Anda di halaman 1dari 19

1

USULAN RANCANGAN PENELITIAN

I. Judul Penelitian

Tinjauan Viktimologi Terhadap Ganti Rugi Korban Tindak Pidana


Perkosaan Wilayah Hukum Kabupaten Bireun

II. Identitas Pelaksana Penelitian


1. Nama Mahasiswa : Zahrul Nafis
2. NIM :
3. Program Studi : Ilmu Hukum
4. Jumlah SKS yang telah ditempuh :
5. Jumlah SKS yang belum Lulus :4
6. Alamat : Samalanga, Kabupaten Bireun

A. Latar Belakang Permasalahan

Setiap hari kita pasti sering mendengar pemberitaan melalui media massa

baik cetak maupun elektronik, yang selalu diwarnai dengan banyaknya kejahatan

dan aksi kekerasan, misalnya saja pembunuhan, pencurian, penipuan,

pemerkosaan, dan lain sebagainya. Kata perkosaan tentu terbayang kengerian

yang sangat ditakuti bagi kaum wanita. Oleh karena itu perkosaan diklasifikasikan

sebagai salah satu bentuk kejahatan yang sangat serius di Indonesia bahkan di

dunia dan bagi pelakunya diancam dengan sanksi pidana yang tidak ringan.

Tindak pidana perkosaan merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap

perempuan yang merupakan contoh kerentanan posisi perempuan tersebut,

utamanya terhadap kepentingan seksual laki-laki. Citra seksual perempuan yang

telah ditempatkan sebagai obyek seksual laki-laki, ternyata berimplikasi jauh pada

kehidupan perempuan, sehingga dia terpaksa harus selalu menghadapi kekerasan,

pemaksaan dan penyiksaan secara fisik serta psikis. Permasalahan dan tujuan

penelitian yang diambil antara lain: mengetahui tinjauan viktimologi terhadap


2

ganti rugi korban tindak pidana perkosaan dan mengetahui perlakuan dan

perlindungan hukum terhadap korban selama proses peradilan pidana pada kasus

tindak pidana perkosaan.

Pada 31 Desembar 1981 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 8

tahun 1981 yang lazim disebut Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

KUHAP dinilai sebagai salah satu produk hukum bangsa Indonesia yang

mempunyai predikat sebagai karya agung dimana KUHAP sangat

memperhatikan hak-hak seorang yang tersangkut tindak pidana, mulai dari proses

penyidikan, pemeriksaan di depan pengadilan, penjatuhan hukuman sampai pasca

persidangan yaitu pelaksanaan putusan. Karenanya tidak mengherankan jika

KUHAP dinilai sangat concern terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). Syaratnya

muatan hak-hak seseorang yang tersangkut tindak pidana, ternyata tidak

diimbangi dengan perhatian pada hak-hak korban kejahatan.

Pasal 285 KUHP mengatur soal tindak pidana perkosaan. Dalam pasal

tersebut ditegaskan bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancaman

kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia diluar pernikahan,

diancam karena telah melakukan nperkosaan dengan pidana penjara selama-

lamanya dua bela tahun.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa perkosaan menurut kontruksi

yuridis peraturan perundang-undangan di Indonesia (KUHP) adalah perbuatan

memaksa seorang wanita yang bukan istrinya untuk bersetubuh dengan dia

dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.


3

Dari uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa secara yuridis formal

perkosaan didefinisikan sebagai sebuah kejahatan yang membawa dampak buruk

bagi siapapun yang mengalaminya. Ancaman pidana berat bagi pelakunya

dimaksudkan agar Negara memiliki kesempatan untuk memperbaiki sikap dan

perilaku terpidana agar tidak berbahaya lagi dan hidup normal didalam

lingkungan masyarakat serta member peringatan kepada masyarakat lain agar

tidak melakukan perbuatan serupa.

Korban perkosaan sering kali menjadi korban ganda. Ia sudah menderita

karena perkosaan yang dialaminya, tetapi ia juga mendapat tekanan dari

masyarakat sekitarnya serta dipandang sebagai wanita yang tidak lagi pantas

untuk tinggal bersama-sama dengan masyarakat sebab sudah membawa aib bagi

dirinya, keluarganya, dan lingkungan sekitarnya. Hal inilah yang menunjukkan

bahwa mayarakat sendiri belum memperlihatkan indikasi untuk mewujudkan

suasana yang kondusif bagi penyelesaian kasus-kasus perkosaan. Pandangan

masyarakat yang seperti itu harus segera diluruskan.

