Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemeriksaan hewan kurban meliputi pemeriksaan kesehatan dan umur hewan. Hewan kurban
harus benar-benar dalam keadaan sehat dan layak untuk disembelih, di antaranya harus cukup
umur, sudah ganti gigi, tidak cacat dan dalam kondisi sehat. Selain itu, pemeriksaan
hewan kurban juga untuk mencegah penyebaran penyakit hewan seperti anthrax. Pemeriksaan
hewan kurban dibagi dalam dua tahap yakni pemeriksaan antemortem yaitu pemeriksaan fisik
luar hewan sebelum dilakukan pemotongan, dan posmortem yaitu pemeriksaan bagian dalam
hewan sesudah pemotongan. Hewan yang sehat secara klinis, yakni tidak cacat, hidung normal,
mata normal, jantung dan paru-paru juga normal. Sementara itu, untuk pemeriksaan postmortem
dilakukan dengan sasaran pemeriksaan meliputi kondisi hati, jantung, paru-paru, limpa, ginjal
dan organ bagian dalam hewan. Apabila ditemukan kelainan-kelainan dan ada cacing hati maka
organ tersebut harus disingkirkan, karena tidak layak untuk dikonsumsi (Ressang, 1984).

Dalam rangka melakukan pemeriksaan kesehatan hewan kurban yang aman bagi masyarakat.
Pemeriksaan antemortem dan postmortem sangat penting untuk dilaksanakan agar daging kurban
yang dibagikan dimasyarakat terjamin keamanan dan terhindar dari penyakit zoonosis.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini yaitu bagaimana pemeriksaan kesehatan hewan kurban yang
meliputi pemeriksaan antemortem dan postmortem, dalam upaya menjaga kesehatan dan
keamanan daging bagi konsumsi masyarakat.

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui kesehatan hewan kurban setelah pemeriksaan ante mortem dan post
mortem

1.3.2 Untuk mengetahui kelayakan daging hewan kurban

1.3.3 Untuk mengetahui tata cara pengambilan sampel dan pengiriman sampel

1.4 Manfaat

1.4.1 Mendapatkan ilmu dan wawasan tentang pemeriksaan dan jenis jenis penyakit pasca
pemeriksaan antemortem dan postmortem

1.4.2 Mencegah adanya penyakit zoonosis dari hewan kurban ke masyarakat

1.4.3 Mendapatkan ilmu dan wawasan tentang pengambilan sampel dan pengiriman sampel
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan Ante Mortem

Pemeriksaan antemortem meliputi pemeriksaan perilaku dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


perilaku dilakukan pengamatan dan mencari informasi dari orang yang merawat hewan kurban
tersebut. Hewan yang sehat nafsu makannya baik, hewan yang sakit nafsu makannya berkurang
atau bahkan tidak mau makan. Cara bernafas hewan sehat nafasnya teratur, bergantian antara
keempat kakinya. Pincang, loyo dan tidak bias berjalan menunjukkan hewan sedang sakit. Cara
buang kotoran dan kencingnya lancer tanpa menunjukkan gejala kesakitan. Konsistensi kotoran
(feses) padat (Hayati dan Choliq, 2009).

Pemeriksaan Fisik dilakukan pemeriksaan terhadap suhu tubuh (temperatur), menggunakan


