Anda di halaman 1dari 24

PENYAKIT FLU BURUNG

(AVIAN INFLUENZA)

Disusun Oleh :
Deanitta Wahyuandany 151511213038
Yuanita Novitasari 151511213039
Andita Eka Indriawati 151511213040
Nuroniyah Bunga Firdausi 151511213041
Dewi Pangestu 151511213042
Salsabillah Fajar Ramdhani 151511213043
Hadiva Nara Ramadhanti 151511213044
Dwi Lestari 151511213045
Alif Dheo Hawirhanda 151511213046
Yulinda Najikhatul Mujriyah 151511213047

FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah dengan judul
Penyakit Flu Burung (Avian Influenza). Penyusunan makalah ini merupakan
salah satu syarat untuk memenuhi kompetensi dasar mata kuliah Ilmu Penyakit
Infeksius tahun ajaran 2016.

Penyelesaian penyusunan makalah ini adalah berkat doa dan dukungan dari
kedua orang tua penulis yang senantiasa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, semangat dan motivasi kepada penulis sehingga penulis berhasil
menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Surabaya, 27 Desember 2016

Penulis

DAFTAR ISI
i
Kata pengantar ..................................................................................................i
Daftar isi ...........................................................................................................ii
Bab Ipendahuluan .............................................................................................1

1.1 Latar belakang .............................................................................1


1.2 Rumusan masalah ........................................................................2
1.3 Tujuan ..........................................................................................2

Bab II Pembahasan ...........................................................................................3


2.1 Virus Flu Burung (Avian Influenza).............................................2
2.2 Patogenesis ..................................................................................6
2.3 Cara Penularan Serta Gejala Penyakit Flu Burung .....................7
2.4 Diagnosa Penyakit Flu Burung .................................................11
2.5 Faktor Resiko Kejadian .............................................................12
2.6 Cara Penanggulangan serta Pencegahan Penyakit Flu Burung .14
2.7 Hambatan dalam Menanggulangi .............................................20
Bab III Penutup ..22

3.1 Simpulan .22


3.2 Saran ...23

Daftar pustaka 24
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Wabah penyakit flu burung yang melanda dunia, khususnya kawasan Asia,
memang sangat menjadi perhatian, baik masyarakat luas maupun badan
kesehatan dunia seperti WHO. Hal ini disebabkan oleh flu burung yang dapat
menular pada manusia dan berakibat fatal karena dapat membawa kematian.
Kasusnya sangat gencar diberitakan diberbagai media massa sehingga
membuat resah banyak pihak. Bahkan,World Health Organization (WHO)
mengkhawatirkan virus flu burung akan menjadi ancaman serius di kawasan
Asia melebihi tsunami yang pernah terjadi pada akhir 2004 di Aceh,Thailand,
Bangladesh, Sri langka, dan India. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
pun ikut memperingatkan bahwa flu burung lebih berbahaya dari penyakit
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), karena virus flu burung mampu
menekan sistem imunitas tubuh manusia.
Saat ini H5N1 tidak menular dengan mudah dari unggas ke manusia, atau
dari manusia ke manusia. Akan tetapi para ahli mengatakan bahwa H5N1
ii
memiliki potensi untuk menjadi penyebab pandemi influenza di dunia. Jika
terjadi pandemi, jumlah orang yang terkena dan kematian akan sangat banyak,
diikuti dengan dampak-dampak ekonomi dan sosial, akhirnya terjadilah krisis
kesehatan yang mencakup seluruh dunia. Indonesia saat ini berada di tengah
krisis flu burung. Kasus flu burung pertama kali dilaporkan Indonesia pada
tahun 2003. Penyakit ini sekarang endemis di populasi ayam dibeberapa
daerah di Indonesia, jutaan unggas mati karena penyakit ini dan juga
dimusnahkan sebagai wujud penanganan kasus penularan flu burung.

Untuk kasus flu burung pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun
2005. Sejak itu Indonesia sudah mencatat lebih dari 130 kasus flu burung pada
manusia dan lebih dari 110 korban meninggal paling tinggi di dunia. Di
Indonesia, anak-anak merupakan salah satu kelompok yang paling beresiko
terkena penyakit ini karena sekitar 40 persen dari korban flu burung adalah
mereka yang berusia dibawah 18 tahun.

1
Oleh sebab itu, mengingat bahaya yang dapat terjadi disusunlah makalah
ini untuk membahas secara lebih terperinci baik pencegahan, cara penularan
dan bahaya dari penyakit flu burung yang semakin merebak dalam masyarakat
di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana penyebab virus flu burung?
1.2.2 Bagaimana patogenesis dari penyakit flu burung?
1.2.3 Bagaimana cara penularan atau penyebaran serta gejala yang ditimbulkan
penyakit flu burung?
1.2.4 Bagaimana cara mendiagnosa penyakit flu burung?
1.2.5 Bagaimana faktor resiko dari penyakit flu burung?
1.2.6 Bagaimana penanggulangan serta pencegahan penyakit flu burung?
1.2.7 Bagaimana hambatan dalam penanggulangan penyakit flu burung?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui tentang virus flu burung dan penyebab penyakit flu
burung.
1.3.2 Untuk mengetahui patogenesis pada virus flu burung serta cara penularan
atau penyebaran flu burung.
1.3.3 Untuk mengetahui apa saja gejala yang ditimbulkan oleh virus flu burung.
1.3.4 Untuk mengetahui bagaimana cara mendiagnosa penyakit flu burung.
1.3.5 Untuk mengetahui faktor resiko dari penyakit flu burung.
1.3.6 Untuk mengetahui cara penanggulangan serta pencegahan penyakit flu
burung.
1.3.7 Untuk mengetahui hambatan apa saja yang terdapat dalam
penanggulangan penyakit flu burung?

