Anda di halaman 1dari 13

LIPID

Anggi Riyanto, 230110140159

ABSTRAK

PENDAHULUAN

Lipid (Yunani, lipos = lemak) adalah segolongan besar senyawa tak larut air yang terdapat
di alam. Lipid cenderung larut dalam pelarut organik seperti eter dan kloroform. Sifat inilah yang
membedakannya dari karbohidrat, protein, asam nukleat, dan kebanyakan molekul hayati
lainnya. Lipid adalah senyawa biomolekul yang digunakan sebagai sumber energi dan
merupakan komponen struktural penyusun membran serta sebagai pelindung vitamin atau
hormon. Lipid dapat dibedakan menjadi trigliserida, fosfolipid, dan steroid. Trigliserida sering
disebut lemak atau minyak. Disebut lemak jika pada suhu kamar berwujud padat. Sebaliknya,
disebut minyak jika pada suhu kamar berwujud cair (Cambell 1987).
Lemak dan minyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai mentega dan lemak
hewan. Minyak umumnya berasal dari tumbuhan, contohnya minyak jagung, minyak zaitun,
minyak kacang, dan lain-lain. Walaupun lemak berbentuk padat dan minyak adalah cairan,
keduanya mempunyai struktur dasar yang sama. Lemak dan minyak adalah triester dari gliserol,
yang dinamakan trigliserida (Campbell 1987)
Lemak/minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol dan sering juga disebut
trimestergliserol. Struktur senyawa secara umum dituliskan sebagai berikut:

Dengan R sebagai gugus alkil jenuh atau tak jenuh. Lemak/minyak bisa mengaami kerusakan
karena proses oksidasi dari oksigen yang berasa dari udara. Oksidasi dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tahap selanjutnya terurainya hidroperoksida
menjadi alcohol, aldehida, keton, serta asam-asam rantau pendek. Aldehida yang terbentuk pada
minyak akan menyebabkan bau dan rasa tengik. Dengan proses tersebut kita dapat mengambil
parameter angka peroksida sebagai indicator bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.
Angka atau bilangan peroksida yang dimaksud adalah banyaknya milligram ekuivalen peroksida
yang terbentuk setiap 1000 gram lemak atau minyak.
Proses-proses lainnya yang menyebabkan kerusakan minyak adalah proses pemanasan karena
adanya proses pemanasan ini lemak/minyak akan mengalami: Terbentuknya peroksida daam
asam lemak tak jenuh Perooksida terdegradasi menjadi karbonil Polimerisasi oksidasi sebagian
asam lemak Ada beberapa parameter yang dikenakan untuk mengidentifikasi kualitas lemak dan
minyak. Seperti yang telah dikemukakan di atas, salah satu parameter yang digunakan sebagai
indicator adaah biangan peroksida, dimana semakin tinggi kandungan (angka/bilangan
