Fenomena astronomi banyak terulas dalam al-Quran, ini merupakan bukti bahwa al-Quran
menganjurkan kepada manusia untuk merenungi fenomena alam. Al-Quran dalam
konstruksinya selain berisi tentang hidayah, akidah, ibadah dan sejarah, juga berisi dan
bernuansa ilmu pengetahuan , meski al-Quran tidak disebut sebagai kitab ilmu pengetahuan.
Cukup banyak temuan-temuan terkini yang terdeteksi melalui al-Quran. Sejatinya pula al-
Quran tidak menghambat laju kemajuan ilmu pengetahuan, namun penemuan dan penelitian
ilmiah yang bersifat relatif tidak harus dilegalisir oleh al-Quran karena al-Quran bukan
buku ilmu pengetahFenomena astronomi (falak) banyak tertera dalam al-Quran yang pada
kenyataannya sangat terkait dengan aktifitas manusia. Sumbangsih terbesar ilmu falak dalam
Islam adalah peranannya dalam penentuan waktu-waktu ibadah.
Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat-ayat yang berkaitan dengan bidang Ilmu Falak
seperti :
Ketiga ayat diatas secara zahir menyatakan bahwa perhitungan bilangan tahun dan
perhitungan waktu-waktu lainnya adalah melalui pergerakan matahari dan bulan, dan QS. Al-
Baqarah [02] ayat 189 diatas menegaskan perbedaan kalender Islam dengan kalender lainnya.
Di dalam al-Quran terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang peredaran matahari dan
bulan yang menandakan adanya rotasi-revolusi bumi dan matahari, antara lain:
Sumber : www.sangpencerah.com
https://almaidahfalak.wordpress.com/2015/04/13/al-quran-ilmu-falak/
Ilmu falak dikalangan umat islam juga dikenal dengan sebutan ilmu hisab,
sebab kegiatan yang paling menonjol pada ilmu tersebut adalah melakukan
perhitungan-perhitungan. Dalam al-Quran kata hisab banyak digunakan untuk
menjelaskan hari perhitungan (yaumul hisab)dimana Allah akan
memperhitungkan dan menimbang semua amal dan dosa manusia dengan adil.
Kata hisab dalam al-Quran muncul sebanyak 37 kali yang semuanya berarti
perhitungan dan tidak memiliki arti yang bertentangan.[1]
Menurut Carlo Nillino, sebagaimana dikutip oleh Suwarno, kata falak yang
banyak disebutkan dalam al-Quran bukan berasal dari bahasa arab, akan tetapi
teradopsi dari bahasa Babilonia yaitu pulukku yang berarti edar.[2]
Dan dialah yang Telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya (QS.al-
anbiyaa: 33)
Penggunaan kata falak dalam ayat tersebut hanya ditujukan untuk hal-hal
yang berkaitan dengan benda langit, (Matahari, Bumi, dan Bulan). Berangkat dari
ayat diatas ilmu falak dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
gerak-gerak benda-benda langit. Ilmu falak juga dapat disebut sebagai ilmu
astronomi, karena didalamnya membahas tentang bumi dan antariksa
(kosmografi). Perhitungan-perhitungan dalam ilmu falak berkaitan dengan
benda-benda langit, walaupun hanya sebagian kecil dari benda-benda langit
yang menjadi objek perhitungan. Karena secara etimologi, astronomi berarti
peraturan bintang law of the star.
Jika diamati secara spesifik memang terdapat perbedaan yang tidak terlalu
signifikan antara astronomi dengan ilmu falak. Dari sisi ruang lingkup bahasanya,
astronomi mengkaji seluruh benda-benda langit, baik matahari, planet, satelit,
bintang, galaksi, nebula dan lainnya. Sedangkan ilmu falak ruang lingkup
pembahasannya hanya terbatas pada matahari, bumi dan bulan. Itupun hanya
pada posisinya saja sebagai akibat dari pergerakannya. Hal ini disebabkan
karena perintah-perintah ibadah tidak bias lepas dari waktu. Sementara waktu
itu sendiri berpedoman pada peredaran benda-benda langit (terutama matahari,
bumi, bulan). Dengan demikian jelas bahwa mempelajari ilmu falak sangatlah
penting, sebab untuk kepentingan praktek ibadah.
