Anda di halaman 1dari 29

CASE REPORT SESSION

SYOK KARDIOGENIK E.C UAP + PERITONITIS LOKAL E.C


APPENDISITIS PERFORASI

Instalasi Gawat Darurat

DISUSUN OLEH
dr. Teguh H Winaya

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH 45 KUNINGAN


KABUPATEN KUNINGAN
2017
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Usia : 49 Tahun
Alamat : Ciwaru, Kab. Kuningan
Tgl. MRS : 03 Mei 2017 (08.55 WIB)
Tgl. Pemeriksaan : 03 Mei 2017

AUTOANAMNESIS
Keluhan Utama:
Nyeri seluruh bagian perut.
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengeluhkan nyeri seluruh perut sejak 2 hari SMRS.Nyeri rasa tajam dan
semakin lama terasa semakin nyeri.Sebelum keluhan nyerinya terasa di seluruh perut,
awalnya nyeri terasa hanya di ulu hati saja, kemudian berpindah ke perut kanan bawah,
dan kemudian menyebar ke seluruh perut sejak 2 hari yang lalu.Nyerinya terus menerus
ada dan semakin lama semakin nyeri Nyeri tidak meringan dengan apapun, tapi memberat
jika bergerak.Nyeri yang dialami pasien membuat pasien harus digendong saat datang ke
RS.
Selain keluhan nyeri, pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak 2 hari
yang lalu.Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap makan dan minum.
Pasien menyangkal adanya demam lebih dari seminggu disertai dengan perubahan
pola BAB. Pasien juga menyangkal adanya keluhan yang berulang sebelumnya, keluhan
nyeri yang sebelumnya menetap di ulu hati, maupun konsumsi obat dalam jangka waktu
yang lama. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada perut.Pasien menyangkal
adanya batuk lama, berat badan semakin turun, keringat malam sebelumnya.Pasien
menyangkal adanya penurunan kesadaran.
Tidak ada riwayat yang sama pada keluarga. Tidak ada riwayat penyakit apapun
sebelumnya pada pasien.Sering jajan jajanan pinggir jalan di sekolah yang menggunakan
pedas dan pewarna buatan.Keluhan ini merupakan keluhan yang pertama kali dan belum
pernah dobati.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat trauma (-) Riwayat penyakit lain (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Dikeluarga tidak ada yang mengalami seperti ini.
Riwayat Pengobatan:
Osmengaku belum pernah berobat.
Riwayat Alergi:
Tidak ada keluhan/riwayat alergi.
Riwayat Psikososial:
Sebelum nyeri perut yang dirasakan sekarang, pasien mengaku sering jajan
jajanan pinggir jalan di sekolah, terutama makanan yang pedas dan menggunakan
berwarna.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 27 kg
2. Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
Nadi : 110x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 38,0°C
3. Status Generalisata
Kepala {normocephal, rambut warna hitam, rontok (-)}
- Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), cekung (-),
edema (-)
- Hidung : Deformitas (-), sekret (-/-), PCH (-)
- Telinga : Massa -/-, secret -/-. deformitas -/-
- Mulut : Bibir kering, sianosis (-), pursed lip (-), lidah kotor (-), nafas
bau (+), oral hygine kurang.
- Faring : Tonsil T1/T1, hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), retraksi
suprasternal (-)

 Thorax
Inspeksi : normochest, pergerakan dada simetris, jejas (-), scar (-),
retraksi (-)
Pulmo
 Palpasi : Pergerakan dada yang tertinggal (-), nyeri tekan (-), vokal
fremitus ka = ki N.
 Perkusi :sonor di seluruh lapangan paru
 Auskultasi :VBS (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor
BJ murni regular, murmur (-), gallops (-)

Abdomen
 Inspeksi : datar tegang,scar (-), jejas (-), massa (-)
 Auskultasi : bising usus menurun (+) 4x/mnt
 Perkusi : hipertimpani
 Palpasi : nyeri tekan (+)nyeri lepas (+) seluruh kuadran, defans
muskular (+),
Hepar dan lien sulit dinilai.

Ekstremitasatas:akral hangat, CRT < 2 detik


Ekstremitas bawah:akral hangat, CRT < 2 detik
4. Status Lokalis a/r abdomen

+
+ +

+ + +
+ + +

 Inspeksi : datar tegang


 Auskultasi : bising usus menurun (+) 4x/mnt
 Perkusi : hipertimpani
 Palpasi : nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans muskular (+)

5. Resume
Pasien mengeluhkan nyeri seluruh perut sejak 2 hari SMRS. Nyeri rasa
tajam dan semakin lama terasa semakin nyeri. Sebelum keluhan nyerinya
terasa di seluruh perut, awalnya nyeri terasa hanya di ulu hati saja, kemudian
berpindah ke perut kanan bawah, dan kemudian menyebar ke seluruh perut
sejak tiga hari yang lalu. Nyerinya terus menerus ada dan semakin lama
semakin nyeri. Nyeri tidak meringan dengan apapun, tapi memberat jika
bergerak. Nyeri yang dialami pasien membuat pasien harus digendong saat
datang ke RS.
Selain keluhan nyeri, pasien juga mengeluhkan adanya demam sejak 2
hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah setiap makan dan
minum.
Pemeriksaan fisik :
TTV: takikardia (110x/menit) dan febris (38°C); pemeriksaan abdomen :
datar tegang, BU + ↓, NT (+) seluruh kuadran abdomen, nyeri lepas (+),
defans muscular (+)., hipertimpani.