peroksida) suatu sampel lemak atau minyak menunjukkan semakin rendahnya mutu
lemak/minyak tersebut.
Parameter lain adalah bilangan iod. Bilangan iod adalah bilangan yang menunjukkan
banyakknya ikatan rangkap dalam asam lemak. Semakin tinggi jumlah iod yang dibutuhkan
maka semakin tinggi kadar asam lemak tak jenuh di dalam minyak. Sifat jenuh dan tak jenuhnya
asam emak yang terkandung dalan lemak/minyak berhubungan dengan sifat fisik emak/minyak
tersebut. Jika kandungan asam emak jenuh lebih dominan, emak/minyak akan berwujud padat,
sebgai contoh adallah margarine. Sedangkan parameter poenyabunan adalah jumlah KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak/lemak. Semakin banyak KOH yang dibutuhkan
untuk menyabunkan habis kadar asam lemak dalam lemak/minyak maka semakin tinggi kadar
asam lemak yang dimiliki sampel.
Lemak digolongkan berdasarkan kejenuhan ikatan pada asam lemaknya. Adapun
penggolongannya adalah asam lemak jenuh dan tak jenuh. Lemak yang mengandung asam-asam
lemak jenuh, yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Dalam lemak hewani
misalnya lemak babi dan lemak sapi, kandungan asam lemak jenuhnya lebih dominan. Asam
lemak tak jenuh adalah asam lemak yang mempunyai ikatan rangkap. Jenis asam lemak ini dapat
di identifikasi dengan reaksi adisi, dimana ikatan rangkap akan terputus sehingga terbentuk asam
lemak jenuh (Salirawati et al,2007).
Lipid adalah salah satu kategori molekul biologis yang besar yang tidak mencakup polimer.
Senyawa yang disebut lipid dikelompokkan bersama karena memiliki satu ciri penting: lipid
tidak memiliki atau sedikit sekali afinitasnya terhadap air. Perilaku hidrofobik lipid didasarkan
pada struktur molekulernya. Meskipun lipid bisa memiliki beberapa ikatan polar yang berikatan
dengan oksigen, lipid sebagian besar terdiri atas hidrokarbon. Lipid lebih kecil jika dibandingkan
dengan hidrokarbon (Polimerik) sesungguhnya, dan merupakan gugus yang sangat beragam
bentuk maupun fungsinya. Lipid meliputi waks (lilin) dan pigmen-pigmen tertentu, akan tetapi
kita akan memfokuskan perhatian pada golongan lipid yang paling penting: lemak, fosfolipid dan
steroid (Campbell 1987).
Lemak menyimpan sejumlah energy besar. Meskipun lemak bukan merupakan polimer,
senyawa ini adalah molekul besar dan terbentuk dari molekul yang lebih kecil melalui reaksi
dehidrasi. Lemak disusun dari dua jenis molekul yang lebih kecil: gliserol dan asam lemak.
Gliserol adalah sejenis alcohol yang memiliki tiga karbon, yang masing-masing memiliki gugus
hidroksil.

