Tidak hanya siswa yang menanggung beban psikologis, tetapi orang tua para
siswa ikut menanggung perasaan malu di masyarakat. Di tambah lagi reputasi
sekolah akan di nilai buruk ketika memiliki tingkat ketidaklulusan yang tinggi. Hal ini
memancing para guru untuk melakukan kecurangan saat ujian nasional. Ujian
Nasional tak ubahnya seperti monster tangguh yang dilawan dengan konspirasi
siswa-guru. Alangkah gawatnya negeri ini, generasi muda di pupuk nilai-nilai korup
dan menghancurkan budaya jujur dan sportivitas. Pada akhirnya Ujian Nasional
menjadi ajang kecurangan yang mahal dari tingkat elit hingga tingkat bawah.
Indonesia Research Center (IRC) mencatat Ujian Nasional (UN) 2013 kali ini
sebagai yang termahal sepanjang sejarah.UN di atur dalam Pasal 58 UU No 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional/UU Sisdiknas dimana mengatur
soal standarisasi. Pelaksanaan ujian nasional yang kacau balau ini sebagai cermin
sekaratnya sistem pendidikan di Indonesia. Masalah kronisnya terletak pada arah
sistem pendidikan. Apakah arah pendidikan untuk menjahit krisis kapitalisme global
yang semakin akut? Atau kah untuk menjawab kenyataan hidup rakyat dibawah
cengkraman kapitalisme ?
Adapun mata pelajaran (mapel) yang akan diujikan pada UN tahun 2017,
untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs)
diantaranya Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Ilmu Pengetahuan
Alam.
1. Moratorium UN sesuai dengan visi Nawa Cita dari Presiden Joko Widodo,
tepatnya program prioritas nomor delapan. Jokowi menginstruksikan untuk
melakukan evaluasi model penyeragaman dalam sistem pendidikan seperti
UN.
2. Moratorium UN sesuai dengan putusan Mahkamah Agung nomor 2596/2009
yang inti putusannya pemerintah wajib membangun sarana dan prasarana
pendidikan secara merata dan menjamin kualitas guru.
3. Rencana wajib belajar 12 tahun. Upaya pemenuhan seluruh siswa dapat
melanjutkan dari jenjang SD ke SMP dan SMP ke SMA serta menghindari
siswa putus sekolah (drop out).
4. Hasil UN tak mampu meningkatkan mutu pendidikan dan kurang mendorong
kemampuan siswa secara utuh.
5. Cakupan UN terlalu luas sehingga sulit diselenggarakan dengan kredibel dan
bebas dari kecurangan.
6. UN sudah tak berimplikasi langsung pada siswa karena tak lagi dikaitkan
dengan kelulusan. Pemerintah meyakini, berdasarkan hasil kajian, UN
cenderung membawa proses belajar ke orientasi yang salah.
"Untuk perguruan tinggi negeri sendiri, tidak menggunakan hasil UN. Mereka
lebih percaya dengan metode seleksi mereka sendiri yakni SNMPTN dan
SBMPTN," ujar Muhadjir.
7. UN cenderung membawa proses belajar pada orientasi belajar yang salah,
karena sifat UN hanya menguji ranah kognitif, beberapa mata pelajaran
tertentu. UN telah menjauhkan diri dari pembelajaran yang mendorong siswa
berpikir kritis, analitis, dan praktik penulisan essai sebagai latihan
mengekspresikan pikiran dan gagasan anak didik.
8. Jika digunakan sebagai alat pemetaan mutu, UN bukanlah alat pemetaan
yang tepat. Pemetaan mutu yang baik menuntut instrumen yang berbeda
dengan instrumen UN. Pemetaan mutu tidak perlu dilakukan setiap tahun dan
tidak perlu diberlakukan untuk seluruh siswa. UN pada hakikatnya harus
terkait dengan kelulusan dan meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi.
SUMBER:
https://beritagar.id/artikel/berita/ujian-sekolah-berstandar-nasional-
pengganti-ujian-nasional
http://pembebasan-pusat.blogspot.co.id/2013/05/artikel-tentang-ujian-
nasional.html
http://www.tribunnews.com/nasional/2016/12/23/mendikbud-ujian-
nasional-tetap-dilaksanakan-tahun-2017