Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH UPAYA PEMERINTAH DALAM PENANGANANNYA DALAM

PENELITIAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN KEPERAWATAN

MATERNITAS

MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPERAWATAN


MATERNITAS

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 11


1. NURUL ALFI SYAHRA
(P00320015040)
2. OPIL SAPUTRA
(P00320015042)
3. MARSYAWATI
(P00320025028)
TINGKAT : II. A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1
A. LATAR BELAKANG
Di Indonesia terdapat beberapa masalah kesehatan penduduk yang
masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak
antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi
dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak,
anemia pada kelompok mahasiswa, anak-anak usia sekolah, serta bagaimana
mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan
tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh karena dampaknya akan
mempengaruhi kualitas bahan baku sumber daya manusia Indonesia di masa
yang akan datang.
Salah satu ukuran untuk menggambarkan pencapaian hasil
pembangunan suatu negara termasuk pembangunan bidang kesehatan
digunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Beberapa indikator
IPM adalah kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Salah satu indikator
kesehatan adalah umur harapan hidup sebagai ukuran pencapaian derajat
kesehatan masyarakat. IPM negara Indonesia berada di peringkat 108 dari 177
negara di dunia, lebih rendah dari negara-negara ASEAN seperti Singapura,
Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.
Komposisi penduduk Indonesia menurut kelompok umur,
menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (0-14 tahun) sebesar
29,30%, usia produktif (15-64 tahun) sebesar 65,05 % dan usia lanjut (> 65
tahun) sebesar 5,65%. Dengan beban Tanggungan (Dependency Ratio)
penduduk Indonesia pada tahun 2007 sebesar 53,73 %. Angka ini mengalami
kenaikan dibandingkan tahun 2006 sebesar 49,90%.
Dalam kehidupan kita tentu tidak lepas dari masalah kesehatan.
Masalah kesehatan yang dihadapi tentunya harus memiliki manajemen yang
baik. Dan dalam hal ini, pemerintah turut campur tangan di bawahi oleh
Kementrian Kesehatan (Kemenkes). Sebagai suatu lembaga yang mengatur
jalannya sistem kesehatan di Indonesia, Kementrian Kesehatan sangat
bertanggung jawab akan hal ini. Kemenkes selaku pembuat kebijakan
kesehatan juga perlu melakukan analisis terhadap setiap kebijakan kesehatan
yang dibuat supaya derajat kesehatan di Indonesia lebih terarah untuk

2
mencapai Indonesia Sehat. Lebih lanjut penjelasan mengenai Upaya
Pemerintah Dalam Penanganan Penelitian Kesehatan Reproduksi dan
Keperawatan Maternitas, akan dibahas dalam makalah ini.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan di Indonesia?
2. Bagaimana strategi dan program pembangunan kesehatan di Indonesia?
3. Apa saja yang diperlukan untuk mengurangi masalah kesehatan Ibu dan
Anak di Indonesia?
4. Bagaimana upaya pemerintah dalam penanganannya dalam penelitian
kesehatan reproduksi dan kepereawatan maternitas?
C. TUJUAN MAKALAH
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya masalah kesehatan di Indonesia;
2. Untuk mengetahui strategi dan program pembangunan kesehatan di
Indonesia;
3. Untuk mengetahui hal-hal yang diperlukan untuk mengurangi masalah
kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia;
4. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah dalam menangani
dalam penelitian kesehatan reproduksi dan keerawatan maternitas.
D. MANFAAT MAKALAH
1. Bagi pembaca, makalah ini dapat dijadikan sebagai penambah wawasan
tentang Upaya Pemerintah Dalam Penanganannya Dalam Penelitian
Kesehatan Reproduksi Dan Keperawatan Maternitas.
2. Bagi penulis, makalah ini tidak hanya sebagai pemenuhan tugas mata
kuliah tetapi juga sebagai ilmu yang berguna untuk menjadi tenaga
kesehatan yang profesional.

BAB II
PEMBAHASAN
A. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA MASALAH KESEHATAN DI
INDONESIA
Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya masalah kesehatan
di Indonesia:
1. Faktor lingkungan
a. Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi kesehatan.

3
b. Kurangnya sebagian besar rasa tanggung jawab masyarakat dalam
bidang kesehatan.
2. Faktor perilaku dan gaya hidup masyarakat
a. Masih banyak kebiasaan masyarakat yang dapat merugikan kesehatan.
b. Adat istiadat yang kurang, atau bahkan yang tidak menunjang
kesehatan.
3. Faktor sosial ekonomi
a. Tingkat pendidikan masyarakat di indonesia sebagian besar masih
rendah.
b. Kurangnya kesadaran dalam pendidikan kesehatan.
c. Penghasilan sebagian masih rendah dan pengangguran. Pada tahun
2007, tercatat jumlah pengagguran sekitar 10,3%, tahun 2006 sekitar
11,7%. Berdasarkan laporan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Depnakertrans) diperkiran terdapat 2,5 juta jiwa
pengangguran di indonesia yaitu:
1) Karena bencana alam (20 ribu jiwa dari korban lapindo,600 jiwa
korban gempa bumi Nusa Tenggara Timur (NTT), 15 ribu jiwa
korban gempa bumi sumatra Barat, 60 ribu jiwa korban gempa
bumi di yogyakarta dan Jawa Tengah, serta 223,007 jiwa korban
banjir di jabodetabek.
d. Angkatan kerja baru yang menganggur (penduduk yang baru lulus
sekolah/ kuliah) yang jumlahnya sekitar 2,3 juta jiwa. Kemiskinan
Mayoritas masyarakat Indonesia masih tergolong miskin karena GNP
per kapitanya hanya bisa di sejajarkan dengan Vietnam .jika
berpedoman pada kriteria World Bank dengan patokan makan USD2
per orang per hari, jumlah penduduk miskin di Indonesia adalah sekitar
49,5% atau 108 juta orang dari 220 juta penduduk. Jika berpedoman
pada badan pusat statistik (BPS) dengan patokan makan hanya
Rp.170.000,00 per bulan per orang, jumlah penduduk miskin hanya
37,7 juta orang. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa
angka kemiskinan versi BPS hanya mencapai 16,5% atau turun drastis
dibanding dengan awal tahun 1998 saat krisis ekonomi yaitu mencapai
24,2%.
4. Faktor sistem pelayanan kesehatan
a. Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh.