Gambar 1. Kerangka karbon asam lemak


Sumber : www.google.com

Asam lemak memiliki kerangkan karbon yang panjang, umumnya 16 sampai 18 atom
panjangnya. Salah satu ujung asam lemak itu adalah kepala yang terdiri atas gugus karboksil,
gugus fungsional yang menyebabkan molekul ini disebut asam lemak. Yang berikatan dengan
gugus karboksil itu adalah hidrokarbon panjang yang disebut ekor. Ikatan C-H non polar yang
terdapat pada ekor asam lemak iu menyebabkan lemak bersifat hidrofobik. Lemak terpisah
dengan molekul air karena molekul air membentuk ikatan hydrogen satu sama lain dan
menyingkirkan lemak. Contoh umum fenomena ini adalah pemisahan minyak goreng (suatu
lemak cair) dari larutan asam cuka dalam botol bumbu slad (salad dressing) (Campbell 1987).
Dalam pembuatan lemak, tiga asam lemak masing-masing berikatan dengan gliserol
melalui ikatan ester, suatu ikatan antara gugus hidroksil dengan gugus karboksil. Lemak yang
juga disebut triasilgliserol, dengan demikian terdiri atas tiga asam lemak yang berikatan dengan
satu molekul gliserol. Asam lemak memiliki panjang serta jumlah dan lokasi ikatan ganda yang
beragam. Istilah lemak jenuh dan lemak tidak jenuh sangat umum digunakan dalam konteks
nutrisi. Istilah ini mengacu ke struktur ekor hidrokarbon dari asam lemak itu. Jika tidak ada ikaan
ganda diantara atom-atom karbon yang menyusun ekor itu, maka atom hydrogen akan sebanyak
mungkin terikat pada rangka karbon (Campbell 1987).
Sebagian besar lemak hewan adalah lemak jenuh, ekor asam lemaknya tidak memiliki
ikatan ganda. Lemak hewan yang jenuh seperti lemak babi dan mentega berbentuk padat dalam
suhu ruangan. Sebaliknya, lemak tumbuhan dan ikan umumnya tidak jenuh, karena umumnya
berada dalam bentuk cair pada suhu ruangan, lemak tumbuhan dan ikan disebut sebagai minyak,
misalnya minyak jagung, minyak hati ikan cod. Bentuk kaku tempat ditemukannya ikatan ganda
itu akan mencegah molekul itu untuk mengumpul cukup dekat satu sama lain, sehingga bisa
membentuk suatu padatan pada suhu ruangan. Ungkapan minyak tumbuhan terhidrogenasi
yang sering ditemukan dalam label makanan, berarti bahwa lemak jenuh telah diubah secara
sintesis menjadi lemak jenuh dengan cara menambahkan hydrogen. Mentega kacang, margarin,
dan banyak lagi produk lainnya merupakan bahan yang dihidrogenasi untuk mencegah lipid
memisah dalam bentuk cair (Campbell 1987).
Lemak telah memiliki konotasi yang sedemikian negatifnya dalam kebudayaan kita
sehingga kita mungkin bertanya-tanya apakah lemak bermanfaat bagi kita. Fungsi utama lemak
adalah sebagai cadangan energi. Rantai hidrokarbon lemak sangat mirip dengan molekul bensin
dan kandungan energinya juga hampir sama. Satu gram cadangan lemak memiliki kandungan
energy dua kali lipat dibandingkan dengan satu gram polisakarida, seperti pati. Karena tumbuhan
relative lebih diam, maka tumbuhan masih bia berfungsi dengan baik dengan cadangan energi
yang sebagian besar berada dalam bentuk pati, hewan sebaliknya harus membawa cadangan
energi bersamanya kemanapun perginya, sehingga akan lebih menguntungkan untuk mempunyai
cadangan bahan bakar yang lebih padat yaitu lemak. Manusia dan mamalia lain menumpuk
cadangan makanan jangka panjangnya dalam sel-sel lemak atau adiposa, yang membengkak dan
mengkerut ketika lemak disimpan atau dibebaskan dari cadangan penyimpanan (Campbell
1987).
Fosfolipid adalah komponen utama membrane sel. Fosfolipid mempunyai kemiripan
dengan lemak, namun molekul ini hanya memiliki dua asam lemak, bukan tiga seperti pada asam
lemak. Gugus hidroksil ketiga pada molekul gliserol itu berikatan dengan suatu gugus fosfat,
yang bermuatan negatif. Molekul kecil tambahan, umumnya bermuatan atau polar, dapat
berikatan dengan gugus fosfat membentuk berbagai macam fosfolipid. Fosfolipid menunjukan
perilaku ambivalen terhadap air. Ekornya, yang terdiri atas hidrokarbon, bersifat hidrofobik dan
tidak dapat brcampur dengan air. Nemun demikian, gugus fosfat dan ikatannya akan membentu
sebuah kepala hidrofilik yang memiliki afinitas yang kuat terhadap air (Campbell 1987).

Gambar 2. Struktur Fosfolipid.