Ilmu falak juga disebut ilmu bintang atau ilmu nujum. Kata nujum berasal
dari bahasa arab, jamak dari kata najm yang berarti bintang atau ilmu ramalan
karena berkaitan dengan 12 rasi bintang. Ilmu falak juga berarti miqat yang
berarti batas-batas waktu. Berdasarkan perjalanan matahari, bumi, dan bulan
akan berimplikasi pada terjadinya siang dan malam sehingga dapat ditentukan
waktu bagi manusia. Baik itu berbentuk jam, tanggal bulan (kalender) dan waktu
tahunan. Salah satu penggunaannya adalah untuk menentukan waktu-waktu
ibadah seperti shalat yang dilakukan pada waktu atau jam-jam tertentu, puasa
dalam bulan tertentu dan sebagainya.[3]
Ilmu falak pada dasarnya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Theoretical astronomi atau ilmu falak ilmy, yaitu ilmu yang membahas teori
dan konsep benda-benda langit yang meliputi:
a. Cosmogony yaitu teori tentang asal usul benda-benda langit dan alam
semesta.
b. Cosmologi yaitu cabang astrologi yang menyelidiki asal usul struktur dan
hubungan ruang waktu dari alam semesta.
Pokok bahasan dalam ilmu falak meliputi penentuan waktu dan posisi benda
langit (matahari dan bulan) yang diasumsikan memiliki keterkaitan dengan
pelaksanaan ibadah umat islam (hamlun mina Allah). Sehingga pada dasarnya
pokok bahasan ilmu falak berkisar pada:
[1] Ahmad Izzudin, Ilmu Falak Praktis, Semarang, PT.PUSTAKA RISKIPUTRA, 2012,
hlm.1-2
[2] Ahmad Mussonnif, Ilmu Falak, Yogyakarta, Teras, 2011, hlm.1
Ilmu falak mempunyai peranan yang penting bagi umat Islam. Tanpa ilmu tersebut kaum
Muslimin tidak bisa mengetahui apakah hari ini sudah masuk waktu shalat atau belum? Atau
ketika shalat apakah sudah menghadap kiblat atau belum?
Karena begitu pentingnya bagi keberlangsungan ibadah, maka penguasaan khazanah ilmu
yang dianggap kuno itu mutlak dilakukan kaum Muslimin Indonesia sepanjang masa. Dari
masa ke masa Indonesia tidak putus-putusnya melahirkan ulama ahli ilmu falak.
Siapa saja ulama-ulama ahli ilmu falak tersebut? Berikut nama-nama yang masyhur.
Nama lengkapnya Muhammad Manshur bin Abdul Hamid bin Damiri bin Abdul Muhid. Ia
dikenal dengan sebutan Guru Manshur. Ia lahir di Jakarta pada 878 dan wafat pada hari
Jum`at, 2 Shafar tahun 1387H bertepatan dengan tanggal 12 Mei 1967. Guru pertamanya
dalam menuntut ilmu adalah bapaknya sendiri, KH Abdul Hamid. Beranjak dewasa, ia pergi
ke Makkah, Arab Saudi dan belajar ilmu falak kepada Abdurrahman Misri, ulama asal Mesir
dan Ulugh Bek, ulama asal Samarkand.
Setelah empat tahun di Makkah, Guru Manshur kembali ke Indonesia. Ia membuka majelis
taklim, yang utama diajarkannya adalah pelajaran ilmu falak. Murid-muridnya yang
kemudian menjadi ulama terkemuka di Betawi adalah KH Abdullah Syafi`i ( As-Syafi`iyyah)
dan KH Abdul Rasyid Ramli (Ar-Rasyidiyyah).
Kini, yang meneruskan keahlian falaknya adalah KH Fatahillah Ahmadi yang merupakan
salah seorang buyutnya. Sedangkan buyutnya yang lain yang kini dikenal oleh masyarakat
sebagai dai kondang adalah Ustadz Yusuf Mansur.
Kalender hisab Al-Manshuriyah masih tetap eksis dan digunakan, baik oleh murid-muridnya
maupun oleh sebagian masyarakat Betawi maupun umat Islam lainnya di sekitar Jabotabek,
Pandegelang, Tasikmalaya, bahkan sampai ke Malaysia.
2. Ahmad Dahlan.
Nama kecil KH. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwis (ada literatur yang menulis
Darwisy). Ia dilahirkan di Kampung Kauman, Yogyakarta pada tahun 1868 Masehi
bertepatan dengan tahun 1285 Hijriyah dan wafat pada 23 Februari 1923 M/ 7 Rajab 1342 H.
Jenazahnya dimakamkan di Karangkajen Yogyakarta.
Dalam bidang ilmu falak Ahmad Dahlan merupakan salah satu pembaharu, yang meluruskan
arah kiblat Masjid Agung Yogyakarta pada tahun 1897 M/1315 H. Pada saat itu masjid Agung
dan masjid-masjid lainnya, letaknya ke barat lurus, tidak tepat menuju arah kiblat yang 24
derajat arah Barat Laut.