4
b. Upaya pelayanan kesehatan sebagian masih beriorentasi pada upaya
kuratif.
c. Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan.
(Mubarak & Cahyatin : 2009)
B. STRATEGI DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DI
INDONESIA
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat tahun
2010 adalah sebagai berikut.
1. Pembangunan Nasional Berwawasan kesehatan
Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan akan
diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan, artinya program
pembangunan nasional harus memberikan konstribusi yang positif
terhadap kesehatan, minimal terhadap dua hal, antara lain :
a. Pembentukan lingkungan sehat;
b. Pembentukan perilaku sehat.
Demi terselenggaranya program pembangunan berwawasan kesehatan,
perlu di laksanakan beberapa kegiatan seperti sosialisasi, orientasi,
kampanye, dan pelatihan kesehatan, sehingga semua pihak yang terkait
dapat memahami dan mampu melaksanakan program tersebut.
2. Profesionalisme
Profesionalisme di laksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan
etika. Demi terselenggaranya pelayanan kesehatan bermutu, perlu di
lakukan penerapan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
baik dalam bidang kedokteran maupun keperawatan. Pengembangan
sumber daya manusia (SDM) juga mempunyai peranan yang sangat
penting. Pelayanan kesehatan professional tidak akan terwujud apabila
tidak di dukung oleh tenaga pelaksana yang mengikuti nilai moral dan
etika profesi yang tinggi. Semua tenaga kesehatan di tuntut untuk
menjunjung tinggi sumpah kode etik profesi. Demi terwujudnya strategi
profesionalisme, akan dilaksanakan penetuan standar kompetensi bagi
tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan kompetensi, akreditasi dan
legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan peningkatan kualitas sektor
lainnya.

5
3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
Kemandirian masyarakat dalam pola hidup sehat perlu dimantapkan,
termasuk peran masyarakat dalam pembiayaan kesehatan secara mandiri.
JPKM merupakan penataan subsistem pembiayaan kesehatan dalam
bentuk mobilisasi sumber dana masyarakat. JPKM adalah wujud nyata
dari peran serta masyarakat untuk memenuhi pembiayaan kesehatannya
secara mandiri,yang apabila berhasil dilaksanakan akan mempunyai
peranan yang besar pula dalam mempercepat pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan. Agar strategi ini dapat berjalan
dengan baik, perlu di laksanakan sosialisai, orientasi, kampanye, dan
pelatihan untuk semua pihak terkait, sehingga konsep dan program JPKM
dapat dipahami. Selain itu, akan dikembangkan peraturan perundang-
undangan , pelatihan badan pelaksana JKPM. dan pengembangan unit
Pembina JPKM. (Mubarak & Cahyatin : 2009)
4. Jaminan Mutu
Pengertian oprasional jaminan mutu pelayanan kesehatan adalah upaya
yang sistematis dan berkesinambungan dalam memantau dan mengukur
mutu serta melakukan peningkatan mutu yang diperlukan agar mutu
layanan kesehtan senantiasa sesuai dengan standar layanan kesehatan yang
disepakati. Pada dasarnya, pendekatan jaminan mutu layanan kesehatan
dilaksanakan melalui thap-tahp sebagai berikut (dapat dilihat pada gambar
6-2).
a. Sadar mutu.
b. Menyusun standar.
c. Mengukur apa yang tercapai.
d. Membuat rencana peningkatan mutu pelayanan kesehatan.
e. Melakukan peningkatan mutu layanan kesehatan yang diperlukan.
Untuk menyerderhanakan dan memudahkan pemahamanya, langkah -
langkah dasar pelaksanaan jaminan mutu layanan kesehatan dibagi
menjadi dua langkah utama, yaitu pengukuran mutu dan peningkatan
mutu. Lnagkah-langkah itu dimodifikasi dari siklus jaminan mutu (quality
assurance cycle) (J.Ovretveit,199). Siklus jaminan mutu itu sendiri terdiri
atas sepuluh langkah antara lain pembuatan rencana;penyusunan
standar;penyebarluasn standar;pemantauan mutu;penetapan masalah dan

6
prioritas;perumusan masalah;penyusunan kelompok pemecah
masalah;analisis penyebab masalsah;penyusunan pemecah masalah; serta
pemecahan masalah dan evaluasi.