Dalam proses persidangan di pengadilan terhadap tindak pidana

perkosaan, meskipun sipemerkosa sudah di jatuhi pidana sesuai dengan aturan

hukum yang berlaku, tidak serta merta menjamin pulihnya keadaan korban.

Dalam kedudukannya sebagai seorang korban, selain mendapat perhatian dari

pemerintah dan kepedulian dari masyarakat, korban perkosaan juga berhak

mendapatkan kompensasi maupun restitusi1

1 Suryono Ekotama Harum Pudjiarto et all, Abortus propocatus Bagi Korban Perkosaan
perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum Pidana. Liberty, Yogyakarta,2000, hal 44
4

Kompensasi adalah semacam ganti rugi (secara materil) dari pelaku

perkosaan terhadap korbannya. Jika perhatian dari pemerintah dan kepedulian dari

masyarakat itu sifatnya in materil, namun untuk kompensasi yang diberikan

pelaku korban perkosaan lebih bersifat materil Karena tidak mungkin pelaku

korban perkosaan mengganti kerugian in materil berupa harga diri korban yang

diinjak-injaknya2

Kompensasi dari pelaku perkosaan terhadap korban perkosaan sebenarnya

sudah diatur dalam KUHP maupun KUHAP. Pasal 14 c ayat (1) KUHP

menyatakan bahwa dalam perintah yang dimaksud dalam Pasal 14.a. kecuali jika

dijatuhkan denda, selain menetapkan syarat umum bahwa terpidana tidak akan

melakukan perbuatan pidana, hakim dapat menetapkan syarat khusus bahwa

terpidana dalam waktu tertentu, yang lebih pendek dari pada masa percobaannya

harus mengganti segala atau sebagian kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan

pidana tadi.

Dari kedua rumusan Pasal tersebut di atas, diperoleh kesimpulan bahwa

jika sipelaku perkosan hanya dipidana percobaan oleh hakim, maka hakim dapat

pula memerintahkan terpidana untuk memberi ganti kerugian kepada si korban.

Ketentuan lain yang mengatur kompensasi adalah Pasal 98 ayat (1) KUHP, yang

menyatakan bahwa jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam

suatu pemeriksaan perkara pidana oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian

bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat

2 Ibid.
5

menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada

perkara pidana tersebut.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah apakah hak-hak korban tindak

pidana perkosaan sebagai dasar pertimbangan hakim dalam memutus pelaku

tindak pidana perkosaan dan apakah ada perlindungan hukum yang diberikan

pemerintah kepada si korban? dan bagaimana perlindungan hukum terhadap

korban tindak pidana perkosaan itu ? pertanyaan ini selalu menjadi tanda tanya

besar dalam pemikiran penulis, oleh karena itu penulis hendak mengkaji pada

tindak pidana perkosaan dengan mengambil topik : Tinjauan Viktimologi

Terhadap Korban Tindak Pidana Perkosaan Di Wilayah Hukum Kabupaten

Bireun.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan

kajian adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perlindungan Hukum terhadap korban Tindak Pidana

Perkosan ?
2. Apakah hak-hak Korban Tindak Pidana Perkosaan menjadi dasar

pertimbangan Hakim dalam memutus Pelaku Tindak Pidana

Perkosaan.
C. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya membahas tentang Tinjauan Viktimologi Terhadap

Ganti Rugi Korban Tindak Pidana Perkosaan Wilayah Hukum Kabupaten Bireun.
6

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui tentang Perlindungan Hukum terhadap korban

Tindak Pidana Perkosan di wilayah hukum Kabupaten Bireun.

b. Untuk mengetahui hak-hak Korban Tindak Pidana Perkosaan menjadi

dasar pertimbangan Hakim dalam memutus Pelaku Tindak Pidana

Perkosaan di wilayah hukum Kabupaten Bireun.

2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang penulis harapkan dalam penulisan ini adalah :
a. Secara teoritis

Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu hukum

mengenangi Tinjauan Viktimologi Terhadap Ganti Rugi Korban Tindak

Pidana Perkosaan.

b. Secara Praktis

Studi ini secra praktis penulis harapkan dapat memberikan

kontibusi kepada penegkak hukum terkait dengan ganti kerugian terhadap

korban tindak pidana pemerkosaan. Selain daripada itu penulis juga

mengharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi

ilmiah kepada masyarakat, dan praktisi hukum.

