Anda di halaman 1dari 7

Seni Mendidik Buah Hati

Thursday, 13 May 2010 15:21

Dewasa ini, banyak orangtua yang salah kaprah di dalam mendidik anak-anaknya

SECARA umum, seluruh orangtua pasti meminginginkan buah hatinya menjadi anak-anak yang
sholeh dan sholehah. Siapa pun dia, sebagai orangtua pasti menharapkan hal tersebut. Seorang
pejudi, tentu akan suka ketika ia mengetahui anaknya menjadi penjudi. Seorang pencuri, sangat
tidak mungkin memiliki cita-cita, agar anaknya menjadi pelanjut perilaku buruknya, begitu pula
terhadap kasus-kasus yang lain.

Islam memandang anak itu sebagai asset masa depan, yang akan penyuplai pahala bagi
orangtuanya. Dan itu akan terwujud, apa bila orangtua sukses menghantarkan mereka menjadi
pribadi-pribadi yang shaleh dan shalehah, yang senantiasa mentaati Allah dan Rosul-Nya.
Rosulullah bersabda, Ketika anak adam meninggal, maka terputuslah amal perbuatannya,
kecuali tiga perkara; shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shaleh, yang
senantiasa mendoakan orangtuanya," (Al-Hadits).

Untuk melangkah ke sana, maka peran orangtua dalam mendidik anaknya semasa dini sangat
berperan penting bagi pertumbuhan karakter mereka. Ingat, orangtua adalah guru pertama setiap
bani adam, sebelum mereka menempuh bangku sekolah. Karenanya, pada masa ini sangat
penting mengarahkan mereka menjadi sosok yang berkepribadian muslim sejati.

Namun sayangnya, khususnya dewasa ini, yang lebih dikenal dengan gaya hidup yang konsumtif
lagi hidonis, banyak orangtua yang salah kaprah di dalam mendidik anak-anaknya. Tidak sedikit
dari mereka memperlakukan anak-anak mereka bak raja yang selalu dituruti kemauannya, tanpa
mempertimbangkan tanpa mempertimbangkan nilai positif dan negatif.

Ada lagi di antara mereka yang disibukkan dengan urusan bisnis yang katanya- demi masa
depan anak-anak. Baby sitter dijadikan wakil mereka di dalam membangun karakter anak,
padahal, belum lah tentu, pengasuh bayi tersebut akan mengarahkan anak-anak sesuai dengan
apa yang kita inginkan (berbudi mulia). Maka jangan salahkan siapa-siapa, bila kemudian hari
para orangtua memetik buah yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena pola
pendidikan yang mereka (orangtua) terapkan sendiri.

Tengoklah di sekitar kita, betapa banyak anak orang kaya, pejabat, yang terjerumus dalam dunia
gelap, diskotik, narkotika, dan lain sebagainya, karena mempraktekkan pola pendidikan yang
demikian.

Sebagai orangtua, tentulah hatinya akan miris melihat kenyataan demikian. Sebelum hal tersebut
terjadi pada keluarga kita, atau untuk menyetop itu semua, maka, sebagai orangtua, mari kembali
kita perhatikan pendidikan anak-anak kita lebih intens, dan tentunya sesuai dengan tuntunan
yang telah dicontohkan oleh Rosulullah, sebagai suri tauladan kita dalam segala hal.Dan di
bawah ini beberapa seni islami, yang yang telah dicontohkan oleh Rosulullah dalam
membimbing anak-anak beliau, sahabat-sahabat beliau, sehingga menjadi pribadi-pribadi yang
mulia, yang berakhlakul karimah, sekelas Ali bin Abi Thalib, dan putri beliau sendiri, Fathimah:

1. Memberi Teladan

Memberi teladan yang baik kepada anak, merupakan suatu keharusan bagi orangtua yang ingin
anaknya tumbuh sebagai orang yang berperilakuan baik. Sebab, bagaimanapun juga, sebagai
anak, tentu mereka akan bercermin kepada tingkah laku orangtuanya di dalam bertindak. Jangan
sampai, larangan yang kita berikan secara verbal, justru bertolak belakang dengan perbuatan kita.
hal ini lah terkadang- yang menyebabkan turunnya wibawah orangtua di mata anak. ayah/ibu
sendiri kayak gitu. Bantahan-bantahan seperti ini menunjukkan akan adanya degradasi martabat
orangtua di mata anak. Hal ini akan terjadi ketika orangtua tidak mampu memberikan teladan
terhadap apa yang ia ucapkan sendiri.