Menyusun
Mengukur
Standar
Mutu

Menyusun Melaksanaka
Rencana n Rencana

Sebagai contoh di puskesmas, program jaminan mutu meliputi mutu


petugas, termasuk kualifikasi, mutu kerja, bahan, alat, fasilitas, obat,
pelayanan, dan informasi, Sasaran yang ingin dicapai dalam upaya
peningkatan mutu di puskesmas adalah sebagai berikut.
a. Menurunkan angka kematian.

7
b. Menurunkan angka kecacatan.
c. Meningkatkan kepuasan masyarakat dan pemberi pelayanan kesehatan
kepada masyarakat terutama di wilayah kerjanya.
d. Penggunaan obat secara rasional serta tindakan pengobatan yang wajar.
(Effendi & Makhfudli : 2009)
C. HAL HAL YANG DIPERLUKAN UNTUK MENGURANGI
MASALAH KESEHATAN IBU DAN ANAK DI INDONESIA
Secara keseluruhan pengeluaran kesehatan di Indonesia perlu ditingkatkan,
termasuk proporsi DAK untuk sektor kesehatan. Peningkatan pengeluaran
kesehatan harus sejalan dengan penanganan hambatan keuangan dan
hambatan lainnya yang menghalangi perempuan miskin untuk mengakses
pelayanan kesehatan yang berkualitas.
1. Diperlukan gambaran yang jelas antara tugas pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam pemberian pelayanan kesehatan. Standar dan
peraturan merupakan bagian dari fungsi pengawasan di tingkat pusat dan
tidak boleh diserahkan kepada tingkat daerah.
2. Pelayanan kesehatan ibu dan anak memerlukan pergeseran fokus pada
kualitas, termasuk persalinan di fasilitas kesehatan yang dilengkapi dengan
pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED). Pergeseran pada
kualitas tersebut memerlukan aksi di beberapa tingkat.
a. Pemerintah tingkat pusat harus mengembangkan dan melaksanakan
standar dan pedoman kualitas pelayanan. Diperlukan pengawasan ketat
untuk memastikan implementasi standar oleh penyedia pelayanan
kesehatan baik publik maupun swasta.
b. Pelayanan kesehatan swasta harus menjadi bagian dari kebijakan dan
kerangka kesehatan pemerintah. Upaya-upaya yang dilakukan saat ini
untuk meningkatkan standar kesehatan tidak secara proporsional
menargetkan fasilitas pemerintah. Akan tetapi, persalinan yang
berlangsung di fasilitas swasta tiga kali lebih banyak daripada di
fasilitas pemerintah selama kurun waktu 1998-2007. Penyedia
pelayanan kesehatan swasta dan fasilitas pelatihan telah menjadi
bagian penting dari sistem kesehatan di Indonesia dan oleh karena itu
harus menjadi bagian dari kebijakan kesehatan, standar dan sistem

8
informasi pemerintah. Peraturan, pengawasan dan sertifikasi harus
memastikan kepatuhan penyedia pelayanan swasta dengan standar dan
sistem informasi pemerintah.
c. Perlu ditetapkan lebih banyak fasilitas kesehatan yang memberikan
pelayanan PONEK dan sistem rujukan harus diperkuat untuk
mempromosikan penggunaan fasilitas-fasilitas ini secara tepat.
d. Langkah menuju peningkatan kualitas memerlukan sumber daya
tambahan untuk mengembangkan dan memotivasi petugas kesehatan.
Kinerja petugas kesehatan sangat ditentukan baik oleh keterampilan
maupun motivasi. Untuk mengembangkan keterampilan, tidak hanya
diperlukan pelatihan yang lebih banyak, tetapi juga pengawasan
fasilitatif manajemen kasus, dan bagi para profesional, penilaian
sebaya, pengawasan berkala, dan peristiwa penting atau audit
kematian. Sesi umpan balik, pemantauan dan pengawasan secara terus-
menerus memainkan peran penting, tidak hanya dalam meningkatkan
kualitas tetapi juga dalam memotivasi tim. Indonesia dapat
mempertimbangkan untuk memberikan insentif kepada petugas
kesehatan. Insentif ini dapat berbentuk non-uang (peningkatan tugas,
kepemilikan, dan pengakuan profesi), uang (penambahan komponen
berbasis kinerja pada gaji), atau kelembagaan dan berbasis tim
(langkah-langkah seperti sistem akreditasi dan kompetisi terbuka).
e. Sistem informasi yang kuat merupakan salah satu komponen
pelayanan kesehatan yang berkualitas. Sistem informasi kesehatan di
seluruh Indonesia tidak menunjukkan kinerja yang baik seperti yang
mereka lakukan sebelum desentralisasi. Data administrasi tidak
memadai di banyak kabupaten, sehingga tidak mungkin bagi tim
kesehatan kabupaten untuk secara efektif merencanakan dan
menentukan target intervensi. Tingkat pusat memerlukan data yang
kuat untuk melaksanakan fungsi pengawasannya. Situasi tersebut
mungkin memerlukan sentralisasi ulang dan penyesuaian fungsi-fungsi
khusus yang berkaitan dengan sistem informasi kesehatan, khususnya
yang berhubungan dengan proses, pelaporan dan standar.