E. Kajian Kepustakaan
7

Istilah hukum berasal dari bahasa arab huk`mun, artinya menetapkan

Singkatnya hukum diartikan sebagai peraturan atau undangundang, kaidah dan

ketentun, serta keputusan pengadilan. Dalam kehidupan sehari-hari hukum

dikatakan sebagai berikut :3

1. Menetapkan perbuatan yang diperbolehkan, dilarang, dan disuruh.

Contoh : Seorang Hakim dalam memutus suatu perkara pidana boleh

memilih pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara selama

waktu tertentu ( pasal 12 ayat 3 KUHP ).


2. Norma yang menggolongkan peristiwa atau kenyataan tertentu menjadi

peristiwa atau kenyataan yang memiliki akibat hukum. Contoh : Seorang

yang mengambil sepeda motor miliknya ditempat parkir tidak

menimbulkan akibat hukum. Namun, seseorang yang mengambil sepeda

motor milik orang lain mempunyai akibat hukum pidana bagi orang

tersebut.

Negara yang berdasarkan hukum memiliki empat asas, yakni:

1. Perlindungan hak asasi manusia (HAM)


2. Pembagian kekuasaan
3. Pemerintahan berdasarkan undang-undang (UU)
4. Peradilan Tata Usaha Negara ( PTUN).

Tujuan dari pada hukum adalah mencapai suatu keadaan hidup yang penuh

dengan kedamaian. Kedamaian merupakan suatu keadaan yang serasi antara

ketertipan dengan ketentraman yang masing-masing menyangkut kepentingan

umum dan kepentingan pribadi. Untk mencapai tujuan hukum tersebut, diperlukan

3 Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia Edisi 2009, Pengertian Hukum. YLBHI, Jakarta, 2009,
Hal 2
8

suatu bentuk konsep hukum yang memiliki tugas-tugas dengan jelas di dalamnya.

Tugas dari hukum antara lain yaitu :

1. Tercapainya ketertipan. Ketertipan akan tercapai apabila tugas hukum untuk

mencapai kepastian hukum sudah tercapai,


2. Kesebandingan hukum atau keadilan,
3. Hukum sebagai suatu sarana pengendalian social dan juga sarana untuk

memperlancar proses interaksi social.

Sistem hukum dapat dipahami dalam pengertian sebagai berikut :4

1. Sebagai kesatuan dari komponen atau unsur (subsistem) : Hukum materiil

dan hukum formil, hukum perdata dan hukum public,


2. Sebagai kesatuan dari komponen-komponen yang terdiri dari :
a. Struktur hukum, yaitu kerangka yang memberi bentuk dan batasan pada

system hukum yang unsurunsurnya adalah eksekutif, legislative, dan

yudikatif.
b. Subtansi hukum, yaitu aturan, norma, dan perbuatan manusia yang

nyata. Contohnya : aturan tentang pemakaian helm,


c. Budaya hukum, yang tampak dalam kepercayaan, kepemilikan dan

harapan. Contohnya : Budaya uang pelicin yang melanggar hukum,

budaya orang Amerika Serikat yang lebih memilih berperkara di

pengadilan, sebaliknya orang cina dan jepang memiliki budaya malu

bila perkaranya disidangkan di pengadilan.

Fungsi hukum menurut Roscoe Pound adalah bahwa hukum berfungsi

sebagai sarana untuk menata masyarakat dan sarana pengendali sosial, yang pada

dasarnya mengikuti dan mengesahkan perubahan yang terjadi. Jadi dengan

demikian hukum sebenarnya harus dapat menciptakan perubahan sehingga akan


4 Ibid.
9

dapat menata kembali masyarakat menuju kearah kebaikkan dari sebelumnya. 5

Perilaku berlakunya kaidah hukum dibedakan menjadi tiga, yaitu :6

a. Hal berlakunya secara yuridis, yaitu pada intinya adalah bahwa hukum

sebagai kaidah berlaku (sah) apabila terbentuk menurut cara yang telah

ditentukan.
b. Hal berlakunya hukum secara sosiologis, yaitu berintikan pada efektifitas

hukum dalam masyarakat.


c. Hal berlakunya hukum secara filosofis, yaitu hukum tersebut sesuai

dengan cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tinggi.