BAB II

PEMBAHASAN
2

2.1 Virus Flu Burung ( Avian Influenza)

Penyakit yang pertama diidentifikasi di Itali lebih dari 100 tahun yang lalu,
kini muncul di seluruh dunia. Seluruh unggas diketahui rentan terhadap
infeksi avian influenza, walaupun beberapa spesies lebih tahan terhadap virus
ini dibandingkan yang lain. Infeksi ini menyebabkan spektrum gejala yang
sangat luas pada unggas-unggas, mulai dari gejala yang ringan hingga ke
penularan yang sangat tinggi dan cepat menjadi penyakit yang fatal sehingga
menghasilkan epidemi yang berat. (Aditama TY., 2004)

Avian Influenza (AI) dikenal juga dengan istilah Fowl plaque adalah
penyakit menular yang dapat menginfeksi semua jenis unggas darat maupun
air, manusia, babi, dan kuda. Pada unggas air, virus tersebut sudah beradaptasi
dengan inangnya, sehingga tidak menyebabkan penyakit. Unggas air, seperti
bangau, belibis dan bebek liar merupakan reservoir alamiah bagi virus AI.
Unggas domestik, seperti ayam dan kalkun sangat rentan terhadap virus AI.

Virus influenza merupakan virus RNA termasuk dalam famili


Orthomyxoviridae. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8
segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza
mempunyai selubung atau simpai yang terdiri dari kompleks protein dan
karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk
menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat
menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu yang mengandung hemaglutinin
(HA) dan yang mengandung neuraminidase (NA), yang terletak dibagian
terluar dari virion (Horimoto T, Kawaoka Y. 2001 :129-149).

A. Penyebab atau Etiologi


Avian Influenza disebabkan oleh Virus influenza yang merupakan virus
3
RNA yang memiliki sifat mudah mengalami perubahan, tergolong family
Orthomyxovirida dengan genus Ortho-myxovirus dengan kode genetik H5N1 (H=
Haemagglutinin, N= Neuramidase) yang selain dapat menular dari burung ke
burung ternyata dapat pula menular dari burung ke manusia
(Iwandarmansjah,2007).

Virus ini memiliki beberapa tipe, antara lain: A, B dan C,


berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein dan matrix
proteinnya. Tipe A menyerang unggas, manusia, babi, kuda dan mamalia
lain. Sedangkan tipe B dan C hanya menyerang manusia. Virus influenza
tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan
epidemic dan pandemic.

Determinan antigenik utama dari virus influensa A dan B


adalah glikoprotein transmembran hemaglutinin (H atau HA) dan
neuroaminidase (N atau NA), yang mampu memicu terjadinya respons
imun dan respons yang spesifik terhadap subtipe virus. Respons ini
sepenuhnya bersifat protektif di dalam, tetapi bersifat protektif parsial pada
lintas, subtipe yang berbeda. Berdasarkan sifat antigenisitas dari
glikoprotein-glikoprotein tersebut, saat ini virus influensa dikelompokkan
ke dalam enambelas subtipe H (H1-H16) dan sembilan N (N1-N9).
Kelompok-kelompok tersebut ditetapkan ketika dilakukan analisis
filogenetik terhadap nukleotida dan penetapan urutan (sequences) gen-gen
HA dan NA melalui cara deduksi asam amino (Fouchier 2005).

Virus ini memiliki amplop yang mengandung dua bagian


penting pada permukaan antigen dan menentukan sifat patogenitas virus.
Bagian tersebut adalah hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).

Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1,


H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N9. Strain
4
yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari
subtype A H5N1. Virus influenza yang terganas sepanjang sejarah adalah
H1N1 yang telah menyebabkan kematian jutaan manusia, terjadi pada
tahun 1918 dan dikenal sebagai wabah Spanish Flu.

Unggas yang menderita influenza H5N1 dapat mengeluarkan


virus dengan jumlah yang besar dalam kotorannya. Virus tersebut dapat
bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22C dan lebih dari 30 hari
pada 0C. Virus akan mati pada pemanasan 60C selama 30 menit atau
56C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin,
serta cairan yang mengandung iodine (Iwandarmansjah,2007). Di dalam
tinja unggas dan dalam tubuh unggas yang sakit dapat bertahan lebih lama.
(Suharyono Wuryadi, 2004)

Pada umumnya virus influenza memiliki hospes (inang) yang


spesifik (specific host). Hal ini berarti bahwa virus yang menginfeksi
burung tidak akan menginfeksi manusia, dan sebaliknya. Namun perlu
diketaui bahwa virus influenza mudah mengalami perubahan, sebagai
akibat mutasi gen. Perubahan sifat pada virus influenza dapat berupa
antigenic shift, yaitu perubahan sebagai akibat akumulasi mutasi pada
genomnya. Bisa juga berupa antigenic drift, yaitu persilangan genom
antara virus influenza tipe yang berbeda. Virus H5N1 merupakan contoh
virus hasil perubahan antigenic drift, yaitu persilangan antara genom
virus penginfeksi burung dengan virus penginfeksi manusia, sehingga
H5N1 B bisa menyerang burung maupun mamalia, termasuk manusia.
Babi bisa bertindak sebagai perantara (mixing vessel) antara virus dari
jenis yang berbeda ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa passage virus
Flu Burung (AI) pada babi menghasilkan virus influenza yamg mirip
dengan influenza pada manusia. Hal ini berarti bahwa babi memegang
peran penting sebagai media perubahan antigenic drift.