Setelah aksi membetulkan arah kiblat di Masjid Agung, Ahmad Dahlan mendirikan organisasi
Muhammadiyah. Melalui Muhammadiyah ia menjadi tokoh pembaharu yang mendobrak
kekakuan tradisi yang memasung pemikiran Islam. Di awal kiprahnya, ia kerap mendapat
rintangan, bahkan dicap hendak mendirikan agama baru.
Tak hanya itu, berdasarkan pengetahuan ilmu falak dan hisab yang dikuasainya, Ahmad
Dahlan melalui Muhammadiyah, menentukan awal puasa (Ramadhan) dan Syawal dengan
hisab (perhitungan).
4. Turaichan Adjhuri Asy-Syarofi lahir di Kudus, 10 Maret 1915. Ia adalah buah hati
dari Kiai Adjhuri dan Nyai Sukainah. Ia dikenal dengan sebutan Mbah Turaichan.
Mbah Turaichan dibesarkan di lingkungan agamis. Kendati demikian, dalam proses
menuntut ilmu ia jalani hal yang tak biasa. Bila seorang calon ulama atau anak
seorang kiai diwajibkan mondok di pesantren untuk belajar agama, maka berbeda
dengan Mbah Turaichan. Sepanjang hidupnya ia tak pernah merasakan pendidikan
pesantren, dalam arti diasramakan di lingkungan pesantren.
Mbah Turaichan hanya mengenyam pendidikan formal selama dua tahun saja, yakni ketika
berusia 13 hingga 15 tahun. Tepatnya di Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS)
Kudus pada tahun 1928. Namun karena kemampuannya yang melebihi rata-rata, maka beliau
justru diperbantukan untuk membantu palaksanaan belajar mangajar.
Sejak mengajar di Madrasah TBS Kudus inilah, Kiai Turaichan giat belajar ilmu falak dan
secara serius mempelajarinya. Perhitungan dan pengamatannya terbukti tepat, kendati hanya
dengan mengandalkan pengamatan pada peredaran benda-benda langit (ruyah al-hilal).
Mbah Turaichan pernah dipercayai menjadi Ketua Markas Penanggalan Jawa Tengah.
Sumbangan beliau yang paling besar bagi umat Islam adalah penerbitan Almanak Menara
Kudus. Bahkan menurut KH Choirozyad, anak sulungnya, lima tahun menjelang wafat, Mbah
Turaichan masih mampu menyusun penanggalan untuk lima tahun ke depan. Ia wafat di
Kudus pada tahun 1999 diusianya yang ke-86 tahun.
Kalender Mbah Turaichan diterbitkan pertama kali oleh Percetakan Masykuri Kudus pada
1942 dan kemudian, sejak 1950 hingga kini, diterbitkan oleh Percetakan Kitab Menara
Kudus. Meskipun telah wafat, Turaichan masih disebut dalam kalender itu sebagai
penyusunnya.
Sumbangan pemikirannya yang paling berharga adalah dalam hal ilmu falak. Ia membuat
teknologi dan tempat rukyatul hilal sendiri untuk melihat penampakan hilal (bulan sabit
pertama) untuk menentukan awal Ramadhan, Syawal atau pun Idul Adha. Pelaksanaan
rukyatul hilal dengan alat buatannya, terutama untuk menentukan awal Ramadhan, Idul Fitri
dan Idul Adha dilakukan selama bertahun-tahun bertempat di Menara Masjid Al-Husna,
Cakung, Jakarta Timur.
Hasil pengamatannya lambat laun menjadi rujukan banyak pihak, terutama umat Islam yang
berada di sekitar Cakung dan Bekasi. Yang mengagumkan, hasil rukyatul hilal Tim Cakung
ini lebih sering sesuai dengan hasil hisab yang dilakukan oleh berbagai lembaga atau ormas
Islam, antara lain Almanak Menara Kudus, Almanak Muhammadiyah, Persis dan Al Irsyad,
kalender Ummul Quro Makkah, Kalender PBNU, dan Kalender DDII.
5. Ahmad Badawi.
Semasa kecil, ia belajar di Madrasah Ibtidaiyah Diniyyah Islamiyyah yang didirikan dan
diasuh langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan. Setelah itu ia melanjutkan belajar di berbagai
pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karena ketekunan dalam belajar, K.H. Ahmad
Badawi menguasai berbagai bidang keilmuan, seperti fikih, hadis, dan falak. Semua karyanya
ditulis dengan tangan dalam huruf arab maupun latin dengan rapi.
Karyanya yang berkaitan dengan ilmu falak adalah Djadwal Waktu Sholat se-lama2nja, Tjara
Menghitoeng Hisab Haqiqi Tahoen 1361 H, Hisab Haqiqi, dan Gerhana Bulan.
Sumber: CIVILITA.COM
http://islamic-center.or.id/2015/12/31/ini-ulama-ulama-ahli-ilmu-falak-asal-
indonesia/