Sumber : www.google.com

Ketika posfolipid ditambahkan kedalam air, molekul-molekul tersebut akan mengumpul dengan
sendirinya membentuk agregat yang melindungi bagian hidrofobiknya dari air. Kumpulan seperti
ini adalah misel, suatu butiran fosfolipid dengan kepala fosfat di bagian luar, yang berhubungan
langsung dengaan air. Ekor hidrokarbon dibatasi hanya pada bagian dalam misel yang bebas
dalam air (Campbell).
Pada permukaan suatu sel, fosfolipid tersusun atas suatu bilayer atau lapisan ganda. Kepala
hidrofilik molekul yang berada pada bagian luar bilayer itu, berhubungan lamgsung dengan
larutan aqueous dibagian dalam dan luar sel. Ekor hidrofilik mengarah pada bagian luar sel, ekor
hidrofobik mengarah ke bagian dalam membran, menjauhi air. Bilayer fosfolipid akan
membentuk suatu perbatasan antara sel dan lingkungan eksternalnya. Pada kenyataannya,
fosfolipid merupakan komponen utama membrane sel. Perilaku ini merupakan contoh lain
bagaimana bentuk menyesuaikan dengan fungsinya pada tingkatan molekuler (Campbell 1987).
Secara kimiawi, lemak dan minyak adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan
asam lemak rantai panjang. Senyawa terbentuk dari hasil kondensasi satu molekul gliserol
dengan tiga molekul asam lemak.
Lipid dapat diklasifikasikan menjadi 3 golongan besar, yaitu:
1. Lipid sederhana : senyawa ester asam lemak dan berbagai alcohol. Contoh : lemak atau
minyak dan lilin (wax).
2. Lipid kompleks (gabungan) : senyawa ester asam lemak yang mempunyai gugus lain
disamping alcohol dan asam lemak, misalnya krbohidrat atau protein. Contoh fosfolipid,
glikolipid dan lipoprotein.
3. Derivat lipid : senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid. Contoh : asam lemak,
gliserol, aldehida lemak, keton, hodrokarbon, sterol, vitamin larut lemak dan beberapa
hormon.
Selain menurut penggolongan diatas berdasarkan sifat kimianya lipid dapat pula dibedakan
menjadi 2, yaitu lipid yang dapat disabunkan atau dapat dihidrolisis dengan basa. Contohnya:
lemak atau minyak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya sterol dan terpena.
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy
adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300
tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Pada abad 16
dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19
penggunaan sabun meluas.
Saponifikasi pada dasarnya adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida denganalkali yang menghasilkan gliserol dan
garam karboksilat (sejenis sabun). Sabunmerupakan garam (natrium) yang mempunyai rangkaian
karbon yang panjang. Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari
minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-
12 sampai C18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang
digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis
basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH), reaksi umumnya adalah:
METODOLOGI

Praktikum Biokimia perairan tentang Lipid dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur,


Gedung Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada Hari
Selasa tanggal 24 November 2015. Adapun alat dan bahan yang diganakan pada prakikum lipid
ini adalah , blender untuk menghaluskan sampel, pisau untuk memotong sampel menjadi bagian-
bagian kecil, sendok untuk mengambil sampel, sudip, timbangan untuk meninmbang massa
sampel, gelas ukur untuk memasukan sampel yang telah diberi akuades, beaker glass untuk
memasukan sampel, penangas air untuk memberikan perlakuan panas pada sampel, thermometer
untuk mengukur suhu sampel, tabung reaksi untuk melihat reaksi yang terjadi pada sampel, pipet
tetes untuk meneteskan zat, rak tabung dan Bunsen. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan
dalam praktikum lipid ini adalah, minyak goreng dan minyak zaitun sebagai sumber lipid, KOH
dan NaOH sebagai basa kuat dan basa lemah, akuades untuk mengencerkan sampel, HCl, H 2SO4,
dan CH3COOH sebagai asam kuat dan asam lemah.

Prosedur praktikum lipid meliputi :

dimasukan 4-5 tetes minyak ke dalam tabung reaksi.


Tambahkan air suling sebanyak 3 mL. dimasukan 1 ml
KOH. Dan diPanaskan campuran tersebut sampai
mendidih (1-2 menit). Kocok dan perhatikan
pembentukan busa.

Diulangi percobaan pertama dengan mengganti larutan


KOH dengan NaOH.

Dibandingkan hasil yang diperoleh dari poin a dan b


Sabun yang terbentuk ditambahkan dengan beberapa
tetes asam (HCl pekat, H2SO4 pekat, asam asetat).