Dalam penegakan hukum sering dipertanyakan tentang siapa yang harus

dilindungi dari siapa. Pertanyaan ini secara mudah dapat dijawab yakni untuk

melindungi masyarakat (korban) dari kejahatan (panjahat). Maka inti dari

penegakan hukum pada pokoknya adalah merupakan kegiatan menserasikan

hubungan nilai-nilai yang dijabarkan dalam kaidah-kidah yang mantap dan

perilaku sebagai penjabaran nilai akhir untuk menciptakan, memelihara, dan

mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.7

Dari aspek hukuman opini masyarakat yang tersurat maupun yang tersirat,

perkosaan merupakan kejahatan berat, walaupun merupakan kejahatan berat para

korban perkosaan masih merasakan minimnya perlindungan dari sistem peradilan,

sehingga masalah jaminan hak-hak korban perkosaan mengemuka karena sistem

5 Ibid, hlm 19

6 Ibid, hlm 25

7 Ibid, hlm 28
10

hukum kita belum komprehensif melegitimasi hak-hak tersebut dalam hukum

positif.

Dalam resolusi sidang umum PBB No 40 / 34, tanggal 11 Desember 1985

Decleration on the basic principle of justice for victim of crime and abuse of

power yang diadakan di Milan, Italia, 1985 merupakan dasar pijakan bagi

perlindungan korban kejahatan dalam skala umum.8

Sementara itu Deklarasi PBB yang khusus mengatur tentang perlindungan

korban perkosaan sepanjang masih berupa kerangka dinamika draft declaration of

right of victim of rape. Di dalam draft tersebut dilegitimasi hak-hak korban

perkosaan sebagai berikut :9

a. The right to the restitution from offender


b. The right to compensation from the government.
c. The right to medical, social and material assistance.
d. The right to assistance in distress
e. The right to have views presented and considered whenever personal

interest are affected.


f. The right to be protection from intimidation.
g. The right to be informated of victim rightsDari deklarasi PBB tentang The

basic principle of justice for victim of crime and abuse of power and draf

declaration of right of victims of rape terdapat hak restitusi, dalam hal ini

ganti rugi yang harus diberikan oleh terdakwa. Jika dipandang tidak

mencukupi, Negara dapat memberikan kompensasi (santunan) .

Sejalan dengan itu, Pasal 14.a. ayat ( 1 ) KUHP menyatakan bahwa

apabila hukum menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun kurungan tidak
8 Surya, Nomor 261 Tahun X, 1 Agustus 1996

9 Ibid, hlm 7
11

termasuk kurungan pengganti, maka dalam putusannya dapat memerintahkan pula

bahwa pidana tidak usah dijalankan, kecuali jika dikemudian hari ada putusan

hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu

perbuatan pidana sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah

tersebut diatas habis, atau karena terpidana selama masa percobaan tidak

memenuhi syarat khusus yang mungkin ditentukan dalam peristiwa itu.

Sedangkan dalam Pasal 14.c ayat (1) menyatakan dalam perintah yang

dimaksud dalam pasal 14.a. kecuali jika dijatuhkan denda, selain menetapkan

syarat umam bahwa terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana, hakim

dapat menetapkan syarat khusus bahwa terpidana dalam waktu tertentu, yang

lebih pendek dari pada masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian

kerugian yang ditimbulkan oleh perbuatan pidana tadi.

Sementara Pasal 98 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa jika suatu

perbuatan yang menjadi dasar dakwaan didalam suatu pemeriksaan perkara pidana

oleh Pengadilan Negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua

sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan

perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana tersebut.

Kiranya hakim kita mulai dapat melakukan langkah innovative dengan

mempertimbangkan hak-hak korban tindak pidan perkosaan sebagai dasar dalam

memutus pelaku tindak pidana perkosaan dan menerapkan aspek ganti rugi baik

dalam bentuk restitusi maupun kompensasi sebagai bagian dari sanksi pidana.

Langkah inovatif ini penting mengingat hukum positif kita tidak mengatur secara

jelas masalah ganti rugi bagi korban.

a. Yang dimaksud dengan yuridis formal


12

Adalah peraturan perundangundangan yang berlaku umum selain

hukum acara, misalnya KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

Sebab ada istilah yuridis materiil untuk menyebut seperangkat peraturan

perundangundangan yang mengatur caracara beracara di pengadilan

(hukum acara) misalnya KUHAP (Kitab undangundang Hukum Acara

Pidana).10

b. Perlindungan Hukum

Yaitu adanya jaminan hak dan kewajiban manusia baik dalam rangka

memenuhi kebutuhan sendiri maupun di dalam hubungan dengan manusia

lain11

c. Kejahatan perkosaan

Yaitu perilaku menyimpang yang merugikan kehidupan sosial

(social injury) atau perilaku yang bertentangan dengan ikatanikatan sosial

lain (antisocial) atau perilaku yang tidak sesuai dengan pedoman

masyarakat. Sehingga kejahatan perkosaan adalah perilaku yang

merugikan kehidupan sosial (social injury) atau perilaku yang

bertentangan dengan ikatan ikatan sosial lain (anti social) karena adanya

usaha untuk melampiaskan nafsu seksual.12

d. Korban Kejahatan Perkosaan

10 Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia Edisi 2009, Pengertian Hukum. YLBHI, Jakarta,
2009, Hal 6