Ingat ada pepatah yang mengatakan, kalaamul haali afshahu min kalaamil lisaani, ucapan
dengan tindakan, itu lebih fasih (mengena) dari pada dengan lisan. Rosulullah sendiri, banyak
mendidik sahabat-sahabatnya, istri-istri, anak-anaknya, dengan memberi teladan, tanpa harus
mengeluarkan kata. Dan itu bisa kita lihat, pada hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
dengan redaksi, raaitu (aku melihat), samitu (aku mendengar). Dan salah satu dari hadits
tersebut adalah sebagaimana yang ditriwayatkan oleh Adurrahman bin Abi Bakrah, bahwa ia
berkata pada ayahnya, Wahai ayahku, sesungguhnya aku mendengar engkau setiap pagi
berdoa: allahumma aafini fii badanii, allahumma aafinii fii samii, allahumma aafinii fii
basharii, walaa ilaaha illan anta (ya Allah, sehatkanlah badanku. Ya Allah sehatkanlah
penglihatanku, ya Allah sehatkanlah badanku. Tiada Tuhan kecuali Engkau). Yang engkau ulang
tiga kali pada pagi hari dan tiga kali pada sore hari. Ia (ayahnya) menjawab: sungguh aku
telah mendengar Rosulullah Shalallahu alaihi wasallama, berdoa dengan kata-kata ini. oleh
karena itu, aku senang mengikuti sunnah-sunnahnya. (H.R. Abu Daud)

2. Bercerita

Sungguh sepertiga dari isi Al-Quran itu adalah berisi tentang kisah-kisah nyata orang terdahulu.
Dan tidak lain tujuannya, agar supaya umat manusia mengambil pelajaran dari mereka, baik dari
golongan yang mulia, ataupun dari mereka yang dimurkai. Simaklah firman Allah,
sesungguhnya pada kisah-kisah mereka terdapat pengajaran bagi mereka yang memiliki akal.
Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat. Akan tetapi, membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya yang menjelaskan segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman (Yunus: 111).

Selain memberi tauladan, menceritakan kisah-kisah orang shaleh, sukses, dermawan, dll,
merupakan seni mendidik yang sangat baik bagi pertumbuhan karakter mulia pada diri anak-
anak. Nasehat yang kita berikan dengan pola demikian, akan lebih mudah bagi mereka untuk
mencernanya. Cara mendidik model ini, pun telah dipraktekkan oleh Rosulullah dalam membina
ummatnya. Sebab itu, orangtua dituntut untuk memiliki segudang kisah-kisah dan mampu
mengemasnya dengan baik. Hadits yang menjelaskan tentang dimasukkannya seorang pelacur ke
dalam surga karena menyelamatkan seekor anjing yang kehausan adalah di antara buktinya.

3. Menyertai Bermain

Di tengah kehidupan yang menjadikan harta sebagai setandar kebahagiaan seperti saat ini, tak
jarang orangtua lebih memilih untuk meningggalkan anaknya, demi meniti karer, atau bisnisnya.
Apapun alasan yang mendasari keputusan mereka tersebut, tentu tidak serta merta dibenarkan.
Anak memiliki hak untuk ditemani berjengkrama. Jangan sampai, karena alasan bisnis,
orangtuanya membiarkan anaknya tergilas moralnya, karekternya oleh lingkungan sekitar, baik
itu teman mainnya, ataupun tontonan yang ia lihat dari layar kaca.

Kasus video yang memperlihatkan seorang bocah asal Malang yang berinisial S.A.S, yang
tengah menyeruput kopi dan rokok, serta disempurnakan dengan omelan-omelan cabulnya
beberapa waktu lalu, setidaknya bisa dijadikan pelajaran, betapa turut-sertanya orangtua dalam
setiap kegiatan mereka, sangat berperan penting dalam membentuk kepribadian yang
shaleh/shalehah.

Perhatikan penuturan Abu Sufyan berikut ini mengenai urgensi orangtua dalam menyertai
anaknya bermain. Dari Abi Sufyan, ia berkata: Saya datang ke rumah muawiyah ketika ia
bersandar, sedangkan punggung dan dadanya digelayuti seorang anak laki-laki atau anak
perempuan. Saya berkata: singkirkanlah anak ini dari dirimu, wahai amirul mukminin! ia
menjawab: saya mendengar Rosulullah pernah bersabda: barang siapa yang memiliki anak
kecil, hendaklah ikut bermain-main dengannya. (H.R. Ibnu Asakir).