2.2 Patogenesis

Patogenesis sebagai sifat umum virus dalam virus influensa A merupakan


bakat pilogenik dan sangat tergantung kepada
5 sebuah konstelasi gen yang
optimal yang mempengaruhi antara lain tropisme (reaksi ke arah atau
menjauhi stimulus) dari jaringan dan hospes, efektivitas replikasi dan
mekanisme penghindaran imunitas (immune evasion mechanism). Selain itu
faktor spesifik pada tiap spesies berperan juga terhadap hasil suatu infeksi,
yang terjadi setelah penularan antar spesies, dan karenanya tidak dapat diduga
sebelumnya. Bentuk influensa unggas yang sangat patogen sampai saat ini
secara eksklusif ditimbulkan oleh subtipe H5 dan H7. Tetapi dalam kenyataan
hanya sebagian kecil subtipe H5 dan H7 yang menunjukkan biotipe yang
sangat patogen (Swayne and Suarez 2000). Biasanya virus-virus H5 dan H7
bertahan stabil dalam hospes alaminya dalam bentuk yang berpatogenisitas
rendah. Dari reservoir ini virus dapat ditularkan melalui berbagai jalan ke
kawanan unggas ternak. Setelah masa sirkulasi yang bervariasi dan tidak pasti
(dan barangkali juga beradaptasi) dalam populasi unggas yang rentan, virus-
virus tersebut dapat secara meloncat mengalami mutasi menjadi bentuk yang
sangat patogen (Rohm 1995).
Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI, yaitu :
1. Protein hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus. Adanya
cleavage site pada protein HA akan meningkatkan sifat pathogen virus
AI. Protein HA juga berperan dalam proses infeksi virus ke dalam sel
dengan cara berinteraksi secara langsung dengan reseptor di permukaan
sel hospes. Selain itu protein HA juga berfungsi dalam perpindahan virus
dari satu sel ke sel lain. Melalui cara akumulasi mutasi pada HA, maka
virus AI bisa meningkat daya penularannya.
2. Gen Nonstruktural Protein (gen NS). Keberadaan gen NS akan
menciptakan virus yang kebal terhadap dua faktor yang berkaitan dengan
sistem imun tubuh, yaitu interferon (IFN) dan tumornecrosis factor
alpha (TNF-)", yang memiliki peran anti virus. Hasil uji coba
menunjukkan bahwa bahwa virus rekombinan yang memiliki NS yang
berasal dari virus pathogen, seperti H1N1 berhasil menghambat ekspresi
gen yang diregulasi oleh interferon.

2.3 Cara Penularan Serta Gejala Penyakit Flu Burung

A. Penularan Penyakit Flu Burung 6

Virus flu burung (H5N1) dapat menyebar dengan cepat diantara populasi
unggas dengan kematian yang tinggi. Bahkan dapat menyebar antar
peternakan dari suatu daerah ke daerah lain. Penyakit ini juga teridentifikasi
bersifat zoonosis, yaitu menular dari hewan ternak ke manusia.

1. Penularan Antar-Ternak Unggas


Penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas lain atau dari
peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut:
a. Kontak langsung dari unggas terinfeksi dengan hewan yang peka.
b. Melalui lendir yang berasal dari hidung dan mata.
c. Melalui kotoran (feses) unggas yang terserang flu burung.
d. Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian yang terkontaminasi
dengan virus.
e. Melalui pakan, air, dan peralatan kandang yang terkontaminasi.
f. Melalui udara karena memiliki peran penting dalam penularan dalam
satu kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam penularan antar
kandang.
g. Melalui unggas air yang dapat berperan sebagai sumber (reservoir)
virus dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan lewat kotoran.

2. Penularan dari Ternak ke Manusia


Faktor yang dapat membatasi penularan flu burung dari ternak ke manusia
adalah jarak dan intensitas dalam aktivitas yang berinteraksi dengan kegiatan
peternakan. Semakin dekat jarak peternakan yang terkena wabah virus dengan
lingkungan manusia maka peluang untuk menularnya virus bisa semakin besar.
Penularan virus ke manusia lebih mudah terjadi, jika orang tersebut melakukan
kontak langsung dengan aktivitas ternak. Perlu diperhatikan pula cara pengolahan
dan pemasakan daging unggas. Daging yang dimasak harus dipastikan benar-
benar matang untuk menghindari adanya sisa kehidupan dari virus. Kematian
virus dapat terjadi jika dipanaskan dengan suhu 60C selama 3 jam. Semakin
meningkat suhu akan semakin cepat mematikan virus.Telur yang cangkangnya
terdapat kotoran kering perlu diwaspadai. Hal7 ini dilakukan untuk mengantisipasi
kotoran yang menempel pada telur tadi berasal dari kotoran unggas yang
terjangkit flu burung. Jika memperoleh telur seperti ini maka sebaiknya segera
mencuci tangan dengan alkohol setelah memegang telur. Sebaiknyamenghindari
makan telur yang tidak matang atau setengah matang karena kemungkinan masih
ada virus yang terkandung di dalamnya.

3. Penularan Antar-Manusia
Orang yang mempunyai risiko besar terserang flu burung adalah pekerja
peternakan unggas, penjual, penjamah unggas, sampai ke dokter hewan yang
bertugas memeriksa kesehatan ternak di peternakan. Sampai saat ini, peneliti
meyakini bahwa flu burung ditularkan dari unggas ke manusia. Kemungkinan
penularan flu burung antar- manusia kecil, tetapi tetap perla diwaspadai. Hal ini
dikarenakan virus cepat bermutasi dan beradapasi dengan manusia sehingga
memungkinkan adanya varian baru dari flu burung.