termometer badan ( digital atau air raksa ), suhu tubuh normal sapi berkisar antara 38,5C
39,2C. Bola mata bersih, bening, dan cerah. Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) berwarna
kemerahan (pink) dan tidak ada luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada mata yaitu adanya
kotoran berlebih sehingga mata tertutup, kelopak mata bengkak, warna merah, kekuningan
( icterus) atau cenderung putih (pucat). Mulut dan bibir, bagian luar bersih, mulus, dan agak
lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lender rongga mulut warnanya merata
kemerahan (pink), tidak ada luka. Air liur cukup membasahi rongga mulut. Lidah warna
kemerahan merata, tidak ada luka dan dapat bergerak bebas. Adanya keropengdi bagian bibir, air
liur berlebih atau perubahan warna selaput lendir (merah, kekuningan atau pucat) menunjukkan
hewan sakit. Hidung, Tampak luar agak lembab cenderung basah. Tidak ada luka, kotoran,
leleran atau sumbatan. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi peradangan
pada hidung. Cairan hidung bisa bening, keputihan, kehijauan, kemerahan, kehitaman atau
kekuningan. Kulit dan bulu, bulu teratur, bersih, rapi, dan mengkilat. Kulit mulus, tidak ada luka
dan keropeng. Bulu kusam tampak kering dan acak-acakan menunjukkan hewan kurang sehat.
Kelenjar getah bening, kelenjar getah bening yang mudah diamati adalah yang berada di daerah
bawah telinga, daerah ketiak dan selangkangan kiri dan kanan. Apabila ada peradangan
kemudian membengkak tanpa diraba akan terlihat jelas pembesaran di daerah dimana kelenjar
getah bening berada. Daerah anus, bersih tanpa ada kotoran, darah dan luka. Apabila hewan
diare, kotoran akan menempel pada daerah sekitar anus (Hayati dan Choliq, 2009).

2.2 Pemeriksaan Post Mortem

Setelah hewan dipotong (disembelih) dilakukan pemeriksaan postmortem dengan teliti pada
bagian-bagian sebagai berikut: Karkas, Karkas sehat tampak kompak dengan warna merah
merata dan lembab. Bentuk-bentuk kelainan yang sering dijumpai bercak-bercak pendarahan,
lebam-lebam dan berair. Paru-paru, paru-paru sehat berwarna pink, jika diremas terasa empuk
dan teraba gelembung udara, tidak lengket dengan bagian tubuh lain, tidak bengkak dengan
kondisi tepi-tepi yang tajam. Ditemukan benjolan-benjolan kecil padaparu-paru atau terlihat
adanya benjolan-benjolan keputihan (tuberkel) patut diwaspadai adanya kuman tbc. Jantung,
ujung jantung terkesan agak lancip, bagian luarnya mulus tanpa ada bercak-bercak perdarahan.
Jantung dibelah untuk mengetahui kondisi bagian dalamnya. Hati, warna merah agak gelap
secara merata dengan kantong empedu yang relative kecil. Konsistensi kenyal dengan tepi-tepi
yang cenderung tajam. Kelainan yang sering ditemui adalah adanya cacing hati (Fasciola
hepatica atau Fasciola gigantica pada sapi). Limpa, ukuran limpa lebih kecil daripada ukuran
hati, dengan warna merah keunguan. Pada penderita anthrax keadaan limpa membengkak hebat.
Ginjal, kedua ginjal tampak luar keadaannya mulus dengan bentuk dan ukuran relatif semetris.
Adanya benjolan, bercak-bercak pendarahan, pembengkakan atau perubahan warna merupakan
kelainan pada ginjal. Lambung dan usus bagian luar dan bagian dalam tampak mulus. Lekukan-
lekukan bagian dalamnya teratur rapi. Penggantung usus dan lambung bersih Tidak
ditemukan benda-benda asing yang menempel atau bentukan-bentukan aneh pada kedua sisi
lambung dan usus. Pada lambung kambing sering dijumpai adanya cacing yang menempel kuat
berwarna kemerahan (Soedarto, 2003).

2.3 Tata Cara Pengambilan sampel dan Pengiriman Sampel

2.3.1 Sampel untuk pemeriksaan histopatologi


Dilakukan dengan buffer formalin netral 10%. Potongan organ atau jaringan harus diambil
sesegera mingkin, dan tidak boleh lebih tebal dari 0,5 cm. sebaiknya potongan jaringan dipilih
pada bagian yang mewakili jaringan normal dan abnormal dari suatu organ. Lakukan fiksasi
sesegera mungkin dalam larutan formalin 10% (Bearden and Fuquay, 1992).