4. Menciptakan Kondisi Untuk Berbuat Baik

Ada pepatah yang mengatakan, belajar di waktu kecil, bagaikan mengukir di atas batu.. secara
tersirat, pribahasa ini memeberi tahu kita, bahwa mengarahkan anak yang masih berusia dini
untuk menjadi sosok yang berakhlakul karimah, itu relatif lebih mudah, ketimbang mereka yang
sudah kadar luarsa. Sebab itu, orangtua harus mampu menciptakan kondisi agar anak tertarik
untuk berbuat baik.

Sebagai contoh, ketika orangtua tekun beribadah, berakhlakul karimah, membantu yang lemah,
maka secara tidak langsung, mereka telah menciptakan suatu kondisi yang positif untuk anak-
anak mereka, agar melaksanakan apa-apa yang mereka (orangtua) kerjakan. Hal inilah yang
dituntunkan oleh Rosulullah kepada para sahabatnya. Sabda beliau yang disampaikan oleh Abu
Hurairah, bahwasanya Rosulullah saw bersabda, bantulah anak-anakmu untuk dapat berbakti
(kepada orangtuanya) bagi siapa yang ingin anak-anaknya tidak durhaka ke pada mereka
(orangtua) (HR. Thabrani).

5. Menanamkan Kebiasaan Baik

Suatu hari, Abdullah bin Masud sedang berkumpul-kumpul dengan sahabat-sahabat senior, yang
pernah bersua dengan Rosulullah. Di tengah-tengah pembicaraan mereka, Abdullah bin Masud
bertutur tentang bagaimana memperlakukan anak-anak, biasakanlah mereka dengan perbuatan
baik, karena sesungguhnya kebaikan itu dengan membiasakannya.
Suatu perbuatan, apa bila itu telah menjadi kebiasaan, maka ia akan berubah menjadi karakter
bagi si-pelaku. Karenanya, kita harus membiasakan putra-putri kita untuk berbuat baik sedari
dini mungkin, sehingga, kebiasaan-kebiasaan positif yang telah tertanam sejak kecil, benar-
benar tertancap pada jiwa mereka, yang kemudian menjelma menjadi karakter pribadian.
Akhirnya, jadilah ia sosok yang memiliki jiwa yang luhur, lagi terpuji.

6 Mencontohkan Figur Yang Benar

Seiring dengan derasnya laju perkembangan zaman yang tak terkontrol saat ini, tak jarang
membuat anak-anak tertarik untuk mengidolakan sosok yang sebenarnya kurang patut untuk
dijadikan idola/figur. Acara-acara di TV, kini juga sedang menggiring mereka untuk memilih
para idola yang tolak ukurnya bukan kepada akhlak mereka, namun lebih dipacu kepada mereka
yang memiliki ketenaran secara publik, sekalipun akhlak mereka busuk. Hal yang demikian ini,
tentu sangat membahayakan bagi kepribadian anak-anak. Kenapa? Sebagai pengidola, tentulah
mereka akan melacak segala hal yang berkaitan denga si-idola, bahkan, bukan suatu yang tak
mungkin mereka akan meniru apa yang mereka dapatkan, sekalipun hal tersebut sesuatu yang
tercela.

Karenanya, sebagai orangtua, sepantasnya memilihkan figur yang baik bagi anak-anak mereka,
sehingga tidak salah pilih. Para nabi, sahabat, ulama adalah sosok yang patut diteladani.

Berkaitan dengan hal memilih figur, Syaidina Ali pernah berkata, Didiklah anak-anak kamu
sekalian dengan tiga sifat yang baik, yaitu: cinta kepada Nabimu (Muhammad), cinta kepada
anggota keluarganya, dan cinta untuk membaca Al-Quran. (HR. Thabrani dan Ibnu Najjar)

7. Santun

Tak jarang orangtua karena kesal terhadap perilaku anak-anaknya yang bertentangan dengan apa
yang mereka (orangtua) inginkan, bentakanpun akhirnya meluncur pada anak bani adam yang
masih polos-polos ini. bahkan, terkadang, tanganpun ikut berbicara dengan cara menjewer,
mencubit, dan lain sebagainya.