Virus avian influenza secara normal tidak menginfeksi diluar


spesies unggas dan babi. Kasus pertama infeksi avian influenza pada
manusia muncul di Hongkong pada tahun 1997. Pada waktu itu strain
H5N1 menyebabkan penyakit pernapasan yang berat pada 18 pasien, yang
mana 6 diantaranya meninggal. Infeksi pada manusia merupakan
koinsidensi dari epidemi Avian influenza yang sangat menular (H5N1)
yang terjadi pada hewan-hewan ternak. Investigasi yang ekstensif dari
wabah mencerminkan bahwa kontak yang dekat dengan ternak hidup yang
terinfeksi merupakan sumber infeksi pada manusia. Studi pada tingkat
genetik lebih lanjut mencerminkan bahwa pindahnya virus dari unggas ke
manusia. Penularan pada beberapa pekerja kesehatan (terbatas) muncul,
tetapi tidak menyebabkan kasus penyakit yang berat. (Thomas Suroso,
2004)
B. Gejala Klinis
Gejala klinis yang bisa dikenali pada unggas penderita AI, antara lain:
jengger dan kulit yang tidak berbulu berwarna biru (sianosis). Ilustrasi
ditampilkan pada gambar dibawah. Beberapa kasus mati mendadak, tanpa gejala
klinis. Terjadi abnormalitas pada sistim pernapasan, pencernaan dan syaraf serta
reproduksi. Pada gejala awal ditemukan adanya penurunan nafsu makan, lemah,
penurunan produksi telur, gangguan pernapasan berupa batuk, bersin,
menjulurkan leher, hiperlakrimasi (leleran mata berlebih), bulu kusam. Terlihat
pembengkakan (edema) pada muka dan kaki, terlihat kaki kemerahan, seperti
bekas kerokan. Gejala diare sering juga ditemukan.
8 Gejala-gejala tersebut bisa
muncul secara sendiri atau gabungan.

Gambar 1. Jengger dan pial sianosis (kebiruan) (Anonimus, 2007)

Gambar 2. Diare pada broiler umur 4 minggu penderita AI (Qureshi, 2001)

1. Perubahan Pasca Mati 9


Gambaran pasca mati bervariasi, tergantung tingkat keparahan penyakit
dan patogenitas virus. Pada infeksi ringan, terjadi lesi ringan berupa peradangan
pada sinus, edema trakhea disertai eksudat cair sampai kental. Kantong udara
menebal dengan eksudat berfibrin sampai perkejuan, peritonitis, enteritis dan
eksudat pada oviduk. Pada infeksi virus yang sangat patogen, gejala klinis tidak
jelas, karena ternak mati mendadak sebelum lesi berkembang. Pada kasus lain,
bisa terjadi perubahan yang mencolok, antara lain : kongesti, hemoragi dan
penimbunan cairan dalam rongga perut serta kerusakan (nekrosis) pada berbagai
organ dalam. Pada Kasus-kasus infeksi virus H7N7, H5N3, H5N1, H5N9 dan
H5N2 terlihat beberapa perubahan, seperti edema pada kepala, bengkak pada
sinus, sianosis, kongesti, hemoragi pada pial, jengger dan kaki. Kongesti paru-
paru dan hemoragi organ dalam yang lain. Ptekie pada lemak abdominal dan
organ dalam yang lain. Hati pucat dan rapuh, lendir dalam sinus dan rongga mulut
berlebihan, edema dan hemoragi pada otak.

Gambar 3. Kongesti trakhea akut pada Ayam penderita AI (Qureshi, 2001)

2. Gejala Klinis pada Manusia


Gejala klinis pada manusia penderita AI, antara lain adalah penderita
mengalami demam (38 derajat Celcius), sakit tenggorokan, batuk, beringus,
infeksi mata, nyeri otot, sakit kepala, lemas10dan dalam waktu singkat dapat
menjadi lebih berat dengan terjadinya peradangan paru-paru (pneumonia) dan
kematian. Perlu waspada jika kejadian influenza terjadi pada manusia yang kira-
kira 7 hari terakhir telah kontak dengan unggas dan unggas tersebut sakit atau
mati dengan gejala klinis mengarah pada penyakit flu burung.
3. Masa Inkubasi
Menurut Iwandarmansjah (2007), masa inkubasi pada flu burung ini dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Masa inkubasi pada unggas : 1 minggu
b. Masa inkubasi pada manusia : 1-3 hari, Masa infeksi 1 hari sebelum
sampai3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari.

2.4 DIAGNOSA PENYAKIT FLU BURUNG

Menurut Yuliarti (2006), diagnosis flu burung meliputi :


1. Rapid Test
Alat ini berbentuk kotak plastik kecil yang didalam nya terdapat
kertas putih dengan kode C (control) dan T (Test) yang sudah ditetesi
antibodi virus flu burung yang berperanan mendeteksi antigen virus. Jika
unggas terkena flu burung, antigen virus pada unggas terikat dengan
antibodi yang ada dalam kertas, sehingga akan memunculkan dua garis
vertikal pada area C dan T. Keuntungan metode ini adalah kecepatannya
karena kita langsung dapat mengetahui hasilnya.
2. HI (Hemaglutinasi Inhibisi)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Hemaglutinin (H). Uji ini
lebih sensitif dari pada rapid test dan cukup murah, meskipun
membutuhkan waktu lebih lama (sekitar 3 hari).
3. AGP (Agar Gel Presipitation)
Alat ini untuk melihat antibodi terhadap Neuraminidase (N).
4. VN (Virus Netralisasi)
Alat ini untuk mengetahui pembentukan antibodi.
5. Isolasi Virus
6. PCR (Polimerase Chain Reaction) 11
Alat ini untuk memastikan adanya virus Influenza A subtipe H5N1.
Metode ini masih jarang digunakan pada hewan. Uji ini sebenarn ya 11
sensitif dan akurasinya tinggi, tetapi mungkin karena membutuhkan biaya
mahal, sehingga masih jarang dipergunakan. Pada manusia, selain
pemeriksaan laboratorium diatas, ada pula pemeriksaan laboratorium
yang meliputi :
1. Pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaanHb, hitung jenis
leukosit, hitung total leukosit, trombosit, laju endap darah, albumin,
globulin, SGPT, SGOT, ureum, kreatinin, serta analisa gas darah.
2. Pasien pemeriksaan mikrobiologi meliputi Rapid test, ELISA, dan
pemeriksaan antigen (HI, IF/FA).
3. Foto Toraks.