6. Differential Diagnosis
1. Peritonitis e.c. appendisitis perforasi.
2. Peritonitis e.c. tifoid perforasi.
3. Peritonitis e.c. ulkus peptikum.
4. Peritonitis e.c. divertikulitis
5. Peritonitis e.c. tb abdomen

7. Pemeriksaan Penunjang
 Hematologi Rutin
Tanggal 10 Desember 2016
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 16,4 gr % N
Leukosit 28.000/mm3 ↑
Trombosit 408.000/mm3 N
Hematokrit 43,6% N
 Foto rontgen thoraks PA

Tidak tampak Tb paru aktif/bronkhopneumonia


Tidak tampak kardiomegali
 Foto rontgen BNO 2 posisi

Ileus obstruktif letak tinggi

Free air subdiapraghma (-)

8. Analisa Kasus
- Laki-laki
- Usia 12 tahun
- Mengeluh nyeri seluruh bagian perut sejak 2 hari yang lalu, dan
sebelumnya nyeri berasal dari ulu hati, kemudian berpindah ke kanan
bawah, dan menjadi seluruh bagian.
- Disertai mual (+), muntah (+),demam (+) terus menerus yang dirasakan
selama 2 hari
- Mengeluh perut terasa kembung (+), tidak bisa BAB (+), kentut (+) sejak
satu hari yang lalu
- Status lokalis: datar tegang, BU menurun (+) 4x/mnt, nyeri tekan
seluruh kuadran abdomen, defans muscular (+).hipertimpani
- Hasil pemeriksaan hematologi rutin : Leukositosis (28.000/mm3)
- Hasil pemeriksaan BNO 2 posisi : Ileus obstruktif letak tinggi
Free air subdiapraghma (-)

9. Working Diagnosis
Peritonitis e.c. appendisitis perforasi

10. Rencana Penatalaksanaan


Terapi umum:
• IVFD RL 20 gtt makro/min
• Cefoferazon 2x1 gr IV
• Ranitidin 2x1 amp IV
• Dekompresi dengan NGT
• DC
• Pasien dipuasakan.
Terapi khusus :
Konsul dr. Reja Sp.B :
Pro laparatomy eksplorasi+appendectomy

Laporan Operasi (15.30 WIB, Senin, 10 Desember 2016)


Operator : dr. Reja, Sp.B.
Tindakan : Laparotomi eksplorasi + Appendiktomi
Jenis anestesi : NU

Hasil operasi:
- Ditemukan pus ± 200 cc di pelvis dan sekitar appendiks
- Ditemukan poket-poket abses dan fibrin yang mudah dibersihkan
- Ditemukan appendiks letak retrosekal, hiperemis, oedematus, fekalit 1/3
proksimal, perforasi 1/3 distal, dengan ukuran ± 10x2x1 cm.

Hasil PA:

Hasil PA :
Makro : Appendiks sepanjang 5 cm, diameter ¾ cm, pada penampang lumen
berisi massa kuning kecoklatan
Mikro : Appendiks dengan lumen mengandung massa nekrotik dan infiltrat
radang. Dinding radang berisi epitel torakbersel goblet yang umumnya
ulseratif dengan inti sel dalam batas normal. Dinding berupa jaringan
fibromuskuler yang tidak utuh bersebukan masif sel radang PMN dan
beberapa MN. Tampak area nekrosis danperdarahan. Tidak tampak
tanda-tanda keganasan.
Kesimpulan : Appendisitis kronis non speisfik eksaserbasi akut perforatif.
Follow Up

Sabtu, 10-12-2016 Minggu, 11-12-2016 Senin, 12-12-2016 Selasa, 13-12-2016 Rabu, 14-12-2016 Kamis, 15-12-2016

S: S: S :S : S: S: S:
Pasien lemas Pasien masih lemas, nyeri di Pasien masih lemas, Nyeri luka operasi Nyeri luka operasi berkurang Nyeri luka operasi
(Post op LE) luka operasi. nyeri di luka operasi. berkurang berkurang
Belum BAB sejak 1 hari
sebelum operasi

