Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai pada
semua lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, tidak memandang jenis
kelamin, usia, serta status sosial. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan
seseorang, seperti aktifitas penderita, kehidupan sosial, pekerjaan serta hubungan dengan
keluarga dapat menjadi terganggu. Karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis.
Salah satu tanda gejala Skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi merupakan bentuk
yang paling sering terjadi dari gangguan persepsi. Halusinasi merupakan salah satu
gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman pancaindera tanpa adanya rangsangan
sensorik(Persepsi yang salah). Dengan kata lain, klien berespon terhadap rangsangan
yang tidak nyata yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan. Dampak
dari halusinasi ini adalah pasien sulit berespon terhadap emosi, prilaku pasien menjadi
tidak terkendali, dan akhirnya pasien mengalami isolasi sosial karena tidak mampu
bersosialisasi dengan orang lain.
Seorang dengan gangguan jiwa yang dirawat dirumah sakit jiwa membutuhkan
perawatan yang baik agar gangguan yang terjadi dapat diatasi. Seorang perawat dituntut
mampu melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan permasalahan yang dialami
pasien.
Penanganan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang
unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung, seperti
pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala yang
disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi
masih muncul gejala yang berbeda banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak
dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga
bervariasi(Keliat,2002)

1.2 Tujuan Umum


Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien gangguan
persepsi sensori:halusinasi pendengaran
1.3 Tujuan Khusus
1.3.1 Mahasiswa dapat mengerti pengertian halusinasi?
1.3.2 Mahasiswa dapat mengerti tanda dan gejala halusinasi?
1.3.3 Mahasiswa dapat mengerti saja fase dari halusinasi?
1.3.4 Mahasiswa dapat mengerti saja macam-macam dari halusinasi?
1.3.5 Mahasiswa dapat mengerti saja rentang respon neurobiologis ?
1.3.6 Mahasiswa dapat mengerti saja penyebab dari halusinasi?
1.3.7 Bagaimana penatalaksanaan dari halusinasi?

1.4 Tujuan Masalah


1.4.1 Untuk mengetahui pengertian halusinasi
1.4.2 Untuk mengetahui tanda dan gejala halusinasi
1.4.3 Untuk mengetahui fase dari halusinasi
1.4.4 Untuk mengetahui macam-macam halusinasi
1.4.5 Untuk mengetahui penyebab halusinansi
1.4.6 Untuk mengetahui penatalaksanaan halusinasi

BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Pengertian Halusinasi


Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut
(Nanda-I, 2012). Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang
sebetulnya tidak ada (Damaiyanti, 2008)
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar,
dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsanganpenglihatan, penciuman,
pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang
datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir
(missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek
yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang
memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
2.2 Tanda dan Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
2.3 Tahapan/Tingkatan Halusinasi
Menurut Yosep (2010) tahapan halusinasi ada lima fase yaitu :
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage 1 : Sleep Disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum muncul menghindar dari lingkungan, takut diketahui
halusinasi orang lain, bahwa dirinya banyak masalah.
Masalah makin terasa sulit karena berbagai
stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil,
terlibat narkoba, dihianati kekasih, masalah
dikampus, drop out,dst. Masalah terasa
menekan karena terakumulasi sedangkan
support sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung
terus menerus sehingga terbiasa menghayal.
Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage 2 : Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut
Halusinasi secara umum ia terima sebagai seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
sesuatu yang alami. perasaan berdosa, dan ketakutan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalam pikiran dan sensorinya dapat dia
kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahap ini ada kecenderungan klien merasa
nyaman dengan halusinasinya.
Stage 3 : Condeming Pengalaman sensori klien menjadi sering
Secara umum halusinasi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
mendatangi klien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya
dan mulai berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien, mulai menarik diri dari orang lain
dengan intensitas waktu yang lama.
Stage 4 : Controlling Severe Level of Klien mencoba melawan suara-suara atau
Anxiety sensori abnormal yang datang, klien dapata
Fungsi sensori menjadi tidak relevan merasakan kesepian bila halusinasinya
dengan kenyataan berakhir. Dari sinilah dimulai fase
gangguan psikotik.
Stage 5 : Conquering Panic Level Of Pengalamn sensorinya terganggu. Klien
Anxiety mulai terasa terancam dengan datangnya
Klien mengalami gangguan dalam suara-suara terutama bia klien tidak dapat
menilai lingkungannya menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat
berlangsung selama minimal 4 jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan
komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan
psikotik berat.