2.3.2 Sampel untuk pemeriksaan mikrobiologis

Pengambilan sampel untuk pemeriksan mikrobiologis harus aseptis dan dilakukan sesegera
mungkin. Sebaiknya permukaan jaringan atau organ dipanaskna terlebih dahulu dengan
menempelkan spatula panas, kemudian buat irisan dan ambil sampel yang diperlukan dari bagian
dalam organ, abses atau masa koagulasi dalam jaringan. Dari tempat irisan ini bisa diambil
sampel dengan swab steril, runtuhan jaringan atau cairan. Untuk organ berongga seperti saluran
gastrointestinal cara terbaik adalah dengan diikat pada ujung-ujungnya dan diletakkan pada
petridish steril (Akoso,1991)

2.3.3 Sampel untuk pemeriksaan toksikologi

Material untuk pemeriksan toksikologi harus bebas dari kontaminasi bahan kimia selama proses
nekropsi. Beberapa sampel yang harus diambil antara lain whole blood, sera potongan jaringan,
urine, isi lambung dan usus (Akoso,1991).

2.4.4 Sampel untuk pemeriksaan parasitologi

Sampel ectoparasit diambil sebelum cadaver dibuka untuk nekropsi. Caplak, kutu dan pinjal
dharus diambil hati hati dari rambut atau bulu, dan difikasasi menggunakan formalin 10% atau
ethyl alcohol 70%. Untuk infeksi kutu kurap (mange mites), pengambilan sampel dengan cara
melakukan kerokan kulit hingga berdarah dan letakkan pada gelas objek dan teteskan mineral oil.
Untuk sampel cacing gastrointestinal dapt juga difiksai menggunakan larutan formalin dan utuk
menghindari melingkarnya cacing dapat dicegah dengan menthol atau air hangat pada specimen
(Akoso,1991).

2.4.5 Sampel untuk pemeriksaan sitologi

Sampel ulas dari jaringan tumor biasanya dilakukan untuk pemeriksaan sitologis. Preparat ulas
diambil dari irisan tumor, biarkan kering segera untuk mengawetkan struktur selnya, fiksasi bisa
dilakukan dengan api Bunsen atau dengan merndamya dalam larutan methanol (Bearden and
Fuquay, 1992).

2.5.6 Sampel cairan dan darah

Sampel darah harus segera diambil pada hewan yang sudah maribound. Pada beberapa
kasussampel darah masih bisa diambil pada hewan yang sudah mati 3-4 jam. Darah dapat
diambil dari jantung pada saat nekropsi dengan seksi pada dinding jantung. Penambahan
antikoagulan diperlukan jika ingin memperoleh plasma. Jika yang dibutuhkan serum sebaiknya
sampel darah dikoleksi ke dalam tbung gelas yang akan mempercepat proses koagulasi.
Pengambilan sampel cairan tubuh harus bebas kontaminasi (Akoso,1991).

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hewan kurban yang akan disembelih harus dilakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan
kesehatan dilakukan oleh dokter hewan atau tenaga terlatih dibawah pengawasan dokter hewan.
Tahapan ini dimaksudkan untuk menyingkirkan (mengeliminasi) kemungkinan-kemungkinan
terjadinya penularan penyakit dari hewan ke manusia. Proses ini juga bermanfaat untuk
menjamin tersedianya daging dan produk ikutannya dengan mutu yang baik dan sehat. Dua tahap
proses pemeriksaan kesehatan hewan kurban yaitu pemeriksaan antemortem dan postmortem.
Pemeriksaan antemortem dilakukan sebelum hewan dipotong atau saat hewan masih hidup.
Sebaiknya pemeriksaan antemortem dilakukan sore hari atau malam hari menjelang pemotongan
keesokan harinya. Pemeriksaan postmortem dilakukan setelah hewan dipotong. Untuk usia harus
sudah memenuhi syarat untuk dijadikan hewan kurban yaitu sudah ganti gigi atau berusia satu
tahun ke atas untuk kambing dan domba, sedangkan untuk sapi dan kerbau harus sudah berumur
di atas dua tahun. Pengambilan dan pengiriman sampel perlu dilakukan untuk mengetahui
diagnosa lanjut dari kelainan-kelaina yang ditemukan pada pemeriksaan post mortem kesehatan
hewan kurban.