O: O: O: O: O: O:
KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang KU : Sakit sedang
Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM Kesadaran : CM
Nadi : 102x/menit Nadi : 100x/menit Nadi : 98x/menit Nadi : 88x/menit Nadi : 92x/menit Nadi : 84x/menit
TD : 110/80 mmHg TD : 110/80 mmHg TD : 100/70 mmHg TD : 110/80 mmHg TD : 110/60 mmHg TD : 100/70 mmHg
Suhu : 36,8⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 36,5⁰C Suhu : 36,0⁰C Suhu : 36,2⁰C Suhu : 36,0⁰C
Respirasi : 22x/menit Respirasi : 21x/menit Respirasi : 21x/menit Respirasi : 20x/menit Respirasi : 20x/menit Respirasi : 20x/menit
DC BAK (+) Kepala : Mata : SI -/- CA -/- Kepala : Mata : SI -/- CA Kepala : Mata : SI -/- CA Kepala : Mata : SI -/- CA -/- Kepala : Mata : SI -/- CA -/-
NGT produktif cairan Leher : Pemb. KGB – -/- -/- Leher : Pemb. KGB – Leher : Pemb. KGB –
lambung Thoraks : Simetris Leher : Pemb. KGB – Leher : Pemb. KGB – Thoraks : Simetris Thoraks : Simetris
Drainase produktif serous- Pulmo : VBS +/+, Wh -/-, Rh Thoraks : Simetris Thoraks : Simetris Pulmo : VBS +/+ Wh -/- Rh -/- Pulmo : VBS +/+ Wh -/-
darah ± 20 cc -/- Pulmo : VBS +/+ Wh -/- Pulmo : VBS +/+ Wh -/- Cor : BJM reguler G- M- Rh -/-
Cor : BJM reguler G- M- Rh -/- Rh -/- Abd : Datar, halus, BU+, NT -, Cor : BJM reguler G- M-
Abd : Datar, halus, BU-, NT Cor : BJM reguler G- M- Cor : BJM reguler G- M- timpani Abd : Datar, halus, BU+,
+ area operasi, Abd : Datar, halus, BU + Abd : Datar, halus, BU+, Ekst : Akral hangat, CRT <2 s NT -, timpani
timpani lemah, NT + area NT -, timpani DC BAK (+) Ekst : Akral hangat, CRT
Ekst : Akral hangat, CRT <2 operasi, Ekst : Akral hangat, CRT NGT produktif cairan <2 s
s timpani <2 s lambung DC BAK (+)
DC BAK (+) Ekst : Akral hangat, CRT DC BAK (+) Drainase produktif serous ± Drainase produktif serous
NGT produktif cairan <2 s NGT produktif cairan 10 cc ± 10 cc
lambung DC BAK (+) lambung
Drainase produktif serous ± NGT produktif cairan Drainase produktif
20 cc lambung serous ± 20 cc
Drainase produktif serous Lab:
± 20 cc K 4,5 mmol/L
Na129 mmol/L
A: A: A: A: A: A:
Post-op LE +appendiktomi Post-op LE +appendiktomi Post-op LE Post-op LE Post-op LE +appendiktomi Post-op LE +appendiktomi
a/I peritonitis e.c H+1 a/I peritonitis e.c +appendiktomi H+2 a/I +appendiktomi H+3 a/I H+4 a/I peritonitis e.c H+5 a/I peritonitis e.c
appendisitis perforasi appendisitis perforasi peritonitis e.c peritonitis e.c appendisitis perforasi appendisitis perforasi
appendisitis perforasi appendisitis perforasi

P: P: P: P: P: P:
• Obs. • Pasien belum boleh • Edukasi • IVFD NaCl • Off NGT • Off DC dan infus
TNRS dilakukan mobilisasi 0,9% 12 • Diet bubur saring • Pasien boleh
• Puasa s/d feeding test • Pasien belum tpm makro • Metronidazol stop pulang
BU (+) • Th/ lain lanjutkan boleh • Feeding test • Cefotaxim 2x1 gr IV dengan
• IVFD dilakukan • GV • Ibuprofen syr 3xcth edukasi
KaEN 1b feeding test • Edukasi 1 kontrol
20 gtt/min • Th/ lain mobilisasi • Edukasi mobilisasi setelah obat
• Cefotaxim lanjutkan • Th/l lain lanjut • GV habis
e 2x1 gr • GV • Edukasi pola
IV makan dan
• Metronida aktivitas
zol 3 x 300 • Cefixime syr 2 x
mg cth 1
• Ketorolac • Ibuprofen syr 3 x
2x1/2 amp cth 1
IV
• Ranitidin
2x1/2 amp
IV
Tinjauan Pustaka

A. Definisi
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi pada
selaput organ perut (peritoneum).Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih
yang membungkus organ perut adn dinding perut dalam.Lokasi peritonitis
bisa terlokalisir atau difus, riwayat akut atau kronik dan patogenesis
disebabkan oleh infeksi atau aseptik.Peritonitis merupakan suatu
kegawatdaruratan yang biasanya disertai dengan baktericemia atau
sepsis.Apabila tidak ditemukan sumber infeksi pada intraabdominal disebut
peritonitis primer.
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis atau
peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran
kanan bawah. Walaupun apendisitis dapat terjadi pada setiap usia, namun
paling sering terjadi pada remaja dan dewasa muda, angka mortalitas
penyakit ini tinggi sebelum era antibiotik.
Acute appendisitis adalah salah satu penyakit bedah terbanyak. Insiden
paling sering terjadi pada usia dekade kedua dan ketiga. Insiden puncaknya
pada awal dewasa (pubertas) dan insiden juga banyak terjadi pada orangtua.
Frekuensi angka kejadian tertinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
perempuan. Rasio wanita : laki-laki sekitar 2:1 bertahap bergeser setelah usia
25 tahun menuju rasio 1:1. Appendektomi adalah prosedur bedah yang paling
sering dilakukan. Risiko Lifetime appendektomi adalah antara 7% dan 12%.