Diamati perlakuan dan catat hasilnya di dalam


tabel pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan praktikum lipid laboratorium akuakultur

Basa (1 Asam
Kel. Sampel Pemanasan Hasil Pengamatan
ml) (5 tetes)

Minyak 10 menit
Setelah dipanaskan dan diberi KOH lapisan bagia
Goreng
kuning
1 5 tetes KOH H2SO4
Setelah ditambah asam kuat, warna menjadi pu
berbau, bagian atas gliserol bagian bawah sabun

Setelah dipanaskan terdapat lapisan minyak


dibawah berwarna kuning, bau cukup menyengat
2 NaOH H2SO4 Ketika ditambah asam kuat larutan menjadi sep
(putih keruh), bagian atasnya terdapat lapisan b
(gliserol), tidak berbau H2SO4
3 KOH CH3COOH Terdapat lapisan minyak di bagian atas dan di baw
Setelah dipanaskan, di bagian atas masih terd
minyak
Di bagian bawah menjadi sedikit keruh setelah dit
Ditambah NaOH larutan tidak menyatu, berw
bagian atas dan bening di bagian bawah
Setelah dipanaskan terbentuk 2 lapisan, bagian
4 NaOH CH3COOH
bawah larutan putih keruh, tidak berbusa
Setelah ditambah CH3COOH dan dipanaskan
bagian bawah, minyak di bagian atas, sampel berb

Setelah ditambah KOH di bawah warna kuning,

5 KOH H2SO4 menyatu, berbuih banyak, aroma wangi


Setelah dipanaskan larutan homogen dan tidak be
Setelah diberi H2SO4 larutan di atas gliserol, di ba

Setelah diberi NaOH warna menjadi kuning


NaOH, tidak berbuih
Setelah dipanaskan larutan homogen, warna tetap
6 NaOH H2SO4
basa hilang
Setelah H2SO4 larutan berbuih yang menandakan
saponofikasi, warna jadi bening
Minyak
Zaitun 10 menit Setelah diberi aquades warna bening, setelah di
5 tetes
kuning bening, tidak berbuih, aroma wangi
7 KOH CH3COOH Setelah dipanaskan larutan homogen
Setelah ditambah CH3COOH larutan sedikit
(gliserol), di bagian bawah sabun, larutan sedikit k

Setelah ditambah NaOH dan sebelum dipanask


kuning bening, berbuih, aroma basa
Setelah diberi asam larutan berbuih, kuning beni
8 NaOH CH3COOH
beraroma asam
Setelah dipanaskan kembali minyak menjadi pec
proses saponifikasi
Pembahasan

Reaksi saponifikasi adalah suatu reaksi yang melibatkan lemak atau minyak dengan suatu
alkali yang akan menghasilkan sabun dan Gliserol. Sesuai pengamatan yang telah dilakukan
pada praktikum Biokimia tentang Lipid dapat dijelaskan bahwa, kelompok 8 dengan uji
kelarutan minyak zaitun. Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan (Diah 2012). Sabun yang berasal dari minyak zaitun
memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa
senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak
zaitun juga mengandung triasil gliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak
tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari
total asam lemak dalam minyak zaitun (Diah 2012). Minyak zaitun sebanyak 5 ml yang akan
diuji kelarutannya menggunakan larutan asam dan basa. Minyak zaitun sebanyak 5 ml
dimasukan kedalam tabung reaksi dan ditambahkan basa NaOH sebanyak 1 ml dan hasilnya
larutan menjadi warna kuning bening dan terdapat buih dan beraroma basa. Pemberian NaOH
berfungsi sebagai pemberi busa pada pembuatan sabun. NaOH merupakan bahan utama selain
minyak dalam pembuatan sabun. Melalui reaksi NaOH mengubah minyak atau lemak menjadi
sabun. NaOH termasuk golongan basa, dan basa besifat seperti sabun dan menghasilkan busa
(Campbell 1987).