2.4 Klasifikasi Halusinasi


1. Halusinasi pendengaran :
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan :
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.

3. Halusinasi penciuman:
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah,urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba :
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik :
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Menurut Stuart, 2007)

2.5 Rentang Respon


Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya yang
berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dengan batas normal jika menghadapi
suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon adaptif :
1. Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
2. Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang
ada di dalam maupun di luar dirinya.
3. Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar
disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
4. Perilaku sosial : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang
berlaku.
5. Hubungan social : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar
individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.

b. Respon Psikososial
Respon Psikososial meliputi :
1. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
2. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
3. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau
budaya umum yang berlaku.
4. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
5. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
6. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
c. Respon Maladaptif
Respon maladptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita tau tidak ada.
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi yang dialami oleh individu dan diterima sebagai
ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.

2.6 Penyebab Halusinasi


menurut Yoseph thn 2010 faktor predisposisi klien dengan halusinasi klien adalah :
1. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan
keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang
percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
2. Faktor sosio kultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
3. Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.

b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah- masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi


yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi
otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(post-mortem).

2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.

C. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yangberinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk


menentukan terjadinya gangguan perilaku.

3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor

E. Mekanisme koping

1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari- hari.

2. Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan


tanggung jawab kepada orang lain.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. (Stuart,
2007).

II. Masalah Keperawatan dan Data Fokus Pengkajian

Konsep Dasar Keperawatan Menurut Carpenito (1998) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian
asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama
antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan
keperawatan, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman
pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat
(2006) meliputi beberapa factor antara lain:

a. Identitas klien dan penanggung

Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat.

b. Alasan masuk rumah sakit

Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

c. Faktor predisposisi

1). Faktor perkembangan terlambat

a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.

b. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.


c. Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.

2). Faktor komunikasi dalam keluarga

a. Komunikasi peran ganda.

b. Tidak ada komunikasi.

c. Tidak ada kehangatan.

d. Komunikasi dengan emosi berlebihan.

e. Komunikasi tertutup.

f. Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan
komplik orang tua.

3). Faktor sosial budaya

Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.

4). Faktor psikologis

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.

5). Faktor biologis

Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar
dan bentuk sel korteks dan limbik.

6). Faktor genetik

Telah diketahui bahwa genetik schizophrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai
sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor
enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu
orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

d. Faktor presipitasi

Faktor faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:

1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.

2. Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).

3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya.

e. Faktor Pemicu

1. Kesehatan : Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.

2. Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam
bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan
mendapat pekerjaan.

3. Sikap : Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa

gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri


(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi
kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan
pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

4. Perilaku : Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasi saja.

Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:

a). Isi halusinasi

Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,
jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi
visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.

b). Waktu dan frekuensi.

Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

c). Situasi pencetus halusinasi.

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.

d). Respon Klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

d. Pemeriksaan fisik

Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat

badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status Mental

Pengkajian pada status mental meliputi:


1). Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.

2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit- belit.

3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.

4). Alam perasaan: suasana hati dan emosi.

5). Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen

6). Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.

7). Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan


informasi.

8). Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.

9). Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.

10). Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.

11). Memori

a. Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.

b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat
dikaji.

12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.

13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.

14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.

Kebutuhan persiapan pulang

yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar
ruangan.
Mekanisme koping

1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari- hari.

2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.

3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Masalah
psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan
perumahan atau pemukiman.

Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

Masalah Keperawatan

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:

- Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.

- Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.

- Isolasi sosial : menarik diri.

- Gangguan konsep diri : harga diri rendah.

- Intoleransi aktifitas.

- Defisit perawatan diri.

III. Diagnosa Keperawatan

- Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

- Isolasi Sosial : Menarik Diri

- Resti Perilaku Kekerasan

- Resti Mencederai diri (BD)

IV. Rencana tindakan keperawatan

Tujuan

Pasien mampu :
- Mengenali halusinasi yang dialaminya

- Mengontrol halusinasinya

- Mengikuti program pengobatan

Keluarga mampu :

Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien

Kriteria Evaluasi Intervensi

Setelah .x pertemuan, pasien dapat SP I


menyebutkan :
- Bantu pasien mengenal halusinasi (isi,
Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, waktu terjadinya, frekuensi, situasi
perasaan pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi)

Mampu memperagakan cara dalam - Latih mengontrol halusinasi dengan cara


mengontrol halusinasi menghardik Tahapan tindakannya

meliputi :

- Jelaskan cara menghardik halusinasi

- Peragakan cara menghardik

- Minta pasien memperagakan ulang

- Pantau penerapan cara ini, beri penguatan


perilaku pasien

- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

Setelah .x pertemuan, pasien mampu : SP 2

Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)


dilakukan
- Latih berbicara / bercakapdengan orang
Memperagakan cara bercakap-cakap lain saat halusinasi muncul
dengan orang lain
- Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Setelah .x pertemuan pasien mampu : SP 3

Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
dilakukan
- Latih kegiatan agar halusinasi tidak
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan muncul
mampu memperagakannya.
Tahapannya :

- Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur


untuk mengatasi halusinasi

- Diskusikan aktivitas yang biasa dilakukan


oleh pasien

- Latih pasien melakukan aktivitas

- Susun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai


dengan aktivitas yang telah dilatih (dari
bangun pagi sampai tidur malam)

- Pantau pelaksanaan jadwalkegiatan,


berikan penguatan terhadap perilaku pasien
yang (+)

Setelah .x pertemuan, pasien mampu : SP 4

Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1,2&3)


dilakukan
- Tanyakan program pengobatan
Menyebutkan manfaat dari program
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat
pengobatan
pada gangguan jiwa

- Jelaskan akibat bila tidak digunakan


sesuai program

- Jelaskan akibat bila putusobat

- Jelaskan cara mendapatkan obat/ berobat

- Jelaskan pengobatan (5B)


- Latih pasien minum obat

- Masukkan dalam jadwal harian pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu SP 1


menjelaskan tentang halusinasi
- Identifikasi masalah keluarga dalam
merawat pasien

- Jelaskan tentang halusinasi :

- Pengertian halusinasi

- Jenis halusinasi yang dialami pasien

- Tanda dan gejala halusinasi

- Cara merawat pasien halusinasi (cara


berkomunikasi, pemberian obat &
pemberian aktivitas kepada pasien)

- Sumber-sumber pelayanan kesehatan


yang bisa dijangkau

- Bermain peran cara merawat

- Rencana tindak lanjut keluarga, jadwal


keluarga untuk merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu : SP 2

Menyelesaikan kegiatan yang sudah - Evaluasi kemampuankeluarga (SP 1)


dilakukan
- Latih keluarga merawat pasien
Memperagakan cara merawat pasien
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu : SP 3


Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kemampuankeluarga (SP 2)
dilakukan
- Latih keluarga merawat pasien
Memperagakan cara merawat pasien serta
- RTL keluarga / jadwal keluarga untuk
mampumembuat RTL
merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu : SP 4

Menyebutkan kegiatan yang sudah Evaluasi kemampuan keluarga


dilakukan
Evaluasi kemampuan pasien
Melaksanakan Follow Up rujukan
RTL, Keluarga:

Follow Up

Rujukan

Anda mungkin juga menyukai