsia

P : - Obs. TNRS P: P: P: P: P:
- Dobutamin 12 • IVFD KAEN 3B • Dobutamin - os dipuasakan • Th/ Lain Lanjutkan
gtt / mnt- /8jam tapering off • Kaltropen
- IVFD NaCl • Th/ lain lanjutkan • Digoxin 1x1 - pro USG Hepar & Supp Extra
100cc + 1amp tab PO Ren • Laxadin syr
Orasic + 1amp • Fargoxin stop 2x1cth
Torasic /8jam • Fluxum 1 x 0.4 IVFD Kaen 3b + KCL • Th/ lain Lanjut
- Sucralfate syr cc hari ke • Konsul dr.
2.5mg / 12jam
3x2cth 1-2 IV Reza Sp.B
- Pantoprazole 1x1 selanjutnya
IV SCPU - Th/ lain lanjut
- Fargoxin 1-4 x ½ • KSR 2x1
amp • Proliva 2x1
- Cefoperazone 2 • Th/ lain
x 1 gr lanjutkan
- Ondasetron extra
1 amp IV
- Rebamipid 3 x 1
PO
Selasa , 09-05-2017 Rabu, 10-05-2017 Kamis, 11-05-2017 Jumat, 12-05-2017 Sabtu, 13-05-2017 minggu, 14-05-2017

S: S: S: S: S: S:
Nyeri perut kanan bawah Pasien Lemas Post OP LE Pasien masih lemas, Nyeri luka operasi Nyeri luka operasi berkurang Nyeri Ulu Hati (+)
(+) nyeri di luka operasi berkurang Nyeri perut kanan bawah
Mual (+) (+)
Muntah (+)

O: O: O: O: O: O:
KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang
Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM
Nadi : 98x/menit Nadi : 92x/menit Nadi : 100x/menit Nadi : 95x/menit Nadi : 96x/menit Nadi : 100x/menit
TD : 110/70 mmHg TD : 130/80 mmHg TD : 130/80 mmHg TD : 110/80 mmHg TD : 120/80 mmHg TD : 100/70 mmHg
Suhu : 36,8⁰C Suhu : 36,8⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 37,0⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 36,0⁰C
Respirasi : 24x/menit Respirasi : 22x/menit Respirasi : 21x/menit Respirasi : 20x/menit Respirasi : 23x/menit Respirasi : 20x/menit
Kepala : Mata : SI -/- CA - Kepala : Mata : SI -/- CA -/- Kepala : Mata : SI -/- CA Kepala : Mata : SI -/- CA Kepala : Mata : SI -/- CA -/- Kepala : Mata : SI -/- CA -/-
/- Leher : Pemb. KGB – -/- -/- Leher : Pemb. KGB – Leher : Pemb. KGB –
Leher : Pemb. KGB – Thoraks : Simetris Leher : Pemb. KGB – Leher : Pemb. KGB – Thoraks : Simetris Thoraks : Simetris
Thoraks : Simetris Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, Rh Thoraks : Simetris Thoraks : Simetris Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, Rh - Pulmo : VBS +/+ Wh -/-
Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, -/- Pulmo : VBS +/+, Wh -/- Pulmo : VBS +/+, Wh -/- /- Rh -/-
Rh -/- Cor : BJM reguler G- M- , Rh -/- , Rh -/- Cor : BJM reguler G- M- Cor : BJM reguler G- M-
Cor : BJM reguler G- M- Abd : Datar, halus, BU-, NT Cor : BJM reguler G- M- Cor : BJM reguler G- M- Abd : Datar, halus, BU+, NT + Abd : Datar, halus, BU+,
Abd : Datar, halus, BU+, + area operasi, Abd : Datar, halus, BU-, Abd : Datar, halus, BU+, area operasi, NT -, timpani
NT E (+), Mc Burney (+) timpani NT + area operasi, NT + area operasi, timpani Ekst : Akral hangat, CRT
Nyeri Lepas (+) timpani Ekst : Akral hangat, CRT <2 timpani timpani Ekst : Akral hangat, CRT <2 s <2 s
Ekst : Akral hangat, CRT s Ekst : Akral hangat, CRT Ekst : Akral hangat, CRT DC BAK (+) DC BAK (+)
<2 s <2 s <2 s Drainase produktif serous ± 13 Drainase -
DC BAK (+) DC BAK (+) cc
NGT produktif cairan NGT produktif cairan
lambung lambung
Drainase produktif serous Drainase produktif
± 20 cc serous ± 20 cc

A: A: A: A: A: A:
Syok kardiogenic E.C Syok kardiogenic E.C UAP + Syok kardiogenic E.C Syok kardiogenic E.C Syok Kardiogenik E.C UAP + yok Kardiogenik E.C UAP
UAP + App Akut Post-op LE a/i Peritonitis UAP + Post-op LE H+1 UAP + Post-op LE H+2 Post-op LE H+3 a/i + Post-op LE H+4 a/i
Lokal e.c App Perforasi a/i Peritonitis Lokal e.c a/i Peritonitis Lokal e.c Peritonitis Lokal e.c App Peritonitis Lokal e.c App
App Perforasi App Perforasi Perforasi Perforasi