11 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1988, hlm, 102

12 Perkosaan perspektif Viktimologi, Kriminologi Dan Hukum Pidana., Yogyakarta


2001
13

Korban kejahatan adalah mereka yang menderita fisik, mental,

sosial, sebagai tindakan jahat mereka yang mau memenuhi kepentingan

diri sendiri atau pihak yang menderita.13

Ditinjau dari segi bahasa, kata perkosaan menurut kamus umum Bahasa

Indonesia berasal dari kata perkasa yang berarti : paksa, kekerasan, kuat,

perkasa, dengan kekerasan. Dengan demikian pemerkosaan berarti proses cara :

perbuatan memperkosa ataupun pelanggaran dengan kekerasan14. Jadi yang

dimaksud dengan korban kejahatan perkosaan adalah mereka yang menderita

fisik, mental, sosial, sebagai akibat dari tindakan memperkosa atau perbuatan

memperkosa.

F. Metode Penelitia
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, metode penelitian ini

merupakan cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis, yaitu apa

yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan, dan juga prilakunya

yang nyata, yang diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. 15 Dalam

melakukan penelitian ini menggunakan pendekatan dengan metode pendekatan

13 Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Presindo, Jakarta, 1983, hlm 79.

14 Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982, hlm 673

15 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, Halaman.


10
14

yuridis sosiologis. Pada penelitian hukum yuridis sosiologis mengkaji sutu gejala

empiris yang dapat diamati didalam kehidupan.

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat dekskriptif yaitu dimaksudkan untuk memberikan

data yang seteliti mungkin.16 Yaitu untuk mengetahui tentang gejala-gejala yang

terjadi dilapangan yang didasari oleh judul, latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian dan kegunaan penelitiaan penyusun menggunakan

metode kualitatif.

3. Lokasi dan Situs Penelitian

Lokasi penelitian yaitu Dinas Ketenagakerjaan Kota Lhokseumawe. Alasan

pmemilih lokasi tersebut yaitu untuk menelaah perspeksi penegak hukum dalam

menangani kasus tindak pidana pemerkosaan baik polisi, kejaksaan dan hakim

dalam memutuskan perkara tindak pidana pemerkosaan.

4. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan atau obyek dengan ciri yang sama.

Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasus-

kasus, waktu, atau tempat, dengan sifat dan ciri yang sama. 17 Sedangkan sampel

merupakan himpunan bagian atau sebagaian populasi.18 Sampel yang akan diambil

16 Ibid,halaman 250.

17 Bambang sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum,PT. Rajan Grafindo Persada,


Jakarta, 2007, Halaman. 118.

18 Ibid.
15

dalam penelitian ini adalah kasus-kasus tindak pidana pemerkosaan yang yang

sedang mapun yang telah diselesaikan oleh penegak hukum. Pengambilan sampel

dilakukan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu sampel diambil dengan

maksud atau tujuan tertentu. Seseorang atau sesuatu diambil sebagai sampel

karena peneliti menganggap bahwa seseorang atau sesuatu tersebut memiliki

informasi serta ciri-ciri tertentu yang berhubunngan dengan permasalahan yang

diperlukan bagi penelitiannya, karena tidak semua unsur dari populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk menjadi wakil dari populasi. Sedangkan

respondennya adalah dua orang dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Universitas Malikussaleh dan Lembaga Pemberi Bantuan Hukum Yayasan

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Lhokseumawe.

5. Teknik Pengumpulan Data


a. Penelitian Lapangan (field research)
Penelitian lapangan dilakukan dengan cara peneliti terjun langsung

untuk mendapatkan data akurat sesuai dengan permasalah yang terjadi

dilapangan yang kemudian dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan atau

peraturan-peraturan hukum yang berlaku, sehingga akhirnya dapat diperoleh

suatu kesimpulan.
b. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan

mmempelajari bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan judul yang

sedang diteliti.