Cukuplah sabda rosulullah di bawah ini, mengajak kita untuk mendidik anak dengan cara santun,
sesantun-santun mungkin. Dari Muawiyah bin Al-Hakam As-Sulaimi, ia berkata: ketika aku
shalat bersama Nabi, tiba-tiba ada seorang dari kaum itu bersin, lalu aku berkata:
Yarhamukallah! (semoga Allah menghormatimu) orang-orang pun melemparkan
pandangannya kepadaku. Akupun berkata: sialan ibu! Mengapa kalian memandangku?
Muawiyah berkata: lalu mereka memukulkan tangan mereka pada pahanya, yang kami duga
mereka menyuruh diam, maka akupun diam. Tatkala Nabi selesai shalat, demi ayah dan ibuku,
aku belum pernah melihat seorang guru sebelum dan sesudahnya yang teramat baik
pengajarannya, kecuali Nabi saw. Demi Allah, beliau tidak pernah merendahkan aku, dan
mencelaku, namun beliau bersabda: Sesungguhnya shalat itu tidak patut dicampur dengan
omongan manusia. Tidak lain sholat itu melainkan bertasbih, bertakbir, dan membaca Al-Quran
atau kata yang serupa itu.(HR. Ahmad, Muslim, NasaI, dll.)
8. Memberi Dorongan dan Peringatan.

Cinta seorang muslim terhadap anaknya,


bukanlah cita yang buta, akan tetapi, justru
kecintaannya tersebut mampu menghantarkan
keduanya lebih kenal dan cinta kepada Allah.
inilah cinta hakiki seorang ayah/ibu yang taat
beragama kepada anaknya. Sebab itu, mereka
senantiasa memberi dorongan kepada anaknya
untuk senantiasa mendekatkan diri kepada Allah,
dan menegurnya ketika lalai, ataupun sebagainya.

Selaras denga hal ini, ada sebuah riwayat yang menyatakan, dari Watsilah bin Asqa,
sesungguhnya Rosulullah saw, menemui Utsman bin Mazhun yang sedang bersama salah
seorang anak kecilnya yang laki-laki dan anak tersebut diciumnya. Nabi saw. Bertanya
kepadanya: Apakah ini anak laki-lakimu? ia menjawa ya kembali Nabi bertanya Engkau
mencintainya wahai Utsman? ia berkata demi Allah wahai Rosulullah, saya mencintainya
Nabi bersabda maukah engkau aku tunjukkan agar engkau lebih mencintai dia? ia berkata
baiklah, ya Rosulullah Nabi bersabda barang siapa yang membuat senang hati anak kecil
dari keturunannya hingga dia menjadi senang, maka Allah akan menjadikan ia senang pada
hari kiamat sampai orangtua itu senang. (HR. Ibnu Asakir).

Demikianlah di antara seni dalam mendidik anak, agar mereka tumbuh sebgai Qurratul ayun
(yang menyejukkan hati) karena menyaksikan ketaatan mereka kepada Allah dan Rosul-Nya.
Wallahu alam bia-shawab. [Robin Sah/hidayatullah.com]

ilustrasi:Artiga Photo/Corbis

Kamis, 20 Mei 2010


Iklan Baris

www.al-quran-dan-hadist.com
Ensiklopedi Mukjizat Al Quran & Hadits
Mengungkap Fakta, Teguhkan Iman
www.paketgranada.com
8 jam bisa menerjemah Al-qur'an
Teruji dan terbukti 10 tahun lebih
www.serbaadamuslim.com
GROSIR KAOS KAKI, tersedia aneka warna, dibutuhkan reseller seluruh Indonesia. Hub. Rina
08155100517
www.arthadinar.com
Cara mudah & aman mengamankan asset Anda

Terkait

Gaya Hidup Muslim

1. Seni Mendidik Buah Hati

2. Lisanpun Bisa Berbisa

3. Menciptakan Mujadalah Berakhir Maslahah

4. Jangan Ceroboh Memilih Jodoh

5. Mulia Menjadi Ibu Rumah Tangga!

6. Yuk, Kita Berghibah Yang Halal!

7. Antara Beda Pendapat vs Beda Pendapatan

8. Begadang Jangan Begadang..

9. Peliharalah Rasa Malumu!

10. Tugas Kita, Bukan Sekolah


Iklan

Download

Hubungi Kami

2010 Hidayatullah.Com, All Rights Reserved

Anda mungkin juga menyukai