9
3. Di tingkat nasional, standar pelayanan minimal (SPM) yang ada perlu
dikaji ulang dan dirumuskan kembali. Banyak kabupaten miskin
menganggap bahwa standar yang ada sekarang ini tidak dapat dicapai.
Standar tersebut harus mengakomodir kesenjangan yang luas dan dasar-
dasar yang berbeda di Indonesia, misalnya, dengan merumuskan
perkembangan terkait dengan kenaikan prosentase bukan tingkat yang
tetap. Hal ini akan memungkinkan kabupaten-kabupaten untuk
mengembangkan rencana aksi yang lebih realistis. Penetapan standar
tertentu harus mempertimbangkan realitas geografis, kepadatan penduduk
dan ketersediaan sumber daya manusia. Pemerintah harus mendukung
kabupaten atau kota yang tidak memiliki infrastruktur untuk mencapai
standar pelayanan minimal.
4. Untuk mewujudkan manfaat desentralisasi secara penuh, tim kesehatan
kabupaten memerlukan dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi
dalam perencanaan dan implementasi berbasis bukti. Desentralisasi
meningkatkan potensi pemerintah daerah untuk merencanakan, menyusun
anggaran dan melaksanakan program-program yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah. Akan tetapi, hal ini akan tercapai hanya jika kapasitas
daerah memadai. Pemerintah provinsi memerlukan sumber daya untuk
membantu rencana kabupaten dan melaksanakan intervensi yang dapat
meningkatkan kualitas dan cakupan.
5. Program-program kesehatan preventif perlu dipromosikan dan dipercepat.
Ini akan memerlukan promosi serangkaian pelayanan mulai dari masa
remaja dan pra-kehamilan dan berlanjut sampai kehamilan, persalinan dan
masa kanak-kanak. Intervensi harus meliputi intervensi nyata dan hemat
biaya seperti manajemen kasus berbasis masyarakat tentang penyakit
umum anak, promosi dan penyuluhan pemberian ASI, pemberian
suplementasi asam folat pada tahap pra-kehamilan, terapi antelmintik ibu,
suplementasi zat gizi mikro bagi ibu dan bayi, dan penggunaan kelambu
nyamuk bagi ibu dan bayi. Untuk menghapus penularan HIV dari orang
tua ke anak, diperlukan pengetesan dan konseling HIV yang diprakarsai
oleh penyedia pelayanan bagi semua perempuan hamil sebagai bagian dari

10
pelayanan antenatal secara tetap, tindak lanjut yang lebih kuat, dan
pendidikan publik yang lebih baik. (UNICEF Indonesia : 2012)

D. UPAYA PEMERINTAH DALAM PENANGANANNYA DALAM


PENELITIAN KESEHATAN REPRODUKSI DAN KEPERAWATAN
MATERNITAS
Mengingat besarnya jumlah dan penyebaran kasus kematian ibu dan
bayi di wilayah Indonesia dan dampaknya terhadap kualitas sumber daya
manusia, pencegahan dan penanggulangan kematian ibu dan anak merupakan
program nasional, sehingga perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan
evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan antara pusat dan daerah.
Penanggulangan masalah kesehatan ibu dan bayi dilaksanakan oleh
seluruh kabupaten / kota dan dilakukan secara terus menerus dengan
koordinasi lintas instansi / dinas dan organisasi masyarakat.
Penanggulangan masalah kesehatan ibu dan anak dilakukan dengan
pendekatan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat.
1. Meningkatkan Kesehatan Ibu, Bayi Dan Balita
Pemerintah mempunyai komitmen yang sangat kuat dalam peningkatan
kesehatan ibu, bayi dan balita. Dalam sewindu terakhir ini, tampak
kecenderungan penurunan angka kematian ibu dari waktu ke waktu.
Upaya penting dalam peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita adalah
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K).
Upaya ini dititikberatkan pada pemberdayaan masyarakat dalam
mendukung persiapan persalinan dan pencegahan komplikasi. Sampai
tahun 2011, pelaksanaan P4K telah mencakup 85% dari 78.198 desa
seluruh Indonesia, diperkuat dengan berbagai terobosan seperti di bawah
ini.
a. Peningkatan kesehatan ibu hamil
Pada tahun 2010-2011, dalam upaya meningkatkan cakupan kualitas
pelayanan kesehatan ibu hamil melalui peningkatan pengetahuan dan
keterampilan ibu, telah dilakukan kegiatan Kelas Ibu Hamil di desa
yang diikuti oleh Kelompok Ibu Hamil dengan didampingi oleh
suami/keluarga dan difasilitasi oleh tenaga kesehatan bersama Kader.