B. Anatomi
Abdomen adalah rongga terbesar dalam tubuh.Dinding perut
mengandung struktur muskulo aponeurosis yang kompleks.Dibagian
belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga,
dan di bagian bawah melekat pada tulang panggul. Dinding perut terdiri atas
beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapisan kulit yang terdiri dari:
1. Kutis.
2. Subkutis.
- Fascia superfisial (fascia camper).
- Fascia profunda (fascia scarpa).
3. Otot dinding perut.
a. Kelompok ventrolateral
- Tiga otot pipih: Musculus obliquus abdominis eksternus, Musculus
obliquus abdominis internus, Musculus transversus abdominis.
- Satu otot vertikal: musculus rectus abdominis.
b. Kelompok posterior: musculus psoas major, musculus psoas minor,
musculus iliacus, musculus quadratus lumborum.
4. Fascia tranversalis.
5. Peritoneum.
Regio-regio abdomen dan organ-organnya:

 Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas:Hepar dan Vesica fellea


 Epigastrium, regio yang berada di ulu hati:Gaster, Hepar, Colon
transversum
 Hypochondrium sinistra, regio kiri atas:Gaster, Hepar, Colon
Transversum
 Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah:Colon ascendens
 Umbilicalis, regio tengah:Intestinum tenue, Colon transversum
 Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis:Intestinum tenue, Colon
descendens
 Inguinalis/Iliaca dextra, regio kanan bawah:Caecum, Appendix
vermiformis
 Hypogastrium/Suprapubicum, regio di tengah bawah:Appendix
vermiformis, Intestinum tenue, Vesica urinaria
 Inguinalis/Iliaca sinistra, regio kiri bawah:Intestinum tenue, Colon
descendens, Colon sigmoideum
Dinding abdomen dilapisi oleh peritoneum parietal yang merupakan
membrana serosa tipis yang terdiri atas selapis mesotel yang terletak pada
jaringan ikat dan melanjutkan diri ke bawah dengan peritoneum parietal yang
melapisi rongga pelvis.Peritoneum dibagi dua:
1) Peritoneum pars parietal, yang melapisi dinding internal abdominal serta
mendapat suplai neurovaskular dari regio dinding yang dilapisinya.
2) Peritoneum pars visceral, yang melapisi organ intraperitoneal dan
mendapat suplai neurovaskular dari organ yang ditutupinya.
Organ peritoneal adalah organ yang ditutupi oleh peritoneum pars
visceral, diantaranya: hati, spleen, gaster, duodenum pars bulbosa, jejunum,
ileum, colon transversum, colon sigmoid, rektum pars superior. Organ
retroperitoneal terdiri dari ginjal, kelenjar adrenal, pankreas, sisa duodenum,
colon ascenden dan descenden.
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum.Lumennya sempit di bagian
proksimal dan melebar pada bagian distal.Namun demikian, pada bayi,
apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan melebar pada bagian
ujung apendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan ini memungkinkan
apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di
tepi lateral kolon asendens.
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti
a.mesenterika superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X.
Perdarahan apendiks berasal dari a.apendikularis yang merupakan
arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena thrombosis
pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.

C. Etiologi
Infeksi peritoneal diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Peritonitis primer
Disebabkan oleh invasi bakteri hematogen dari organ peritoneal
atau monomikrobial.Penyebab paling sering peritonitis primer adalah
spontaneous bacterial peritonitis akibat penyakit hepar kronis. Kira- kira
10-30% pasien dengan sirosis hepatis dengan asictes akan berkembang
menjadi peritonitis bacterial.
2. Peritonitis sekunder
Penyebab peritonitis sekunder polimonobakterial.Sering terjadi pada
appendicitis, perforasi gaster, kolon akibat diverkulitis, volvulus.
3. Peritonitis tersier
Peritonitis yang mendapat terapi tidak adekuat, superinfeksi kuman
dan akibat tindakan operasi sebelumya.

Penyebab apendisitis akut adalah:


-Obstruksi
Penyebab obtruksi lumen adalah lymphoid hyperplasia, facalith, foreign
objects, stricture (neoplasma), dan parasit.
-Infeksi Bakteri
Common Organisms Seen in Patients with Acute Appendicitis

Aerobic and Facultative Anaerobic

Gram-negative bacilli Gram-negative bacilli


Escherichia coli Bacteroides fragilis

Pseudomonas aeruginosa Other Bacteroides species

Klebsiella species Fusobacterium species

Gram-positive cocci Gram-positive cocci

Streptococcus anginosus Peptostreptococcus species

Other Streptococcus species Gram-positive bacilli

Enterococcus species Clostridium species

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan


makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intralumen, yang berakibat
timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan
kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya
apendisitis.