P:- P: P: P: P: P:
- Th/ Lanjut • Obs. TNRS • Kalnex 3x1 - OFF NGT • Off Infus
- Konsul dr. Reza • Puasa s/d BU (+) amp IV - Obs TNRS • GV • Pasien boleh
Sp.B • Cefoperazone • Vit K 3x1 amp - Diet Bubur • Edukasi Mobilisasi pulang dengan
- Rencana OP 2x1gr IV Saring • Th/ Lain Lanjutkan edukasi kontrol
besok Pagi • Metronidazole • Puasa s/d - Edukasi setelah obat
- Konsul dr. Acep 3x500mg PO BU(+) Mobilisasi habis
Sp.An • Ketorolac 2x1 amp • GV - GV • Edukasi pola
IV • Th/ lain lanjut - Ketorolac makan dan
• Ranitidin amp IV 2x1amp aktivitas
• Fluxum stop - Th/ Lain • Cefixime
• Th/lain lanjut Lanjut 2x200mg PO
• Metronidazol
3x500mg PO
• Lansoprazole
1x1 PO
• Sucralfate 3x1cth
• Rebamipid 3x1
PO
• Proliva 2x1 PO
• Digoxin 1x1 PO
• Laxadin Syr
3x1cth
Tinjauan Pustaka

1. Syok Kardiogenik

Definisi

Syok kardiogenik adalah kegagalan sirkulasi akut karena ketidakmampuan


daya pompa jantung, dengan trias renjatan ; tekanan darah <90 mmHg,
takikardia, dan oliguria.

Epidemiologi

Syok kardiogenik terjadi pada 2,9% pasien angina pektoris tak stabil dan
2,1% pada IMA non ST-elevasi. Median waktu perkembangan menjadi syok pada
pasien ini adalah 76 – 94 jam. Syok lebih sering dijumpai sebagai komplikasi
IMA dengan elevasi ST dari pada tipe lain dari sindrom koroner akut

Etiologi

Penyebab dari syok kardiogenik dibagi dalam :

1.Gangguan ventrikular ejection

a. Infark miokard akut

b. Miokarditis akut

c. Komplikasi mekanik :

- Ruptur septum interventrikulorum


- Regurgitasi mitral akut akibat ruptur atau disfungsi otot
papilaris
- Ruptur free wall
- Aneurisma ventrikel kiri
- Stenosis aorta yang berat
- Kardiomiopati
- Kontusio miokard
d. Gangguan ventrikular filling
- Tamponade jantung
- Stenosis mitral
- Trombus ball valve pada atrium

e. Infark ventrikel kanan

Patofisiologi
Yang menjadi dasar dari syok kardiogenik adalah depresi kontraktilitas
miokard yang mengakibatkan penurunan curah jantung, tekanan darah rendah,
insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi penurunan kontraktilitas dan curah
jantung.
Penelitian menunjukkan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard.
Pada pasien IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang mengakibatkan
peninggian kadar iNOS(inducible nitric oxide synthase), NO, dan peroksinitrit, di
mana semuanya mempunyai efek buruk multipel antara lain :
Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
Efek terhadap metabolisme glukosa
Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik
Pasien dengan IM luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah
putih, komplemen, intraleukin, C-reactive protein dan petanda inflamasi lain. NO
yang disintesis dalam kadar rendah oleh endothelial nitrit oxide (eNOS) sel
endotel dan miokard, merupakan molekul yang bersifat kardioprotektif.
Syok kardiogenik dapat dipandang sebagai bentuk yang berat dari kegagalan ventrikel
kiri. Peristiwa patofisiologik dan respon kompensatoriknya sesuai dengan gagal
jantung, tetapi telah berkembang ke bentuk yang lebih berat. Penurunan
kontraktilitas jantung mengurangi curah jantung dan meningkatkan volume dan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, hingga mengakibatkan kongesti paru-paru
dan edema.
Dengan menurunnya tekanan arteria, maka terjadi perangsangan terhadap
baroreseptor pada aorta dan sinus karotikus. Perangsangan simpato adrenal
menimbulkan refleks vasokonstriksi, takikardia, dan meningkatkan kontraktilitas
untuk menambah curah jantung dan menstabilkan tekanan darah. Kontraktilitas
akan terus meningkat sesuai dengan hukum Starling melalui retensi natrium dan
air. Jadi, menurunnya kontraktilitas pada syok kardiogenik akan memulai respon
kompensatorik, yang meningkatkan beban akhir dan beban awal. Meskipun
mekanisme protektif ini pada mulanya akan meningkatkan tekanan arteria darah
danperfusi jaringan, namun efeknya terhadap miokardium justru buruk karena meningkatkan
beban kerja jantung dan kebutuhan miokardium akan oksigen. Karena aliran darah koroner
tidak memadai, terbukti dengan adanya infark, maka ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen terhadap miokardiumsemakin meningkat.
Pengaruh sistemik dari syok akhirnya akan membuat syok menjadi irreversibel.
Miokardium akan menderita kerusakan yang paling dini pada keadaan syok.
Hipoksia dan asidosis menghambat pembentukan energi dan mendorong terjadinya
kerusakan lebih lanjut. dari sel-sel miokardium.
Gangguan pernafasan terjadi sekunder akibat syok. Komplikasi yang
mematikan adalah gangguan pernafasan yang berat. Kongesti paru-paru dan
edema intra-alveolar akan mengakibatkan hipoksia dan penurunan gas-gas darah
arteria. Atelektasis dan infeksi paru-paru dapat pula terjadi. Faktor-faktor ini
memicu terjadinya syok paru, yang sekarang sering disebut sebagai sindrom
distres pernafasan dewasa. Takipnea, dispnea, dan ronki basah dapat ditemukan,
demikian juga gejala-gejala yang dijelaskan sebelumnya sebagai manifestasi gagal jantung.
Perfusi ginjal yang menurun mengakibatkan anuria dengan keluaran kemih
kurang dari 20 ml/jam. Karena adanya respon kompensatorik retensi natrium dan air,
maka kadar natrium dalam kemih juga berkurang. Sejalan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus, terjadi peningkatan BUN dan kreatinin. Bila hipotensi berat dan
berkepanjangan, dapat terjadi nekrosis tubular akut yang kemudian disusul gagal ginjal
akut.
Dalam keadaan normal, aliran darah serebral biasanya menunjukan
autoregulasi yang baik, yaitu dengan usaha dilatasi sebagai respon terhadap
berkurangnya aliran darah atau iskemia. Namun, pengaturan aliran darah serebral
ternyata tidak mampu mempertahankan aliran dan perfusi yang memadai pada tekanan darah
di bawah 60 mmHg.