11
Pada kegiatan tersebut disampaikan berbagai hal yang harus
diperhatikan pada masa kehamilan, persalinan dan nifas. Informasi
yang disampaikan mencakup: tanda bahaya kehamilan-persalinan-
nifas, persiapan persalinan, konseling KB, perawatan bayi, mitos,
penyakit menular, akte kelahiran, dan senam ibu hamil. Pada tahun
2011 terbentuk 2.508 Kelas Ibu Hamil.
b. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
Pada tahun 2009, salah satu upaya peningkatan cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan adalah Program Kemitraan Bidan dan
Dukun, yaitu bentuk kerja sama antara bidan dan dukun dalam
pertolongan persalinan. Pada program ini peran dukun dalam
persalinan dialihkan pada aspek perawatan non medis. Tahun 2011
program kemitraan bidan dan dukun meningkat dari 60,5% pada tahun
2010 menjadi 75% pada tahun 2011 dengan jumlah dukun mencapai
114.290 orang di seluruh Indonesia. Sementara itu, cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari tahun ke tahun
cenderung meningkat.
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, kematian bayi
baru lahir pada usia 0-6 hari sebesar 78,5% dari total kematian bayi.
Dalam upaya menurunkan kematian bayi baru lahir dilakukan
kunjungan pertama oleh tenaga kesehatan untuk memberikan
perawatan dan pemeriksaan risiko dini bayi. Sampai dengan Desember
2011 cakupan kunjungan pertama pelayanan bayi baru lahir adalah
sebesar 4.101.130 (87,3% ).
d. Penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir
Tantangan utama untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia adalah menyediakan
pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. Dalam rangka
meningkatkan penanganan penyulit pada ibu dan bayi baru lahir
dilaksanakan program Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar
(PONED) di Puskesmas dan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi
Komprehensif (PONEK) di rumah sakit. Adanya PONED di

12
Puskesmas, penyulit pada ibu dan bayi baru lahir akibat persalinan
dapat diatasi. Jika penyulit persalinan tidak dapat diatasi di Puskesmas
PONED, ibu atau bayi tersebut dirujuk ke Rumah Sakit PONEK.
Masing-masing kabupaten/kota sekurangkurangnya mempunyai empat
Puskesmas PONED. Sampai dengan tahun 2011, jumlah Puskesmas
PONED mencapai 1.579 Puskesmas. Sedangkan Rumah Sakit PONEK
meningkat dari 358 di tahun 2010 menjadi 378 di tahun 2011.
e. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
Dalam rangka pemantauan kesehatan ibu dan anak telah diterbitkan
dan disebarluaskan buku KIA. Buku ini dimaksudkan untuk alat bantu
keluarga dan tenaga kesehatan dalam memantau kesehatan ibu sewaktu
hamil, persalinan, dan nifas, serta memantau kesehatan anak sejak
dalam kandungan hingga anak berusia 5 tahun. Pada 2009-2011
Kementerian Kesehatan telah mendistribusikan buku KIA sebanyak
4,5 juta buku setiap tahun. Berdasarkan hasil penilaian tahun 2011,
80% dari ibu hamil memanfaatkannya melalui kegiatan P4K dan Kelas
Ibu Hamil, dan 60% ibu untuk memonitor tumbuh kembang Balita di
Posyandu dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Upaya pelayanan
kesehatan Balita dilakukan melalui berbagai program baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Antara lain melalui program
gizi, imunisasi, pemantauan
perkembangan, dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
f. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Disamping pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi dan balita, diberikan
juga pelayanan kesehatan bagi anak usia sekolah termasuk remaja.
Kegiatan UKS mencakup penjaringan dan penyuluhan kesehatan pada
murid SD dan sederajat. Kegiatan penjaringan kesehatan adalah
pemeriksaan kesehatan yang mencakup pengukuran tinggi badan dan
berat badan; pemeriksaan penglihatan, pendengaran, dan gigi yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan Puskesmas. Pada tahun 2010 kegiatan
penjaringan kesehatan pada murid kelas 1 SD dan sederajat telah
menjangkau 88.817 sekolah dasar, data per November tahun 2011 telah
menjangkau 79.630 sekolah dasar. UKS terutama diarahkan untuk

13
menanamkan perilaku hidup bersih dan sehat sejak usia dini. Pada
sasaran anak usia SD lebih diarahkan pada pembentukan dokter kecil
di sekolah. Sedangkan pada siswa SMP dan SMA dilakukan dengan
pembentukan konselor sebaya untuk kesehatan reproduksi.
2. Jamian Persalinan (JamPersal)
Upaya Pemerintah untuk menekan angka kematian ibu dan bayi adalah
dengan percepatan peningkatan derajat kesehatan ibu dan bayi di
Indonesia. Pemerintah berkomitmen untuk mencapai sasaran target MDG
nomor 4 dan 5 untuk AKI (Angka Kematian Ibu) adalah 102 per 100.000
kelahiran hidup, dan AKB (Angka Kematian Bayi) adalah 23 kematian per
1.000 kelahiran hidup.
Persalinan di rumah dan yang ditolong oleh dukun, merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi masih tingginya AKI di Indonesia. Menurut
data Riskesdas 2010, persalinan yang ditolong oleh bidan sebanyak 51,9%.
Sedangkan 40,2% ditolong oleh dukun, dan sisanya sebesar 7,9% ditolong
oleh dokter. Komitmen Kementerian Kesehatan dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan terhadap ibu dan bayi ditunjukkan antara lain
dengan meluncurkan program Jaminan Persalinan (Jampersal).
Jampersal diluncurkan pada awal tahun 2011 untuk menjawab tantangan
percepatan pencapaian tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional serta
MDG. Jampersal adalah bentuk pembiayaan jaminan kesehatan untuk 4
kali pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan, penanganan komplikasi dan rujukannya; 3 kali pelayanan ibu
nifas dan bayi baru lahir, pelayanan KB pasca persalinan dan konseling
pemberian ASI Eksklusif.
Pelaksanaan program Jampersal merupakan bagian integral dari program
Jamkesmas. Program Jampersal ditujukan untuk semua ibu hamil yang
belum mempunyai jaminan kesehatan dan yang ingin menggunakan sarana
pelayanan kesehatan, antara lain di Puskesmas dan rumah sakit.
Pada tahun 2011 diperkirakan terjadi 4,6 juta angka persalinan di
Indonesia. Dari angka tersebut sebanyak 1,7 juta di antaranya dibiayai
Pemerintah melalui Jamkesmas. Tahun 2011 disiapkan anggaran Jampersal