2.5 FAKTOR RESIKO KEJADIAN


1. Faktor kebersihan lingkungan kandang dan personil kandang
Faktor kebersihan lingkungan kandang dan personil kandang adalah salah
satu bagian biosekuriti dan merupakan aspek potensial yang mempengaruhi
kemungkinan masuknya agen penyakit ke dalam peternakan. Penyebaran
virus flu burung antar kandang dapat dikurangi dengan selalu menjaga
kebersihan kandang beserta peralatannya, apalagi jika selalu menggunakan
desinfektan yang tepat. Pergerakan orang seperti peternak, Dokter Hewan,
maupun tamu di peternakan merupakan salah satu faktor penyebaran virus
flu burung antar kandang. Menurut Marangon dan Capua (2005), analisis
yang dilakukan terhadap kasus wabah HPAI di Italia selama tahun
1999/2000 menunjukkan bahwa 9,4% penularan secara tidak langsung
karena pertukaran karyawan, alat-alat dan lain-lain.

2. Faktor waktu istirahat kandang


Faktor waktu istirahat kandang sangat efektif untuk mengurangi populasi
mikroba yang ada. Mikroba pada dasarnya
12 tidak dapat bertahan lama di
lingkungan, sebab untuk perkembangbiakannya memerlukan hospes (induk
semang). Virus flu burung membutuhkan hospes hidup. Peternak
melakukan istirahat kandang setelah panen atau afkir kebanyakan hanya
untuk membersihkan kandangnya saja sebelum diisi kembali, setelah dirasa
cukup bersih biasanya peternak langsung memasukkan ternak untuk
periode berikutnya untuk menghemat waktu dan mengurangi kerugian
sehingga waktu istirahat kandang relatif sangat pendek. Peternak
mengistirahatkan kandangnya agak lama jika ada alasan khusus seperti
sulitnya mendapatkan bibit atau saat harga dipasaran lagi tinggi. Padahal
istirahat kandang sangat efektif mengurangi populasi mikroba yang ada.
3. Faktor jarak antar kandang
Faktor jarak antar kandang di peternakan penting untuk diperhatikan karena
semakin dekat jarak antar kandang juga akan meningkatkan risiko tertular
penyakit jika peternakan tetangga terdekat terkena penyakit. Sebuah
penelitian di Italia menunjukkan bahwa 26,2% kejadian flu burung
dijumpai pada lingkungan dalam radius satu kilometer di seputar
peternakan terserang Ternak unggas dalam radius 5-6 kilometer dari lokasi
positif flu burung harus terus diwaspadai. Sedangkan IEC dalam sebuah
workshop di Hanoi menyatakan bahwa virus flu burung dapat ditularkan
oleh burung atau hewan liar dalam radius 10 km dari lokasi positif flu
burung, sehingga dalam radius tersebut dianggap sebagai zona tertular yang
harus diwaspadai.
4. Faktor sistem pemeliharaan
Faktor sistem pemeliharaan tidak satu umur merupakan salah satu aspek
potensial yang mempengaruhi kemungkinan penyebaran penyakit flu
burung dalam peternakan. Salah satu langkah untuk penanggulangan
penyebaran virus flu burung antar kandang adalah dengan menerapkan
biosekuriti yang ketat, sistem pemeliharaan all in all-out, selalu menjaga
kebersihan kandang dan petugas kandang beserta peralatannya, serta
menggunakan desinfektan yang tepat. Pergerakan keluar- masuknya alat
angkut seperti truk dan mobil pengangkut ternak atau produknya serta boks
kemasan harus diwaspadai karena dapat sebagai media penularan virus flu
13
burung, terutama jika alat angkut tersebut selain digunakan di dalam farm
juga digunakan keluar farm seperti di pasar, farm atau wilayah lain yang
tertular.