Manifestasi Klinis
Sistem Kardiovaskuler
1. Gangguan sirkulasi: perifer pucat, ekstremitas dingin.
2. Nadi cepat dan halus.
3. Tekanan darah rendah. Hal ini tidak selalu terjadi , karena adanya
mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah.
4. Vena perifer kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.
5. CVP rendah. Normalnya 8-12 cmH2O.
Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.

Sistem saraf pusat


Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak
sadar.

Sistem Saluran Cerna


Bisa terjadi mual dan muntah.

Sistem Saluran Kemih


Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa
adalah 60 ml/jam (0,5 - 1 ml/kgbb/jam).

Diagnosis

Anamnesis
Keluhan yang timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik
tersebut. Pasien dengan infark miokard akut datang dengan keluhan tipikal nyeri
dada yang akut, dan kemungkinansudah mempunyai riwayat penyakit jantung
koroner seblumnya.
Pada keadaan syok akibat komplikasi mekanik dari infark miokard akut,
biasanya terjadi dalam beberapa hari sampai minggu setelah onset infark tersebut.
Umumnya pasien mengeluh nyeri dada dan biasanya disertai gejala tiba-tiba yang
menunjukkan adanya edema paru akut atau bahkan henti jantung.
Pasien dengan aritmia akan mengeluhkan adanya palpitasi, presinkop, sinkop
atau merasakan irama jantung yang berhenti sejenak.
Pemeriksaan fisik
- tekanan darah sistolik yang menurun sampai <90 mmHg, bahkan dapat turun
sampai <6o mmHg pada pasien yang tidak memperoleh pengobatan adekuat.
- Denyut jantung biasanya cenderung meningkat
- frekuensi pernapasan meningkat
- Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki
- vena-vena di leher seringkali meningkat distensinya
- Irama gallop dapat ttimbul yang menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri
yang bermakna.

Pasien dengan gagal jantung kanan yang bermakna akan menunjukkan


beberapa tanda-tanda antara lain : pembesaran hati, pulsasi di liver akibat
regurgitasi trikuspid atau terjadinya asites . Pulsasi arteri di ekstremitas perifer
akan menurun intensitasnya dan edema perifer dapat timbul pada gagal jantung
kanan. Sianosis dan ekstremitas yang teraba dingin, menunjukkan terjadinya
penurunan perfusi ke jaringan.

Kriteria Diagnosis
Kriteria untuk diagnosis syok kardiogenik telah ditetapkan oleh
Myocardial Infarction Research Units of the National Heart, Lung, and Blood
Institute, ditandai oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Tekanan arteria sistolik < 90 mmHg atau 30 sampai 60 mmHg di bawah
batas bawah sebelumnya.
2. Adanya penurunan aliran darah ke sistem organ-organ utama :
a. Keluaran kemih < 20 ml/jam, biasanya disertai penurunan kadar natrium
dalam kemih
b. Vasokonstriksi perifer yang disertai gejala kulit dingin, lembab
c. Terganggunya fungsi mental
3. Indeks jantung < 2,1 L/(menit/m2)
4. Bukti-bukti gagal jantung kiri dengan peningkatan LVEDP/tekanan baji
kapiler paru-paru (PCWP) 18 sampai 21 mmHg.

Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, enzim jantung
Elektrokardiografi (EKG)
Foto rontgen thorax
Pada foto polos dada akan terlihat kardiomegali dan tanda-tanda kongesti paru
atau edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat.
Ekokardiografi
penilaian fungsi ventrikel kanan dan kiri (global maupun segmental), fungsi
katup-katup jantung (stenosis atau regurgitas), tekanan ventrikel kanan dan
deteksi adanya shunt (misalnya pada defek septal ventrikel dengan shunt dari
kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.
Pemantauan hemodinamik
Penggunaan kateter Swan-Ganz untuk mengukur tekanan arteri pulmonal
Penatalaksanaan
Tahapan-tahapan di dalam penatalaksanaan syok kardiogenik adalah sebagai
berikut:
1. Pasien diletakkan dalam posisi berbaring mendatar.
2. Pastikan jalan nafas tetap adekuat dan yakinkan ventilasi yang adekuat, bila
tidak sadar sebaiknya diakukan intubasi.
3. Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan asam basa yang
terjadi.
4. Berikan oksigen 8-15 liter/menit dengan menggunakan masker untuk
mempertahankan PaO2 70-120 mmHg.
 PaO2 (tekanan yang ditimbulkan oleh O2 yang terlarut dalam darah)
minimal 60 mmHg
 Intubasi jika PaO2 < 60 mmHg pada FIO2 (konsentrasi oksigen inspirasi)
maksimal dengan masker muka atau PaCO2 > 55 mmHg (tekanan yang
ditimbulkan oleh CO2 yang terlarut dalam darah)
 Semua pasien harus mendapat suplemen oksigen untuk meyakinkan
oksigenasi yang adekuat.
5. Terapi terhadap gangguan elektrolit, terutama Kalium.
6. Koreksi asidosis metabolik dengan Bikarbonas Natrium sesuai dosis.
7. Pasang Folley catheter, ukur urine output 24 jam. Pertahankan produksi urine
> 0,5 ml/kg BB/jam.
8. Lakukan monitor EKG dan rontgen thoraks.
9. Rasa nyeri akibat infark akut yang dapat memperberat syok yang ada harus
diatasi dengan pemberian morfin.
10. Hilangkan agitasi, dapat diberikan Diphenhydramin HCL 50 mg per oral atau
intra muskular : 3-4 x/hari.
11. Bila terdapat takiaritmia, harus segera diatasi:
a. Takiaritmia supraventrikular dan fibrilasi atrium dapat diatasi dengan
pemberian digitalis.
b. Sinus bradikardi dengan frekuensi jantung < 50 kali/menit harus
diatasi dengan pemberian sulfas atropin.
12. Pastikan tekanan pengisian ventrikel kiri adekuat. Jenis cairan yang digunakan
tergantung keadaan klinisnya, tetapi dianjurkan untuk memakai cairan salin
isotonik.
13. Pada pasien dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat dan volume
intravaskular yang adekuat harus dicari kemungkinan adanya tamponade jantung
sebelum pemberian obat-obat inotropik atau vasopresor dimulai. Tamponade
jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan volume expansion untuk
mempertahankan preload yang adekuat dan dilakukan perikardiosentesis segera.
14. Penanganan pump failure dibagi berdasarkan subset hemodinamik dan pasien
dapat berpindah dari satu subset ke subset lainnya dan memerlukan perubahan
dalam regimen terapi.
a. Subset 1: LVEDP > 15 mmHg, tekanan sistolik arteri > 100 mmHg, dan
indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan adanya gagal
jantung kiri dengan tekanan arteri cukup tinggi, sehingga pengurangan afterload
dapat dilakukan sebagai terapi pertama.
Ada dua vasodilator yang sering digunakan, yaitu nitrogliserin dan nitroprusid.
Pada waktu pemberian nitroprusid harus dilakukan monitor terhadap tekanan
darah dan tekanan pengisian ventrikel kiri. Pemberian nitroprusid dimulai dengan
dosis 0,4 mg/kg BB/menit (dosis awal jangan lebih dari 10 mg/menit), kemudian
dosis ditingkatkan 5 mg/menit setiap 10 menit sampai tercapai efek hemodinamik
yang diinginkan. Bila curah jantung meningkat dan gejala syok berkurang, maka
terapi diteruskan. Bila tekanan darah menurun, terjadi takikardi, dan bila
peningkatan curah jantung tidak mencukupi, maka ditambahkan dobutamin
dengan dosis awal 5 mg/kg BB/menit dan ditingkatkan sampai maksimal 15
mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah menurun lebih cepat, maka dobutamin
diganti dengan dopamin (mikro drip) sesuai dosis efektif 2-10 ug/kg BB/menit
atau Isoproterenol drip jika disertai bradikardia.
Pemberian nitrogliserin mempunyai peranan lebih kecil dalam penanganan syok
kardiogenik ringan. Terutama diberikan bila proses iskemia masih berlangsung
dan didapatkan adanya kongesti paru yang berat. Nitrogliserin diberikan dengan
dosis awal 5 mg/menit dan ditingkatkan 5 mg/ menit setiap 10 menit. Bila ada
perbaikan gejala syok dan pump failure, maka nitrogliserin dilanjutkan selama 24-
28 jam. Bila tekanan darah menurun dengan tekanan preload yang tinggi, maka
dosis nitrogliserin diturunkan dan ditambahkan dobutamin dengan dosis 2-5
mg/kg BB/menit. Bila tekanan darah lebih cepat menurun, maka dobutamin
diganti dengan dopamin.
Selama periode ini, pemasangan intra aortic ballon pump (IABP) counterpulsation
harus dipertimbangkan, karena hanya dengan tindakan ini aliran darah koroner
dapat ditingkatkan, dan secara bersamaan kerja ventrikel kiri dapat dikurangi.
Bila hemodinamik pasien sudah stabil dan tanda-tanda kongesti paru masih tetap,
maka pemberian diuretik secara perlahan dapat dipertimbangkan.
b. Subset 2: Tekanan arteri sistolik < 90 mmHg, LVEDP > 15 mmHg, dan
indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2. Keadaan ini menunjukan tanda klasik adanya
syok akibat hipotensi pada pasien infark miokard akut, sarana untuk kateterisasi
harus dipersiapkan untuk menerima pasien ini.
Jika pasien dalam keadaan hipotensi berat, norepinefrin merupakan pilihan utama
dengan dosis 2-15 mg/menit sampai tekanan darah sistolik mencapai 80-90
mmHg, kemudian diusahakan untuk mengganti dengan dopamin.
Jika tekanan darah sistolik 70-90 mmHg, dopamin dapat digunakan untuk terapi
awal dengan dosis 5-15 mg/kg BB/menit, dimana efek utamanya merangsang
adrenergik perifer, lebih baik digunakan norepinefrin.
Bila tekanan darah pasien sudah stabil, maka terapi selanjutnya yang terbaik
adalah dobutamin yang dapat diberikan bersama-sama dopamin untuk mengurangi
kebutuhan dosis dopamin. Dobutamin tidak dapat digunakan secara tunggal pada
pasien dengan hipotensi berat.
c. Subset 3: Infark ventrikel kanan, peningkatan tekanan diastolik atrium kanan
dan ventrikel kanan (> 10 mmHg), indeks jantung < 2,5 liter/menit/m2, tekanan
sistolik < 100 mmHg, LVEDP normal atau meningkat. Pasien dalam keadaan ini
sangat sensitif terhadap kekurangan volume cairan dan sering menunjukan respon
dengan terapi cairan.
Prinsip terapi:
 tekanan pengisian ventrikel kanan harus ditingkatkan dengan pemberian
cairan secara cepat sampai tekanan darah stabil, tekanan pengisian
ventrikel kiri > 20 mmHg, atau tekanan atrium kanan > 20 mmHg.
 Pemakaian vasodilator dan diuretik harus dihindarkan dan pada keadaan
ini, pemberian dobutamin lebih dianjurkan daripada dopamin.
 Jika dengan terapi cairan dan obat inotropik tidak ada perubahan, maka
dianjurkan pemasangan IABP counterpulsation.

