TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Filariasis
2.1.1 Definisi
Filariasis atau yang lebih dikenal juga dengan penyakit kaki gajah merupakan
penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria, yang hidup di
saluran dan kelenjar getah bening (sistem limfatik) dan dapat menyebabkan gejala
klinis akut dan atau kronis. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk
(Depkes RI, 2005).
2.1.2 Penyebab
Filariasis di Indonesia disebabkan oleh 3 spesies cacing filaria yaitu :
a. Wuchereria bancrofti
Penyakit filariasis akibat Wuchereria bancrofti disebut Wuchereriasis atau
Filariasis bancrofti. Hospesnya adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk Culex
pipianfatigans, di perkotaan nyamuk Aedes, dan Anopheles di daerah pedesaan. Cara
infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva stadium 3. Morfologi
cacing dewasa bentuknya seperti benang, warna putih susu. Cacing jantan panjangnya
40 mm, ekor melingkar mempunyai 2 spikula, warna putih, sedangkan cacing betina
panjangnya 65 100 mm, ekor lurus, ujung tumpul.
b. Brugia malayi
Penyakit filariasis akibat Brugia malayi disebut Brugiasis atau Filariasis
malayi. Hospesnya adalah manusia, anjing, kucing dan kera. Vektornya adalah
nyamuk Anopheles. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung
larva stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya halus seperti benang, warnanya
putih susu, cacing betina panjangnya 55 mm, ekor lurus, sedangkan cacing jantan
ukurannya lebih kecil dari cacing betina (23 mm) dan ekornya melengkung ke arah
ventral.
c. Brugia timori
Penyakit filariasis akibat Brugia timori disebut Brugiasis atau Filariasis
timori. Hospesnya adalah manusia dan vektornya adalah nyamuk Anopheles
barbirostis. Cara infeksi yaitu melalui gigitan nyamuk yang mengandung larva
stadium 3. Morfologi cacing dewasa bentuknya halus seperti benang berwarna putih
susu. Cacing betina panjangnya 40 mm dan ekornya lurus sedangkan cacing jantan
ukurannya lebih kecil dari cacing betina (23 mm) dan ekornya melengkung ke arah
ventral.
2.1.3 Daur Hidup
Gambar 2.1 Siklus Hidup Cacing Filaria
Daur hidup cacing filaria yaitu ketika insekta (nyamuk) menghisap darah
yang mengandung mikrofilaria, dalam beberapa jam kemudian mikrofilaria
menembus dinding usus tengah nyamuk mencari jalan ke otot toraks dan mengalami
metamorfosis dari bentuk larva ke bentuk filarial. Beberapa minggu kemudian
mikrofilaria memasuki tahap infeksius. Ketika nyamuk kembali menggigit manusia,
terjadi pemindahan larva yang infeksius melalui kulit ke hospes yang baru. Di sini
larva tumbuh jadi dewasa.
Periodisitas mikrofilaria dalam darah bervariasi tergantung pada spesiesnya.
Periodisitas nokturna adalah karakteristik pada mikrofilaria Wuchereria bancrofti di
belahan bumi sebelah barat. Mikrofilaria umumnya ditemukan di malam hari,
jumlahnya bertambah mencapai maksimum di malam hari dan kemudian bersarang
sampai minimum pada tengah hari. Mikrofilaria berada pada siang hari dalam
pembuluh darah paru-paru, jantung dan otot, dalam aorta dan karotid. Pada malam
hari mikrofilaria bermigrasi ke saluran darah perifer.
2.1.4 Patologi dan Simptomatologi
Simptom filarial disebabkan oleh cacing dewasa, baik yang hidup, mati dan
mengalami degenerasi. Mikrofilaria yang berada sekitar satu tahun setelah infeksi
tidak memperlihatkan patologi atau sedikit sekali. Cacing dewasa berada dalam
saluran limfe yang berdilatasi atau dalam sinus jaringan limfe.
Kemungkinan hasil infeksi filariasis dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk :
a. Filariasis Asimptomatik
Di daerah endemik, anak-anak mudah terserang. Mereka mempunyai
mikrofilaria dalam darahnya tanpa simptom. Pada waktu cacing dewasa mati dan
mikrofilaria menghilang maka pasien bebas dari infeksi.
b. Filariasis Inflammatory
Infeksi filaria inflammatory adalah suatu fenomena alergi yang disebabkan
karena sensitivitas terhadap produk cacing-cacing hidup atau mati. Kelenjar limfe
genetalis yang terutama menderita efeknya. Pada pria umumnya terjadi limfangitis
akut dari korda spermatika (funikulitis) dengan penebalan atau pembesaran korda dan
lembut, epididimis, orokhitis dan oedem skrotum. Kadang-kadang terjadi serangan
akut yang serupa dan berlangsung dalam interval beberapa bulan atau lebih lama pada
pasien, dengan atau tanpa terjadinya elephantiasis. Biasanya efeknya menunjukkan
anggota badan jadi merah, panas dan sakit.
c. Filariasis Obstruktif (penyumbatan)
Elephantiasis adalah hasil akhir yang dramatis pada filariasis. Filariasis
obstruktif tumbuh perlahan-lahan biasanya berlangsung bertahun-tahun dengan
infeksi yang terus menerus. Pada stadium kronis reaksi seluler dan oedem ditempati
kembali oleh hyperplasia fibroblastic, absorpsi dan pergantian tempat parasit oleh
jaringan granulasi proliferatif dan menyebabkan berbagai pelebaran limfe. Protein
tinggi (high protein) mengisi limfe, karena stimulasi pertumbuhan kulit dan jaringan
ikat kolagen dan secara berangsur-angsur dalam periode beberapa tahun. Efek
pembengkakan bertambah keras dan terjadi elephantiasis kronis.
Penyumbatan duktus torasikus atau saluran limfe median abdominal dapat
membawa efek terhadap skrotum dan penis dari pasien pria dan genita luar dari
wanita. Elephantiasis umumnya memengaruhi atau memberi efek pada kaki dan
genitalia. Berat elephantiasis pada skrotum dapat mencapai 25 kg.