14
untuk mencakup 2.850.000 ibu hamil dan melahirkan dengan unit cost
persalinan sebesar Rp.430.000,00.
3. Perbaikan Status Gizi Masyarakat
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan untuk meningkatkan mutu gizi
perorangan dan masyarakat, antara lain yaitu melalui perbaikan pola
konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses
dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan
teknologi. Upaya perbaikan gizi dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan sesuai dengan pentahapan dan prioritas pembangunan
nasional. Pada tahun 1989 prevalensi gizi kurang sebesar 31%, berhasil
diturunkan menjadi 18,4% pada tahun 2007 dan menjadi 17,9% pada
tahun 2010 (Riskesdas 2010). Sementara untuk gizi buruk prevalensinya
menurun dari 7,2% pada tahun 1990 menjadi 5,4% pada tahun 2007 dan
menjadi 4,9% pada tahun 2010 (Riskesdas 2010). Sedangkan target tahun
2014 (RPJMN 2009-2014) prevalensi gizi kurang sebesar 15% dan
prevalensi gizi buruk sebesar 3,5% diperkirakan dapat tercapai.
Pencapaian status gizi secara nasional merupakan hasil dari berbagai
terobosan yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan bersama dengan
instansi terkait dan masyarakat, antara lain:
a. Program 1.000 Hari Pertama Kehidupan
Kegiatan 1.000 hari pertama kehidupan adalah upaya perbaikan gizi
yang difokuskan sejak bayi dalam kandungan hingga anak mencapai
usia 24 bulan atau disebut periode emas kehidupan. Kegiatannya
berupa perbaikan gizi pada ibu hamil, bayi dan anak sampai usia 24
bulan. Kegiatan ini adalah bagian utama dari percepatan
penanggulangan anak balita pendek (stunting) dan pencegahan kasus
gizi buruk. Ada 8 upaya penanganan masalah gizi pada periode emas
kehidupan. Dimulai dengan pemberian tablet tambah darah sebanyak
90 tablet kepada ibu hamil, pemberian makanan tambahan pada ibu
hamil yang mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), pelayanan
inisiasi menyusu dini bagi ibu baru melahirkan, konseling menyusui
dan konseling pemberian makanan pendamping air susu ibu (ASI),
pelaksanaan Pemberian Makanan Tambahan (PMT), penyuluhan bagi

15
seluruh Balita di Posyandu, pemberian kapsul vitamin A kepada
seluruh Balita usia 660 bulan sebanyak 2 kali setahun, pelaksanaan
PMT pemulihan bagi Balita gizi kurang di Puskesmas, dan perawatan
bagi Balita gizi buruk termasuk penyediaan mineral mix rumah sakit
dan Puskesmas. (Kementerian Kesehatan RI : 2011)
b. Ruang Menyusui
Dalam rangka meningkatkan keberhasilan menyusui, khususnya bagi
ibu yang bekerja, pada tahun 2009 Kementerian Kesehatan
mengeluarkan himbauan melalui surat edaran kepada jajaran kesehatan
dan instansi terkait untuk menyediakan ruang menyusui. Surat edaran
tersebut merupakan tindak lanjut dengan keluarnya Peraturan Bersama
Menteri Kesehatan, Menteri Pemberdayaan Perempuan, serta Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Peningkatan Pemberian Air
Susu Ibu, selama waktu kerja di tempat kerja.
Pada tahun 2010 Menteri Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran
tentang penguatan pelaksanaan Sepuluh Langkah Menuju
Keberhasilan Menyusui (10 LMKM) kepada seluruh dinas kesehatan
provinsi maupun kabupaten/kota serta rumah sakit pemerintah dan
swasta di seluruh Indonesia. Tujuan penguatan 10 LMKM ini adalah
agar seluruh fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai komitmen
untuk menetapkan kebijakan tertulis yang mendukung peningkatan
pemberian ASI dengan melaksanakan kegiatan Inisiasi Menyusu Dini
(IMD), mendukung ASI Eksklusif dan melaksanakan rawat gabung,
tidak menyediakan susu formula dan tidak memberikan dot atau
kempeng kepada bayi yang diberikan ASI serta mengupayakan
terbentuknya Kelompok Pendukung ASI.
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan pelatihan untuk Fasilitator
Menyusui dan Konselor Menyusui, juga pelatihan untuk Fasilitator
Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) dan Konselor MP-ASI.
Pelatihan dilakukan mulai dari tingkat Pusat sampai dengan
kabupaten/kota. Pada tahun 2010 sebanyak 2.225 Konselor dan 378
Fasilitator Menyusui yang telah dilatih. Pada tahun 2011 meningkat