Diagnosa Banding

- Syok hipovolemik
- Syok obstruktif ( emboli paru, tension pneumothoraks)
- Syok distributif ( syok anafilaksis, sepsis, toksik, overdosis obat )
- Infark Jantung Kanan
Komplikasi
Cardiac arrest
Tromboemboli
Multi sistem organ failure
Stroke
Disritmia

Prognosis
Prognosis syok kardiogenik berdasarkan klasifikasi KILLIP Tahap 4Syok
Kardiogenik yaitu dengan angka mortalitas sebesar 85-95 %.
PERITONITIS

Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada
selaput organ perut (peritoneum).Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih
yang membungkus organ perut adn dinding perut dalam.Lokasi peritonitis
bisa terlokalisir atau difus, riwayat akut atau kronik dan patogenesis
disebabkan oleh infeksi atau aseptik.Peritonitis merupakan suatu
kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan baktericemia atau
sepsis.Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal disebut
peritonitis primer.
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun
paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, angka mortalitas
penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik.
Acute appendisitis adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden
paling sering terjadi pada usia dekade kedua dan ketiga. Insiden puncaknya
pada awal dewasa (pubertas) dan insiden juga banyak terjadi pada orangtua.
Frekuensi angka kejadian tertinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Rasio wanita : laki-laki sekitar 2:1 bertahap bergeser setelah usia
25 tahun menuju rasio 1:1. Appendektomi adalah prosedur bedah yang paling
sering dilakukan. Risiko Lifetime appendektomi adalah antara 7% dan 12%.