3.2 Saran

Pemeriksaan kesehatan terhadap hewan kurban sebaiknya diwajibkan di seluruh wilayah


Indonesia yang memperingati hari raya kurban agar keamanan daging untuk konsumsi
masyarakat terjamin dan terhindar dari penyakit zoonosis.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso,T. B., 1991, Manual Untuk Paramedik Kesehatan Hewan, 2ed, Omaf-Cida Disease
Investigasi center.

Bearden HJ, and JW Fuquay. 1992. Applied Animal Reproduction Third Edition Prentice Hall.
Englewood Cliffs. New Jersey.

Hayati dan Choliq, 2009. Ilmu Reproduksi Hewan. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Ressang, A. A., 1984, Pathologi Khusus Veteriner, Fad Project Khusus Investigasi Unit Bali.

Soedarto. 2003. Zoonosisi Kedokteran. Airlangga press. Surabaya.


pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem

Pemeriksaan ante-mortem

Arti Ante = sebelum, mortem = kematian


Adalah pemeriksaan kesehatan hewan sebelum hewan dipotong
Tujuan ;

untuk menentukan apakah hewan potong benar-benar sehat

Pemeriksaan dilakukan terhadap kesehatan hewan yang akan dipotong

Pelaksanaan pada saat hewan tiba di tempat pemotongan, pada hari pemotongan, pada
saat hewan diistirahatkan sebelum pemotongan

Keputusan; hewan sehat dipotong, hewan sakit tidak boleh dipotong

PROSEDUR PEMERIKSAAN ANTEMORTEM

1. PEMERIKSAAN DILAKUKAN OLEH DOKTER HEWAN ATAU PEMERIKSA DAGING DIBAWAH


PENGAWASAN PETUGAS BERWENANG

2. PEMERIKSAAN DILAKUKAN DI BAWAH PENERANGAN YANG CUKUP (DAPAT MENGENALI


PERUBAHAN WARNA MATA)

3. PEMERIKSAAN DILAKUKAN SECARA UMUM; KONDISI HEWAN, GERAKAN HEWAN, CARA


BERJALAN, KULIT DAN BULU, MATA TELINGA, HIDUNG, MULUT, ALAT KELAMIN, ANUS,
KAKI DAN KUKU, CARA BERNAFAS

4. HEWAN DIDUGA SAKIT, DIPISAHKAN UNTUK PMERIKSAAN LEBIH LANJUT

5. HEWAN SEHAT BOLEH DIPOTONG, HEWAN TIDAK SEHAT TIDAK BOLEH DIPOTONG

Pemeriksaan Post-mortem
Arti; post = sesudah, mortem = kematian
Adalah ; pemeriksaan yang dilakukan
segera setelah hewan dipotong
Tujuan :

mengenali kelainan atau abnormalitas


pada daging, isi dada dan isi perut
- menjamin bahwa proses pemotongan
dilaksanakan dengan baik
- meneguhkan hasil pemeriksaan ante-mortem

menjamin kulitas dan keamanan daging

Prosedur pemeriksaan postmortem

1. Pemeriksaan dilakukan merujuk hasil pemeriksaan antemortem

2. Pemeriksaan dilakukan di bawah penerangan yang cukup (dapat mengenali perubahan


warna daging)