16
menjadi 2.872 Konselor dan 403 Fasilitator Menyusui, sedangkan
jumlah Konselor MP-ASI baru mencapai 333 orang dan 41 orang
sebagai Fasilitator MP-ASI.
c. Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
Komitmen Kementerian Kesehatan untuk memulihkan keadaan gizi
kurang dan gizi buruk di masyarakat ditunjukkan dengan penyediaan
Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Therapeutic Feeding Center (TFC) di
Puskesmas. TFC melayani Balita di daerah yang banyak ditemukan
gizi kurang akut. Pusat Pemulihan Gizi (PPG) berfungsi sebagai
tempat perawatan dan pengobatan anak gizi buruk secara intensif di
suatu ruangan khusus. Di ruangan khusus ini, ibu atau keluarga terlibat
dalam perawatan anak tersebut. Pada tahun 2010 terdapat 95 PPG yang
tersebar di 14 provinsi dan pada tahun 2011 jumlah PPG meningkat
menjadi 153 PPG yang tersebar di 27 provinsi.
d. Taburia
Bubuk Taburia diberikan untuk mencegah terjadinya kekurangan
vitamin dan mineral pada Balita di atas usia 6 bulan. Untuk
menanggulangi masalah kurang zat gizi mikro ini, dilakukan intervensi
melalui pemberian bubuk tabur gizi yang diberikan pada Balita. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa intervensi multi mikronutrien lebih
efektif jika dibandingkan dengan intervensi mikronutrien tunggal
(single dose). Taburia dikembangkan oleh peneliti Kementerian
Kesehatan pada tahun 2006-2008, kemudian diluncurkan
penggunaannya tahun 2010 untuk menekan angka kematian bayi dan
Balita, serta menekan prevalensi gizi kurang pada Balita. Pada tahun
2010 Kementerian Kesehatan mendistribusikan Taburia sebanyak 5,5
juta saset ke 6 provinsi dengan sasaran 90.727 Balita. Pada tahun 2011
telah disiapkan Taburia sebanyak 38 juta saset untuk 412.523 Balita
gizi kurang yang didistribusikan ke seluruh provinsi di Indonesia.
e. Fortifikasi Minyak Goreng
Fortifikasi pangan adalah upaya meningkatkan mutu gizi bahan
makanan dengan menambahkan satu atau lebih zat gizi mikro tertentu
pada bahan makanan atau makanan. Fortifikasi minyak goreng dengan

17
vitamin A di 75 negara menurunkan 20% prevalensi kekurangan
vitamin A pada Balita (Damage Assessment Report dari UNICEF dan
MI, 2004) dan telah diakui oleh WHO dan Bank Dunia sebagai suatu
strategi perbaikan gizi yang cost-effective. Rintisan fortifikasi minyak
goreng dengan vitamin A di Indonesia dilakukan berdasarkan studi
kelayakan pada tahun 2008-2009 di Makassar. Studi tersebut
menunjukkan bahwa vitamin A bersifat stabil pada saat proses
penggorengan hingga tiga kali. Menteri Kesehatan telah
mencanangkan Rintisan Fortifikasi Vitamin A dalam minyak goreng
pada tahun 2011 dengan dilaksanakannya pilot project di beberapa
wilayah, dimulai di Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2012 studi
dilanjutkan dengan penerapan kewajiban (mandatory) fortifikasi
vitamin A dalam minyak goreng. (Kemenkes RI : 2011)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 97 Tahun 2014
1. Pelayanan kesehatan sebelum hamil dilakukan untuk mempersiapkan
perempuan dalam menjalani kehamilan dan persalinan yang sehat dan
selamat serta memperoleh bayi yang sehat. Pelayanan ini ditujukan
kepada:
a. Remaja
b. Calon pengantin
c. Pasangan Usia Subur
Pelayanan tersebut meliputi:
a. Pemeriksaan fisik : tanda tanda vital, status gizi untuk mengurangi /
menanggulangi KEK dan status anemia.
b. Pemeriksaan penunjang : darah rutin, darah yang dianjurkan, PMS,
urin rutin, dan lainnya.
c. Pemberian imunisasi : dilakukan dalam upaya pencegahan dan
perlindungan terhadap penyakit tetanus, atau disebut dengan imunisasi
tetanus toxoid untuk mencapai T5 yang ditujukan agar wanita usia
subur memiliki kekebalan tubuh, dan juga dapat dilakukan saat yang
bersangkutan menjadi calon pengantin.
d. Pemberian suplementasi gizi untuk pencegahan anemia gizi yang
dilaksanakan dalam bentuk : pemberian edukasi gizi seimbang dan
tablet penambah darah.

18
e. Konsultasi kesehatan berupa pemberian komunikasi, informasi, dan
edukasi ynag dapat diberikan oleh tenaga kesehatan dan non kesehatan
(guru UKS, guru BK, leader terlatih, dan petugas lain yang terlatih).
Materi yang diberikan untuk remaja meliputi:
a. PHBS
b. Timbang anak usia sekolah dan remaja
c. Kespro
d. Imunisasi
e. Kesehatan jiwa dan NAPZA
f. Gizi
g. Penyakit menular termasuk HIV dan AIDS
h. Kemudian pendidikan keterampilan hidup dan sehat (PKHS).
i. Kesehatan intelegensia
Materi yang diberikan untuk calon pengantin dan pasangan usia subur :
a. Informasi pra nikah meliputi : kespro dan pendekatan siklus hidup.
Hak reproduksi, persiapan yang perlu dilakukan dalam persiapan
pranikah (persiapan fisik, gizi, status imunisasi Tetanus Toxoid, dan
menjaga kesehatan organ reproduksi.
b. Info tentang keadilan dan kesetaraan gender dalam pernikahan
2. Pelyanan kesehatan masa hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu
hamil memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu
menjalani kehamilan yang sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan
bayi yang sehat dan berkualitas.
Pelayanan ini diberikan sejak terjadinya konsepsi hingga sebelum
mulainya proses persalinan, wajib dilakukan melalui pelayanan antenatal
terpadu :
a. Pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasi dan
gizi agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan
cerdas.
b. Deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit atau komplikasi
kehamilan.
c. Penyiapan persalinan yang bersih dan aman.
d. Perencanaan antisipasi dan persiapan diri untuk melakukan rujukan
jika terjadi penyulit/komplikasi.
e. Penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan teat waktu bila
diperlukan.