Gambar 3. Reaksi Safonifikasi


Sumber :

Sampel yang telah diberikan perlakuan basa NaOH kemudian dipanaskan, pemberian panas
digunakan agar larutan tersebut homogen dan tidak terbentuk endapan (Diah 2012). minyak
menjadi pecah, larut dan menghasilkan buih. Buih sabun merupakan komponen utama
keberhasilan uji safonifikasi (Diah 2012).
Pada pengamatan kedua yaitu pemberian perlakuan asam CH3COOH pada minyak zaitun
Setelah diberi asam larutan berbuih, warna kuning bening tetapi keruh, dan beraroma asam.
Pemberian asam pada larutan minyak zaitun yang telah diberikan basa berguna untuk
menghidrolisis lemak agar gumpalan pada lemak tersebut sepenuhnya hilang. Hidrolisis pada
lemak akan menghasilkan asam lemak dan gliserol. Dalam proses hidrolisis lemak akan terurai
membentuk asam lemak dan gliserol. Proses ini dapat berlangsung dengan menggunakan asam,
lemak, atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang melibatkan basa akan menghasilkan gliserol
dalam garam asam lemak atau sabun. Pada umumnya lemak akan menimbulkan rasa dan bau
yang tidak enak apabila dibiarkan dalam udara terbuka. Hal ini disebabkan oleh proses hidrolisis
yang menghasilkan asam lemak bebas (Satyawibawa 1992).
Lemak akan terhidrolisis jika dilarutkan dalam asam atau basa, air, dan enzim lipase.
Hidrolisis lipid oleh asam akan menghasilkan gliserol dan asam-asam lemak penyusunnya.
Hidrolisis lipid oleh basa kuat (KOH atau NaOH) akan menghasilkan campuran sabun k + atau
Na+ dan gliserol. Proses hidrolisis ini disebut penyabunan atau saponifikasi. Hidrolisis oleh air
akan terjadi jika lemak/minyak dipanaskan dengan air pada suhu 180 c dan tekanan 10
atm,kemudian akan terhidrolisis menjadi gliserol dan asam-asam lemak. Gliserol larutdalam air,
sedangkan asam lemak terapung di atas air. Itu sebabnya kegunaan pemanasan pada praktikum
lipid ini dilakukan. Sabun yang terbentuk merupakan garam dari asam karboksilat. Asam
karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak umumnya mempunyai rantai karbon
panjang dan tidak bercabang (Sudarmo 2006).
Jika dibandingkan dengan kelompok 7 yaitu sampel minyak zaitun yang berwarna bening
yang diberi basa KOH larutan menjadi warna kuning bening, tidak berbuih, dan beraroma wangi.
Fangsi KOH dalam proses safonifikasi adalah untuk menghasilkan larutan yang lebih cair. KOH
banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air..
Proses saponifikasi harus dilakukan oleh senyawa alkali misalnya KOH dan NaOH. Seharusnya,
pemberian KOH dalam sampel minyak zaitun sama saja dengan pemberian basa NaOH, yaitu
menghasilkan buih. Karena KOH dan NaOH merupakan basa yang berisfat seperti sabun, yakni
menghasilkan buih (Sudarmo 2006). Setelah diberikan perlakuan asam CH3COOH larutan
sedikit mengendap di atas (gliserol), di bagian bawah sabun, larutan sedikit keruh. Endapan
yyang terjadi disebabkan ketika pemanasan sampel tidak dilakukan pengocokan yang
mengakibatkan larutan tersebut tidak homogeny.
Diah Pramushinta.2012

Satyawibawa, Iman dan Yustina Erna Widyastuti. 1992. Kelapa Sawit DanPengolahannya.
Jakarta: Ganesha Exacta

Fessenden dan Fessenden.1986. Kimia Organik jilid 2 edisi ketiga. Terjemahan oleh Aloysius
Hadyana Pudjaatmaka, Ph. D.1992.Jakarta : Erlangga.

Purba, M. 2006. Kimia Untuk SMA Kelas XII. Jakarta : Erlangga.

Sudarmo, U. 2006. Kimia untuk SMA kelas XI1. Surakarta : Phibeta.

Anda mungkin juga menyukai