A. Anatomi
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh.Dinding perut
mengandung struktur muskulo aponeurosis yang kompleks.Dibagian
belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding perut terdiri atas
beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari:
1. Kutis.
2. Subkutis.
- Fascia superfisial (fascia camper).
- Fascia profunda (fascia scarpa).
3. Otot dinding perut.
a. Kelompok ventrolateral
- Tiga otot pipih: Musculus obliquus abdominis eksternus, Musculus
obliquus abdominis internus, Musculus transversus abdominis.
- Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis.
b. Kelompok posterior: musculus psoas major, musculus psoas minor,
musculus iliacus, musculus quadratus lumborum.
4. Fascia tranversalis.
5. Peritoneum.
Regio-regio abdomen dan organ-organnya:

 Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas:Hepar dan Vesica fellea


 Epigastrium, regio yang berada di ulu hati:Gaster, Hepar, Colon
transversum
 Hypochondrium sinistra, regio kiri atas:Gaster, Hepar, Colon
Transversum
 Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah:Colon ascendens
 Umbilicalis, regio tengah:Intestinum tenue, Colon transversum
 Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis:Intestinum tenue, Colon
descendens
 Inguinalis/Iliaca dextra, regio kanan bawah:Caecum, Appendix
vermiformis
 Hypogastrium/Suprapubicum, regio di tengah bawah:Appendix
vermiformis, Intestinum tenue, Vesica urinaria
 Inguinalis/Iliaca sinistra, regio kiri bawah:Intestinum tenue, Colon
descendens, Colon sigmoideum
Dinding abdomen dilapisi oleh peritoneum parietal yang merupakan
membrana serosa tipis yang terdiri atas selapis mesotel yang terletak pada
jaringan ikat dan melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietal yang
melapisi rongga pelvis.Peritoneum dibagi dua:
1) Peritoneum pars parietal, yang melapisi dinding internal abdominal serta
mendapat suplai neurovaskular dari regio dinding yang dilapisinya.
2) Peritoneum pars visceral, yang melapisi organ intraperitoneal dan
mendapat suplai neurovaskular dari organ yang ditutupinya.
Organ peritoneal adalah organ yang ditutupi oleh peritoneum pars
visceral, diantaranya: hati, spleen, gaster, duodenum pars bulbosa, jejunum,
ileum, colon transversum, colon sigmoid, rektum pars superior. Organ
retroperitoneal terdiri dari ginjal, kelenjar adrenal, pankreas, sisa duodenum,
colon ascenden dan descenden.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal.Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan melebar pada bagian
ujung apendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan ini memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di
tepi lateral kolon asendens.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

B. Etiologi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi bakteri hematogen dari organ peritoneal
atau monomikrobial.Penyebab paling sering peritonitis primer adalah
spontaneous bacterial peritonitis akibat penyakit hepar kronis. Kira- kira
10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan asictes akan berkembang
menjadi peritonitis bacterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder polimonobakterial.Sering terjadi pada
appendicitis, perforasi gaster, kolon akibat diverkulitis, volvulus.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman
dan akibat tindakan operasi sebelumya.

Penyebab apendisitis akut adalah:


-Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah lymphoid hyperplasia, facalith, foreign
objects, stricture (neoplasma), dan parasit.
-Infeksi Bakteri
Common Organisms Seen in Patients with Acute Appendicitis

Aerobic and Facultative Anaerobic

Gram-negative bacilli Gram-negative bacilli


Escherichia coli Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species

Klebsiella species Fusobacterium species

Gram-positive cocci Gram-positive cocci

Streptococcus anginosus Peptostreptococcus species

Other Streptococcus species Gram-positive bacilli

Enterococcus species Clostridium species

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan


makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intralumen, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis.

C. Patofisiologi
Pada appendicitis, patogenesisnya terdapat beberapa teori, yairu:
 Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering
pada appendisitis. Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60%
penyebab obstruksi (paling sering pada remaja). Pada orang dewasa yang
lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah penyebab paling sering (35%).
 Tekanan Intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen
appendiks menyebabkan sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri
yang berlebihan, dinding appendiks menipis karna terjadi distensi dan
terjadi obstruksi limfatik dan vena.
Obstruksi

Distensi abdomen

Lymphatic obstruction Venous congestion

Edema

Invasi bakteri Mucosal ulcers Bacterial diapedesis

Inflamasi serosa melekat di


peritoneum parietal Venous thrombosis Compramise of arterial

peritonitis Escape of bacteria perforasi gangrene

Referensi :

 Nekrosis dan Perforasi


Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.

Pada apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


fekalit atau dengan benda asing. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut
semakin banyak, sehingga elastisitas dinding apendiks mengalami
peningkatan tekanan intra lumen dan menghambat aliran limfe dan
mengakibatkan edema, lalu menganggu aliran arteri sehinga terjadi infark
dinding apendiks diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis
lokal atau difus.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan
terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks disebut abses
periapendikular.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang
di perut kanan bawah disebut dengan apendisitis rekurens.Pada suatu ketika
organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi
akut.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya:
apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.
Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam
kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan streptokokus
sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa.Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik
berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
D. Gejala
Manifestasi klinis dari appendisitis adalah:
Symptoms
 Nyeri abdomen diffus di epigastrium atas atau regio umbilicalis kemudian
terlokalisasi di kuadran kanan bawah (RLQ)
 Mual Muntah
 Anoreksia
 Konstipasi atau diare
Signs
 Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)
 Rovsing’s sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada
kuadran kiri bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.
 Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.
 Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m. obturatorius
internus dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan gerakan rotasi internal pasif dari paha kanan tertekuk dengan posisi
pasien terlentang.
 Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.
Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis

Manifestations Value

Symptoms Migration of pain 1

Anorexia 1

Nausea and/or vomiting 1

Signs Right lower quadrant tenderness 2

Rebound 1
Elevated temperature 1

Laboratory values Leukocytosis 2

Left shift in leukocyte count 1

Total points 10

 Skor 8-10 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
 Skor 5-7 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun
CT scan.
 Skor 1-4 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

Manifestasi klinis dari peritonitis adalah:


1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang selalu ada pada
peritonitis.Nyeri biasanya datang dengan onset tiba-tiba, hebat pada
penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian
abdomen.
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus,
rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan.Nyeri lebih
terasa pada daerah dimana terjadinya peradangan peritoneum.
Menurunnya intesitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya
lokalisasi dari proses peradangan, ketika intesitasnya bertambah
meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran
dari peritonitis.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak
seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.
2. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasi yang menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
3. Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita ditemukan gejala anoreksia, mual, muntah.Penderita
diikuti badan terasa demam dan mengigil hilang timbul.Meningkatnya
suhu tubuh dapat mencapai 38°C sampai 40°C.
4. Facies hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates.Gejala ini
termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, dan muka
tampak pucat.Peritonitis dengan facies hiprocrates biasanya pda stadium
pre terminal.Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut
difleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena gerakan dapat
menyebabkan nyeri pada abdomen.
5. Syok
Syok dapat terjadi oleh dua faktor.Yang pertama akibat perpindahan
cairan intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari
intestinal.Yang kedua disebabkan terjadinya sepsis generalisata.

E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Ini merupakan tes yang paling sederhana dilakukan adalah hitung
sel darah dan urinalisis.Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih lebih
dari 20.000/mm. Pada perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke
kiri dan dominasioleh polimononuklear yang memberikan bukti adanya
peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan
yang nyata.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada peritonitis adalah dilakukan foto
thoraks PA lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thoraks dapat
menunjukkan gambaranproses pengisian udara di lobus inferior yang
menunjukkan proses intraabdomen. Pada foto polos diafragma dapat
terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibatnya adanya udara
bebas dalam cavum peritoneum.Pada pemeriksaan foto polos abdomen
dijumpai asites, tanda-tanda obstruksi usus berupa air-udara dan kadang-
kadang udara bebas (perforasi).Biasanya lambung, usus halus dan kolon
menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik.Usus-usus yang
melebar biasanya berdinding tebal.
3. Urinalysis .
urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien appendisitis.
Pyuria, albuminuria, dan hematuria sering terjadi.Jumlah bakteri yang
banyak dapat dipikirkan ISK sebagai penyebab sakit perut.Urine
menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang daya tinggi atau lebih dari
30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.Hematuria
yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.WBCs atau
RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena
inflamasi appendiks (Bakteriuria).
4. USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena
penyebab lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait
dengan appendisitis akut termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6
mm, kurangnya kompresibilitas luminal, dan kehadiran sebuah
appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki
sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit
untuk didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan
kehadiran koleksi cairan loculated periappendiceal atau panggul. Pada
wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau dikecualikan.
Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
5. CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis
yang kompleks atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling
umum digunakan dalam diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul
dalam mendiagnosis appendisitis dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas
95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks berdinding tebal
dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,
appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan
sinyal perforasi. CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses
periappendiceal dan phlegmon.
6. MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-
sectional untuk menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna
pada pasien hamil yang apendiks tidak divisualisasikan.
7. Diagnostik Laparoskopi
Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi wanita
berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis.Pada
subkelompok ini, sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi
ginekologi primer.appendiks ini juga bisa dihapus melalui pendekatan
laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah menganjurkan
pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang diduga
appendisitis.