3. Pemeriksaan dilengkapi dengan pisau yang tajam dan bersih, serta dilakukan dengan
bersih dan berurutan

4. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan dengan mata (inspeksi), meraba, menekan dengan


tangan (palpasi), jika diperlukan dilakukan penyayatan (insisi); isi dada atau isi perut

5. Pemeriksaan terhadap daging, isi perut, dan isi dada segera setelah proses pemotongan

6. Tidak ada kelainan daging boleh dijual/dimakan, ada penyakit tidak boleh dijual/
dimakan

Keputusan hasil pemeriksaan postmortem


(SK Mentan No 413/Kpts/TN 310/7/1992)

1. Daging dapat diedarkan ke konsumen


sehat & aman bagi manusia
2. Daging dapat diedarkan ke konsumen
dengan syarat
3. Daging dapat diedarkan ke konsumen
melalui tempat yang diawasi bagian
tdk layak dibuang
4. Daging dilarang dikonsumsi
Pemeriksaan Ante-Post Mortem

Pemeriksaan Kesehatan Ante Mortem

Pemerikasaan ante mortem adalah pemeriksaan kesehatan setiap ekor sapi, ternak atau
unggas yang akan dipotong. Pemeriksaan ante mortem dilakukan dengan mengamati dan
mencatat ternak sapi sebelum disembelih yang meliputi jumlah ternak, jenis kelamin,
keadaan umum, serta kelainan yang tampak.

Hasil akhir pemeriksaan ini dapat dibagi tiga kelompok :


1. Ternak yang dipotong secara reguler adalah ternak yang memenuhi syarat normal.
2. Ternak yang ditolak yaitu ternak yang menderita suatu penyakit menular, masih produktif
dan betina bunting
3. Ternak yang menderita kelainan lokal seperti fraktur, abses, neoplasma dan ternak yang
kondisinya meragukan (Arka dkk, 1988).

Pemeriksaan Kesehatan Post-Mortem

Pemeriksaan daging post-mortem adalah pemeriksaan kesehatan daging setelah dipotong


terutama pada pemeriksaan karkas, kelenjar limfe, kepala pada bagian mulut, lidah, bibir,
dan otot masseter dan pemeriksaan paru-paru, jantung, ginjal, hati, serta limpa.

Maksud dilakukan pemeriksaan post-mortem adalah untuk membuang dan mendeteksi


bagian yang abnormal serta pengawasan apabila ada pencemaran oleh kuman yang
berbahaya, untuk memberikan jaminan bahwa daging yang diedarkan masih layak untuk
dikonsumsi.

Pemeriksaan post-mortem yang dilakukan antara lain pemeriksaan karkas pada


limfoglandula, pemeriksaan kepala yaitu pada bibir, mulut, otot masseter, dan pemeriksaan
organ dalam seperti paru-paru, jantung, ginjal, hati, serta limpa. Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan rutin yang dilakukan dengan intensitas normal setiap hari. Jika
terdapat abnormalitas pada karkas, organ visceral atau bagian-bagian karkas lainnya dapat
dikonsumsi, diproses lebih lanjut atau tidak (Soeparno, 1992).

Menurut Arka dkk (1985), keputusan hasil akhir pemeriksaan dapat digolongkan atas :
1. Karkas serta organ tubuh yang sehat diteruskan kepasaran untuk konsumsi masyarakat.
2. Karkas serta organ-organ tubuh yang mencurigakan ditahan untuk pemeriksaan yang
lebih seksama.
3. Bagian-bagian yang sakit dan abnormal secara lokal hendaknya diiris dan disingkirkan
sedangkan selebihnya dapat diteruskan ke pasaran umum.
4. Karkas dan organ-organ tubuh yang sakit dan abnormal secara umum atau keseluruhan
atau seluruh karkas dan organ-organ tubuh tersebut disingkirkan semua.
5. Karkas dan organ tubuh yang sehat yang akan diteruskan ke pasar umum diberikan cap
BAIK.

Sumber: Prof. IB. Arka, Guru Besar FKH Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai