PENDAHULUAN
Gangguan jiwa dalam berbagai bentuk adalah penyakit yang sering dijumpai pada
semua lapisan masyarakat. Penyakit ini dialami oleh siapa saja, tidak memandang jenis
kelamin, usia, serta status sosial. Gangguan jiwa dapat mempengaruhi fungsi kehidupan
seseorang, seperti aktifitas penderita, kehidupan sosial, pekerjaan serta hubungan dengan
keluarga dapat menjadi terganggu. Karena gejala ansietas, depresi, dan psikosis.
Salah satu tanda gejala Skizofrenia adalah halusinasi. Halusinasi merupakan bentuk
yang paling sering terjadi dari gangguan persepsi. Halusinasi merupakan salah satu
gangguan persepsi, dimana terjadi pengalaman pancaindera tanpa adanya rangsangan
sensorik(Persepsi yang salah). Dengan kata lain, klien berespon terhadap rangsangan
yang tidak nyata yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan. Dampak
dari halusinasi ini adalah pasien sulit berespon terhadap emosi, prilaku pasien menjadi
tidak terkendali, dan akhirnya pasien mengalami isolasi sosial karena tidak mampu
bersosialisasi dengan orang lain.
Seorang dengan gangguan jiwa yang dirawat dirumah sakit jiwa membutuhkan
perawatan yang baik agar gangguan yang terjadi dapat diatasi. Seorang perawat dituntut
mampu melakukan asuhan keperawatan yang sesuai dengan permasalahan yang dialami
pasien.
Penanganan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan yang
unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat secara langsung, seperti
pada masalah kesehatan fisik yang memperlihatkan berbagai macam gejala yang
disebabkan berbagai hal kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi
masih muncul gejala yang berbeda banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak
dapat menceritakan masalahnya bahkan mungkin menceritakan hal yang berbeda dan
kontradiksi. Kemampuan mereka untuk berperan dan menyelesaikan masalah juga
bervariasi(Keliat,2002)
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
3. Halusinasi penciuman:
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti : darah,urine atau feses. Kadang kadang terhidu bau harum. Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba :
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat.
Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap :
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik :
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui
vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine. (Menurut Stuart, 2007)
b. Respon Psikososial
Respon Psikososial meliputi :
1. Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls
eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada
area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
2. Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar
berlebihan atau kurang.
3. Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata
dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma norma social atau
budaya umum yang berlaku.
4. Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam
menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya
umum yang berlaku.
5. Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain.
6. Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam
berinteraksi.
c. Respon Maladaptif
Respon maladptif adalah respon individu dalam menyelesaikan masalah yang
menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan lingkungan, adapun respon
maladaptif meliputi :
1. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan walaupun
tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan kenyataan sosial.
2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi eksternal yang
tidak realita tau tidak ada.
3. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari hati
4. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur
5. Isolasi sosial adalah kondisi yang dialami oleh individu dan diterima sebagai
ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah- masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
2. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi
realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
C. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan
kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
1. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk
diinterpretasikan.
2. Stress lingkungan
3. Sumber koping
E. Mekanisme koping
Konsep Dasar Keperawatan Menurut Carpenito (1998) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian
asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama
antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan
yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang
terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan
keperawatan, implementasi dan evaluasi.
1. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis,
psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman
pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat
(2006) meliputi beberapa factor antara lain:
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan,
pekerjaan, dan alamat.
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
c. Faktor predisposisi
a. Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
e. Komunikasi tertutup.
f. Orang tua yang membandingkan anak anaknya, orang tua yang otoritas dan
komplik orang tua.
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar
dan bentuk sel korteks dan limbik.
Telah diketahui bahwa genetik schizophrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai
sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor
enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu
orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila
kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
d. Faktor presipitasi
1. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak.
3. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
dan tidak berdaya.
e. Faktor Pemicu
1. Kesehatan : Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan
infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
2. Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang
lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam
bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan
mendapat pekerjaan.
3. Sikap : Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa
4. Perilaku : Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata
dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada
jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui
jenis halusinasi saja.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu,
jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi
visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi
pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini
sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien
perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu
perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi
untuk memvalidasi pernyataan klien.
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa
yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa
mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
Status Mental
5). Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
8). Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
mempengaruhi proses pikir.
11). Memori
b. Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat
dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung
sederhana.
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur,
perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar
ruangan.
Mekanisme koping
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal. Masalah
psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan
perumahan atau pemukiman.
Masalah Keperawatan
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:
- Intoleransi aktifitas.
Tujuan
Pasien mampu :
- Mengenali halusinasi yang dialaminya
- Mengontrol halusinasinya
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
meliputi :
Menyebutkan kegiatan yang sudah - Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1 dan 2)
dilakukan
- Latih kegiatan agar halusinasi tidak
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan muncul
mampu memperagakannya.
Tahapannya :
- Pengertian halusinasi
Follow Up
Rujukan