F. Diagnosis Banding
Diferensial diagnosis apendisitis akut tergantung pada empat faktor utama
yaitu lokasi anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap proses
(sederhana atau perforasi), umur pasien dan jenis kelamin.
 Gastrointestinal Disease
 Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum timbulnya sakit
perut, bersama dengan malaise umum, demam tinggi, diare, dan kurang
lokal sakit perut dan nyeri. Meskipun diare adalah salah satu tanda-tanda
kardinal radang lambung, dapat terjadi pada pasien dengan usus buntu.
Selain itu, jumlah WBC seringkali normal pada pasien dengan
gastroenteritis.
 Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih muda dari 20
tahun dan nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness rebound atau
kekakuan otot. Nodal histologi dan biakan yang diperoleh pada operasi
dapat mengidentifikasi etiologi, terutama Yersinia dan Shigella spesies dan
Mycobacterium tuberculosis. Mesenterika limfadenitis diketahui terkait
dengan infeksi saluran pernapasan atas.
 Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa
dibedakan dari appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.
 Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat menyajikan gambar
klinis yang mirip dengan appendisistis.
 Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau ileum
terminal, dikelola nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada pasien
imunosupresi menjalani kemoterapi untuk leukemia dan pada pasien HIV-
positif. Sebelum operasi sulit untuk membedakan antara typhlitis
appendisitis.
 Urologic diseases
 Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri costovertebral, dan
tenderness. Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis dengan cultur.
 Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri panggul
menjalar ke selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria
menunjukkan diagnosis yang
dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau CT noncontrast. foto polos
sering menunjukkan batu ginjal.
 Gynecologic diseases
 Pelvic inflammatory diseasedapat hadir dengan gejala dan tanda-tanda
tidak bisa dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat dibedakan
berdasarkan beberapa faktor. Tenderness gerak serviks dan keputihan
seperti susu memperkuat diagnosis PID. Pada pasien dengan PID, rasa sakit
biasanya bilateral, dengan intens menjaga pada pemeriksaan perut dan
panggul. USG transvaginal dapat digunakan untuk memvisualisasikan
ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-ovarium.
 Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua
pasien wanita usia subur dengan keluhan perut. Kista ovarium terbaik
terdeteksi oleh USG transvaginal atau transabdominal.
 Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering dapat
teraba pada pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat
mengalami demam, leukositosis, dan nyeri RLQ konsisten dengan
appendisitis. Sebuah viskus twisted, bagaimanapun, berbeda karena
memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis sering dan berlanjut
simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG

G. Penatalaksanaan
1. Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai
output kemih cepat dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction
nasogastrik sangat membantu, terutama pada pasien dengan peritonitis.
Suhu yang tinggi ditatalaksana dengan acetaminophen dan selimut
pendingin. Anestesi tidak boleh diinduksi pada pasien dengan suhu yang
lebih tinggi dari 39°C.
2. Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan
komplikasi infeksi pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen).
Preoperative inisiasi lebih disukai, meskipun beberapa menyarankan
bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk appendisitis akut, cakupan biasanya
terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada pasien dengan appendisitis
nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup. Terapi Antibiotik
dalam apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan selama 3
sampai 5 hari.
3. Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah
appendektomy. Pasien dengan peritonitis difus atau diagnosis
dipertanyakan harus dieksplorasi melalui insisi garis tengah. Mortalitas
setelah appendektomi tinggi pada pasien usia lanjut. Pada kebanyakan
pasien, irisan melintang memberikan penampilan terbaik kosmetik dan
memungkinkan kemudahan perpanjangan secara medial untuk eksposur
yang lebih besar. Lapisan otot transversus abdominis dan lapisan otot
obliqus abdominis eksternal dan internal dapat dibagi dalam arah seratnya.
Setelah masuk ke rongga peritoneal, didapatkan cairan purulent untuk
gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi, taenia anterior dapat
diikuti ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan dari luka
dan sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang mengganggu.
Jika appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari eksplorasi),
tersebut akan dihapus dan diagnosis alternatif yang sesuai akan dipikirkan.
Sekum, kolon sigmoid, dan ileum secara hati-hati diperiksa untuk
perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum Meckel), infeksi,
iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn). Bukti
limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba
diperiksa untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau
patologi lainnya. cairan peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum
atau perforasi kandung empedu.
4. Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan
terbuka. Hal ini paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila
ukuran pasien akan memerlukan sayatan besar. Walaupun studi terbaru
menunjukkan bahwa panjang pasca operasi mungkin tinggal sedikit
singkat sebagian besar pasien yang menjalani appendektomi rutin dapat
dengan aman keluar dari rumah sakit pada hari pertama pasca operasi.
Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus dilakukan untuk
memastikan ligasi aman ujung appendiks.
 Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang
memiliki abses periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika
gejala yang mereda dapat diobati dengan antibiotik sistemik dan
dipertimbangkan untuk drainase kateter perkutan, diikuti oleh
appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu kemudian. Strategi ini berhasil
di lebih dari 80% pasien. Appendiks harus dibuang karena pasien memiliki
risiko 60% terkena appendisitis kembali dalam waktu 2 tahun. Antibiotik
sistemik yang diberikan selama minimal 5 hari atau sampai pasien
menyelesaikan afebrile dan leukositosis. Sebuah studi baru-baru ini
membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi) dengan
manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval)
pada pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok
langsung-appendektomi memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan
lebih lama tinggal di rumah sakit.
Daftar Pustaka

1. Brunicardi, F. Charles. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The


McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2010. Hal. 246.
2. Fauci et al. 2008. Horrison’s Principal of Internal Medicine 17th Edition.
McGraw hill. Hal. 1914-1917.
3. Sabiston Textbook of Surgery, 19th ed.2007 Saunders, An Imprint of Elsevier.
Hal 1100-1102.
4. Rackley CE. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskular. Edisi 3. EGC. Jakarta.
1995. Hal. 243-249
5. Kaligis RWM. Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Indonesia. Jakarta. 2002. Hal: 90-93

Anda mungkin juga menyukai