Anda di halaman 1dari 7

A.

Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat

Pajak menurut Rachmat Soemitro adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan
undang-undang (yang tidak dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik
(kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum. Pajak pusat adalah jenis-jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat
berdasarkan undang-undang yang perolehannya masuk ke dalam kas Negara sebagai salah
satu pendapatan Negara.
Menurut UU No.22 Tahun 2011 Pasal 1 ayat 3, penerimaan perpajakan adalah semua
penerimaan Negara yang terdiri atas pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional.
Pajak dalam negeri (ayat 4) adalah semua penerimaan Negara yang berasal dari:
1. Pajak penghasilan
2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa
3. Pajak penjualan atas barang mewah
4. Pajak bumi dan bangunan (beertahap dijadikan pajak daerah)
5. Cukai
6. Pajak lainnya
Pajak perdagangan internasional (ayat 5) adalah semua penerimaan Negara yanag berasal dari
bea masuk dan bea keluar. Pajak ini merupakan pajak pusat, bukan pajak provinsi ataupun
daerah.
1. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap orang pribadi atau
perseorangan dan badan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya selama satu tahun pajak. Pajak penghasilan bias diberlakukan progresif,
proporsional atau regresif. Pajak penghasilan di Indonesia diatur pertama kali dengan
Undang-undang No.7 Tahun 1983 kemudian mengalami beberapa perubahan menjadi
Undang-undang No.7 Tahun 1991, Undang-undang No.10 Tahun 1994, Undang-
undang No.17 Tahun 2000, Undang-undang No.36 Tahun 2008.
2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa adalah pajak yang dikenaka atas setiap
pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke
konsumen. Indonesia menganut system tariff tunggal untuk PPN, yaitu sebesar 10
persen. Dasar hokum utama yang digunakan untuk penerapan PPN di Indonesia
adalah Undang-undang No.8 Tahun 1983 yang kemudian mengalami perubahan
menjadi UU No.11 Tahun 1994, UU No.18 Tahun 2000, dan UU No.42 Tahun 2009.
3. Pajak penjualan atas barang mewah adalah pajak yang dikenakan pada setiap
penjualan atas barang-barang yang menurut peraturan perundangan (UU No.8 Tahun
1983 dann perubahannya) termasuk dalam kategori mewah.

1
4. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat dan karakteristik tertentu, yaitu konsumsinya perlu dikendalikan,
pengedarannya perlu diawasi, pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi
masyarakat atau lingkungan hidup, atau pemakaiannya perlu pembebanan pungutan
Negara demi keadilan dan keseimbangan. Di Indonesia, cukai dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Barang kena cukai meliputi:
a. Etil alcohol dan etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan
dan proses pembuatannya
b. Minuman yang mengandung etil alkohol dalam kadar berapapun
c. Hasil tembakau yang meliputi sigaret, cerutu, rokok dan tembakau iris, serta
hasil pengolahan tembakau lainnya.
5. Bea masuk merupakan pungutan Negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan
terhadap barang yang memasuki daerah pabean dan merupakan salah satu jenis pajak
berdasarkan asas domisili. Bea masuk menggunakan tariff yang besarnya diatur oleh
Menteri Keuangan. Barang yang diimpor ke Indonesia wajib membayar bea masuk
sebelum dimasukkan ke kawasan pabean, kecuali dalam beberapa hal tertentu yang
diatur dalam undang-undang.
6. Bea keluar adalah pungutan negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan
terhadap barang yang keluar daerah pabean (barang ekspor) dan merupakan salah satu
jenis pajak berdasarkan asas domisili. Bea keluar menggunakan tarif yang besarnya
diatur oleh Menteri Keuangan. Barang yang diekspor dari Indonesia wajib membayar
bea keluar sebelum dikeluarkan dari kawasan pabean, kecuali dalam beberapa hal
tertentu yang diatur dalam undang-undang.

B. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pajak


Berdasarkan SE No. 06/PJ.9/2001 pengertian ekstensifikasi pajak adalah kegiatan yang
berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dlam
administrasi Direktorat Jendral Pajak, sedangkan intensifikasi pajak adalah kegiatan
optimalisasi penggalian penerimaan pajak terhadap objek dan subyek pajak yang telah
tercatat dalam administrasi Direktorat Jendral Pajak, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi
wajib pajak. Tujuan dari intensifikasi pajak adalah mengintensifkan semua usahanya dalam
peningkatan penerimaan pajak. Sedangkan dari sisi ektensifikasi pajak pemerintah melakukan
perubahan ketentuan peraturan untuk memperluas cakupan subyek dan objek pajak. Untuk
mencapai target tersebut ada tiga strategi yang harus dilakukan yaitu :

2
1. Membentuk satuan tugas khusus ekstensifikasi dan intensifikasi pajak yang
terintergrasi yang bertanggungjawab untuk proses pelaksanaannya.
2. Pernyertaan tunjanjgan khusus untuk seluruh pegawai pajak
3. Menumbuhkan semangat rela membayar pajak
Upaya yang telah dilakukan untuk proses ekstensifikasi pajak adalah sebagai berikut
(SE-06PJ.9/2001) :
1. Canvassing, terhadap pengusaha-pengusaha di sentra-senrta ekonomi, seperti mall,
plasa.
2. Kerjasama dengan RT/RW/Kelurahan di daerah pemukiman mewah atau masyarakat
mampu supaya kepala keluarga diberi nomor pokok wajib pajak
3. Kerjasama terhadap pihak instansi keimigrasian supaya mewajibkan pemilik paspor
untuk memilki nomor pokok wajib pajak.
4. Mewajibkan pemegang kartu kredit meliki nomor pokok wajib pajak.
5. Mewajibkam pembeli mobil mewah dan rumah mewah memilki nomor pokok wajib
pajak
6. Mewajibkan orang pribadi yang memiliki penghasilan diatas PTKP untuk memiliki
NPWP
Dalam hal intensifikasi terdapat tiga hal yang penting untuk dilaksanakan yaitu:
a. Profiling atau pembuatan profil untuk memantau kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajak.
b. Benchmarking atau pembandingan yaitu perbandingan pembayaran oleh waib paak
lain yang mempunyai profil yang sama
c. Mapping atau pemetaan untuk menggambarkan potensi perpajakan yang
mengelompokkan wajib pajak berdasarkan wilayah, sector, subyek, jenis, grup
sesuai dengan kebutuhan atau keunggulan yang terdapat diwilayah kerja.

C. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

Penerimaan negara bukan pajak, yang selanjutnya disingkat PNBP, adalah seluruh
penerimaan Pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, yakni:

a. Pnerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;


b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;
c. Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan
denda administrasi;
f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;
g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri
Penerimaan hibah adalah semua penerimaan negara baik dalam bentuk devisa
dan/atau devisa yang dirupiahkan, rupiah, maupun dalam bentuk barang, jasa, dan surat

3
berharga yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali dan yang tidak
mengikat, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Sebagai contoh,
negara-negara dan lembaga-lembaga multilateral/ internasional yang tergabung dalam CGI
merupakan sumber utama pinjaman dan hibah luar negeri Pemerintah Indonesia. Hibah bisa
berupa cash, barang dan jasa dalam rangka bantuan proyek, bantuan teknik, dan hibah
bantuan kemanusiaan.

D. Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak

Menurut UU No. 20 Tahun 1997 Seluruh Penerimaan Nagara Bukan Pajak wajib
disetor langsung secepatnya ke Kas Negara. Seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak
dikelola dalam sistem Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dengan tetap memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud, sebagian dana dari suatu jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak dapat digunakan untuk kegiatan tertentu yang berkaitan dengan jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak tersebut oleh instansi yang bersangkutan. Kegiatan tersebut meliputi :

a. Penelitian dan pengembangan teknologi;


b. Pelayanan kesehatan;
c. Pendidikan dan pelatihan;
d. Penegakan hukum;
e. Pelayanan yang melibatkan kemampuan intelektual tertentu;
f. Pelestarian sumber daya alam.

E. Potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak

Potensi PNBP yang belum tergali misalnya:


a. Pemberian jasa atau kerja sama pihak ketiga belum memperhitungkan bagian
PNBP karena belum ada aturan tarifnya
b. Tarif terlalu rendah, belum pernah direvisi walau sudah tidak wajar untuk kondisi
saat ini
c. Pemanfaatan aset dan fasilitas penunjang belum maksimal
d. Wajib pajak belum seluruhnya terdata sehingga kontribusi PNBP sulit dipantau
e. Peraturat terkait penyesuaian tarif belum direvisi
f. Kementrian/lembaga belum menginventarisasikan dan melaporkan potensi PNBP
yang dapat digali

Untuk dapat mengoptimalkan pencapaian target PNBP ini, pemerintah perlu


melakukan:

4
a. Langkah-langkah untuk meningkatkan lifting minyak dan efesiensi cost
recovery
b. Pengoptimalan penerimaan dividen BUMN melalui langkah-langkah
rekstrukturisasi BUMN yang makin terarah dan efektif
c. Peningkatan penggalian potensi penerimaan yang berasal dari kegiatan
pelayanan dan jasa oleh kementrian/ lembaga, dengan melakukan langkah-
langkah penerbitan dan perbaikan administrasi PNBP
d. Evaluasi ulang terhadap kontrak kerja eksploitasi SDA yang ada saat ini
e. Pencatatan semua kategori PNBP dan harus masuk kekas negara
f. Pengelolaan PNBP yang transparan dan akuntabel.

F. Permasalahan PNBP dan Solusinya

TAHAPAN PERMASALAHAN USULAN SOLUSI


K/L menyampaikan target PNBP Membangun database PNBP
yang kurang realistis guna menyusun perencanaan
PNBP yang lebih akuntabel.
Perencanaan Penyusunan target PNBP saat ini Mengembangkan penyusunan
melalui proses pembahasan yang target PNBP secara online
membutuhkan biaya dan waktu
yang cukup besar.
Penetapan jenis & tarif Proses penetapan jenis dan tarif Melakukan kajian untuk
PHPB dalam PP membutuhkan penetapan jenis PNBP tertentu
waktu yang lama sehingga dalam peraturan yang lebih
menyebabkan beberapa K/L rendah dari PP.
melakukan pemungutan tanpa
Mendelegasikan persetujuan
dasar hukum.
perubahan tarif kepada pimpinan
instansi yang selanjutnya
dikukuhkan menjadi PP.
Penyetoran Masih terdapat beberapa K/L yang Penyetoran PNBP secara berkala
terlambat melakukan penyetoran untuk jenis-jenis PNBP tertentu.
ke kas negara, sesuai dengan PP
Memudahkan sistem penyetoran,
No 39 Tahun 2007 tentang
misalnya dengan sistem online.
pengelolaan uang negara/daerah,
Menunjuk Bank tertentu sebagai
penyetoran wajib dilakukan dalam
Bank persepsi pada beberapa
satu hari kerja.
lokasi.

5
Pelaporan Masih terdapat beberapa K/L yang Membangun sistem modul dan
tidak tertib dalam penyampaian pelaporan penerimaan negara
laporan realisasi PNBP triwulan. untuk PNBP.
Hal ini disebabkan beban satuan
kerja untuk menyampakanlaporan
yang cukup banyak kepada
kementerian keuangan.
Penggunaan PNBP hanya dapat digunakan oleh Memperluas konsep earnmarking
satker penghasil PNBP. Sementara dengan memasukkan satker
itu, satker lainnya yang turut penunjang penghasil PNBP
menunjang dalam menghasilkan
PNBP, tidak memperoleh alokasi
dana dari PNBP
Penggunaan langsung tanpa Mempercepat mekanisme
melalui mekanisme APBN pencairan dana yang berasal dari
penerimaan PNBP melalui
APBN

6
DAFTAR PUSTAKA

SE-06PJ.9/2001
Undang-undang Nomor 20 Tahun 1997
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009
www.kemenkeu.go.id

Anda mungkin juga menyukai