D. Patofisiologi
Pada appendicitis, patogenesisnya terdapat beberapa teori, yairu:
 Appendiks obstruksi
Obstruksi appendiks merupakan kejadian awal yang paling sering
pada appendisitis. Hiperplasia dari folikel limfoid submukosa sekitar 60%
penyebab obstruksi (paling sering pada remaja). Pada orang dewasa yang
lebih tua dan anak-anak, fecalith adalah penyebab paling sering (35%).
 Tekanan Intraluminal
Meningkatnya tekanan intraluminal akibat obstruksi lumen
appendiks menyebabkan sekresi mukosa meningkat, pertumbuhan bakteri
yang berlebihan, dinding appendiks menipis karna terjadi distensi dan
terjadi obstruksi limfatik dan vena.
Obstruksi

Distensi abdomen

Lymphatic obstruction Venous congestion

Edema

Invasi bakteri Mucosal ulcers Bacterial diapedesis

Inflamasi serosa melekat di


peritoneum parietal Venous thrombosis Compramise of arterial

peritonitis Escape of bacteria perforasi gangrene

Referensi :

 Nekrosis dan Perforasi


Nekrosis dan perforasi terjadi ketika aliran arteri terganggu.

Pada apendisitis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh


fekalit atau dengan benda asing. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan, makin lama mukus tersebut
semakin banyak, sehingga elastisitas dinding apendiks mengalami
peningkatan tekanan intra lumen dan menghambat aliran limfe dan
mengakibatkan edema, lalu menganggu aliran arteri sehinga terjadi infark
dinding apendiks diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis
lokal atau difus.
Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan
menutup apendiks dengan omentum, usus halus atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Apabila terjadi pernanahan maka akan
terbentuk suatu rongga yang berisi nanah di sekitar apendiks disebut abses
periapendikular.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan serangan berulang
di perut kanan bawah disebut dengan apendisitis rekurens.Pada suatu ketika
organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi
akut.
Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya:
apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna atau dari luka tembus abdomen.
Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam
kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan streptokokus
sering masuk dari luar.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya
eksudat fibrinosa.Abses terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi
infeksi.Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat
menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstruksi
usus.
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis
umum.Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltik
berkurang, usus kemudian menjadi atoni dan meregang.Cairan dan elektrolit
hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan
sirkulasi, dan oliguria.Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung
usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus.
E. Gejala
Manifestasi klinis dari appendisitis adalah:
Symptoms
 Nyeri abdomen diffus di epigastrium atas atau regio umbilicalis kemudian terlokalisasi
di kuadran kanan bawah (RLQ)
 Mual Muntah
 Anoreksia
 Konstipasi atau diare
Signs
 Direct rebound tenderness (Mc.Burney’s point)
 Rovsing’s sign
Nyeri di kuadran kanan bawah ketika tekanan palpatory diberikan pada
kuadran kiri bawah dan juga menunjukkan tempat iritasi peritoneal.
 Iliopsoas sign
Iliopsoas sign positif apabila pelvis nyeri ketika paha kanan di ekstensikan.
 Obturator sign
Obturator sign positif jika hipogastrikus nyeri pada peregangan m. obturatorius
internus dan ini menunjukkan iritasi di panggul. Pemeriksaan ini dilakukan
dengan gerakan rotasi internal pasif dari paha kanan tertekuk dengan posisi
pasien terlentang.
 Dunphy sign
Dunphy sign positif jika nyeri abdomen bertambah ketika pasien batuk.
Alvarado Scale for the Diagnosis of Appendicitis

Manifestations Value

Symptoms Migration of pain 1

Anorexia 1

Nausea and/or vomiting 1

Signs Right lower quadrant tenderness 2

Rebound 1

Elevated temperature 1
Laboratory values Leukocytosis 2

Left shift in leukocyte count 1

Total points 10

 Skor 8-10 : Berkemungkinan besar menderita apendisitis. Pasien ini dapat langsung
diambil tindakan pembedahan tanpa pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan patologi anatomi.
 Skor 5-7 : Tingkat kemungkinan sedang untuk terjadinya apendisitis. Pasien ini
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan penunjang seperti foto polos abdomen ataupun
CT scan.
 Skor 1-4 : Kecil kemungkinan pasien ini menderita apendisitis. Pasien ini tidak perlu
untuk di evaluasi lebih lanjut dan pasien dapat dipulangkan dengan catatan tetap
dilakukan follow up pada pasien ini.

Manifestasi klinis dari peritonitis adalah:


1. Nyeri abdomen
Nyeri abdomen merupakan gejala yang selalu ada pada
peritonitis.Nyeri biasanya datang dengan onset tiba-tiba, hebat pada
penderita dengan perforasi nyerinya didapatkan pada seluruh bagian
abdomen.
Seiring dengan berjalannya penyakit, nyeri dirasakan terus-menerus,
rasa seperti terbakar dan timbul dengan berbagai gerakan.Nyeri lebih
terasa pada daerah dimana terjadinya peradangan peritoneum.
Menurunnya intesitas dan penyebaran dari nyeri menandakan adanya
lokalisasi dari proses peradangan, ketika intesitasnya bertambah
meningkat disertai dengan perluasan daerah nyeri menandakan penyebaran
dari peritonitis.Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak
seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan.Nyeri objektif berupa nyeri
jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes
lainnya.
2. Dinding perut akan terasa tegang (defans muskular), biasanya karena
mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari
palpasi yang menyakitkan, atau bisa pula tegang karena iritasi peritoneum.
3. Anoreksia, mual, muntah dan demam
Pada penderita ditemukan gejala anoreksia, mual, muntah.Penderita
diikuti badan terasa demam dan mengigil hilang timbul.Meningkatnya
suhu tubuh dapat mencapai 38°C sampai 40°C.
4. Facies hipocrates
Pada peritonitis berat dapat ditemukan fascies hipocrates.Gejala ini
termasuk ekspresi yang tampak gelisah, pandangan kosong, dan muka
tampak pucat.Peritonitis dengan facies hiprocrates biasanya pda stadium
pre terminal.Hal ini ditandai dengan posisi mereka berbaring dengan lutut
difleksikan dan respirasi interkosta yang terbatas karena gerakan dapat
menyebabkan nyeri pada abdomen.
5. Syok
Syok dapat terjadi oleh dua faktor.Yang pertama akibat perpindahan
cairan intravaskular ke cavum peritoneum atau ke lumen dari
intestinal.Yang kedua disebabkan terjadinya sepsis generalisata.

F. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
Ini merupakan tes yang paling sederhana dilakukan adalah hitung
sel darah dan urinalisis.Pada kasus peritonitis hitung sel darah putih lebih
dari 20.000/mm. Pada perhitungan diferensial menunjukan pergeseran ke
kiri dan dominasioleh polimononuklear yang memberikan bukti adanya
peradangan, meskipun jumlah leukosit tidak menunjukkan peningkatan
yang nyata.
2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada peritonitis adalah dilakukan foto
thoraks PA lateral serta foto polos abdomen. Pada foto thoraks dapat
menunjukkan gambaranproses pengisian udara di lobus inferior yang
menunjukkan proses intraabdomen. Pada foto polos diafragma dapat
terlihat terangkat pada satu sisi atau keduanya akibatnya adanya udara
bebas dalam cavum peritoneum.Pada pemeriksaan foto polos abdomen
dijumpai asites, tanda-tanda obstruksi usus berupa air-udara dan kadang-
kadang udara bebas (perforasi).Biasanya lambung, usus halus dan kolon
menunjukkan dilatasi sehingga menyerupai ileus paralitik.Usus-usus yang
melebar biasanya berdinding tebal.
3. Urinalysis .
urinalysis abnormal pada 25% sampai 40% dari pasien appendisitis.
Pyuria, albuminuria, dan hematuria sering terjadi.Jumlah bakteri yang
banyak dapat dipikirkan ISK sebagai penyebab sakit perut.Urine
menunjukkan lebih dari 20 leukosit per bidang daya tinggi atau lebih dari
30 sel darah merah per bidang daya tinggi menunjukkan ISK.Hematuria
yang signifikan harus dipikirkan pertimbangan urolithiasis.WBCs atau
RBCs mungkin ditemukan jika adanya iritasi VU atau ureter karena
inflamasi appendiks (Bakteriuria).
4. USG sangat berguna pada wanita usia subur dan pada anak-anak karena
penyebab lain dari keluhan perut dapat didemonstrasikan. Temuan terkait
dengan appendisitis akut termasuk appendiks diameter lebih besar dari 6
mm, kurangnya kompresibilitas luminal, dan kehadiran sebuah
appendicolith. Appendiks diperbesar dilihat pada USG memiliki
sensitivitas 86% dan spesifisitas 81%. appendiks berlubang lebih sulit
untuk didiagnosis dan ditandai oleh hilangnya submucosa echogenic dan
kehadiran koleksi cairan loculated periappendiceal atau panggul. Pada
wanita, patologi ovarium mungkin diidentifikasi atau dikecualikan.
Kualitas dan ketepatan sangat bergantung pada operator.
5. CT scan, awalnya direkomendasikan hanya dalam kasus-kasus klinis
yang kompleks atau diagnosa tidak pasti, merupakan tes yang paling
umum digunakan dalam diagnostik radiografi. Hal CT scan lebih unggul
dalam mendiagnosis appendisitis dengan sensitivitas 94% dan spesifisitas
95%. Pada CT scan dapat ditemukan distensi, appendiks berdinding tebal
dengan lapisan inflamasi sekitar lemak, phlegmon pericecal atau abses,
appendicolith, atau udara RLQ bebas intra-abdomen yang merupakan
sinyal perforasi. CT scan sangat berguna dalam membedakan antara abses
periappendiceal dan phlegmon.
6. MRI merupakan alternatif ketika satu kebutuhan pencitraan cross-
sectional untuk menghindari radiasi pengion. Hal ini terutama berguna
pada pasien hamil yang apendiks tidak divisualisasikan.
7. Diagnostik Laparoskopi
Laparoskopi diagnostik sangat berguna untuk mengevaluasi wanita
berovulasi dengan tegas untuk pemeriksaan appendisitis.Pada
subkelompok ini, sepertiga perempuan terbukti memiliki patologi
ginekologi primer.appendiks ini juga bisa dihapus melalui pendekatan
laparoskopi. Oleh karena itu, beberapa ahli bedah menganjurkan
pendekatan laparoskopi awal pada semua wanita berovulasi yang diduga
appendisitis.