2.6 Cara Penanggulangan serta Pencegahan Penyakit Flu Burung


A. Penanggulangan Penyakit Flu Burung
Melihat adanya kondisi peternakan yang memburuk akibat adanya wabah flu
burung. Departemen Pertanian mengeluarkan beberapa kebijakan. Kebijakan ini
diharapkan membantu peternakan sehingga dapat menjalankan aktivitas beternak
kembali. Departemen Pertanian mengintruksikan pada segenap jajaran Dinas
Peternakan di daerah-daerah untuk melakukan hal yang sama saat menemukan
adanya indikasi flu burung.
1. Peningkatan biosekuriti
Strategi utama yang harus dilaksanakan adalah dengan meningkatkan
biosekuriti. Tindakan karatina atau isolasi harus diberlakukan terhadap
peternakan yang tertular. Kondisi sanitasi di kandang-kandang,
lingkungan kandang maupun para pekerja harus sehat. Kemudian lalu
lintas keluar- masuk kandang termasuk orang dan kendaraan harus
secara ketat dimonitor. Area peternakan yang sehat diciptakan dengan
program desinfeksi secara teratur serta menerapkan kebersihan pada
saat bekerja, misalnya dengan memakai sarung tangan, masker, dan
sepatu panjang.
2. Vaksinasi
Program vaksinasi merupakan tindakan kedua yang dipilih oleh
Indonesia di dalam penanggulangan avian influenza. Vaksinasi
dilakukan terhadap hewan yang sehat, terutama yang berada di sekitar
peternakan ayam yang terkena wabah ini dilakukan untuk memberikan
kekebalan pada ayam supaya tidak mudah tertular. Vaksinasi yang
digunakan harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan menurut
peraturan perundangan yang berlau. Kemudian vaksin yang boleh
diedarkan dan digunakan adalah vaksin yang mendapat nomor
registrasi Departemen Pertanian. Dalam program vaksinasi ini,
Departemen Pertanian telah menyediakan sekitar 126 juta dosis vaksin
siap digunakan. Vaksin ini didistribusikan ke daerah - daerah yang
terkena infeksi atau daerah yang diperkirakan akan tertular.
Pelaksanaan vaksinasi akan dikoordinir
14 oleh Dinas Peternakan
masing-masing wilayah yaitu provinsi, kabupaten dan kota.
3. Depopulasi
Istilah depopulasi adalah tindakan memusnakan unggas atau hewan
yang sakit secara terbatas. Ada berbagai cara yang dapat ditempuh
sebagai upaya pemusnahan ini. Pertama, adalah dengan menguburkan
unggas yang mati akibat avian influenza. Kedua, peternak dapat
melaksanakan depopulasi dengan membakar unggas yang mati akibat
terserang penyakit tersebut. Tujuan utama dari tindakan ini adalah
untuk memutuskan siklus penyakit. Tempat dimana dilaksanakan
pemusnahan hewan seharusnya ditutup kembali kemudian disiram
dengan air kapur atau desinfektan. Seperti diketahui bahwa dalam
mengkaji suatu penyakit, ada tiga hal yang harus diperhatikan, yaitu
pertama adalah agent atau penyebab penyakit, dalam hal ini virus
avian influenza. Kedua adalah induk semang atau inang, dalam kasus
ini yang bertindak sebagai inang adalah unggas, babi, bahkan manusia
bila virus menginfeksi. Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah
lingkungan (enviromental). Lingkungan inilah tempat agent dan inang
melakukan interaksi. Jadi bila lingkungan tidak memberikan peluang
maka suatu penyakit atau wabah tidak akan terjadi.
4. Melakukan pengawasan produk unggas
Daging, telur, dan karkas unggas perlu diawasi untuk mencegah
penyebaran virus yang masih aktif dan menempel pada produk
tersebut. Jika produk mengandung virus yang masih aktif
dikhawatirkan akan berpindah ke unggas atau bahkan orang. Beberapa
langkah yang dapat digunakan untuk memperoleh daging yang aman
dari flu burung antara lain sebagai berikut:
a. Pilih daging yang tidak terdapat bercak merah di bawah kulit.
b. Pilihlah daging segar. Bau daging segar biasanya khas atau tidak
berbau anyir.
c. Pilih daging yang tidak lembek.15
d. Pastikan dalam pengolahannya benar-benar matang.
5. Memantau lalu lintas unggas
Kiriman unggas yang dipesan dari luar daerah tempat pemesan perlu
dipantau dan diperiksa. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya
bibit endemik dari luar daerah. Pemeriksaan dilakukan dengan
mengamati kondisi fisik, kesehatan hewan serta melakukan uji
laboratorium sampel darah unggas terhadap kemungkinan avian
influenza. Dalam kondisi wabah seperti sekarang ini maka
pengendalian juga berdasarkan perwilayahan (zoning), ada 3 (tiga)
pembagian wilayah dalam upaya pengendalian:
a. Daerah tertular: daerah yang sudah dinyatakan ada kasus secara
klinis dan hasil uji laboratorium.
b. Daerah terancam: daerah yang berbatasan langsung dengan daerah
tertular atau tidak memilki batasan alam dengan daerah tertular.
c. Daerah bebas: daerah yang dinyatakan masih belum ada kasus
secara klinis mapun secara uji laboratorium, atau memiliki batas.
d. Alam (propinsi, pulau)
Pembagian wilyah ini merupakan upaya dalam pengendalian suatu wabah
sehingga secara sistematik mendukung program pengendalian. Dalam
teknis pelaksanaannya harus dikombinasikan dengan program-program
yang lain. Tujuan pengendalian dan pemberantasan sebagai berikut:
1. Mengendalikan wabah dengan menekan kasus kematian unggas.
2. Mengendalikan dan mengurangi perluasan penyakit ke wilayah
lain di Indonesia.
3. Mempertahankan wilayah yang masih bebas.
4. Mencegah penularan penyakit ke manusia dengan menghilangkan
sumber penyakit.
5. Melakukan sosialisasi
Sosialisasi flu burung dilakukan16dengan penyuluhan kepeternakan
di masing-masing daerah. Adanya sosialisasi diharapkan warga di
sekitar lokasi peternakan mengerti dan paham akan bahaya flu
burung. Dengan demikian, masyarakat akan menjaga kondisi
lingkungan dan kesehatannya. Pengertian masyarakat akan bahaya
flu burung diharapkan membuat tahu langkah-langkah yang harus
dilakukan dalam menghadapi flu burung.
B. Cara Pencegahan
Tindakan pencegahan yang bisa kita lakukan adalah:
1. Menjaga kebersihan diri sendiri antara lain mandi dan sering cuci
tangan dengan sabun, terutama yang sering bersentuhan dengan
unggas.
2. Membersihkan lingkungan sekitar tempat tinggal kita.
3. Menggunakan Alat Pelindung Diri (masker, sepatu, kaca mata dan
topi serta sarung tangan) bagi yang biasa kontak dengan unggas.
4. Melepaskan sepatu, sandal atau alas kaki lainnya di luar rumah.
5. Bersihkan alat pelindung diri dengan deterjen dan air hangat,
sedangkan benda yang tidak bisa kita bersihkan dengan baik dapat
dimusnahkan.
6. Memilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala flu burung)
hindari membeli unggas dari daerah yang diduga tertular flu
burung.
7. Memilih daging unggas yang baik yaitu segar, kenyal (bila ditekan
daging akan kembali seperti semula), bersih tidak berlendir, berbau
dan bebas faeces dan kotoran unggas lainnya serta jauh dari lalat
dan serangga lainnya.
8. Sebelum menyimpan telur unggas dicuci lebih dulu agar bebas dari
faeces dan kotoran unggas lainnya.
9. Memasak daging dan telur unggas hingga 70C sedikitnyaselama 1
menit Sejauh ini bukti ilmiah yang ada mengatakan aman
mengkonsumsi unggas dan produknya asal telah dimasak dengan
baik.
10. Pola hidup sehat secara umum dapat17 mencegah flu seperti istirahat
cukup untuk menjaga daya tahan tubuh ditambah dengan makan
dengan gizi seimbang serta olah raga teratur dan jangan lupa
komsumsi vitamin C.
11. Hindari kontak langsung dengan unggas yang kemungkinan
terinfeksi flu burung, dan laporkan pada petugas yang berwenang
bila melihat gejala klinis flu burung pada hewan piaraan.
12. Tutup hidung dan mulut bila terkena flu agar tidak menyebarkan
virus.
13. Pasien influenza dianjurkan banyak istirahat, banyak minum dan
makan makanan bergizi.
14. Membawa hewan ke dokter hewan atau klinik hewan
untukmemberikan imunisasi.
15. Sering mencuci sangkar atau kurungan burung dengan desinfektan
dan menjemurnya dibawah sinar matahari, karena sinar ultra violet
dapat mematikan virus flu burung ini.
16. Apabila anda mengunjungi pasien flu burung, ikuti petunjuk dari
petugas rumah sakit untuk menggunakan pakaian pelindung (jas
lab) masker, sarung tangan dan pelindung mata. Pada waktu
meninggalkan ruangan pasien harus melepaskan semua alat
pelindung diri dan mencuci tangan dengan sabun.
17. Bila ada unggas yang mati mendadak dengan tanda-tanda seperti
flu burung harus dimusnahkan dengan cara dibakar dan dikubur
sedalam 1 meter.
Pada dinas terkait dengan flu burung bisa melaksanakan penerapan siaga 1
pada usaha peternakan unggas dan babi dengan memberikan vaksinasi, agar
ternak tersebut aman dari terjangkitnya virus Avian Influenza. Siaga 2 pada
setiap pasar burung atau pasar ternak lainnya dan siaga 3 pada rumah sakit dan
jajaran kesehatan untuk menangani sejak dini kemungkinan tertularnya virus
Avian Influenza.