19
f. Melibatkan ibu hamil, suami, dan kelurganya dalam menjaga
kesehatan dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan
bila terjadi penyulit atau komplikasi.
Pelayanan kesehatan hamil dilakukan sekurang-kurangnya 4 kali selama
masa kehamilan yang dilakukan:
a. Satu kali pada trimester I
b. Satu kali pada trimester II
c. Dua kali pada trimester III
Pelayanan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi dan kewenangan yang harus dilakukan sesuai standard an
dicatat dalam buku KIA.
3. Persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam bentuk 5 aspek
dasar:
a. Membuat keputusan klinik
b. Asuhan sayang ibu dan sayang bayi
c. Pencegahan infeksi
d. Pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan.
e. Rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Ke lima aspek tersebut dilakukan sesuai standar asuhan persalinan normal
(APN)
4. Pelayanan kesehatan masa sesudah melahirkan meliputi:
a. Pelayanan kesehatan bagi ibu paling sedikit 3 kali selama masa nifas
dilakukan dengan ketentuan waktu pemeriksaan meliputi:
1) 1 kali saja periode 6 jam sampai dengn 3 hari pasca persalinan.
2) 1 kali pada periode 4 hari sampai dengan 28 hari pasca persalinan.
3) 1 kali pada periode 29 hari sampai dengan 42 hari pasca
persalinan.
Kegiatannya meliputi :
1) Pemeriksaan TTV
2) Pemeriksaan TFU
3) Pemeriksaan lochia dan perdarahan
4) Pemeriksaan jalan lahir
5) Pemeriksaan payudara dan anjuran pemberian ASI eksklusif
6) Pemberian kapsul vitamin A
7) Pelayanan kontrasepsi pasca persalinan untuk membatasi jumlah
anak
8) Konseling
9) Penanganan resiko tinggi dan komplikasi pada nifas

20
b. Pelayanan kesehatan bagi bayi. (Kemenkes RI : 2014)

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya masalah kesehatan di Indonesia :
lingkungan, perilaku dan gaya hidup seta ekonomi dan social budaya dan
system pelayanan kesehatan.
2. Strategi dan program pembangunan di Indonesia terdiri dari:
a. Pembangunan Nasional Berwawasan kesehatan
b. Profesionalisme
c. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)
d. Jaminan Mutu
3. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam mengatasi masalah kesehatan
pada ibu dan anak di Indonesia:
a. Diperlukan gambaran yang jelas antara tugas pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dalam pemberian pelayanan kesehatan.
b. Pelayanan kesehatan ibu dan anak memerlukan pergeseran fokus pada
kualitas, termasuk persalinan di fasilitas kesehatan yang dilengkapi
dengan pelayanan obstetrik neonatal emergensi dasar (PONED).
c. Di tingkat nasional, standar pelayanan minimal (SPM) yang ada perlu
dikaji ulang dan dirumuskan kembali.
d. Untuk mewujudkan manfaat desentralisasi secara penuh, tim kesehatan
kabupaten memerlukan dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi
dalam perencanaan dan implementasi berbasis bukti.
e. Program-program kesehatan preventif perlu dipromosikan dan
dipercepat.
4. Upaya pemerintah dalam penanganannya dalam penelitian kesehatan
reproduksi dan keperawatan maternitas:
a. Meningkatkan Kesehatan Ibu, Bayi Dan Balita
b. Jamian Persalinan (JamPersal)
c. Perbaikan Status Gizi Masyarakat.

B. SARAN

21
1. Bagi pembaca : saran saya pembaca dapat memahamami tentang Upaya
Pemerintah Dalam Penanganannya Dalam Penelitian Kesehatan
Reproduksi dan Keperawatan Maternitas.
2. Bagi penulis : sebagai calon tenaga kesehatan maka perbanyaklah belajar
agar suatu saat bisa menjadi tenaga kesehatan yang professional yang lebih
mengedepankan kesehatan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

22
Effendi, F & Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta

KemenKes RI. 2011. Menuju Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berekadilan.
http://www.depkes.go.id. Diakses Rabu, 22 Februari 2017. Jam 08.30

Mubarak, W.I & Cahyatin, N. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas 1. Salemba


Medika : Jakarta

UNICEF Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian. http://www.unicef.org. Diakses


Rabu, 22 Februari 2017. Jam 08.45

Kemenkes RI. 2014. PMK No. 97 ttg Pelayanan Kesehatan Kehamilan.


http://www.depkes.go.id. Diakses Minggu, 26 Februari 2017. Jam 18.00

23

Anda mungkin juga menyukai