G. Diagnosis Banding
Diferensial diagnosis apendisitis akut tergantung pada empat faktor utama
yaitu lokasi anatomi dimana terjadinya peradangan appendiks, tahap proses
(sederhana atau perforasi), umur pasien dan jenis kelamin.
 Gastrointestinal Disease
 Gastroenteritis ditandai dengan mual dan emesis sebelum timbulnya sakit
perut, bersama dengan malaise umum, demam tinggi, diare, dan kurang
lokal sakit perut dan nyeri. Meskipun diare adalah salah satu tanda-tanda
kardinal radang lambung, dapat terjadi pada pasien dengan usus buntu.
Selain itu, jumlah WBC seringkali normal pada pasien dengan
gastroenteritis.
 Mesenterika Limfadenitis biasanya terjadi pada pasien lebih muda dari 20
tahun dan nyeri RLQ, sakit perut tapi tanpa tenderness rebound atau
kekakuan otot. Nodal histologi dan biakan yang diperoleh pada operasi
dapat mengidentifikasi etiologi, terutama Yersinia dan Shigella spesies dan
Mycobacterium tuberculosis. Mesenterika limfadenitis diketahui terkait
dengan infeksi saluran pernapasan atas.
 Meckel Diverticulitis hadir dengan gejala dan tanda-tanda tidak bisa
dibedakan dari appendisitis, tapi khas terjadi pada bayi.
 Ulkus Peptikum, Diverticulitis, dan Kolesistitis dapat menyajikan gambar
klinis yang mirip dengan appendisistis.
 Typhlitis, ditandai dengan peradangan pada dinding sekum atau ileum
terminal, dikelola nonoperatively. Hal ini paling sering terlihat pada pasien
imunosupresi menjalani kemoterapi untuk leukemia dan pada pasien HIV-
positif. Sebelum operasi sulit untuk membedakan antara typhlitis
appendisitis.
 Urologic diseases
 Pielonefritis menyebabkan demam tinggi, kaku, nyeri costovertebral, dan
tenderness. Diagnosa dikonfirmasi oleh urinalisis dengan cultur.
 Kolik saluran kemih. Passage batu ginjal menyebabkan nyeri panggul
menjalar ke selangkangan tapi tenderness lokal sedikit. Hematuria
menunjukkan diagnosis yang
dikonfirmasi oleh pyelography intravena atau CT noncontrast. foto polos
sering menunjukkan batu ginjal.
 Gynecologic diseases
 Pelvic inflammatory diseasedapat hadir dengan gejala dan tanda-tanda
tidak bisa dibedakan dari appendisitis akut, tetapi sering dapat dibedakan
berdasarkan beberapa faktor. Tenderness gerak serviks dan keputihan
seperti susu memperkuat diagnosis PID. Pada pasien dengan PID, rasa sakit
biasanya bilateral, dengan intens menjaga pada pemeriksaan perut dan
panggul. USG transvaginal dapat digunakan untuk memvisualisasikan
ovarium dan untuk mengidentifikasi abses Tubo-ovarium.
 Kehamilan ektopik. Tes kehamilan sebaiknya dilakukan pada semua
pasien wanita usia subur dengan keluhan perut. Kista ovarium terbaik
terdeteksi oleh USG transvaginal atau transabdominal.
 Torsi ovarium. Peradangan mengelilingi ovarium iskemik sering dapat
teraba pada pemeriksaan panggul bimanual. Pasien-pasien ini dapat
mengalami demam, leukositosis, dan nyeri RLQ konsisten dengan
appendisitis. Sebuah viskus twisted, bagaimanapun, berbeda karena
memproduksi tiba-tiba, rasa sakit akut dengan emesis sering dan berlanjut
simultan. torsi ovarium dapat dibuktikan dengan Doppler USG

H. Penatalaksanaan
1. Preoperative
Isotonik pengganti cairan intravena harus dimulai untuk mencapai output
kemih cepat dan untuk memperbaiki kelainan elektrolit. Suction nasogastrik
sangat membantu, terutama pada pasien dengan peritonitis. Suhu yang tinggi
ditatalaksana dengan acetaminophen dan selimut pendingin. Anestesi tidak boleh
diinduksi pada pasien dengan suhu yang lebih tinggi dari 39°C.
2. Antibiotik
Antibiotik profilaksis umumnya efektif dalam pencegahan komplikasi
infeksi pascabedah (luka infeksi, abses intra-abdomen). Preoperative inisiasi lebih
disukai, meskipun beberapa menyarankan bahwa hal itu dapat ditunda. Untuk
appendisitis akut, cakupan biasanya terdiri dari sefalosporin generasi kedua. Pada
pasien dengan appendisitis nonperforated akut, dosis tunggal antibiotik cukup.
Terapi Antibiotik dalam apendisitis perforasi atau gangren harus dilanjutkan
selama 3 sampai 5 hari.
3. Appendectomy
Dengan beberapa pengecualian, pengobatan appendisitis adalah
appendektomy. Pasien dengan peritonitis difus atau diagnosis dipertanyakan
harus dieksplorasi melalui insisi garis tengah. Mortalitas setelah appendektomi
tinggi pada pasien usia lanjut. Pada kebanyakan pasien, irisan melintang
memberikan penampilan terbaik kosmetik dan memungkinkan kemudahan
perpanjangan secara medial untuk eksposur yang lebih besar. Lapisan otot
transversus abdominis dan lapisan otot obliqus abdominis eksternal dan internal
dapat dibagi dalam arah seratnya. Setelah masuk ke rongga peritoneal, didapatkan
cairan purulent untuk gram stain dan cultur. Setelah sekum diidentifikasi, taenia
anterior dapat diikuti ke dasar appendiks. appendiks dengan lembut dilepaskan
dari luka dan sekitarnya dengan hati-hati pada setiap perlekatan yang
mengganggu. Jika appendiks normal pada inspeksi (5% sampai 20% dari
eksplorasi), tersebut akan dihapus dan diagnosis alternatif yang sesuai akan
dipikirkan. Sekum, kolon sigmoid, dan ileum secara hati-hati diperiksa untuk
perubahan indikasi divertikular (termasuk divertikulum Meckel), infeksi,
iskemik, atau penyakit inflamasi usus (misalnya, penyakit Crohn). Bukti
limfadenopati mesenterika dicari. Pada wanita, ovarium dan saluran tuba
diperiksa untuk bukti PID, pecah kista folikel, kehamilan ektopik, atau patologi
lainnya. cairan peritoneal empedu menunjukkan ulkus peptikum atau perforasi
kandung empedu.
4. Laparoskopi Appendektomi
Laparoskopi appendektomi merupakan alternatif untuk pendekatan terbuka.
Hal ini paling berguna ketika diagnosis tidak pasti atau bila ukuran pasien akan
memerlukan sayatan besar. Walaupun studi terbaru menunjukkan bahwa panjang
pasca operasi mungkin tinggal sedikit singkat sebagian besar pasien yang
menjalani appendektomi rutin dapat dengan aman keluar dari rumah sakit pada
hari pertama pasca operasi. Terlepas dari pilihan pendekatan, perhatian harus
dilakukan untuk memastikan ligasi aman ujung appendiks.
 Drainage of Periappendiceal Abscess
Pengelolaan abses appendiks masih kontroversial. Pasien yang memiliki
abses periappendiceal baik lokal dan pada awalnya terlihat ketika gejala yang
mereda dapat diobati dengan antibiotik sistemik dan dipertimbangkan untuk
drainase kateter perkutan, diikuti oleh appendektomi elektif 6 sampai 12 minggu
kemudian. Strategi ini berhasil di lebih dari 80% pasien. Appendiks harus
dibuang karena pasien memiliki risiko 60% terkena appendisitis kembali dalam
waktu 2 tahun. Antibiotik sistemik yang diberikan selama minimal 5 hari atau
sampai pasien menyelesaikan afebrile dan leukositosis. Sebuah studi baru-baru
ini membandingkan appendektomy langsung (antibiotik, operasi) dengan
manajemen hamil (antibiotik, drainase perkutan, dan usus buntu interval) pada
pasien dengan abses appendiks menemukan bahwa kelompok langsung-
appendektomi memiliki tingkat komplikasi yang lebih tinggi dan lebih lama
tinggal di rumah sakit.
Daftar Pustaka

1. Brunicardi, F. Charles. Schwartz’s Principles of Surgery, ninth edition. The


McGraw-Hill Companies, Inc. United States of America. 2010. Hal. 246.
2. Fauci et al. 2008. Horrison’s Principal of Internal Medicine 17th Edition.
McGraw hill. Hal. 1914-1917.
3. Sabiston Textbook of Surgery, 19th ed.2007 Saunders, An Imprint of Elsevier.
Hal 1100-1102.

Anda mungkin juga menyukai