Hingga saat ini belum ada vaksin untuk mencegah flu burung jenis H5N1
pada manusia, vaksin yang ada baru untuk hewan, akan tetapi upaya kearah
penemuan vaksin masih terus digalakkan.
18Sedangkan vaksin influenza yang
kini beredar untuk mencegah flu biasa. Vaksin influenza yang ada saat ini
untuk virus influenza H7N2 tipe A dan B. Vaksin tersebut hanya efektif
mencegah flu biasa sampai 80%. Sebaiknya vaksin yang digunakan sesuai
dengan tipe virus. WHO, Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan secara
umum prinsip-prinsip kerja hygienis, seperti mencuci tangan dengan sabun,
menggunakan alat pelindung diri bila diperlukan merupakan upaya
pencegahan terhadap flu burung. Vaksinasi merupakan upaya kedua terhadap
populasi unggas di daerah tertular dengan vaksin lokal dan impor yang telah
mendapat nomor registrasi dari DepTan, RI. Sedangkan pertahanan pertama
adalah melaksanakan biosecurity secara ketat melalui karantina atau isolasi
peternakan dengan desinfeksi.

Sedangkan obat antivirus atau anti viral flu burung yang ada saat ini
adalah Oseltamivir dan tamivir yang dapat digunakan untuk mematikan virus
flu burung ini yang dikeluarkan oleh industri farmasi Roche, obat ini
mempunyai keterbatasan selain tidak dijual dipasaran dan jumlah produksinya
yang terbatas ,obat ini tidak dapat diberikan lebih dari dua hari atau satu
minggu pertama masa inkubasi virus, sebab obat ini tidak bekerja efektif. Obat
ini tidak bisa diberikan pada anak-anak, pada orang dewasa harus diberikan
tiap hari 75 mg selama 1 minggu, bahkan sedapat mungkin diberikan 48 jam
pertama dan diberikan selama 3-5 hari. Pemberian obat antiviral yang tidak
tepat menyebakan mutagenic pada virus flu burung itu sendiri hingga virusnya
menjadi kebal terhadap obat-obatan.
2.7 Hambatan Dalam Menanggulangi

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memberantas


19 masyarakat sehubungan dengan
penyakit flu burung yang sangat ditakuti oleh
tingkat kematian tinggi pada unggas dan menyebabkan kerugian sangat besar
pada industri perunggasan di Indonesia, penularan penyakit pada manusia, dan
mengganggu perokonomian nasional.
Belum berhasilnya pemberantasan flu burung di Indonesia dikarenakan
hal-hal berikut:
1. Unggas liar sebagai reservoir
Salah satu kendala pemberantasan penyakit flu burung adalah flu burung
pada unggas liar maupun domestik tidak menimbulkan gejala klinis
apabila terinfeksi. Unggas liar hanya berfungsi sebagai reservoir, sehingga
tubuhnya dapat mengandung virus flu burung, tetapi tidak menampakkan
gejala klinis terserang penyakit flu burung (tampak sehat).