6. Sumber Data
16

Dalam mengumpulkan sumber data, diusahakan sebanyak mungkin

untuk mendapatkan data-data yang akurat guna penyusun skripsi ini, lebih

lanjutnya yaitu meliputi :

a. Data Primer
Data primer yaitu data yanng diperoleh secara langsung dari

informan dan responden dengan cara wawancara langsung yang

terstruktur, yaitu dengan terlebih dahulu mempersiapkan pokok-pokok

pertanyaan sebagai pedoman dan variasi-variasi ketika wawancara.

b. Data Skunder

Data skunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan

guna mendapatkan landasan teoritis tentang Tinjauan Viktimologi

Terhadap Ganti Rugi Korban Tindak Pidana Perkosaan Wilayah Hukum

Kabupaten Bireun . Adapun bahan hukum skunder yang dimaksud yaitu

yang berupa :

1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat yang

terdiri dari :
a) UUD 1945
b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana
2) Bahan Hukum Skunder, yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan terhadap hukum primer yaitu diantaranya buku, tulisan

ilmiah, hasil penelitian ilmiah, laporan makalah lain yang berkaitan

dengan materi penelitian.


3) Bahan hukum tersir yakni yakni berupa kamus-kamus hukum,

kamus besar bahasa Indonesia penjelasan ataupun pendapat dari

pakar-pakar hukum dan bahan-bahan dari situs internet yang

relevan dengan obyek yang diteliti.


17

7. Analisis Data

Data yang telah diperoleh dari penelitian lapangan akan dihubungkan

dengan literatur-literatur yang berhubungan dengan Tinjauan Viktimologi

Terhadap Ganti Rugi Korban Tindak Pidana Perkosaan Wilayah Hukum

Kabupaten Bireun. Kemudian data tersebut dianalisis secara logis dan disusun

dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu apa yang dinyatakan oleh

informan dan responden secara tertulis maupun lisan diteliti dan dipelajari

kemudian dianlisis dan selanjutnya disusun dalam kaliamat yang sistematis.

metode kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data

deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis

ataupun lisan, dan juga prilakunya yang nyata, yanng diteliti dan dipelajari

sebagai suatu yang utuh.19

G. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang Latar Belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II : KAJIAN KEPUSTAKAAN

Pada Bab ini menguraikan mengenai kerangka dasar teori Tindak Pidana

dan Pengertian Pemerkosaan, Ruang Lingkup Ganti Rugi dalam Hukum Pidana.

BAB III : METODE PENELITIAN

19 Soerjano Soekanto., Op Cit., Halaman . 10.


18

Dalam bab ini akan dibahas mengenai jenis penelitian, pendekatan

penelitian, sifat penelitian, bentuk penelitian, sumber data, teknik pengumpulan

data, dan analisis data.

BAB IV : PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas Tinjauan Viktimologi Terhadap Ganti Rugi

Korban Tindak Pidana Perkosaan Wilayah Hukum Kabupaten Bireun, yang

meliputi Perlindungan Hukum terhadap korban Tindak Pidana Perkosan dan Hak-

hak Korban Tindak Pidana Perkosaan menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam

memutus Pelaku Tindak Pidana Perkosaan.

BAB V : PENUTUP

` Bab ini adalah merupakan bab terakhir yang akan menguraikan

kesimpulan dan saran, dimana pada bagian kesimpulan akan dipaparkan jawaban-

jawaban dari semua permasalah di dalam penulisan skripsi ini. Pada bagian saran,

penulis akan memaparkan gagasan yang dimiliki oleh penulis berdasarkan dari

fakta-fakta yang telah dikemukakan oleh penulis pada bab-bab yang sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Gosita, 1983, Masalah Korban Kejahatan, Akademika Presindo, Jakarta.

Bambang sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum,PT. Rajan Grafindo


Persada, Jakarta.
19

Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia Edisi 2009, Pengertian Hukum. YLBHI,


Jakarta

Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982

Jujun Andika, 2009, Perkosaan perspektif Viktimologi, Kriminologi Dan Hukum


Pidana., Yogyakarta

Soedikno Mertokusumo, 1988, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta.

Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

Suryono Ekotama Harum Pudjiarto et all, Abortus propocatus Bagi Korban


Perkosaan perspektif Viktimologi, Kriminologi dan Hukum
Pidana. Liberty, Yogyakarta,2000

Surya, Nomor 261 Tahun X, 1 Agustus 1996

Anda mungkin juga menyukai