2. Sistem peternakan dan pemeliharaan hewan di Indonesia


Sistem peternakan di Indonesia umumnya masih tradisional. Mayoritas
tiap keluarga di Indonesia, terutama di desa, memiliki ayam yang
dipelihara dengan dilepas pada waktu siang hari untuk mencari makan.
Ayam yang dilepas akan dapat melakukan kontak dengan unggas liar yang
menjadi reservoir penyakit flu burung maupun kontak dengan material
yang tercemar virus AI, sehingga akan memudahkan penularan penyakit.
Apabila satu saja dari ayam-ayam tertular flu burung dari unggas liar,
maka satu flock mungkin akan tertular semuanya saat sudah kembali
dikandangkan.
3. Gaya hidup masyarakat di Indonesia
Gaya hidup masyarakat Indonesia yang tidak sehat memungkinkan menyebabkan
penyakit flu burung mudah sekali menyebar. Kita harus mulai menghilangkan
gaya hidup seperti membiarkan kandang kotor, letaknya dibawah atau sangat
dekat degan rumah, membiarkan unggas masuk kedalam rumah, tidak berganti
pakaian yang bersih setelah menangani unggas, dan lain-lain.
4. Pelanggaran terhadap aturan pemerintah tentang lalu lintas hewan
Di Indonesia, umumnya lalu lintas hewan khususnya ternak maupun produk-
produknya yang merupakan sumber penularan virus flu burung, masih ditemukan

20
banyak pelanggaran yang akan memudahkan virus flu burung menyebar kemana-
mana.
5. Banyak masyarakat yang belum tahu tentang flu burung
Sampai saat ini, kesadaran masyarakat untuk ikut menyukseskan program
pemerintah dalam pengendalian flu burung masih kurang. Hal ini karena rata-rata
tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah terutama di desa-desa terpencil
sehingga mereka umumnya pasif dan tidak mau berusaha mencari informasi jika
pemerintah tidak melakukan sosialisasi lebih intensif.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan 21
Avian influenza yang disebabkan oleh virus influenza selain dapat menular
dari burung ke burung ternyata dapat pula menular dari burung ke manusia.
Virus ini memiliki beberapa tipe, antara lain: A (menyerang unggas, manusia,
babi, kuda, dan mamalia lain), B dan C (hanya menyerang manusia).

Bentuk influensa unggas yang sangat patogen sampai saat ini secara
eksklusif ditimbulkan oleh subtipe H5 dan H7. Tetapi dalam kenyataan hanya
sebagian kecil subtipe H5 dan H7 yang menunjukkan biotipe yang sangat
pathogen. Terdapat dua faktor yang menentukan tingkat pathogen virus AI,
yaitu :
1. Protein hemaglutinin (HA), yang terdapat pada permukaan virus.
2. Gen Nonstruktural Protein (gen NS).
Penularan penyakit flu burung, antara lain, penularan antar-ternak unggas,
penularan dari ternak ke manusia, penularan antar-manusia. Gejala klinis yang
bisa dikenali pada unggas penderita AI, antara lain: jengger dan kulit yang
tidak berbulu berwarna biru (sianosis). Terjadi abnormalitas pada sistim
pernapasan, pencernaan dan syaraf serta reproduksi. Pada gejala awal
ditemukan adanya penurunan nafsu makan, lemah, penurunan produksi telur,
gangguan pernapasan berupa batuk, bersin, menjulurkan leher, hiperlakrimasi
(leleran mata berlebih), bulu kusam. Terlihat pembengkakan (edema) pada
muka dan kaki, terlihat kaki kemerahan, seperti bekas kerokan, serta diare.
Diagnosis flu burung meliputi Rapid Test, HI (Hemaglutinasi Inhibisi),
AGP (Agar Gel Presipitation), VN (Virus Netralisasi), Isolasi Virus, PCR
(Polimerase Chain Reaction).
Faktor resiko kejadian meliputi:

1. Faktor kebersihan lingkungan kandang dan personil kandang


2. Faktor waktu istirahat kandang
3. Faktor jarak antar kandang
4. Faktor sistem pemeliharaan
22
Penanggulangan sera pencegahan penyakit flu burung meliputi
peningkatan biosekuriti, vaksinasi, depopulasi, melakukan pengawasan
produk unggas, memantau lalu lintas unggas.

Hambatan dalam menanggulangi penyakit flu burung ini adalah unggas


liar hanya berfungsi sebagai reservoir, sehingga tubuhnya dapat mengandung
virus flu burung, tetapi tidak menampakkan gejala klinis terserang penyakit
flu burung (tampak sehat), sistem peternakan di Indonesia umumnya masih
tradisional, gaya hidup masyarakat Indonesia yang tidak sehat memungkinkan
menyebabkan penyakit flu burung mudah sekali menyebar, pelanggaran
terhadap aturan pemerintah tentang lalu lintas hewan, serta banyak masyarakat
yang belum tahu mengenai flu burung.

3.2 Saran
Untuk menanggulangi terjadinya wabah virus flu burug, sebaiknya
peternak menerapkan kebijakan yang telah diberikan oleh Departemen
Pertanian seperti peningkatan biosekuriti, vaksinasi, depopulasi, melakukan
pengawasan produk unggas, serta memantau lalu lintas unggas. Sementara
dalam tindakan pencegahan beberapa hal yang harus kita lakukan adalah
menjaga kebersihan diri setelah bersentuhan dengan unggas, membersihkan
lingkungan sekitar, menggunakan Alata Pelindung Diri apabila akan berkontak
langsung dengan unggas, membersihkan Alat Pelindung Diri, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA

23
Yudhastuti, Ririh Sudarnaji.2007.Mengenal Flu Burung dan Bagaimana Kita
Menyikapinya, (Online),
(http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=18210&val=1132, diakses 20 Desember 2016).

Sumatera Utara, Universtas.2011.Flu Burung (Avian Influenza), (Online),


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25850/4/Chapter
%20II.pdf, diakses 22 Desember 2016).

Mohamad, Kartono.2006.Flu Burung, (Online),


(http://www.influenzareport.com/influenzareport_indonesian.pdf,
diakses 24 Desember 2016).

RI, Kemetrian Kesehatab.2013.Buku Saku Flu Burung, (Online),


(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/Buku%20Saku%20Flu
%20Burung.pdf, diakses 27 Desember 2016).

UMM.2010.Penyakit Viral (AI & POX), (Online),


(http://directory.umm.ac.id/Data
%20Elmu/pdf/minggu_10._AI_pox_baru.pdf, diakses 27
Desember 2016).
24

Anda mungkin juga menyukai